KARAKTERISASI SIFAT FISIK TANAH ULTISOLYANG MENGANDUNG KROKOS DI TERBANGGI BESAR LAMPUNG TENGAH

(1)

KARAKTERISASI SIFAT FISIK TANAH ULTISOL YANG MENGANDUNG KROKOS DI TERBANGGI BESAR

LAMPUNG TENGAH

Oleh

MOCH. ANDRES QORIANSYAH

Krokos merupakan hasil reaksi oksidasi dan reduksi dalam tanah yang dipengaruhi oleh adhesi dan kohesi, mempunyai kepadatan tanah yang tinggi, berpengaruh terhadap penyimpanan air, penyediaan terhadap unsur hara, kelembapan tanah, infiltrasi, erosi, dan penggunaan lahan serta mempunyai tingkat kekeringan yang rendah. Tanah yang mempunyai kandungan krokos dari 15 persen sampai lebih dari 60 persen pada volume tanah yang ada maka digunakan istilah Modifier, contoh jika terdapat fragmentasi batuan lebih dari 60%, maka sebagai modifier dari kelas tekstur diawali dengan kata “amat sangat” (Liat, amat sangat berkerikil). Tanah ultisol yang mengandung krokos 35 persen atau lebih diklasifikasikan sebagai liat berkerikil sebagaimana yang tercantum dalam USDA, contoh: dalam Ordo Ultisols, Subordo Aquults, Great Group Kanhaplaquults, tanah yang mengandung krokos disebut dengan Aquandic Kanhaplaquults. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari persentase krokos, mengetahui nilai kerapatan isi (bulk density), serta tekstur tanah ultisol yang mengandung krokos di lahan pertanaman Tebanggi Besar, Lampung Tengah. Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan dengan pengambilan contoh


(2)

tanah utuh, uji secara laboratorium dan metode hidrometer. Dari uji secara laboratorium persentase krokos mencapai 33,2% – 66,7% dengan persentase terendah pada profil tanah 2 kedalaman 0-10cm dan persentase tertinggi ada pada profil tanah 1 dengan kedalaman 30-40cm. Dalam penelitian ini pada profil tanah 3 kedalaman 30-40cm mempunyai nilai kerapatan isi tertinggi 1,753g cm-3 dan nilai 1,640g cm-3pada profil tanah 3 kedalaman 30-40 untuk nilai kerapatan isi terendah. Berdasarkan hasil penelitian tekstur tanah menggunakan hidrometer didapatkan kelas tekstur dari ke tiga tanah tersebut adalah Liat, Kerikil Sangat Kasar (Clay, Very Coarse Gravel) dengan persentase terbesar ada pada fraksi liat (62,28%) dan persentase terendah ada pada fraksi debu (7,14%).


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara (Hidayat dan Mulyani, 2005). Salah satu ordo tanah yang cukup luas penyebarannya adalah Ultisols. Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Ultisol dibentuk oleh proses pelapukan dan pembentukan tanah yang sangat intensif karena berlangsung dalam lingkungan iklim tropika dan subtropika yang bersuhu panas dan bercurah hujan tinggi dengan vegetasi klimaksnya hutan rimba (Yuwono dan Rosmarkam, 2008).

Ditinjau dari luasnya, Ultisol mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan pertanian lahan kering. Namun demikian, pemanfaatan lahan ini menghadapi kendala karakteristik tanah yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman terutama tanaman pangan bila tidak dikelola dengan baik (Darmawijaya, 1997). Beberapa kendala sifat fisik tanah yang sering dijumpai antara lain adalah


(4)

kemantapan agregat yang rendah, tanah mudah menjadi padat dan permeabilitas tanah yang lambat, Adanya krokos atau fragmentasi batu batuan dalam tanah serta kadar air yang kurang cukup di dalam tanah. Adapun tanah Ultisol yang mengandung krokos 35 persen atau lebih, diklasifikasikan sebagai liat berkerikil sebagaimana yang tercantum dalam USDA, contoh: dalam Ordo Ultisols, Subordo Aquults, Great Group Kanhaplaquults. Tanah yang mengandung krokos disebut dengan Aquandic Kanhaplaquults, sedangkan dalam Ordo Ultisols, Subordo Udults, Great Group Kandiudults, tanah yang mengandung krokos disebut dengan Aquandic Kandiudults (Soil Survey Staff, 1998).

Sebagian besar tanah Ultisol yang mengandung batuan fragmentasi atau krokos baik di permukaan tanah maupun di dalam profil tanah, menunjukkan bahwa tanah yang berasal dari batu pasir (Rock sand) dan golongannya yang mengandung fragmen batuan atau krokos, mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, namun lebih baik dalam mengatasi tingkat kekeringan pada permukaan tanah daripada tanah yang tidak mengandung batuan fragmentasi atau krokos, sehingga hasil produksi biomassa tanaman pada pertanian sangat tinggi untuk jenis tanah Ultisol (Poesen dan Lavee, 1994).

Kosmas, dkk. (1993) menyebutkan tanah yang mengandung batuan fragmentasi atau krokos juga mempunyai kepadatan tanah yang tinggi sehingga kapasitas penyimpanan air didalam tanah menjadi semakin besar yang berpengaruh pada tingkat evaporasi atau penguapan pada permukaan tanah menjadi kecil dibandingkan dengan tanah yang tidak mengandung batuan fragmentasi atau


(5)

krokos. Hal ini menunjukkan, bahwa selain berperan sebagai pelindung pada permukaan tanah batuan fragmentasi atau krokos di dalam profil tanah juga berperan penting dalam melestarikan kelembaban tanah selama masa pertumbuhan tanaman (Poesen dan Bunte, 1995).

