MODEL FISIK BANGUNAN PENGAMAN PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN DEBRIS

(1)

ABSTRACT

PHYSICAL MODELING OF BRIDGE PIERS PROTECTION STRUCTURE FOR DEBRIS FLOWS

By: Anwar

Debris flow generally occurs in rivers in mountainous areas. This flows is a very dangerous and destructive. This happens because the debris flow has a high speed and carry a mixture of sediment and other materials. Of infrastructure is built on rivers area flow pattern makes the need for special handling to maintain the protected structure with a substantial investment. This study focuses on the modeling and observation influence debris flow on bridge piers with three (3) conditions: unprotected bridge piers, using gabion safety, and using protected bored pile on the model.

By using a discharge of 1.54 liters/sec on a scale model of the maximum scours depth is obtained that occurred on bridge piers unprotected condition, that is equal to 1.7 cm and the minimum scours occurs in conditions of safety piers the bored pile is equal to 1.48 cm. The maximum scours volume occurs in the downstream bridge using gabion protected, amounting to 400 cm2, while the minimum volume of sediment scours occurs by using a safety bored pile 257.5 cm3. By the using protected piers bored pile more effective to resist scours due to debris flows. This is due to the construction of bored pile does not impede the flows that occurs so that the effect scours will reach a point of equilibrium.


(2)

ABSTRAK

MODEL FISIK BANGUNAN PENGAMAN PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN DEBRIS

Oleh ANWAR

Aliran debris pada umumnya terjadi pada sungai – sungai di daerah pegunungan. Tipe aliran ini merupakan aliran yang sangat berbahaya dan bersifat merusak. Hal ini terjadi karena aliran debris mempunyai kecepatan yang tinggi serta membawa campuran sedimen dan material lainnya. Banyaknya infrastruktur yang dibangun pada daerah sungai dengan pola aliran ini menjadikan perlunya penanganan khusus untuk menjaga keamanan struktur yang dibangun dengan investasi yang cukup besar. Penelitian ini menitikberatkan pada pembuatan model dan pengamatan pengaruh aliran debris pada pilar jembatan dengan 3(tiga) kondisi, yaitu : konstruksi pilar tanpa pengaman, menggunakan pengaman bronjong, dan menggunakan pengaman bored pile pada model tersebut.

Dengan menggunakan debit sebesar 1,54 liter/detik pada skala model diperoleh bahwa kedalaman gerusan maksimum terjadi pada kondisi pilar jembatan tanpa pengaman, yaitu sebesar 1,7 cm dan gerusan minimum terjadi pada kondisi pilar dengan pengaman bored pile yaitu sebesar 1,48 cm. Volume gerusan maksimum terjadi pada bagian hilir jembatan dengan menggunakan pengaman bronjong, yaitu sebesar 400 cm2, sedangkan volume gerusan sedimen minimum terjadi dengan menggunakan pengaman bored pile, yaitu sebesar 257,5 cm3. Dengan demikian, dengan menggunakan pengaman pilar bored pile lebih efektif untuk menahan gerusan akibat aliran debris. Hal ini disebabkan konstruksi bored pile tidak menghambat aliran yang terjadi sehingga efek gerusan akan mencapai titik eqluibrium.


(3)

(4)

MODEL FISIK BANGUNAN PENGAMAN PILAR JEMBATAN

AKIBAT ALIRAN DEBRIS

(Tesis)

Oleh

ANWAR

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Propile memanjang dan melintang aliran debris ... 20

Gambar 2.2. Sifat fisik sedimen aliran debris (sumber: Thomas Blanc, 2008) ... 21

Gambar 2.3. Sket erosi oleh aliran debris (sumber: Thomas Blanc, 2008) ... 23

Gambar 3.1. Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan Model Fisik Pengaman Pilar Jembatan ... 34

Gambar 4.1. Kondisi lokasi sungai Bumiayu dengan pola aliran debris ... 35

Gambar 4.2. Pemodelan Pilar Jembatan Pada Sungai dengan Pola Aliran Debris ... 36

Gambar 4.3. Peta Prototipe Sungai ... 37

Gambar 4.4. Potongan Memanjang ... 38

Gambar 4.5. Potongan Melintang ... 39

Gambar 4.6. Muka Air Banjir Sungai yang direncanakan pada Model ... 40

Gambar 4.7. Pengukuran Debit Banjir dengan Menggunakan Current Meter ... 40

Gambar 4.8. Pola Gerusan yang Terjadi Pada Pilar Tanpa Pengaman ... 45

Gambar 4.9. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Sta 0+00 (Pilar Tanpa Pengaman) ... 46

Gambar 4.10. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Sta 0+10 (Pilar Tanpa Pengaman) ... 47 Gambar 4.11. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Sta 0+15


(6)

xii

(Pilar Tanpa Pengaman) ... 48 Gambar 4.12. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Sta 0+20

(Pilar Tanpa Pengaman) ... 49 Gambar 4.13. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Sta 0+30

(Pilar Tanpa Pengaman) ... 50 Gambar 4.14. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Sta 0+40

(Pilar Tanpa Pengaman) ... 51 Gambar 4.15. Grafik Kedalaman Gerusan yang TerjadiPada Seluruh STA

(Pilar Tanpa Pengaman) ... 52 Gambar 4.16. Pola Gerusan yang Terjadi Pada Pilar Dengan Pengaman

Bronjong ... 53 Gambar 4.17. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA 0+00

(Pilar dengan Pengaman Bronjong) ... 54 Gambar 4.18. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA 0+10

(Pilar dengan Pengaman Bronjong) ... 55 Gambar 4.19. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA 0+15

(Pilar dengan Pengaman Bronjong) ... 56 Gambar 4.20. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA 0+20

(Pilar dengan Pengaman Bronjong) ... 57 Gambar 4.21. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA 0+30

(Pilar dengan Pengaman Bronjong) ... 58 Gambar 4.22. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA 0+40

(Pilar dengan Pengaman Bronjong) ... 59 Gambar 4.23. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA


(7)

xiii

(Pilar dengan Pengaman Bronjong) ... 60 Gambar 4.24. Pola Gerusan yang Terjadi Pada Pilar Dengan Pengaman

Bored Pile ... 62 Gambar 4.25. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA 0+00

(Pilar dengan Pengaman Bored Pile) ... 63 Gambar 4.26. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA 0+10

(Pilar dengan Pengaman Bored Pile) ... 64 Gambar 4.27. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA 0+15

(Pilar dengan Pengaman Bored Pile) ... 65 Gambar 4.28. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA 0+20

(Pilar dengan Pengaman Bored Pile) ... 66 Gambar 4.29. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA 0+30

(Pilar dengan Pengaman Bored Pile) ... 67 Gambar 4.30. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA 0+40

(Pilar dengan Pengaman Bored Pile) ... 68 Gambar 4.31. Grafik Kedalaman Gerusan yang Terjadi Pada Seluruh STA

(Pilar dengan Pengaman Bored Pile) ... 69 Gambar 4.32. Grafik Kedalaman Gerusan dengan Berbagai Jenis Pengaman Pilar

Pada STA 0+00 ... 72 Gambar 4.33. Grafik Kedalaman Gerusan dengan Berbagai Jenis Pengaman Pilar

Pada STA 0+10 ... 73 Gambar 4.34. Grafik Kedalaman Gerusan dengan Berbagai Jenis Pengaman Pilar

Pada STA 0+15 ... 74 Gambar 4.35. Grafik Kedalaman Gerusan dengan Berbagai Jenis Pengaman Pilar


(8)

xiv

Pada STA 0+20 ... 75 Gambar 4.36. Grafik Kedalaman Gerusan dengan Berbagai Jenis Pengaman Pilar

Pada STA 0+30 ... 76 Gambar 4.37. Grafik Kedalaman Gerusan dengan Berbagai Jenis Pengaman Pilar


(9)

DAFTAR ISI

Riwayat Hidup ... i

Motto ... ii

Sanwacana ... iii

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... xi

Daftar Notasi ... xv

I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Maksud dan Tujuan ... 2

C. Batasan Masalah... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Model ... 4

B. Skala Model ... 4

1. Sebangun Geometrik ... 5


(10)

vii

3. Sebangun Dinamik ... 7

4. Penjabaran Skala Besaaran-Besaran ... 7

C. Aliran Debris ... 19

1. Bentuk tipikal Aliran Debris ... 19

2. Sifat Fisik Aliran Debris ... 20

3. Ciri – Ciri Aliran Debris ... 22

4. Proses Erosi dan Deposisi ... 23

D. Aplikasi Pengaman Pilar Jembatan ... 26

1. Pengaman Pilar Jembatan Dengan metode Bored Pile ... 26

2. Pengaman Pilar Jembatan Dengan metode Sheet pile ... 29

III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 31

B. Pekerjaan Persiapan Pembuatan Model ... 32

C. Metode Pengumpulan Data ... 33

D. Tahapan Pelaksanaan ... 33

E. Sistematika Pengujian Model ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Hasil Pemodelan dan Analisis ... 35

1. Spesifikasi Model ... 35

2. Debit Model ... 36

3. Efek Kesalahan Skala ... 39

4. Formula Analisis Gerusan ... 40

B. Analisis Perbandingan Kedalaman Gerusan dengan Metode Pengukuran dan Visualisasi Model ... 40


(11)

viii

1. Kedalaman Gerusan Tanpa Pengaman Pilar ... 41

2. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bronjong ... 49

3. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bored Pile... 58

C. Analisis Perbandingan Volume Gerusan ... 66

BAB V ... 76

A. Simpulan ... 76


(12)

