REGENERASI IN VITRO EMPAT VARIETAS KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) MELALUI ORGANOGENESIS MENGGUNAKAN EKSPLAN BIJI YANG DIIMBIBISI DAN DIKECAMBAHKAN

(1)

PENGARUH FUNGISIDA BERBAHAN AKTIF ASAM KLORO

BROMO ISOSIANURIK TERHADAP INTENSITAS

PENYAKIT BLAS, HAWAR PELEPAH DAUN

DAN BERCAK DAUN CERCOSPORA

PADA TANAMAN PADI DI GADINGREJO, PRINGSEWU

Oleh

Pendi Setiawan

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

Sarjana Pertanian

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

Pendi Setiawan

ABSTRAK

PENGARUH FUNGISIDA BERBAHAN AKTIF ASAM KLORO BROMO ISOSIANURIK TERHADAP INTENSITAS PENYAKIT BLAS, HAWAR PELEPAH DAUN DAN BERCAK DAUN CERCOSPORA

PADA TANAMAN PADI DI GADINGREJO, PRINGSEWU Oleh

Pendi Setiawan

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi

makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk di Indonesia. Salah satu kendala dalam budidaya padi adalah karena serangan berbagai macam cendawan,

diantaranya cendawan Pyricularia oryzae Cav. (penyebab penyakit blas),

cendawan Rhizoctonia solani Khun. (penyebab penyakit hawar pelepah daun) dan cendawan Cercospora oryzae Miyake. (penyebab penyakit bercak daun

cercospora). Salah satu pengendalian yang dapat dilakukan adalah penggunaan fungisida sintetik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik terhadap intensitas penyakit blas, hawar pelepah daun dan bercak daun cercospora pada tanaman padi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wonodadi, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Lampung, pada bulan Desember 2012 sampai dengan Juni 2013. Perlakuan dalam percobaan ini disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan empat kelompok. Data yang diperoleh dianalisis


(3)

menggunakan sidik ragam dan nilai tengah masing-masing perlakuan diuji dengan uji BNT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik dapat menekan intensitas penyakit blas leher dan penyakit hawar pelepah daun, tetapi tidak efektif dalam menekan intensitas penyakit blas daun dan penyakit bercak daun cercospora pada tanaman padi varietas Ciherang di Lampung. Tingkat konsentrasi fungisida yang efektif dalam menekan intensitas penyakit blas leher adalah 0,5; 1,0; dan 1,5 g/L,

sedangkan tingkat konsentrasi fungisida yang efektif menekan intensitas penyakit hawar pelepah daun adalah 1,0 g/L dan 1,5 g/L. Tidak ada perbedaan yang nyata antar tingkat konsentasi terhadap intensitas penyakit-penyakit tersebut.

Kata kunci : Asam kloro bromo isosiaurik , blas, hawar pelepah, bercak daun cercospora, intensitas penyakit


(4)

Judul

:

PENGARUH FUNGISIDA BERBAHAN AKTIF ASAM KLORO BROMO ISOSIANURIK TERHADAP

INTENSITAS PENYAKIT BLAS, HAWAR PELEPAH DAUN DAN BERCAK DAUN CERCOSPORA PADA TANAMAN PADI DI GADINGREJO, PRINGSEWU Nama Mahasiswa : Pendi Setiawan

NPM : 0914013139 Jurusan : Agroteknologi Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing,

Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. Ir. Efri. M.S.

NIP 196201071986032001 NIP 196009291987031002

2. Ketua Jurusan Agroteknologi

Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P. NIP 196411181989021002


(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. ...

Sekretaris : Ir. Efri, M.S. ...