Berdasarkan sistem klasifikasi FAO-UNESCO (1974), krokos termasuk kedalam Great Group Acrisol yang berkembang dari unit Podsolik. Tanah Podsolik mempunyai horison penimbunan liat (horison argilik), dengan kejenuhan basa kurang dari 50 %, dengan pencirinya yang didominasi krikil, pasir dan debu (Hardjowigeno,. 2003). Lapisan krokos ini merupakan salah satu petunjuk yang sangat penting dilahan podsolik, apakah lahan kering tersebut potensial atau tidak untuk ditanami tanaman pangan. Lahan yang mempuyai lapisan krokos pada kedalaman kurang dari 50 cm, sebaiknya tidak ditanami tanaman pangan karena akan menemui banyak masalah dalam pertumbuhan tanaman. Tanaman pangan akan mengalami keracunan alumunium sehingga perkembangan akar sangat terbatas dan pertumbuhan tanaman akan kerdil (Wibawa, dkk., 2000).

Permukaan dari tanah yang mengandung batu-batuan fragmentasi atau krokos bisa memperlambat runoff, meningkatkan rata rata infiltrasi secara stabil, dan mengurangi kerusakan akibat runoff, selain itu, fragmentasi batu-batuan juga dapat meningkatkan air perkolasi dan mengurangi erosi dengan cara menahan erodibilitas dan runoff. Selain itu ada korelasi positif diantara fragmentasi batu-batuan dan kandungan fragmentasi batu-batu-batuan, berpengaruh terhadap mereduksi kerusakan pada permukaan tanah secara langsung (Hardjowigeno, 2003).


(6)

Berdasar atas perbandingan banyaknya butir-butir kerikil, pasir, debu, maka krokos dikelompokkan kedalam kelas tekstur kerikil. Jika dalam tanah krokos mempunyai persentase dari 15% sampai lebih dari 60% dari volume tanah maka digunakan istilah modifier sebagaimana yang tertera dalam USDA (United State Departement of Agriculture) yang baru (Hardjowigeno, 2003).

Tekstur tanah krokos menunjukan kasar halusnya tanah dan dibagi menjadi beberapa kelompok antara lain: kasar (pasir, pasir berlempung), agak kasar (lempung berpasir, lempung berpasir halus), sedang (lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu), agak halus (lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu), dan halus (liat berpasir, liat berdebu). Selain itu, tanah mempunyai perbedaan dalam memegang air, kemampuan ini tergantung pada teksturnya. Dengan diketahuinya tekstur tanah dapat dibahas dan dikemukakan tentang bahan mineral seperti pasir, debu dan liat dalam susunan tanah yang penting bagi berbagai kehidupan di muka bumi. Partikel-partikel tanah yang dikelompokan berdasarkan atas ukuran tertentu disebut fraksi atau partikel partikel tanah, fraksi tanah ini dapat kasar ataupun halus (Djajadi, 2008).

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase krokos dan persentase tanah, mengetahui nilai kerapatan isi (bulk density), serta tekstur tanah Ultisol yang mengandung krokos di lahan pertanaman Tebanggi Besar, Lampung Tengah.


(7)

C. Kerangka Pemikiran

Tanah merupakan sumber daya suatu massa yang bisa kita manfaatkan untuk melangsungkan kehidupan kita. Lahan ini bukannya merupakan milik kita, tetapi lebih tepat sebagai lahan pinjaman dari anak cucu kita. Oleh karena itu perlu kita kelola secara baik dan benar, sesuai dengan potensinya. Pemaksaan penggunaannya akan berakibat kehancuran dan berakibat bencana pada masa-masa mendatang (Darmawijaya, 1997). Tanah mempunyai banyak kendala yang hampir sama setiap tahunnya seperti: sistem olah tanah yang buruk, drainase yang kurang baik, maupun penggunaan pupuk yang kurang efisien berpengaruh terhadap porositas tanah dan konduktivitas hidrolik jenuh yang tinggi dapat ditekan dengan keberadaan fragmentasi batu batuan atau krokos yang tinggi juga (Mehuys, dkk., 1975).

Fragmentasi batu-batuan didefinisikan sebagai partikel yang berdiameter kurang lebih atau sama dari 2mm. Fragmentasi batu-batuan yang tertanam ditanah mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik tanah seperti kepadatan tanah, kapasitas porositas air, dan juga berpengaruh kepada proses hydrologikal tanah seperti infiltrasi, evaporasi dan runoff (Foth, 1998). Tanah yang mengandung batuan fragmentasi atau krokos juga mempunyai kepadatan tanah yang tinggi, sehingga kapasitas penyimpanan air di dalam tanah pun menjadi semakin besar, yang berpengaruh pada tingkat evaporasi atau penguapan pada permukaan tanah menjadi kecil dibandingkan dengan tanah yang tidak mengandung batuan fragmentasi atau krokos (Kosmas, dkk., 1993).


(8)

Permukaan tanah yang mengandung batu-batuan fragmentasi atau krokos bisa memperlambat runoff, meningkatkan rata-rata infiltrasi secara stabil, dan mengurangi kerusakan akibat runoff, selain itu, fragmentasi batu-batuan juga dapat meningkatkan air perkolasi dan mengurangi erosi dengan cara menahan erodibilitas dan runoff. Adapun korelasi positif di antara fragmentasi batu-batuan dan kandungan fragmentasi batu-batuan, berpengaruh terhadap kerusakan pada permukaan tanah tereduksi secara langsung (Hardjowigeno, 2003).

Tekstur tanah krokos menunjukan kasar halusnya tanah dan dibagi menjadi beberapa kelompok antara lain: kasar (pasir, pasir berlempung), agak kasar (lempung berpasir, lempung berpasir halus), sedang (lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu), agak halus (lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu), dan halus (liat berpasir, liat berdebu) (Djajadi, 2008). Jika dalam tanah, krokos mempunyai persentase 15% sampai lebih dari 60% dari volume tanah yang ada maka digunakan istilah Modifier sebagaimana yang tertera dalam USDA (United State Departement of Agriculture) tahun 2004. Misalnya, jika terdapat fragmentasi batuan lebih dari 60%, maka sebagai modifier dari kelas tekstur diawali dengan kata “amat sangat”. Contoh: lempung amat sangat berkerikil, liat berdebu amat sangat berkerakal (Balai Penelitian Tanah, 2004).