DAFTAR NOTASI

A = Luas penampang basah saluran

Am = Luas model

Ap = Luas Prototipe

Ar = Perbandingan skala luas

am = Percepatan pada model

ap = Percepatan pada prototipe

ar = Perbandingan skala percepatan

b = Lebar penampang basah saluran

bm = Lebar model

bp = Lebar prototip Cd = Koefisien debit Fp = Gaya tekanan Fr = Angka Froude

Frm = Angka Froude di Model Frp = Angka Froude di Prototipe

Frr = Perbandingan Skala Angka Froude E = Angka Euler

G = Gaya Gravitasi

Gp = Gaya gravitasi pada Prototipe Gm = Gaya gravitasi pada Model Gr = Perbandingan skala Gravitasi

h = Tinggi penampang basah saluran H = Tinggi muka air total

Hv = Tinggi tekan akibat kecepatan hm = Tinggi model

hp = Tinggi prototipe i = Tinggi indeks

l = Kemiringan garis tenaga/ energi Kh = ho pada model yaitu tinggi kecepatan

g

v

2

2

Km = Prosentase Kesalahan maksimum Km = Kekasaran model

Kp = Koefisien Kontraksi Pilar Kp = Kekerasan Prototipe

Kr = Perbandingan skala kekasaran L = Panjang karakteristik


(13)

xvi

Lp = Panjang prototip

Lr = Perbandingan skala panjang Lv = Skala panjang vertikal L = Jumlah eksponen panjang M = Jumlah eksponen massa Ma = Angka Mach

nA = Skala luas

nc = Skala koefisien Chezy ng = Skala gravitasi

nh = Skala vertikal nL = Skala horizontal

nn = Skala koefisien manning nQ = Skala debit

nv = Skala volume nv = Skala kecepatan nt = Skala waktu

N = Jumlah pilar Pembilas dan Pilar Jembatan P = Keliling basah

P = Gaya tekan

AP = Perbedaan tekanan Q = Debit aliran

Qdf = Denit untuk desain Kriteria aman bahaya banjir Qm = Debit dalam model

Qr = Perbandingan skala debit R = Jari-jari Hidraulis

Re = Angka Reynolds Tm = Waktu di Model Tp = Waktu di prototipe

Tr = Perbandingan skala waktu

V = Volume

Vm = Volume model Vp = Volume prototipe V = Kecepatan aliran Vm = Kecepatan pada model Vp = Kecepatan pada prototipe Vr = Perbandingan sekala kecepatan v = Viskositas Kinematik

We = Angka weber p = Massa jenis

σ = Tegangan permukaan Fluida μ = Viskositas Dinamis Fluida


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Besaran antara Model dengan Protoype ... 18

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran dengan Current Meter ... 37

Tabel 4.2. Penentuan Skala Besaran Model ... 39

Tabel 4.3. Kedalaman Gerusan Tanpa Pengaman Pilar Sta 0+00... 42

Tabel 4.4. Kedalaman Gerusan Tanpa Pengaman Pilar Sta 0+10... 43

Tabel 4.5. Kedalaman Gerusan Tanpa Pengaman Pilar Sta 0+15... 44

Tabel 4.6. Kedalaman Gerusan Tanpa Pengaman Pilar Sta 0+20... 45

Tabel 4.6. Kedalaman Gerusan Tanpa Pengaman Pilar Sta 0+30... 46

Tabel 4.7. Kedalaman Gerusan Tanpa Pengaman Pilar Sta 0+40... 47

Tabel 4.8. Kedalaman Gerusan Tanpa Pengaman Pilar Pada Seluruh STA ... 48

Tabel 4.9. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bronjong Sta 0+00 ... 49

Tabel 4.10. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bronjong Sta 0+10 ... 51

Tabel 4.11. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bronjong Sta 0+15 ... 52

Tabel 4.12. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bronjong Sta 0+20 ... 53

Tabel 4.13. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bronjong Sta 0+30 ... 54

Tabel 4.14. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bronjong Sta 0+40 ... 55

Tabel 4.15. Kedalaman Gerusan Pilar dengan Pengaman Bronjong Pada Seluruh STA ... 56


(15)

x

Tabel 4.17. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bored Pile Sta 0+10 ... 60 Tabel 4.18. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bored Pile Sta 0+15 ... 61 Tabel 4.19. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bored Pile Sta 0+20 ... 62 Tabel 4.20. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bored Pile Sta 0+30 ... 63 Tabel 4.21. Kedalaman Gerusan Dengan Pengaman Pilar Bored Pile Sta 0+40 ... 64 Tabel 4.22. Kedalaman Gerusan Pilar dengan Pengaman Bored Pile

Pada Seluruh STA ... 65 Tabel 4.23. Rekapitulasi perbandingan kedalaman gerusan dengan berbagai

metode dan kondisi pengaman pilar jembatan ... 67 Tabel 4.24. Rekapitulasi perhitungan volume sedimen yang tergerus dan kondisi

pengaman pilar jembatan pada STA 0+00 ... 68 Tabel 4.24. Rekapitulasi perhitungan volume sedimen yang tergerus dan kondisi

pengaman pilar jembatan pada STA 0+10 ... 69 Tabel 4.25 Rekapitulasi perhitungan volume sedimen yang tergerus dan kondisi

pengaman pilar jembatan pada STA 0+15 ... 70 Tabel 4.26. Rekapitulasi perhitungan volume sedimen yang tergerus dan kondisi

pengaman pilar jembatan pada STA 0+20 ... 71 Tabel 4.27. Rekapitulasi perhitungan volume sedimen yang tergerus dan kondisi

pengaman pilar jembatan pada STA 0+30 ... 72 Tabel 4.28. Rekapitulasi perhitungan volume sedimen yang tergerus dan kondisi


(16)

(17)

(18)

(19)

Motto

Barangsiapa bertawakkal pada Allah, maka Allah akan memberikan kecukupan padanya dan sesungguhnya Allah

yang akan melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya

“(QS. Ath-Thalaq: 3)”

Perhatikanlah, ternyata selalu orang yang rendah hati di antara kita-lah yang hidupnya damai, sejahtera, dan terhormat. Kerendahan hati adalah bakat untuk ditinggikan

“Mario Teguh”


(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Negeri Baru, pada tanggal 07 September 1971, anak kelima dari sepuluh bersaudara, dari Bapak Asnawi dan Ibu Siti Rohani.

Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN Batin Baru yang diselesaikan pada tahun 1984, Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di SMPN 2 Blambangan Umpu diselesaikan pada tahun 1987, Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di SMAN 1 Blambangan Umpu jurusan Biologi yang diselesaikan pada tahun 1990. Penulis menyesaikan pendidikan Strata 1 (S1) di S1 Teknik Sipil Universitas Saburai diselesaikan pada tahun 2001.

Pada tahun 1992-1998 penulis bekerja sebagai tenaga Honorer pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lampung Utara. Tahun 2003 penulis di angkat menjadi Dosen Teknik Sipil pada Universitas Saburai.

Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan S2 Jurusan Teknik Sipil di Fakultas Teknik Unila melalui Beasiswa BPPS Dikti.


(21)

SANWACANA

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, ridho, dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul “Model Fisik Bangunan Pengaman Pilar Jembatan Akibat Aliran Debris” merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknik di Universitas Lampung.

Banyak kendala selama proses penulisan tesis ini sehingga sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini, tanpa bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari semua pihak dari proses perkuliahan sampai pada saat penulisan tesis ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M. Sc selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas

Lampung.

2. Bapak Ir. Ahmad Zakaria, Ph.D. selaku Pembimbing Utama yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesempatan untuk mengarahkan penulis dalam menyelesaian tesis ini.

3. Bapak Ir. Nur Arifaini, M.S. selaku Pembimbing Kedua atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, kritik dan arahan dalam proses penyelesaian tesis ini.

4. Ibu Dyah Indriana K, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku Penguji ujian tesis dan Ketua Program Magister Teknik Sipil Universitas Lampung terimakasih untuk masukan dan saran-saran pada seminar proposal dan seminar hasil tesis terdahulu.

