3.6. Sistem peradilan
Wismoady menjelaskan bahwa di dalam hukum Romawi waktu itu tidak terdapat perincian tentang jenis-jenis kejahatan dan hukuman yang harus dijatuhkan. Dan semua peraturan tentang
proses pengadilan hanya berlaku untuk warga negara Romawi saja. Perkara-perkara yang ada di luar perincian dan peraturan tersebut harus langsung di bawa kehadapan hakim, dalam hal ini
adalah gubernur Romawi sendiri. Tugas yang pertama dari gubernur dalam hal seperti itu adalah mendengarkan tuduhan-tuduhan yang disampaikan oleh para terdakwa. Setelah itu menentukan,
apakah perkara tersebut patut mendapat perhatiannya atau tidak. Dalam hal ini keputusan gubernur adalah mutlak. Kalau ia menganggap bahwa perkara tersebut tidak perlu mendapat
perhatiannya, maka ia bisa memutuskan bahwa perkara itu tidak ada.
42
Wismoady menjelaskan lagi bahwa pada umumnya perkara-perkara yang menyangkut orang Yahudi tidak pernah di bawa ke hadapan Gubernur, karena orang-orang Yahudi mempunyai
lembaga peradilan sendiri. Penguasa Romawi memberikan keleluasaan kepada orang Yahudi untuk meyelasaikan perkara mereka melalui lembaga peradilan mereka sendiri. Dengan
demikian maka Sanhedrin, yaitu Majelis Peradilan Yahudi, tetap memiliki wewenang hukum. Meskipun demikian Sanhedrin tidak dapat mengenakan hukuman mati, kecuali dalam hal yang
sangat istimewa yaitu kalau ada orang non-Yahudi melakukan pelanggaran di Bait Allah. Memang pernah ada yang mengatakan bahwa Sanhedrin dapat menjatuhkan hukuman mati, dan
putusan itu harus dimintakan pengesahan kepada gubernur sebelum dilaksanakan. Tetapi hal itu nampaknya merupakan suatu pengertian yang keliru. Yang lebih mungkin adalah, bahwa kalau
Sanhedrin memang perlu hukuman mati, maka seluruh perkara dilimpahkannya kepada
Wahono, Disini Kutemukan, 293.
gubernur. Pemerintah Romawi selalu berusaha mempertahankan agar putusan mengenai hidup- matinya terdakwa tetap di tangan mereka. Dengan cara seperti itu maka kehormatan Sanhedrin
tetap terjaga dan wewenang pemerintah Romawi pun berlaku.
43
Menurut Nolan Peristiwa yang paling pasti mengenai Yesus dari Nazareth ialah bahwa ia diadili, dihukum mati karena dianggap melakukan pengkhianatan dan hukuman itu dilaksanakan
seorang Gubernur Romawi bernama Pontius Pilatus. Beribu-ribu orang Yahudi revolusioner dan pemberontak dihukum salib oleh penguasa romawi di Palestina pada zaman itu.
Menurut Nolan bahwa ada perbedaan peranan para pemimpin Yahudi dengan peranan pemerintah Roma. Ada dua macam pengadilan yaitu Pengadilan Yahudi yang disebut Sanhedrin
yang terdiri dari imam-imam kepala, tua-tua, dan ahli kitab. Dan yang kedua adalah pengadilan Romawi, yang dipimpin oleh Pilatus sebagai wali negara atau gubernur.
Yesus diadili dan dijatuhi hukuman dan hukuman itu dilaksanakan oleh pengadilan Romawi. Kalau mau dilihat maka pemerintahan Romawi yang bertanggung jawab atas peradilan
Yesus. Yang menyebabkan Yesus diadili, dijatuhi hukuman, dan dibunuh adalah tuduhan bahwa ia
menyatakan diri sebagai Mesias, raja orang-orang Yahudi. Itulah yang ditanyakan Pilatus kepadanya dan itu pula yang dituliskan di salib sebagai tuduhan terhadap dia.
44
Wahono, Disini Kutemukan, 293. Albert Nolan, Yesus Bukan Orang Kristen? Yogyakarta: Kanisius, 2005, 171, 233-235.
3.7. Penutup