(9)

(bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, dan dicirikan oleh Horizon-Horizon atau lapisan-lapisan yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai suatu hasil dari proses penambahan, kehilangan, pemindahan, dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam lingkungan alami (Soil Survey Staff, 1998). Definisi ini memperluas definisi tanah dari Taksonomi Tanah versi tahun 1975, guna mencakup tanah-tanah di wilayah Antartika yang proses pembentukannya dapat berlangsung, tetapi iklimnya bersifat terlampau ekstrim untuk mendukung bentuk-bentuk tanaman tingkat tinggi.

Menurut Hardjowigeno (2003) bahwa air terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi, dan gravitasi.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah tanah yang mengandung banyak krokos ada hubungannya dengan Bulk Density, dan kualitas tekstur tanah, ditunjang dengan kandungan persentase krokos dan persentase tanah yang diteliti pada lahan pertanaman Tebanggi Besar, Lampung Tengah.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Top of Form

A. Klasifikasi Tanah

Dalam dunia pertanian, tanah mempunyai peranan yang penting, tanah sangat dibutuhkan tanaman. Dengan bertambah majunya peradaban manusia yang sejalan dengan perkembangan ilmu pertanian, diperlukan kualitas tanah yang baik dalam pertumbuhan perkembangannya, dengan tanah sebagai mata pencaharian pokok dalam bidang pertanian hingga sekarang (Darmawijaya, 1997). Kualitas tanah yang baik bisa didefinisikan sebagai "kapasitas dari jenis tertentu tanah yang berfungsi untuk menilai dan mengukur data minimum yang umumnya ditetapkan dari sifat tanah untuk mengevaluasi kemampuan tanah”. Sebagai fungsi dasarnya yaitu: menjaga produktivitas tanah, mengatur dan membagi aliran air dalam tanah, menyaring dan menyangga terhadap polutan pada tanah, serta menyimpan nutrisi pada tanah (Foth, 1998)

Penetapan klasifikasi tanah di lapangan sangat penting agar lebih memudahkan pekerjaan secara teknik dan ilmiah. Klasifikasi tanah yang digunakan mengacu pada sistem Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1998), atau terjemahannya


(11)

(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,1999).

Klasifikasi tanah di lapangan sedapat mungkin ditetapkan sampai tingkat subgrup, walaupun masih bersifat sementara, misal berdasarkan sifat fisik dan Ph lapang untuk menduga kejenuhan basa, antara lain untuk Aquic Dystrudepts atau Lithic Eutrandepts. Untuk padanannya, digunakan klasifikasi tanah menurut Puslittan (1999), serta padanannya dengan klasifikasi tanah FAO (1998).

Berdasarkan sistem klasifikasi FAO-UNESCO, Krokos termasuk kedalam Great Group Acrisol yang berkembang dari unit Podsolik. Tanah Podsolik mempunyai horison penimbunan liat (horison argilik), dengan kejenuhan basa kurang dari 50 %, dengan pencirinya yang didominasi krikil, pasir dan debu (Hardjowigeno, 2003).

B. Tekstur Tanah

Tekstur adalah perbandingan fraksi pasir, debu, dan liat dalam massa tanah yang ditentukan dilaboratorium. Definisi dari Tekstur tanah adalah susunan relatif dari tiga ukuran zarah tanah, yaitu: pasir berukuran 2mm – 50µm, debu berukuran 50 – 2µm, dan liat berukuran < 2µm (Soil Survey Staff, 1998). Terdapat 13 kelas tekstur tanah, yaitu: pasir, debu, liat, pasir berlembung, lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, liat berpasir, dan liat berdebu. Berdasarkan atas perbandingan anyaknya butir-butir kerikil, pasir, debu, maka krokos dikelompokkan kedalam kelas tekstur


(12)

kerikil (Hardjowigeno, 2003).

Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah yang berbeda akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman yang berbeda pula (Soil Survey Staff, 1998). Tanah bertekstur pasir yaitu tanah dengan kandungan pasir > 70 %, prositasnya rendah (<40%), sebagian ruang pori berukuran besar sehingga airasi nya baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan zat hara rendah. Tanah pasir juga disebut tanah ringan. Tanah disebut bertekstur berliat jika liatnya > 35 % kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Air yang ada diserap dengan energi yang tinggi, sehingga liat sulit dilepaskan terutama bila kering sehingga kurang tersedia untuk tanaman. Tanah liat disebut juga disebut tanah berat. Tanah berlempung, merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu, dan liat sedemikian rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat. Jadi aerasi dan tata udara serta udara cukup baik, kemampuan menyimpan dan menyediakan air untuk tanaman tinggi (Islami dan Utomo, 1995).

Untuk tujuan klasifikasi tanah dengan sistem Taksonomi Tanah, beberapa kelas tekstur masih perlu dibedakan diantaranya liat dan lempung berpasir atau yang lebih kasar. Menurut tempatnya, penetapan tekstur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

(1) Metode penetapan tekstur di lapangan, dan (2) Metode penetapan tekstur dilaboratorium.


(13)

meremas contoh tanah antara ibu jari dan telunjuk. Penetapan tekstur di lapangan berdasarkan rasa kasar atau licin, gejala piridan atau gulungan dan kelekatan. Penetapan tekstur di laboratorium dilakukan dengan cara pipet dan metoda Bouyoucos (cara Hidrometer) (Soil Survey Staff, 1998). Tekstur liat dibedakan berdasarkan kandungan fraksi liat sebagai berikut:

- Liat (clay), dengan kandungan liat 40-59% - Liat berat (heavy clay), kandungan liat > 60%.