5. Kepada istriku Febrianti,S.T.M.Si. yang telah memberi semangat sehingga penulisan tesis dapat terselesaikan.


(22)

iii

6. Terimakasih kepada Amril Ma’ruf Siregar, dan teman-teman Magister Teknik Sipil Universitas Lampung yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi khalayak secara umum dan mahasiswa jurusan Teknik Sipil pada khususnya.

Bandar Lampung, 12 Desember 2014 Penulis


(23)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aliran debris atau lahar dingin yang dikenal pada sungai-sungai gunung berapi merupakan aliran dari dari campuran air dan sedimen dengan berbagai ukuran. Aliran ini dikenal mempunyai kekuatan untuk menghancurkan dan kecepatan alirnya sangat besar. Peristiwa meletusnya gunung merapi tahun 2010 di Daerah Istimewa Yogyakarta mengakibatkan banyak infrastruktur seperti jembatan, sabo dam, rumah, dan infrastruktur lainya mengalami kerusakan. Di Indonesia, aliran debris (debris flow) dikenal sebagai Banjir Bandang, merupakan bencana alam yang sangat berbahaya dan bersifat merusak. Kecepatan aliran debris tergantung materialnya, debit air dan gradien kemiringan dasar sungai.

Menurut Varnes (1978), kecepatan aliran debris dengan sedimen material kasar mempunyai kecepatan antara 2 – 20 m/dtk. Dengan kekuatan dan kecepatan yang demikian, aliran ini mampu mengangkat bongkah – bongkah batu besar dan mampu menggeser konstruksi jembatan dan permukiman yang dilaluinya.

Pada lokasi – lokasi tertentu, infrastruktur jembatan dibangun melintasi sungai yang memiliki pola aliran debris telah menyebabkan kerugian akibat ambruknya struktur jembatan, yang disebabkan oleh gerusan pada bagian


(24)

2

pangkal dan pilar jembatan. Untuk itu dibutuhkan sebuah penelitian yang mempelajari tentang aliran debris dan konstruksi pengaman pilar jembatan yang tepat, untuk melindungi jembatan yang berada di kawasan sungai. Dengan demikian, investasi besar yang telah dikeluarkan pemerintah untuk pembangunan jembatan di daerah sungai yang memiliki pola aliran debris dapat dilindungi.

B. Maksud dan Tujuan

Tujuan dari penelitian adalah untuk melakukan Studi tipe Konstruksi Pengamanan Pilar Jembatan pada Aliran Sungai dengan Pola Aliran Debris dengan metode sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi pola hidrolis aliran debris dengan menggunakan skala model fisik.

2. Menentukan besarnya gerusan yang terjadi pada pilar dan hilir pilar jembatan dengan konstruksi pengaman yang berbeda - beda

3. Mengetahui konstruksi pengaman pilar jembatan yang tepat pada daerah sungai yang memiliki pola aliran debris.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemodelan Konstruksi Pengamanan Pilar Jembatan dengan bronjong dan bored pile pada Aliran Sungai dengan Pola Aliran Debris.


(25)

3

2. Pembuatan model fisik sungai, konstruksi jembatan dan melakukan kajian pola aliran dengan beberapa tipe struktur pengaman pilar jembatan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Memberikan alternatif tipe struktur untuk perlindungan bangunan pilar jembatan dari bahaya banjir debris.

2. Memberikan informasi mengenai konstruksi beberapa alternatif pengamanan pilar jembatan yang berada di sungai dengan pola aliran debris.

3. Memberikan masukan bagi instansi terkait untuk mengurangi kerugian akibat aliran debris dan, dapat memanfaatkan bangunan pengaman pilar untuk mengatasi permasalahan tersebut.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model

Model merupakan benda tiruan dari prototipe dengan skala atau dimensi hidrauliknya diperkecil atau diperbesar dengan skala model tertentu dan terhadap model tersebut akan dilakukan penyelidikan atau penelitian-penelitian hidraulik dengan melakukan percobaan-percobaan pengaliran dengan air.

Secara umum, langkah-langkah atau persiapan pembuatan model meliputi : 1. Mengkaji prototype

2. Penentuan jangkauan penyelidikan dan model test yang diperlukan 3. Penentuan prototipe yang akan jadi modeltest

4. Penentuan jenis, jumlah model dan batas bagian prototype yang akan di-modeltest

5. Penentuan lokasi atau tempat model dan batas model 6. Penentuan skala model

7. Penentuan tenaga laboran dan tenaga pembantu penyelidikan

B. Skala Model


(27)

5

1. Sebangun Geometrik

Sebangun geometrik dipenuhi apabila model dan prototip mempunyai bentuk yang sama tetapi berbeda ukuran. Hal ini berarti bahwa perbandingan antara semua ukuran panjang yang bersangkutan termasuk kekasaran antara model dan prototip adalah sama. Perbandingan ini disebut dengan skala geometrik model (nL) :

ukuran di prototipe

ukuran di model …...……….….……….(1)

Semua ukuran yang ada di sebarang titik pada model dan prototip harus mempunyai skala yang sama.

Skala panjang :

 

 

 

 

nL

L L L L m p m

p

2 2 1

1

………...……….…..(2) Skala Luas :

 

 

 

 

2 2

1 2 1 1 1 nL L L A A m p m

p

………(3) Skala Volume :

 

 

 

 

3 3

1 3 1 1 1 nL L L V V m p m

p

……….(4) Sebangun geometrik sempurna tidak selalu mudah dicapai. Sebagai contoh kekasaran permukaan dari model yang kecil mungkin tidak merupakan hasil dari skala model, tetapi hanya dibuat permukaan yang lebih kecil daripada prototip. m p L L nL =


(28)

6

2. Sebangun Kinematik

Sebangun kinematik terjadi antara prototipe dan model jika prototip dan model sebangun geometrik dengan perbandingan kecepatan dan percepatan di dua titik yang bersangkutan pada prototip dan model untuk seluruh pengaliran adalah sama.

 

 

 

 

v

m p m p n V V V V   2 2 1 1

……….……...(5) dan

 

 

 

 

a

m p m p n a a a a   2 2 1 1 ………....……...(6) Besaran kinematik seperti kecepatan, percepatan, debit aliran dan sebagainya dapat diberikan dalam bentuk skala panjang dan skala waktu.

Skala kecepatan :

nT nL T L T L v v n m m p p m p

v   

……….(7) Skala Percepatan :

2 2 2 nT nL T L T L a a n m m p p m p

a   

………..(8) Skala debit :

nT nL T L T L Q Q n m m p p m p Q 3 3 3    ………...…..(9)


(29)

7 1 ) ( ) (        m p Fr Fr

3. Sebangun Dinamik

Jika prototip model sebangun geometrik dan kinematik, dan gaya-gaya yang bersangkutan pada model dan prototip untuk seluruh pengaliran mempunyai perbandingan yang sama dan bekerja pada arah yang sama, maka dikatakan sebagai sebangun dinamik.

 

 

 

 

m

p m p F F F F nF 2 2 1 1   ………..(10)

4. Penjabaran skala besaran-besaran a. Skala Kecepatan Aliran (nv)

Yang menentukan macam keadaan aliran adalah bilangan Froude (Fr)

2 / 1 ) (gh v

Fr ……….(11)

Supaya macam aliran di model sama dengan di prototype maka (Fr)p = (Fr)m ; (Froude criteria, flow pattern criteria).

p = prototype m = model

Skala bilangan Froude = nFr =

……..………...(12) m p gh v gh v ) ) ( ) )

( 1/2  1/2

2 / 1 2 / 1 2 / 1 . ) ( ) (                       m p m p m p m m m p p p h h g g v v g g v g g v ) ( h1/2 g v n n

n

) ( h1/2

v n


(30)

8

gpgm

b. Skala Waktu Aliran (nt) Dari rumus : waktu ( t ) =

) ( ) ( v Kecepatan L Jarak t

n = 

     v L n n (t) = v L

maka akan didapat

v

v = (nh)12= (t) =

      h L n

n 12

... (14)

Untuk undistorted model nt=

 

nh 2

1

(2.3) Skala Debit

Dengan rumus Q = v .

 

nQ F ; F = luas basah = L . h

Maka :

Q

n = nv . nF

v

n = (nh)12

Q

n = (nh)12

L

n ...(15)

F

n = nL . nh

c. Skala Koefesien Chezy

Dari rumus Chezy : v = C h.I (untuk saluran lebar) Maka :

Q

n = nv . (nh)2 1

. nl 12

l

n = 

     L h n n l

n = 

     L h n

n 12


(31)

9

v

n = nh 12

Untuk undistorted model nc = 1 ...…..………(17) d. Skala koefesien Manning

Dari rumus Manning :

n l R v 2 1 8 2

 dalam metris system

atau : n l R v 2 1 8 2 49 . 1

 dalam feet system maka didapat:

v

n =…...…...………(18)

Untuk undistorted model : nR= nh Jadi nh=

 

16

h

n . ... (19) e. Skala kekasaran untuk undistorted model :

C = 18 log

   a R 6 dimana

C = Coeffecient Chezy

R = h, untuk saluran yang lebar

a = tingkat kekasaran = ½ k ; dimana k = kekasaran

v

 11.6 dimana v = ghI

 = kinematic viscosity

1. Untuk keadaan hidrolis kasar : a >> 

18 log

k h

12

... (20)

Untuk undistorted model nc = 1 akan memberikan

k


(32)

10

2. Untuk keadaan hidrolis halus dari

n =

v

 6 . 11

di dapat;

n = n . k1

v

n ; nvk =

 

2 1

h

n ... (22)

n = n . nh-2

Tidak ada efek skala bilamana = nh

na = nh = nl . nh-1/2

nl = nh-3/2

Ini berarti bahwa untuk keadaan hidrolis halus bilamana di kehendaki tidak terjadi effek skala harus di model dipergunakan macam zat cair yang lain dengan skala seperti tersebut diatas. Hal ini biasanya sukar dipenuhi. (bila terbukti pula bahwa efek skala tidak akan terjadi bilamana bilangan Reynold

Re = . 1

L v

... (23)

f. Kesalahan Maksimum

Untuk menentukan kesalahan maksimum yang diijinkan ditentukan oleh persamaan (Shaap, J.J, 1981) sebagai berikut :

Hr = Hm – Kh Dengan :

Hr = tinggi air di prototip Hm = tinggi air di model


(33)

11

Hubungan secara proporsioal antar debit per satuan lebar dengan tinggi air di atas pelimpah (Hd) adalah :

Q = Cd (Hr 3/2– Hm 3/2)

Dengan Cd adalah koefisien debit dengan asumsi nilai Cd di prototip dan di model adalah sama, maka :





  Hm Hr Q 2 3

1 ... (24)

Dalam hal ini Q adalah kesalahan maksimum yang selanjutnya diberi notasi Km, sehingga :





   Hm Kh Hr

Km 1 ( )

2 3

... (25)

Dengan menggunakan persamaan di atas, nilai Km harus lebih kecil atau sama dengan 5% (≤5%)

g. Perhitungan skala diameter butir dasar sungai untuk penyelidikan Local Scouring

Dipakai kriteria :

Harga       cr  

di model harus sama dengan di prototype. (Brousers, 1967)

 = tractive force = g . h . i

cr

 = critical tractive force

Harga cr = dapat diketahui misalnya dari : 1. Rumus White :


(34)

12        w s cr   

gd =  n

6 

tg  ... (26)

Dimana;

s

 = Spesific density dari material dasar

w

= Spesific density dari air

 = Suatu koefesien yang berhubungan dengan deviasi dari garis gerak dengan titik berat butir.

n = d2 x jumlah butir persamaan luas n = packing coefficient n << 1 2. Grafik Shield

Penggunaan grafik Shield lebih mudah dari pada dengan penggunaan rumus White meskipun pada grafik Shield tidak dimasukkan faktor yang lebih lengkap ( ,  dan n).

(a). Dari grafik Shield terlihat bahwa untuk diameter butir d 4 mm, maka cr = 800 d

Dengan demikian skala butir dapat dihitung sebagai berikut :

p cr

     

p = m cr

     

... (27)

        p t h p p d p p g 800 . . .  =       m m m m m d t h g 800 . . . 

... (28)

m p d d = m   = m h h = m t t

Untuk undistorted model ;

m

t t

= 1

d


(35)

13

Bilamana di model dipakai material yang spesifikasi densitinya sama dengan di prototype maka n = 1

Jadi nd = nh ... (29) (b). Bilamana di model dipakai material dengan butir < 4 mm maka untuk mencari skala butir kita dapat langsung mempergunakan grafik Shield.

         cr

dengan mudah dapat dihitung :

()p = p.g.h.i ... (30)

cr = akan didapat dari grafik Shield bilamana diameter dp di prototype diketahui

Selanjutnya :

m cr

      =          cr

... (31)

m cr

m m mh i

gh m          . . . =              cr

p.gh .h .i = m

t t

= 1 Untuk undistorted model

(cr)m = (cr)p .     h hm

m. ... (32)

(cr)m = (cr)p . n1

1

h

n ... (33)

Bila kita menentukan/ mengetahui :

o Jenis material di prototype dan jenis material di model yang


(36)

14

o Skala h (

h

n diketahui).

Dan (cr)p sudah diketahui maka (cr)m dapat dihitung.

Dengan menggunakan grafik Shield maka dengan harga (cr)m tertentu kita akan dapati dm, kemudian harga nd =

m

d d

akan

diketahui. Catatan :

Untuk sungai prototype debit sungai selalu berubah, sehingga perhitungan skala diameter butir pada suatu macam debit akan memberikan skala butir lain untuk debit yang lainnya. Dengan demikian karena banyaknya variasi debit di sungai perhitungan skala butir tidak mungkin dilakukan dengan tepat, hanyalah pendekatan saja. Pemilihan diameter butir dasar sungai untuk dipakai di model merupakan hal yang sulit dalam hydraulic model investigation.

h. Penjabaran skala kecepatan aliran dengan memperhatikan adanya penggerakan bedload transport di dalam sungai.

Pada rumus-rumus bedload transport antara lain seperti :

1. Meyer-Peter Muller (M.P.M)

S = 8 3

d . g

d hi

- 0,0473/2 ... (34) Dimana : S = sediment transport rate m3/det/m1

D = diameter butir rata-rata material

w w s

 

 


(37)

15

s

 = Spesific density dari material (pasir)

w

 = Spesific density dari air

g = Percepatan gaya berat

 = ripple factor =

2 3 90 5       c co

C50 = Koefesien Chezy dengan perhitungan berdasarkan diameter butir d50

C90 = Koefesien Chezy dengan perhitungan berdasarkan diameter butir d90

h = dalamnya air

i = kemiringan garis energy

2. Frylink

X = 5 Y-3/2 e -0.27 ... (36) Y ; dimana X =

2 1 3)

(g d s

 Y =       hi d3. Einstein g s s b .  2 1 3 1      

gd = f 

     RI d

... (37)

Sb = sediment transport rate

     sec m N

Dari rumus-rumus diatas terlihat bahwa di dalam setiap selalu terdapat dua parameter yang tidak berdimensi yaitu yang dinamakan :

a. Transport parameter X =

2 1 3

) (g d

s


(38)

16

b. Flow parameter Y =       

hi d

Jadi rumus-rumus bedload transport tersebut berbentuk X = f (Y)

Agar tidak terjadi efek skala maka syaratnya ialah bahwa harga-harga parameter tersebut sama baik diprototype maupun di model.

nY = 1 nX = 1

syarat tersebut menghasilkan :

ns = nd3/2. nΔ ½ dan nh i = nΔd ... (38) dengan menggunakan rumus Chezy v = C h i maka persamaan terakhir akan menjadi :

2

v

n = nd .

2

c

n . nv1

... (39) Ini adalah merupakan skala kecepatan aliran dimanan terdapat pergerakan bedload transport.

Skala kecepatan ini disebut ideal velocity scale.

Seperti tersebut di 3.1. berdasarkan flow pattern criteria (Floerde criteria) :

v

n = 12

h

n atau nv2 = nh ... (40) Dengan mempersamakan kedua rumus nv2tersebut maka

h

n = nd .

2

c

n . nv1

... (41)


(39)

17

Jadinh = nd . . nv1

... (42) Dengan rumus ini maka akan didapat skala diameter butir bila telah kita tetapkan skala dalam, macam criteria yang dipakai yang mempengaruhi harga ripple factor.

i. Skala waktu pergerakan sediment tansport/bedload transport (Undistorted model)

Dapat dijabarkan bahwa skala waktu pergerakan sediment transport adalah nT

s h

n n 3

dimana

m p s

s s

n  ... (43)

Sp = sediment (bedload) transport rate di prototype Sm = sediment (bedload) transport rate di model

Jadi skala waktu pergerakan air nt tidak sama dengan skala waktu pergerakan bedload;

nT = 12

h

n ... (44)

Catatan : Secara teoritis skala waktu bedload transport tersebut dihitung tetapi pada prakteknya untuk suatu sungai dimana Sp selalu berubah berhubungan dengan perubahan debit maka nT juga untuk suatu model tidak akan tetap harganya. Tetapi bilamana debit yang mengalir disungai konstan dalam jangka waktu tertentu n masih dapat dihitung.