Tekstur krokos menunjukkan kasar halusnya  dari fraksi tanah halus. Berdasar atas perbandingan anyaknya butir-butir kerikil, pasir, debu, maka krokos dikelompokkan kedalam kelas tekstur kerikil. Dalam klasifikasi tanah tingkat famili kasar halusnya tanah ditunjukkan dalam kelas sebaran besar butir yang mencakup seluruh tanah. Kelas besar butir merupakan penyederhanaan dari kelas tekstur tanah tetapi dengan memperhatikan pula banyaknya fragmen batuan atau fragsi tanah yang lebih besar dari pasir. Krokos bertekstur krikil ukuran butirnya lebuh kasar maka setiap satuan berat mempunyai luas luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan mengikat antara lapisan tanah lebih kecil dibandingkan dengan tekstur tanah yang lainnya (Hardjowigeno, 2003).

Tekstur tanah krokos yang menunjukan kasar halusnya tanah dibagi menjadi beberapa kelompok antara lain: kasar (pasir, pasir berlempung), agak kasar (lempung berpasir, lempung berpasir halus), sedang (lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu), agak halus (lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu), dan halus (liat berpasir, liat berdebu). Selain itu,


(14)

tanah mempunyai perbedaan dalam memegang air, kemampuan ini tergantung pada teksturnya (Djajadi, 2008). Batu batuan yang terdapat didalam tanah, dapat menentukan status terhadap air, pertumbuhan tanaman, dan distribusi tanaman di lahan kosong. Efek pada tanah berbatu dan ukuran partikel tanah mendistribusikan pada pertumbuhan perakaran tanaman, ukuran sistem perakaran, kedalaman perakaran, serta hubungan antara air didalam tanah (Buckman dan Brandy, 1992).

Jika dalam tanah, krokos mempunyai persentase dari 15% sampai lebih dari 60% dari volume tanah yang ada maka digunakan istilah Modifier sebagaimana yang tertera dalam USDA yang baru contoh jika terdapat fragmentasi batuan lebih dari 60%, maka sebagai modifier dari kelas tekstur diawali dengan kata “amat sangat”. Contoh: lempung amat sangat berkerikil, liat berdebu amat sangat berkerakal (Balai Penelitian Tanah, 2004).

Tanah merupakan satu rantai di antara sistem tubuh alam yang keberadaannya tidak dengan sendirinya, proses pembentukan dan keberadaannya sangat dipengaruhi oleh faktor alam yang lain, seperti bahan induk iklim topografi atau relief, vegetasi atau organisme, manusia dan waktu. Proses hidrologi pada air tanah dapat mengontrol penyusupan dan limpasan permukaan, dan juga transportasi polutan, seperti pestisida dari lahan pertanian, baik yang mengalir diatas permukaan atau yang meresap pada permukaan tanah yang disebut dengan air perkolasi (Zhou, dkk., 2009).


(15)

Tanah pada masa kini sebagai media tumbuh tanaman didefenisikan sebagai lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan air dan udara, secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi dan unsur-unsur esensial sedangkan secara biologis berfungsi sebagai habitat biota yang berpatisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat adiktif bagi tanaman (Hanafiah, 2008).

Tekstur tanah, batu batuan yang terdapat didalam tanah, dapat menentukan status terhadap air, pertumbuhan tanaman, dan distribusi tanaman di lahan kosong. Efek pada tanah berbatu dan ukuran partikel tanah mendistribusikan pada pertumbuhan perakaran tanaman, ukuran sistem perakaran, kedalaman perakaran, serta hubungan antara air didalam tanah (Martre, dkk., 2002).

Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro, tanah yang didominasi debu akan mempunyai pori-pori meso (sedang), sedangkan didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro. Hal ini berbanding terbalik dengan luas permukaan yang terbentuk, luas permukaan mencerminkan luas situs yang dapat bersentuhan dengan air, energi atau bahan lain, sehingga makin dominan fraksi pasir akan makin kecil daya tahannya untuk menahan tanah (Hakim, 1986).


(16)

mudah air dan udara untuk bersirkulasi tetapi makin mudah pula air untuk hilang dari tanah dan sebaliknya, makin tidak poros tanah akan makin sulit akar untuk berpenetrasi serta makin sulit air dan udara untuk bersirkulasi. Oleh karena itu, maka tanah yang baik dicerminkan oleh komposisi ideal dari kedua kondisi ini, sehingga tanah bertekstur debu dan lempung akan mempunyai ketersediaan yang optimum bagi tanaman, namun dari segi nutrisi tanah lempung lebih baik ketimbang tanah bertekstur debu (Nyakpa, 1989).

Fraksi pasir umumnya didominasi oleh mineral kuarsa yang sangat tahan terhadap pelapukan, sedangkan fraksi debu biasanya berasal dari mineral feldspar dan mika yang cepat lapuk, pada saat pelapukannya akan membebaskan sejumlah hara, shingga tanah bertekstur debu umumnya lebih subur ketimbang tanah bertekstur pasir (Hardjowigeno, 2003).

C. Krokos Tanah

Krokos tanah merupakan pecahan batuan yang tidak terikat berukuran diameter 2mm atau lebih besar yang tersementasi kuat atau lebih tahan pecah. Krokos termasuk semua ukuran yang mempunyai dimensi horizontal lebih kecil dari ukuran pedon. Krokos berpengaruh terhadap penyimpanan kelembapan tanah, infiltrasi, erosi, dan penggunaan lahan. Krokos bersifat menjaga partikel-partikel kecil terhadap erosi angin atau air, dan akan mengurangi volume tanah yang dapat ditembus oleh akar, dan penyediaan terhadap unsur hara. Krokos tidak dapat


(17)

hancur setelah dikocok selama semalam dengan larutan natrium heksameta-phospat lemah (Hardjowigeno, 2003).