Harga

n

juga tidak akan mungkin teliti karena meskipun debit yang mengalir constant harga S tidak teliti pula (sampai sekarang belum ada


(40)

18

rumus bedload transport yang tepat karena banyaknya asumsi-asumsi parameter antara lain gradasi, ripple factor dan sebagainya).

j. Ringkasan

Ringkasan besaran antara model dan prototype disajikan pada tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Besaran antara Model dengan Protoype

No B e s a r a n Notasi Skala besaran

1 Besaran geometris - Panjang, lebar - Dalam, tinggi

L

L

n

2 Kecepatan Aliran H

h

n

3 Waktu Aliran V

4 D e b i t T

v

n = 12

h

n

5 Kekasaran Q

t

n = 12

h

n

6 Butir material dasar K

Q

n = 12

h

n

7 Koefesien Chezy d

k

n = 12

h

n

8 Koefesien Manning C nd= nh

9 V o l u m e N nv= 1

10 G a y a V

n

n =

 

16

h

n

Bedload transport rate G

11 E n e r g y S

v

n = nhs Percepatan grafitasi E

G

n =nh3 12

13

Specific density

Skala waktu Pergerakan Bedload G T s n = m s p E n g n =  n = 2 3        h s n n


(41)

19

C. Aliran Debris

Aliran debris (debris flow) adalah aliran campuran antara air (air hujan atau air yang lain) dengan sedimen konsentrasi tinggi yang meluncur kebawah melalui lereng atau dasar alur berkemiringan tinggi. Aliran ini seringkali membawa batu-batu besar dan batang-batang pohon, meluncur kebawah dengan kecepatan tinggi (biasanya masih dibawah kecepatan mudflow) dengan kemampuan daya rusak yang besar terhadap apa saja yang dilaluinya seperti bangunan rumah atau fasilitas lainnya sehingga mengancam kehidupan manusia. Aliran debris tidak terkait langsung dengan letusan gunung api, namun dapat terjadi di daerah vulkanik maupun non-vulkanik.

Penggunaan terminologi pergerakan massa debris atau sedimen yang tidak konsisten. Sebagai contoh istilah mudflow dapat dikonotasikan dengan cepat sebagai suatu proses geologi deformasi plastisitas kemiringan tanah liat mulai dari sangat lambat sampai dengan sangat cepat (Skempton and Hutchinson, 1969), atau sebagai suatu aliran turbulen air berlumpur yang mengangkut sedimen berbutir kasar (termasuk batu besar) sebagai angkutan dasar atau bed load (Kurdin, 1973).

1. Bentuk tipikal aliran debris

a. Tipe bor bergelombang, terjadi apabila aliran debris banyak mengandung batu-batu yang berukuran besar


(42)

20

b. Tipe bor pisau, terjadi apabila aliran debris banyak mengandung material pasir campur kerikil atau batu-batu berukuran kecil sampai sedang

c. Tipe bor bergelombang memutar, terjadi apabila aliran debris yang banyak mengandung lumpur mengalir pada palung sungai yang relatif halus atau kemiringan dasar sungai landai.

Gambar 2.1 Propile memanjang dan melintang aliran debris ( H.Suwa & S.Okuda, 1985)

2. Sifat Fisik Aliran Debris

Terdapat berbagai macam aliran debris, aliran piroklastik merupakan aliran debris dengan sedimen yang kering, sedang aliran lahar merupakan aliran debris dengan sedimen jenuh air. Perbedaan sedimen kering dan sedimen jenuh air


(43)

21 n = t v V V = t v v V V V

Vt = (l – n) Vt

Vv = Va + Vv = nVt

S = v V V = w S = v w V V

Sa = v a V V 1   a w S S  

 = nSa.

 s

 = (1-n)1

Gambar 2.2 .; Sifat fisik sedimen aliran debris (sumber: Thomas Blanc, 2008)

Dalam aliran debris sedimen jenuh air, volume fase padat antara 50% s/d 80%, sedang volume fase cair berkisar antara 20% s/d 50%. Kerapatan fase padat berkisar antara 2500 kg/m³ s/d 3000 kg/m³, sedang kerapatan fase cair berkisar

n = ruangan pori diantara fase padat Vv = volume ruangan

Vt = volume total campuran tiga fase tanah

Vs = volume fase padat

V2 = volume fase udara

Vw = volume fase air,

Sα = derajat kejenuhan air

Sw = derajat air dalam ruangan pori

Ss = derajat udara dalam ruangan pori

 

 = kepadatan fase cair (α)  s

 = kepadatan fase padat  w

 = kepadatan air (1000 kg/m3 )

 s

 = kepadatan partikel padat (2650 kg/m3)

sediment jenuh air, jika Sa = 0 dan Sw = 1 seluruh ruangan pori terisi air

sediment kering, jika Sa = 1 dan Sw = 0

sediment setengah jenuh air, jika 0 < Sw < 1, ruangan pori terisi oleh air


(44)

22

antara 1000 kg/m³ s/d 1200 kg/m³. Kekentalan aliran debris sedimen jenuh air, berkisar antara 0,001 kg/m.dt s/d 0,1 kg/m.dt, sudut geser dalam berkisar antara 250 s/d 450. Oleh karena aliran didominasi face padat, maka yang berlaku hukum mekanika bukan hukum hidrolika. Faktor air, seperti limpasan hujan dan air tanah, hanyalah sebagai pemicu terjadinya aliran debris.

3. Ciri – Ciri Aliran Debris

Karakteristik aliran debris sangat berpengaruh terhadap kerusakan yang ditimbulkan. Beberapa ciri aliran debris penyebab besarnya kerusakan yang ditimbulkan antara lain adalah :

a. Aliran debris mengalir menuruni lembah atau kelerengan dengan kecepatan sangat tinggi. Untuk aliran debris tipe batuan (gravel type debris flow) dengan kandungan batu-batu besar dapat mencapai kecepatan 5½ - 10 m/dtk, sementara itu aliran debris tipe Lumpur (mudflow type debris flow) dengan kandungan batu sangat sedikit mengalir dengan kecepatan 10½ - 20 m/dtk.

b. Aliran debris mengandung batu-batu besar dan seringkali juga membawa batang-batang kayu. Batu besar yang terbawa di bagian depan aliran debris dapat mencapai diameter beberapa meter, sedangkan batang kayu hutan yang terbawa mencapai panjang 10 meter, sehingga bagian depan aliran debris ini akan mempunyai kekuatan yang sangat besar.

c. Aliran debris terjadi secara mendadak dan cepat sekali, tidak dapat diduga sebelumnya karena tanda-tanda awal akan terjadi aliran debris


(45)

23

sangat sulit dideteksi. Setelah terjadi baru terdengar suara gemuruh. Hal inilah yang menyulitkan bagi penduduk untuk menghindar dan mengungsi karena sulitnya memberikan peringatan secara dini (early warning sistem), sehingga ketika mengetahui kedatangan aliran debris dan akan menghindar sudah terlambat.

4. Proses Erosi dan Deposisi a. Proses erosi

Kemampuan debris saat mengalir (disebut sebagai “aliran debris”) mengerosi endapan sedimen yang ada di dasar sungai, seperti gambar di bawah ini.

Gambar.2.3 Sket erosi oleh aliran debris (sumber: Thomas Blanck, 2008)

Laju besarnya endapan sedimen di dasar sungai yang tererosi oleh aliran debris dirumuskan, sebagai berikut :

h v c t v e

ersr     ... (45) Dimana :


(46)

24

er adalah laju besarnya endapan sedimen di dasar sungai yang tererosi oleh aliran debris. C* adalah konsentrasi volumetrik endapan sedimen di dasar sungai, θ adalah sudut kemiringan dasar sungai, θe adalah sudut kemiringan equilibrium dasar sungai, v adalah ratarata kecepatan aliran debris, h adalah kedalaman aliran, DS adalah jarak yang ditempuh aliran debris selama waktu Dt.

Selanjutnya dari rumus (9) diperoleh

v er = s h c  

 ... (46)

Hukum Egashira mengenai kemampuan aliran debris mengerosi endapan- endapan sedimen didasar sungai dibangun berdasarkan rumus (2) dengan memasukan parameter (θ - θe) = arctan (Dh/DS), sehingga diperoleh;

r

e = cvtan

 e

... (47) Dengan :

e

 = tan-1

        tan w w s w s c c     

... (48)

dimana; VS adalah kepadatan endapan sedimen di dasar sungai yang tererosi oleh aliran debris. w adalah kepadatan aliran debris, C adalah konsentrasi sedimen aliran debris, Øadalah sudut geser dalam endapan sedimen di dasar sungai, yang kurang lebih besarnya sama dengan kemiringan kekasaran dasar sungai tan Øb .


(47)

25

Berdasarkan penelitian Takahashi (1992), besarnya konsentrasi sedimen aliran debris C tidak akan melebihi konsentrasi volumetrik endapan sedimen di dasar sungai, C*, sehingga;

c

c 0.9 ... (49) Menurur Hungr (1995), proses erosi yang terjadi selama perjalanan aliran debris dirumuskan :

r

e = Es x h x v ... (50) dimana; h adalah kedalaman aliran debris dan v adalah kecepatan rata-rata aliran debris. Dalam hal ini, parameter ES adalah laju perpindahan partikel akibat proses erosi, disebut sebagai laju penambahan erosi, yaitu; berkurangnya dasar sungai per satuan kedalaman aliran debris. Ukuran parameter ini “per meter”. Parameter er adalah laju erosi per satuan waktu dan nilainya tergantung kecepatan aliran debris. ES tidak tergantung oleh kecepatan aliran debris.

b. Proses deposisi

Apabila θe > θ, maka laju erosi (er) negatif, berarti terjadi pengendapan, hal ini menyebabkan volume aliran debris berkurang selama perjalanan. Ketika er > 0, maka dh/dt < 0. Dalam perhitungan, hukum Egashira menilai besarnya pengendapan tidak berdasarkan pengurangan tinggi partikel (pengurangan kedalaman aliran debris), melainkan berdasarkan kecepatan partikel (kecepatan aliran debris) sama dengan 0 m/dt. Hukum Egashira hanya digunakan untuk menghitung proses erosi.


(48)

26

Dengan demikia, jika laju erosinya negatif, berarti tidak terjadi perubahan volume aliran debris.

D. Aplikasi Pengaman Pilar Jembatan

1. Pengaman Pilar Jembatan Dengan metode Bored Pile

Hampir di setiap proyek konstruksi pondasi tiang merupakan teknologi pondasi dalam yang telah biasa dipergunakan. Salah satu metode pemasangan tiang pondasi ini adalah dengan sistem bor. Meski tak sepopuler pondasi tiang pancang, penggunaan tiang bor ini semakin banyak dijumpai. Dalam kedalaman dan diameter dari tiang bor dapat divariasi dengan mudah, pondasi tiang bor dipakai untuk beban ringan maupun beban berat seperti bangunan bertingkat tinggi dan jembatan. Juga dipergunakan pada menara transmisi listrik, fasilitas dok, kestabilan lereng, dinding penahan tanah, pondasi bangunan ringan pada tanah lunak, pondasi bangunan tinggi, dan struktur yang membutuhkan gaya lateral yang cukup besar, dan lain-lain. alat yang digunakan disesuai pada kondisi tanah dan teknik pengeboran tertentu saja. Salah satunya adalah fight auger. Alat yang sederhana dan ringan ini mempunyai kemampuan membuat lubang bor berdiameter 0,8-3,6 m. Cara kerjanya, rig akan berputar masuk ke tanah sampai terisi penuh oleh tanah, kemudian ditarik kembali ke atas dan diayun supaya tanah yang menempel lepas dari pisaunya. Alat ini efektif pada jenis tanah clan batuan lunak. Tetapi karena di lapangan biasanya mengalami kesulitan pada saat pengeboran, maka dapat meggunakan mesin bor lainnya atau mengganti pisaunya dengan


(49)

27

yang lebih baik. Pisau berbenruk spiral melancip akan membantu dalam pengeboran tanah yang keras dan batuan. Selain itu juga terdapat beberapa peralatan lain bor seperti bucket auger. Berfungsi unruk mengumpulkan basil galian dalam keranjang berbentuk spiral dengan cara mengambil tanah dari galian ke atas dan dibuang, alat ini biasanya berfungsi baik pada tanah pasir.

a. Metode Konstruksi Tiang Borpile

Cara konvensional untuk konstruksi tiang bored pile adalah dengan menggali secara manual, kemudian melakukan pengecoran beton. Jenis tiang bor yang dikerjakan dengan cara ini sering disebut tiang Strauz. Cara ini amat membatasi kedalaman dan jenis tanah yang dapat ditembus, sehingga terutama hanya digunakan untuk bangunan residential atau bangunann ringan lainnya. Dengan ditemukannya alat-alat bored pile modern, maka pelaksanaan konstruksi menjadi lebih mudah. Untuk suatu jenis alat pembor, lama waktu pemboran tergantung dari kemampuan dan tenaga dari mesin.

b. Pengeboran dengan cara kering (dry method)

Cara ini membutuhkan tanah jenis kohesif dan muka air tanah berada pada kedalaman di bawah dasar lubang bor, atau jika permeabilitas tanah sedernikian kecilnya sehingga pengecoran beton dapat dilakukan sebelum pengaruh air terjadi.


(50)

28

c. Pemboran dengan Casing

Casing diperlukan karena runtuhan tanah (caving) atau deformasi lateral dalam lubang bor dapat terjadi. Perlu dicatat bahwa slurry perlu dipertahankan sebelum cosing masuk. Dalam kondisi tertentu, casing

harus dimasukkan dengan menggunakan vibrator. Penggunaan casing

harus cukup panjang dan mencakup seluruh bagian tanah yang dapat runtuh akibat penggalian dan juga diperlukan bila terdapat tekanan artesis. Casing juga dibutuhkan pada pengecoran di atas tanah atau di tengah-tengah air misalnya pada pondasi untuk dermaga atau iembatan.

d. Pelaksanaan dengan Slurry

Metode borpile ini hanya dapat dilakukan untuk suatu situasi yang membutuhkan casing. Tinggi slurry dalam lubang bor harus mencukupi untuk memberikan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan air di sekitar lubang bor. Bentonite yang dicampur dengan air adalah bahan yang dipakai sebagai slurry. Umumnya diperlukan bentonite sebanyak 4% hingga 6% untuk pencampuran tersebut.

Dalam penggunaan slurry, umumnya, dikehendaki agar tidak membiarkan bahan ini terlalu lama dalam lubang galian sehingga campuran tersebut tidak menyebabkan suatu bentuk bahan kental (cake) yang menempel di dinding lubang bor. Bila lubang bor telah siap, maka anyaman tulangan segera dimasukkan. selanjutnya dimasukkan treminya.


(51)

29

Bilamana tiang bor hanya hanya memikul beban lateral di kepala tiang, maka tulangan tidak harus sampai ke dasar pondasi. Cukup sampai posisi di mana gaya- gaya tersebut harus dipikul oleh beton dan tulangan bersama-sama.Tetapi bilamana tiang bor digunakan sebagai

shoulder pile, tuiangan umumnya harus dipasang pada seluruh kedalaman. Karena momen terbesar berada di sekitar kedalaman batas galian, maka kerapatan tulangan lebih besar pada lokasi tersebut.

Aspek penting lain dalam tulangan adalah kekakuan yang harus dipertahankan pada saat pengangkatan tulangan, agar tidak berubah bentuk dan tetap lurus pada saat rnasuk ke dalam lubang bor. Untuk memproleh bentuk yang silindris kadang-kadang diperlukan pengkaku (stiffener) pada penampang melintang dan tulangan. Tahu beton (concrete decking) dapat diperlukan untuk mempertahankan adanya selimut beton pada sisi luar tulangan.

Ada beberapa jenis pondasi bored pile yaitu: 1. Bored pile lurus unuk tanah keras;

2. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel; 3. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium 4. Bored pile lurus untuk tanah berbatuan

2. Pengaman Pilar Jembatan Dengan metode Sheet pile

Sheet pile merupakan salah satu jenis retaining wall. Sheet pile terbuat dari baja, beton, kayu atau sheet pile dari plastik yang saling


(52)

30

berhubungan satu sama lainnya membentuk dinding yang kontinu sepanjang tebing saluran. Dalam mendesain sheet pile perlu diperhatikan adalah kedalaman sheet pile dan jenis tanah. Kedalaman sheet pile

menentukan kekuatan dari sheet pile tersebut. Kekuatan dari sheet pile

berada pada ujungnya dan gesekan pada selimut sheet pile. Jenis tanah juga menentukan kekuatan sheet pile. Tanah kohesif dan nonkohesif akan berbeda dalam menentukan Parameter yang digunakan dalam penentuan kedalaman sheet pile adalah

Pa = Pa1 + Pa2 (tekanan tanah aktif) ... (51) Pa = γh1Ka + γ ́h2Ḱ a ... (52) Ḱ = Kp – Ka (Koefisien tanah) ... (53)


(53)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu yang di butuhkan dalam penelitian ini adalah selama 6 (enam) bulan terhitung mulai penyetujuan judul penelitian tesis ini hingga seminar hasil penelitian. Test model hasil desain akan dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Laboratorium hidraulika dalam satu kesatuan system test model harus memiliki atau dilengkapi dengan :

1. Sumber air yang berasal dari air tanah, yang memiliki ketinggian tertentu yang lebih dari elevasi model

2. Saluran pemberi ke model dan pembuang dari model 3. Pompa

4. Alat pengatur debit dan alat pengukur debit yang akan dialirkan ke model. Di hulu alat ukur debit harus dilengkapi dengan alat perata muka air dan aliran guna memperoleh debit percobaan yang relatif konstan untuk jangka waktu percobaan tertentu.

5. Saluran percobaan dimana model ditempatkan untuk diadakan percobaan pengaliran terhadapnya. Di hilir saluran percobaan perlu dilengkapi rooster perata aliran dan dihilirnya perlu dilengkapi alat pengatur muka air.