Krokos merupakan hasil pelapukan batuan tanah yang di pengaruhi oleh adhesi dan kohesi. Krokos berwarna hitam mengandung banyak mangan (Mn) sedangkan berwarna merah mengandung besi (Fe). Krokos merupakan hasil reaksi oksidasi dan reduksi dalam tanah. Krokos menunjukkan bahwa udara masih dapat kedalam tanah setempat sehingga terjadi oksidasi ditempat tersebut dan terbentuk senyawa-senyawa Fe3+yang berwarna merah. Bila air tidak pernah menggenang tata udara dalam tanah selalu baik, maka seluruh profil tanah dalam keaadaan oksidasi (Fe3+) oleh karena itu umumnya berwarna merah atau coklat (Foth, 1998).

Menurut (Wibawa, dkk., 2000) Krokos berpengaruh terhadap penyimpanan kelembapan tanah, infiltrasi, erosi, dan penggunaan lahan. Krokos bersifat menjaga partikel-partikel kecil terhadap erosi angin atau air, dan akan mengurangi volume tanah yang dapat ditembus oleh akar, dan penyediaan terhadap unsur hara. Lahan yang mempuyai lapisan krokos pada kedalaman kurang dari 50cm, sebaiknya tidak ditanami tanaman pangan karena akan menemui banyak masalah dalam pertumbuhan tanaman. Tanaman pangan akan mengalami keracunan alumunium sehingga perkembangan akar sangat terbatas dan pertumbuhan tanaman akan kerdil.

Krokos termasuk dalam mineral fraksi kerikil tanah. Fragmentasi batu-batuan didefinisikan sebagai partikel yang berdiameter kurang lebih atau sama dari 2mm.


(18)

Fragmentasi batu-batuan yang tertanam ditanah mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik tanah seperti kepadatan tanah, kapasitas porositas air, dan juga berpengaruh kepada proses hydrologikal tanah seperti infiltrasi, evaporasi dan runoff. Evaporasi pada tanah juga bisa terjadi oleh fragmentasi batu batuan. Kandungan yang terdapat pada fragmentasi batu-batuan berfungsi untuk mengurangi evaporasi pada tanah, setelah membandingkan produksi pada tanaman pada tanah yang tidak mempunyai fragmentasi batu batuan (Foth, 1998).

Tanah yang mengandung batuan fragmentasi atau krokos juga mempunyai kepadatan tanah yang tinggi sehingga kapasitas penyimpanan air didalam tanah pun menjadi semakin besar yang berpengaruh pada tingkat evaporasi atau penguapan pada permukaan tanah menjadi kecil dibandingkan dengan tanah yang mengandung batuan fragmentasi atau krokos (Kosmas dkk., 1993). Kandungan yang terdapat pada fragmentasi batu-batuan berfungsi untuk mengurangi evaporasi pada tanah, setelah membandingkan produksi pada tanaman pada tanah yang tidak mempunyai fragmentasi batu batuan (Wilcox dan Wood, 1988).

Dari penelitian yang telah dilakukan di negara Belgia, Nilai Persentase krokos di suatu lahan mencapai 50% dengan persentase terendahnya sebesar 30%, menunjukkan bahwa tanah yang berasal dari batu pasir dan golongannya yang mengandung fragmen batuan atau krokos, mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, namun lebih baik dalam mengatasi tingkat kekeringan pada permukaan tanah daripada tanah yang tidak mengandung batuan fragmentasi atau krokos (Poesen ,dkk., 1995). Pada tanah di wilayah Washington (Arkansas), Nilai bulk


(19)

density lebih dari 2,8g cm-3, Nilai-nilai kerapatan isi yang sangat besar ini terjadi karena hasil dari total volume yang terangkat terbagi dari massa krokos dan massa tanah yang digali (Brye, dkk., 2004).

Permukaan dari tanah yang mengandung batu-batuan fragmentasi atau krokos bisa memperlambat runoff, meningkatkan rata rata infiltrasi secara stabil, dan mengurangi kerusakan akibat runoff, selain itu, fragmentasi batu-batuan juga dapat meningkatkan air perkolasi dan mengurangi erosi dengan cara menahan erodibilitas dan runoff. Selain itu ada korelasi positif diantara fragmentasi batu-batuan dan kandungan fragmentasi batu-batu-batuan, berpengaruh terhadap mereduksi kerusakan pada permukaan tanah secara langsung (Hardjowigeno, 2003).

Infiltrasi juga berhubungan dengan posisi dan bentuk dari fragmentasi batu-batuan di dalam tanah. Jika fragmentasi batu-batuan distribusikan secara acak pada permukaan tanah, akan dapat mencegah kerusakan pada permukaan tanah dan meningkatkan infiltrasi pada tanah. Evaporasi pada tanah juga bisa terjadi oleh fragmentasi batu batuan. Efek fragmentasi batu-batuan terhadap infiltrasi pada tanah, menunjukkan bahwa hubungan antara fragmentasi batu-batuan dan infiltrasi sangat sangat kompleks, dan fragmentasi batu-batuan bisa jadi betambah atau mengurangi jumlah dari infiltrasi tersebut (Foth, 1998).


(20)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Terminal Betan Subing Tebanggi Besar Lampung Tengah, pada bulan September - Oktober 2012. Analisis Tanah dilakukan di Laboratorium Fisika Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam melaksanakan metode survei dilapangan antara lain : cangkul, linggis, sekop, meteran, pisau, dan alat yang dipakai dalam melaksanakan metode analisis dilaboratorium yaitu : neraca atau timbangan digital dengan tingkat ketilitian (0,01g), oven, ayakan (2 mm), tampah, erlenmeyer (250ml), blender, hydrometer, stop watch, termometer, serta gelas ukur (1000ml).


(21)

Bahan yang digunakan dalam penelitian di lapangan dan laboratorium antara lain : sample tanah lahan Terminal Betan Subing Lampung Tengah, kardus berdiameter 25 cm x 25 cm x 10 cm, kertas label, almunium foil, dan Na-heksametafosfat 5% (Larutan Calgon).