(54)

32

7. Studio atau ruangan tempat data hasil percobaan diolah, dihitung dan dikaji, dilengkapi dengan alat-peralatan kantor, penggambaran secara manual

8. Alat-alat yang diperlukan dalam pembuatan model dan percobaan pengaliran dengan model seperti: meterantaraf, waterpas dan theodolit, alat ukur debit, alat ukur kecepatan aliran, meteran, alat timbang, alat ukur waktu, alat pengukur arah aliran, kalkulator, foto tustel dan kamera dan sebagainya

9. Perangkat komputer untuk pembuatan laporan, perhitungan-perhitungan hasil penyelidikan, penggambaran hasil percobaan , perhitungan dan desain serta untuk filling atau penyimpanan data dan informasi

B. Pekerjaan Persiapan Pembuatan Model

Model merupakan benda tiruan dari prototipe dengan skala atau dimensi hidrauliknya diperkecil atau diperbesar dengan skala model tertentu dan terhadap model tersebut akan dilakukan penyelidikan atau penelitian-penelitian hidraulik dengan melakukan percobaan-percobaan pengaliran dengan air.

Secara umum, langkah-langkah atau persiapan pembuatan model meliputi : 1. Mengkaji prototipe

2. Penentuan jangkauan penyelidikan dan model test yang diperlukan 3. Penentuan prototipe yang akan dibuat modeltest

4. Penentuan jenis dan banyaknya model dan batas bagian prototype yang akan dibuat test model


(55)

33

5. Penentuan lokasi atau tempat model dan batas model 6. Penentuan skala model

7. Penentuantenaga laborandan tenaga pembantu penyelidikan

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: Pengamatan lokasi sebagai gambaran umum serta pengumpulan data sekunder. Data sekunder yang dimaksud adalah data hasil pengukuran topografi dan data curah hujan dilokasi penelitian. Data tersebut diharapkan dapat di peroleh melalui instansi yang terkait dengan penelitian ini.

Pengumpulan data model juga dilakukan antara lain pengambilan data Contur dasar saluran untuk setiap debit atau kecepatan aliran yang diberikan pada model pilar jembatan.

D. Tahapan Pelaksanaan

Tahapan pelaksaan kegiatan penelitian Pemodelan Fisik Bangunan Pengaman Pilar Jembatan Akibat Aliran Debris meliputi :

1. Pengumpulan data sekunder, melalui survey instansi dan kunjungan ke lapangan

2. Pembuatan model fisik

3. Pelaksanaan simulasi model fisik 4. Analisis hasil simulasi


(56)

34

E. Sistematika Pengujian Model

Tahapan pelaksanaan pekerjaan pengujian model fisik hidrolika ini secara sistematis disajikan dalam Gambar berikut:

Gambar 3.1. Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan Model Fisik Pengaman Pilar Jembatan.

PEMBUATAN MODEL

 Persiapan pembuatan model

 Penyekalaan model

 Penentuan jenis model

PENCATATAN, ANALISA DAN GRAFIK Debit, Gerusan

KESIMPULAN AKHIR

PROTOTIPE PENGAMAN PILAR DAN ABUTMENT JEMBATAN

Hasil Desain

Studi data sekunder TinjauanLokasi

START

ANALISIS DATA PADA MODEL

1. Penentuan Tinggi Gerusan pada bagian hulu,

pilar dan hilir pilar jembatan

2. Perhitungan Kedalaman Gerusan

3. Perhitungan Volume Gerusan

4. Membandingkan hasil perhitungan dengan

Skala Prototipe

PENGUJIAN MODEL

 Pengujian Skala Model


(57)

V.SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil kajian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa :

1. Kecepatan aliran yang terjadi pada saat kondisi muka air banjir pada model 2,01 m/dtk dengan debit banjir model sebesar 1,54 liter/dtk atau dengan skala prototipe sebesar 1263,45 m3/dtk

2. Prosentase kesalahan maksimum model dengan prototip adalah sebesar 4,262%, maka kebenaran data sudah memenuhi kriteria (≤5%).

3. Gerusan maksimum yang terjadi pada kondisi pilar tanpa pengaman adalah sebesar 3,00 cm pada STA 0+10, sedangkan gerusan minimum sebesar 1,7 cm pada STA 0+15

4. Gerusan maksimum yang terjadi pada kondisi pilar dengan pengaman bronjong adalah sebesar 3,00 cm pada STA 0+00,STA 0+10, dan STA 0+20 sedangkan gerusan minimum sebesar 1,5 cm pada STA 0+00, STA 0+10, STA 0+30, dan STA 0+40

5. Gerusan maksimum yang terjadi pada kondisi pilar dengan pengaman

bored pile adalah sebesar 2,85 cm pada STA 0+10, sedangkan gerusan minimum sebesar 1,48 cm pada STA 0+35


(58)

77

6. Gerusan maksimum terjadi pada bagian hilir jembatan dengan menggunakan pengaman bronjong sebesar 400 cmatau jika dikonversi ke skala prototipe adalah sebesar 8,80 m, dan gerusan sedimen minimum pada bagian hilir jembatan adalah sebesar 257,5 cm atau jika dikonversi ke skala prototipe adalah sebesar 5,665 m dengan menggunakan pengaman bored pile.

7. Gerusan maksimum terjadi pada bagian pilar jembatan (STA 0+15) adalah tanpa menggunakan pengaman, yaitu sebesar 332,5 cm, atau jika dikonversi ke skala prototipe adalah sebesar 7,315 m dan gerusan sedimen minimum pada bagian hilir jembatan adalah sebesar 190 cm atau jika dikonversi ke skala prototipe adalah sebesar 4,18 m dengan menggunakan pengaman bored pile.

8. Gerusan yang terjadi pada daerah pilar jembatan setelah terjadi aliran turbulen sangat dalam dan lebar yang membentuk tapal kuda, dan terjadi penumpukan sedimen diantara pilar jembatan.

9. Keberadaan bronjong menyebabkan aliran menjadi lebih smooth saat menumbuk dinding pilar sehingga perbedaan kecepatan yang terjadi juga tidak terlalu besar. Pada saat aliran masuk ke tengah bronjong, badan saluran menjadi semakin sempit. Untuk pengaliran dengan debit yang sama hal ini menyebabkan peningkatan kecepatan yang mengakibatkan gerusan yang tejadi juga semakin besar.

10.Pengaman pilar dengan menggunakan Bored pile yang dipasang mengelilingi setengah lingkaran pilar jembatan tidak menimbulkan


(59)

78

gerusan baik yang di depan bored pile maupun di sekitar pilar jembatan itu sendiri. Dengan demikian, juga akan meminimalkan terjadinya penimbunan sedimen. Terlebih jika jarak pengaman yang dipasang dengan jarak yang proporsional sehingga sedimen kasar dapat melewati antara bored pile tersebut sehingga tidak terjadi penumpukan sedimen, sehingga pilar jembatan dapat terjaga dari gerusan.

11.Dari ketiga kondisi pengaman pilar yang paling aman adalah menggunakan pengaman pilar bored pile. Hal ini disebabkan sifat pengaman bored pile tidak massif dan berfungsi sebagai penyeimbang kecepatan aliran, sehingga pada saat kondisi banjir, turbulensi yang diakibatkan oleh hantaman air menyebabkan kondisi kecepatan aliran tidak berubah menjadi kritis, sehingga gerusan lokal terjadi secara terus menerus dan transportaso sedimen tidak akan terjadi.

B. Saran

Saran–saran yang disampaikan penulis terkait dengan penelitian ini untuk penyempurnaan di masa yang akan datang adalah:

1. Perlu dikaji lagi pola gerusan sungai dengan menggunakan debit yang berbeda–beda.

2. Perlu dilakukan kajian pola aliran sungai debris pada kondisi tikungan sungai.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Breusers, H.N.C.1967. Delft Hydraulic Laboratory. Publikasi no.64.

Egashira, S., Ashida, K.1987. Sediment Transport in Steep Slope Flumes, Proceeding of

Republic of China–Japan Joint Seminar on Water Resources Engineering. Taipei. pp 269 – 286.

Froehlich, D.C.1989. Abutment Scour Prediction.Presentation.Transportation Research Board. Washington,D.C.

Hungr, O. A.1995. Model For the Runout Analisis of Rapid Flow Slides. Canadian

Geotecnikal journal 32. P. 610-623.

Kurdin, R.D.1973. Classification of mudflows.Soviet Hydrology, no.4, p 310-316.

Kusumosubroto.2006. Penomena Aliran Debrin dan Fakto Pembentukannya. Seminar

Diesimenasi Teknologi Sabu. Semarang.

Laursen, E.M.1960. Scour at Bridge Crossing. Journal Hydraulics Division. American Society of Civil Engineers. Vol.89.No.HY3.

Skempton, A.W., and Hutchinson, J.N.1969. Stability of natural slopes and embankment

foundations. State-of-the-Art Report. 7th Int. Conf. Soil Mech. Found. Eng., Mexico, 291335.

Suwa.H,Okuda.S.1985. Debris Size and Scale Of Debris Flows and a Valley On Mount

Yakedake, Japan.