C. Metode Penelitian

Metode yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah : 1. Metode survei dan Profil tanah

1.1 Penetapan Lahan atau Pra Survei

Tiga titik petak lahan yang diambil sampel tanahnya ditetapkan pada saat Pra Survei

1.2 Penggalian profil tanah atau Survei utama

Setelah penetapan lokasi tanah yang digali ditentukan, kemudian digunakan alat penggali untuk pengambilan sampel tanahnya.

Galian lubang penampang harus berukuran sebesar (1x1 meter) dengan kedalaman (1 meter) sehingga terlihat batuan induk lapisan dari tiga kali ulangan profil tanah tersebut (Gambar 1).

1m

Gambar 1. Contoh Profil Tanah

1m 1m


(22)

1.3 Pengambilan sample tanah utuh

Pengambilan sampel tanah dari Lahan Terminal Betan Subing menggunakan metode kuadran dengan ukuran 25cm x 25cm x 10cm (Gambar 2).

Gambar 2. Contoh Kardus kuardan

Pengambilan sampel tanah pada empat kedalaman per profil tanah yaitu: 0cm – 10cm, 10cm – 20cm, 20cm – 30cm, dan 30cm – 40cm dengan menggunakan alat seperti sekop, sendok tanah atau pisau sesuai dengan lapisan yang akan diambil. Kemudian tanah yang sudah diambil dimasukan kedalam kardus yang telah disiapkan dan diberi label untuk diuji di laboratorium.

2. Metode Pengujian di Laboratorium dan Analisis Data

2.1 Pengukuran Kerapatan Isi menggunakan metode kuadran yaitu berat bobot tanah dibagi volume tanah, seperti rumus dibawah ini

2.2 Setiap sampel perlapisan profil tanah dikering udarakan ± 3 sampai 6 hari untuk kemudian diayak menggunakan ayakan 2mm untuk mengetahui


(23)

presentase berapa jumlah krokos dan berapa jumlah tanah yang ada pada lahan tersebut, menggunakan rumus dibawah ini

%Krokos x 100% % Tanah x 100%

2.3 Setiap sampel tanah ditimbang dan diambil 20gr tanah menggunakan neraca atau timbangan digital untuk kemudian dilapisi dengan kertas alumunium foil, dan dimasukan kedalam Oven selama 24jam dengan suhu 105oc. Sampel tanah ditimbang setelah 24jam dengan neraca digital dan dihitung dengan rumus kadar air seperti dibawah ini untuk mengetahui presentase Kadar Air Tanahnya.

% Kadar Air = x 100%

2.4 Penetapan tekstur tanah secara Hidrometer dengan langkah dibawah ini: 2.4.1 Larutan Calgon dibuat terlebih dahulu dengan cara:

 40g Na-heksametafosfat dan 10g Na-karbonat ditimbang dengan neraca digital, kemudian dikeringkan didalam oven pada suhu 105ºc selama 2jam.

 Na-heksametafosfat dilarutkan kedalam 750ml akuades dalam erlenmeyer 1000ml.

 Secara perlahan larutan Na-heksametafosfat diaduk, kemudian ditambahkan Na-karbonat dan akuades sampai 1000ml.

2.4.2 50g sampel tanah diambil, kemudian dimasukan kedalam gelas erlenmeyer 250ml dan ditambahkan 100ml calgon lalu dikocok dan


(24)

dibiarkan selama 10 menit.

2.4.3 Alat suspensi tersebut dimasukan kedalam gelas pengaduk listrik dan ditambahkan 400ml air akuades, lalu dikocok selama 5menit. 2.4.4 Alat suspensi tersebut dipindahkan kedalam gelas ukur 1000ml dan

ditambahkan air akuades sampai volume mencapai 1000ml, kemudian diaduk selama 2 menit.

2.4.5 Alat pengaduk sampel tanah diangkat bersamaan pada saat dinyalakannya stopwatch. Kemudian dimasukan hidrometer setelah sekitar 20 detik, setelah 40 detik angka yang ditunjukan oleh hidrometer (H1) dibaca. Kemudian hidrometer tersebut diangkat dan dicuci, serta suhu suspensinya dibaca dengan menggunakan termometer (T1).

2.4.6 Alat suspensi tersebut dibiarkan selama 2jam (120menit). Kemudian dimasukan kedalam hidrometer dan dibaca kembali sebagai pembacaan yang ke II (H2). Hidrometer diangkat dan diukur suhu suspensinya sebagai pembacaan yang ke II(T2).

2.4.7 Tekstur tanah ditentukan dari segitiga tekstur setelah diperoleh perhitungan terhadap persentase pasir, debu, dan liat.

Adapun perhitungan yang dipakai dalam menentukan persentase pasir debu dan liat adalah:

%debu + % liat = % liat =


(25)

(26)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan, yaitu :

1. Kandungan krokos pada tanah Ulitisol di Tebanggi Besar, memiliki persentase sebesar 33,2% – 66,7%.

2. Jumlah kerapatan isi pada tanah Ulitisol yang mengandung krokos di Tebanggi Besar, tertinggi pada P1 dengan kedalaman 30-40cm, sedangkan yang terendah pada P3 dengan kedalaman 30-40cm.

3. Kelas tekstur dari ketiga profil tanah Ulitisol yang mengandung krokos di Tebanggi Besar adalah Liat, Kerikil Sangat Kasar (Clay, Very Coarse Gravel).

B. Saran

Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk pengaplikasiannya terhadap pengelolaan pertumbuhan tanaman, seperti efisiensi penggunaan pupuk di lahan pertanaman krokos, drainase, dan lain sebagainya.


(27)

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, Semeru. 1995. Holtikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press (UI-Press). Jakarta.

Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Puslittanak. Bogor.

Brye, K. R., T.L. Morris, D.M. Miller, S.J. Formica, dan M.A. Van Eps. 2004. Estimating Bulk Density in Vertically Exposed Stoney Alluvium Using a Modified Excavation Method. Arkansas

Buckman, H.O. dan N.C. Brandy, 1992.  Ilmu Tanah.  Brata Karya Aksara.

Jakarta.

Darmawijaya, I. 1997. Klasifikasi Tanah. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Djajadi. 2008. Stabilitas Agregat Makro dan Biomasa Mikrobia C  dari Berbagai

Fraksi Tanah Pasir pada Tanah Liat dan Bahan Organik. Indonesia FAO. 1990. Guidelines for Soil Profile Description, 3rd Edition (Revised). Soil

Resources, Management and Conservation Service, Land and Water Development Division.

Foth, H.D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hairiah K, Widianto, S.R. Utami, D. Suprayogo, Sunaryo, S.M. sitompul, B. Lusiana, R. Mulia, M. van Noordwijk dan G. Cadisch. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. ICRAF. Bogor.

Hakim N, M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.E. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey.1986. Dasar – dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA.

IPB. IPB Press. Bogor. 488 hlm.

Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. InstitutPertanian Bogor. Bogor.


(28)

Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2005. Lahan Kering untuk Pertanian. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Hal 8-35.

Islami, T. dan W.H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.

Kosmas, C.S., N.G. Danalatos, N. Moustakos, B. Tsatiris, Ch. Kallianou, and N. Yassoglou. 1993. The impacts of parent material and landscape position on drought and biomass production of wheat under semi-arid conditions. Soil Technol.

Mehuys, G.R., L.H. Stolzy, J. Letey, and L.V. Weeks. 1975. Effects of stones on the hydraulic conductivity of relatively dry desert soils. Soil Sci. Sot. Am. Proc. 39: 37-42.

Notohadiprawiro T. 2008. Ultisol, Fakta dan Implikasi Pertaniannya. Ilmu Tanah.Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Poesen, J., and K. Bunte. 1995. Effects of rock fragments on desertification processes in Mediterranean environments. 247-269

Poesen, J., and H. Lavee. 1994. Rock fragments in topsoils: Significance and processes. Catena. 23:1-28

Poesen, J., B.V. Wesemael, and T. Figueiredo. 1993. Effect of Rock fragments on Physical Degradation of Cultivated Soil by Rainfall. National Fund for Scientific Research Belgium.Belgium.

Partohardjono, S., I.G. Ismail., Subandi., M.O. Adnyana dan D.A. Darmawan. 1994. Peranan Sistem Usahatani Terpadu dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan di Berbagai Agroekosistem. Prosiding Simposium Panelitian Tanaman Pangan III. Puslitbangtan Deptan. Hal 143-182. Pusat Penelitian Tanah. 1999. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk

Keperluan Survei dan PemetaanTanah Transmigrasi. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor. IPB Press. Bogor.

Soil Management Support Services. 1986. Guidelines for Using Soil Taxonomy in the Names of Soil Units (edt:Van Wambeke, A. and T. Forbes). SMSS Technical Monograph No. 10. Department of Agronomy, Cornell University. USA.

Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia, 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.


(29)

Taufiq, A., H. Kuntyastuti, Sudaryono, A.G. Manshuri, Suryantini, Triwardani, dan C. Prahoro. 2003. Perbaikan dan peningkatan efisiensi produksi kedelai di lahan kering masam. Laporan teknis Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Yuwono N.W., dan A. Rosmarkam. 2008. Ilmu Kesuburan Tanah. Edisi 4. Yogyakarta.

Wibawa, G., M. J. Rosyid, dan A. Gunawan. 2000. Pola Tumpangsari Pada Perkebunan Karet. Pusat Penelitian Karet Balai Penelitian Sembawa. Wilcox B.P., and M.K. Wood. 1988. Factors influencing interrill erosion from

semiarid slopes in New Mexico. Journal of Range Management 42:66-70.

Zhou B.B, and M.A. Shao. 2009. Effect of different rock fragments contents and sizes on infiltration, Acta Pedol. Sin. 341:462-472.


(1)

dibiarkan selama 10 menit.

2.4.3 Alat suspensi tersebut dimasukan kedalam gelas pengaduk listrik dan ditambahkan 400ml air akuades, lalu dikocok selama 5menit. 2.4.4 Alat suspensi tersebut dipindahkan kedalam gelas ukur 1000ml dan

ditambahkan air akuades sampai volume mencapai 1000ml, kemudian diaduk selama 2 menit.

2.4.5 Alat pengaduk sampel tanah diangkat bersamaan pada saat dinyalakannya stopwatch. Kemudian dimasukan hidrometer setelah sekitar 20 detik, setelah 40 detik angka yang ditunjukan oleh hidrometer (H1) dibaca. Kemudian hidrometer tersebut diangkat dan dicuci, serta suhu suspensinya dibaca dengan menggunakan termometer (T1).

2.4.6 Alat suspensi tersebut dibiarkan selama 2jam (120menit). Kemudian dimasukan kedalam hidrometer dan dibaca kembali sebagai pembacaan yang ke II (H2). Hidrometer diangkat dan diukur suhu suspensinya sebagai pembacaan yang ke II(T2).

2.4.7 Tekstur tanah ditentukan dari segitiga tekstur setelah diperoleh perhitungan terhadap persentase pasir, debu, dan liat.

Adapun perhitungan yang dipakai dalam menentukan persentase pasir debu dan liat adalah:

%debu + % liat = % liat =


(2)

(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan, yaitu :

1. Kandungan krokos pada tanah Ulitisol di Tebanggi Besar, memiliki persentase sebesar 33,2% – 66,7%.

2. Jumlah kerapatan isi pada tanah Ulitisol yang mengandung krokos di Tebanggi Besar, tertinggi pada P1 dengan kedalaman 30-40cm, sedangkan yang terendah pada P3 dengan kedalaman 30-40cm.