Takahashi,T.,Nakagawa,H.1991. Prediction Of Story Debris Flow Induced By Severe

Rainfall Journal Of The Japan Sosiety Of Erosi Control Enginering 144 (3) 12-19.

Thomas, Blanck. 2008. Numeral Simulation Of Debris Flows The Wit The 2D-SPH depth

integrated model.National Academy of Sciences: Washington D.C.

Triatmodjo, Bambang.1993. Hidraulika I dan II. Beta Offset: Yogyakarta.

Varnes, D. J.1978.Slope Movement and Typea of Processes in Landslides, Analysis

and Control Transportation Research Board. National Academy of Sciences: Washington D.C.


(1)

5. Penentuan lokasi atau tempat model dan batas model 6. Penentuan skala model

7. Penentuantenaga laborandan tenaga pembantu penyelidikan

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: Pengamatan lokasi sebagai gambaran umum serta pengumpulan data sekunder. Data sekunder yang dimaksud adalah data hasil pengukuran topografi dan data curah hujan dilokasi penelitian. Data tersebut diharapkan dapat di peroleh melalui instansi yang terkait dengan penelitian ini.

Pengumpulan data model juga dilakukan antara lain pengambilan data Contur dasar saluran untuk setiap debit atau kecepatan aliran yang diberikan pada model pilar jembatan.

D. Tahapan Pelaksanaan

Tahapan pelaksaan kegiatan penelitian Pemodelan Fisik Bangunan Pengaman Pilar Jembatan Akibat Aliran Debris meliputi :

1. Pengumpulan data sekunder, melalui survey instansi dan kunjungan ke lapangan

2. Pembuatan model fisik

3. Pelaksanaan simulasi model fisik 4. Analisis hasil simulasi


(2)

34

E. Sistematika Pengujian Model

Tahapan pelaksanaan pekerjaan pengujian model fisik hidrolika ini secara sistematis disajikan dalam Gambar berikut:

Gambar 3.1. Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan Model Fisik Pengaman Pilar Jembatan.

PEMBUATAN MODEL  Persiapan pembuatan model

 Penyekalaan model

 Penentuan jenis model 

PENCATATAN, ANALISA DAN GRAFIK Debit, Gerusan

KESIMPULAN AKHIR

PROTOTIPE PENGAMAN PILAR DAN ABUTMENT JEMBATAN

Hasil Desain

Studi data sekunder TinjauanLokasi

START

ANALISIS DATA PADA MODEL 1. Penentuan Tinggi Gerusan pada bagian hulu,

pilar dan hilir pilar jembatan 2. Perhitungan Kedalaman Gerusan 3. Perhitungan Volume Gerusan

4. Membandingkan hasil perhitungan dengan Skala Prototipe

PENGUJIAN MODEL

 Pengujian Skala Model


(3)

V.SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil kajian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa :

1. Kecepatan aliran yang terjadi pada saat kondisi muka air banjir pada model 2,01 m/dtk dengan debit banjir model sebesar 1,54 liter/dtk atau dengan skala prototipe sebesar 1263,45 m3/dtk

2. Prosentase kesalahan maksimum model dengan prototip adalah sebesar 4,262%, maka kebenaran data sudah memenuhi kriteria (≤5%).

3. Gerusan maksimum yang terjadi pada kondisi pilar tanpa pengaman adalah sebesar 3,00 cm pada STA 0+10, sedangkan gerusan minimum sebesar 1,7 cm pada STA 0+15

4. Gerusan maksimum yang terjadi pada kondisi pilar dengan pengaman bronjong adalah sebesar 3,00 cm pada STA 0+00,STA 0+10, dan STA 0+20 sedangkan gerusan minimum sebesar 1,5 cm pada STA 0+00, STA 0+10, STA 0+30, dan STA 0+40

5. Gerusan maksimum yang terjadi pada kondisi pilar dengan pengaman bored pile adalah sebesar 2,85 cm pada STA 0+10, sedangkan gerusan


(4)

77

6. Gerusan maksimum terjadi pada bagian hilir jembatan dengan menggunakan pengaman bronjong sebesar 400 cmatau jika dikonversi ke skala prototipe adalah sebesar 8,80 m, dan gerusan sedimen minimum pada bagian hilir jembatan adalah sebesar 257,5 cm atau jika dikonversi ke skala prototipe adalah sebesar 5,665 m dengan menggunakan pengaman bored pile.

7. Gerusan maksimum terjadi pada bagian pilar jembatan (STA 0+15) adalah tanpa menggunakan pengaman, yaitu sebesar 332,5 cm, atau jika dikonversi ke skala prototipe adalah sebesar 7,315 m dan gerusan sedimen minimum pada bagian hilir jembatan adalah sebesar 190 cm atau jika dikonversi ke skala prototipe adalah sebesar 4,18 m dengan menggunakan pengaman bored pile.

8. Gerusan yang terjadi pada daerah pilar jembatan setelah terjadi aliran turbulen sangat dalam dan lebar yang membentuk tapal kuda, dan terjadi penumpukan sedimen diantara pilar jembatan.

9. Keberadaan bronjong menyebabkan aliran menjadi lebih smooth saat menumbuk dinding pilar sehingga perbedaan kecepatan yang terjadi juga tidak terlalu besar. Pada saat aliran masuk ke tengah bronjong, badan saluran menjadi semakin sempit. Untuk pengaliran dengan debit yang sama hal ini menyebabkan peningkatan kecepatan yang mengakibatkan gerusan yang tejadi juga semakin besar.

10.Pengaman pilar dengan menggunakan Bored pile yang dipasang mengelilingi setengah lingkaran pilar jembatan tidak menimbulkan


(5)

gerusan baik yang di depan bored pile maupun di sekitar pilar jembatan itu sendiri. Dengan demikian, juga akan meminimalkan terjadinya penimbunan sedimen. Terlebih jika jarak pengaman yang dipasang dengan jarak yang proporsional sehingga sedimen kasar dapat melewati antara bored pile tersebut sehingga tidak terjadi penumpukan sedimen, sehingga pilar jembatan dapat terjaga dari gerusan.

11.Dari ketiga kondisi pengaman pilar yang paling aman adalah menggunakan pengaman pilar bored pile. Hal ini disebabkan sifat pengaman bored pile tidak massif dan berfungsi sebagai penyeimbang kecepatan aliran, sehingga pada saat kondisi banjir, turbulensi yang diakibatkan oleh hantaman air menyebabkan kondisi kecepatan aliran tidak berubah menjadi kritis, sehingga gerusan lokal terjadi secara terus menerus dan transportaso sedimen tidak akan terjadi.

B. Saran

Saran–saran yang disampaikan penulis terkait dengan penelitian ini untuk penyempurnaan di masa yang akan datang adalah:

1. Perlu dikaji lagi pola gerusan sungai dengan menggunakan debit yang berbeda–beda.

2. Perlu dilakukan kajian pola aliran sungai debris pada kondisi tikungan sungai.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Breusers, H.N.C.1967. Delft Hydraulic Laboratory. Publikasi no.64.

Egashira, S., Ashida, K.1987. Sediment Transport in Steep Slope Flumes, Proceeding of Republic of China–Japan Joint Seminar on Water Resources Engineering. Taipei. pp 269 – 286.

Froehlich, D.C.1989. Abutment Scour Prediction.Presentation.Transportation Research Board. Washington,D.C.

Hungr, O. A.1995. Model For the Runout Analisis of Rapid Flow Slides. Canadian Geotecnikal journal 32. P. 610-623.

Kurdin, R.D.1973. Classification of mudflows.Soviet Hydrology, no.4, p 310-316.

Kusumosubroto.2006. Penomena Aliran Debrin dan Fakto Pembentukannya. Seminar Diesimenasi Teknologi Sabu. Semarang.

Laursen, E.M.1960. Scour at Bridge Crossing. Journal Hydraulics Division. American Society of Civil Engineers. Vol.89.No.HY3.

Skempton, A.W., and Hutchinson, J.N.1969. Stability of natural slopes and embankment foundations. State-of-the-Art Report. 7th Int. Conf. Soil Mech. Found. Eng., Mexico, 291335.

Suwa.H,Okuda.S.1985. Debris Size and Scale Of Debris Flows and a Valley On Mount Yakedake, Japan.

Takahashi,T.,Nakagawa,H.1991. Prediction Of Story Debris Flow Induced By Severe Rainfall Journal Of The Japan Sosiety Of Erosi Control Enginering 144 (3) 12-19. Thomas, Blanck. 2008. Numeral Simulation Of Debris Flows The Wit The 2D-SPH depth

integrated model.National Academy of Sciences: Washington D.C. Triatmodjo, Bambang.1993. Hidraulika I dan II. Beta Offset: Yogyakarta.

Varnes, D. J.1978.Slope Movement and Typea of Processes in Landslides, Analysis and Control Transportation Research Board. National Academy of Sciences: Washington D.C.