3. Kelas tekstur dari ketiga profil tanah Ulitisol yang mengandung krokos di Tebanggi Besar adalah Liat, Kerikil Sangat Kasar (Clay, Very Coarse Gravel).

B. Saran

Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk pengaplikasiannya terhadap pengelolaan pertumbuhan tanaman, seperti efisiensi penggunaan pupuk di lahan pertanaman krokos, drainase, dan lain sebagainya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, Semeru. 1995. Holtikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press (UI-Press). Jakarta.

Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Puslittanak. Bogor.

Brye, K. R., T.L. Morris, D.M. Miller, S.J. Formica, dan M.A. Van Eps. 2004. Estimating Bulk Density in Vertically Exposed Stoney Alluvium Using a Modified Excavation Method. Arkansas

Buckman, H.O. dan N.C. Brandy, 1992.  Ilmu Tanah.  Brata Karya Aksara.

Jakarta.

Darmawijaya, I. 1997. Klasifikasi Tanah. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Djajadi. 2008. Stabilitas Agregat Makro dan Biomasa Mikrobia C  dari Berbagai

Fraksi Tanah Pasir pada Tanah Liat dan Bahan Organik. Indonesia FAO. 1990. Guidelines for Soil Profile Description, 3rd Edition (Revised). Soil

Resources, Management and Conservation Service, Land and Water Development Division.

Foth, H.D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hairiah K, Widianto, S.R. Utami, D. Suprayogo, Sunaryo, S.M. sitompul, B. Lusiana, R. Mulia, M. van Noordwijk dan G. Cadisch. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. ICRAF. Bogor.

Hakim N, M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.E. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey.1986. Dasar – dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA.

IPB. IPB Press. Bogor. 488 hlm.

Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. InstitutPertanian Bogor. Bogor.


(5)

Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2005. Lahan Kering untuk Pertanian. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Hal 8-35.

Islami, T. dan W.H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.

Kosmas, C.S., N.G. Danalatos, N. Moustakos, B. Tsatiris, Ch. Kallianou, and N. Yassoglou. 1993. The impacts of parent material and landscape position on drought and biomass production of wheat under semi-arid conditions. Soil Technol.

Mehuys, G.R., L.H. Stolzy, J. Letey, and L.V. Weeks. 1975. Effects of stones on the hydraulic conductivity of relatively dry desert soils. Soil Sci. Sot. Am. Proc. 39: 37-42.

Notohadiprawiro T. 2008. Ultisol, Fakta dan Implikasi Pertaniannya. Ilmu Tanah.Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Poesen, J., and K. Bunte. 1995. Effects of rock fragments on desertification processes in Mediterranean environments. 247-269

Poesen, J., and H. Lavee. 1994. Rock fragments in topsoils: Significance and processes. Catena. 23:1-28

Poesen, J., B.V. Wesemael, and T. Figueiredo. 1993. Effect of Rock fragments on Physical Degradation of Cultivated Soil by Rainfall. National Fund for Scientific Research Belgium.Belgium.

Partohardjono, S., I.G. Ismail., Subandi., M.O. Adnyana dan D.A. Darmawan. 1994. Peranan Sistem Usahatani Terpadu dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan di Berbagai Agroekosistem. Prosiding Simposium Panelitian Tanaman Pangan III. Puslitbangtan Deptan. Hal 143-182. Pusat Penelitian Tanah. 1999. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk

Keperluan Survei dan PemetaanTanah Transmigrasi. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor. IPB Press. Bogor.

Soil Management Support Services. 1986. Guidelines for Using Soil Taxonomy in the Names of Soil Units (edt:Van Wambeke, A. and T. Forbes). SMSS Technical Monograph No. 10. Department of Agronomy, Cornell University. USA.

Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia, 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.


(6)

Yuwono N.W., dan A. Rosmarkam. 2008. Ilmu Kesuburan Tanah. Edisi 4. Yogyakarta.

Wibawa, G., M. J. Rosyid, dan A. Gunawan. 2000. Pola Tumpangsari Pada Perkebunan Karet. Pusat Penelitian Karet Balai Penelitian Sembawa. Wilcox B.P., and M.K. Wood. 1988. Factors influencing interrill erosion from

semiarid slopes in New Mexico. Journal of Range Management 42:66-70.

Zhou B.B, and M.A. Shao. 2009. Effect of different rock fragments contents and sizes on infiltration, Acta Pedol. Sin. 341:462-472.


Dokumen yang terkait

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN PELAKSANAAN NGEDIYOU PADA MASYARAKAT LAMPUNG PEPADUN DI KAMPUNG TERBANGGI BESAR KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

0 10 48

PROSESI PERNIKAHAN ADAT JAWA di KELURAHAN BANDAR JAYA BARAT, KECAMATAN TERBANGGI BESAR, KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

1 67 79

KAJIAN SOSIOLOGIS TENTANG KOMUNITAS ANAK NAKAL (Studi Di Desa Terbanggi Besar Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah)

0 11 75

KAJIAN SOSIOLOGIS TENTANG KOMUNITAS ANAK NAKAL (Studi Di Desa Terbanggi Besar Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah)

2 25 81

Kandungan Bahan Kasar Tanah dan Sifat Fisik Tanah Ultisol di Lahan Perkebunan Nanas Terbanggi Besar Lampung Tengah

2 15 52

IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN BEBERAPA SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DAN KEBUN CAMPURAN DI DESA ADI JAYA KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

0 5 42

MORFOLOGI DAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DAN KEBUN CAMPURAN DI DESA ADI JAYA KECAMATAN TERBANGGI BESAR, KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

1 8 46

Efisiensi Proses Pengeringan Tapioka di PT. Umas Jaya Agrotama, Terbanggi Besar, Lampung Tengah.

3 34 214

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI DESA ADI JAYA KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

0 0 16

TRADISI SEBAMBANGAN PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG PEPADUN PERSPEKTIF ISLAM (Studi di Kelurahan Terbanggi Besar Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah) - Raden Intan Repository

0 1 107