Penguji

Bukan pembimbing : Dr. Ir. Suskandini Ratih D., M.P. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.4 Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN ... 5

2.1 Tanaman Padi ... 5

2.2 Penyakit Blas ( Blast Disease) ... 6

2.2.1 Gejala Penyakit ... 6

2.2.2 Daur Penyakit ... 8

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ... 9

2.3 Penyakit Hawar Pelepah Daun Padi (Sheat blight) ... 10

2.3.1 Gejala Penyakit ... 10

2.2.2 Daur Penyakit ... 11

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ... 11

2.4 Penyakit Bercak Daun Cercospora (Cercospora leaf spot) ... 12

2.4.1 Gejala Penyakit ... 12

2.4.2 Daur Penyakit ... 13

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ... 14

2.5 Senyawa Asam Kloro Bromo Isosianurik ... 14

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Bahan dan Alat ... 16

3.3 Metode Penelitian ... 16

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 17


(7)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

4.1 Penyakit Blas Daun (Leaf Blast) ... 21

4.2 Penyakit Blas Leher Malai (Neck Blast) ... 23

4.3 Penyakit Hawar Pelepah Daun (Sheat blight ) ... 25

4.4 Penyakit Bercak Daun Cercospora (Cercospora leaf spot) ... 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 30

5.1 Simpulan ... 30

5.2 Saran ... 30

PUSTAKA ACUAN ... 31


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Skoring penyakit blas. ... 19

2. Skoring penyakit bercak daun cercospora. ... 19

3. Skoring Penyakit hawar pelepah daun . ... 20

4. Keparahan penyakit blas daun. ... 22

5. Keparahan penyakit blas leher malai. ... 24

6. Keparahan penyakit hawar pelepah daun. ... 26

7. Keparahan penyakit bercak daun cercospora. ... 28

8. Data pengamatan intensitas penyakit blas daun minggu ke-9. ... 36

9. Analisis ragam data intensitas penyakit blas daun minggu ke-9. ... 36

10. Data intensitas penyakit blas daun minggu ke-10. ... 36

11. Analisis ragam data intensitas penyakit blas daun minggu ke-10. ... 37

12. Data pengamatan intensitas penyakit blas daun minggu ke-11. ... 37

13. Analisis ragam data intensitas penyakit blas daun minggu ke-11. ... 37

14. Data pengamatan intensitas penyakit blas daun minggu ke-12. ... 38

15. Analisis ragam data intensitas penyakit blas daun minggu ke-12. ... 38

16. Data pengamatan intensitas penyakit blas daun minggu ke-13. ... 38


(9)

18. Data pengamatan penyakit blas leher malai minggu ke-11. ... 39

19. Analisis Ragam data penyakit blas leher minggu ke-11. ... 39

20. Data pengamatan penyakit blas leher malai minggu ke-12. ... 40

21. Analisis Ragam data penyakit blas leher minggu ke-12. ... 40

22. Data pengamatan penyakit blas leher malai minggu ke-13. ... 40

23. Analisis Ragam data penyakit blas leher minggu ke-13. ... 41

24. Data pengamatan hawar pelepah daun minggu ke-11. ... 41

25. Analisis ragam data hawar pelepah daun minggu ke-11. ... 41

26. Data pengamatan hawar pelepah daun minggu ke-12. ... 42

27. Analisis ragam data hawar pelepah daun minggu ke-12. ... 42

28. Data pengamatan hawar pelepah daun minggu ke-13. ... 42

29. Analisis ragam data hawar pelepah daun minggu ke-13. ... 43

30. Data pengamatan intensitas penyakit bercak daun cercospora minggu ke-12. ... 43

31. Analisis ragam data intensitas penyakit bercak daun cercospora minggu ke-12. ... 43

32. Data pengamatan intensitas penyakit bercak daun cercospora minggu ke-13. ... 44

33. Analisis ragam data intensitas penyakit bercak daun cercospora minggu ke-13. ... 44


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gejala penyakit blas pada daun. ... 7

2. Gejala penyakit blas pada leher malai. ... 7

3. Gejala penyakit hawar pelepah daun. ... 11

4. Gejala penyakit bercak daun cercospora. ... 13

5. Tata letak petak percobaan. ... 17

6. Gejala Penyakit blas daun. ... 22

7. Gejala penyakit blas leher malai. ... 24

8. Gejala penyakit hawar pelepah daun. ... 26

9. Gejala penyakit bercak daun cercospora. ... 28

10. Petak – petak percobaan pada 51 hari setelah tanam. ... 33

11. Pelarutan bahan aktif. ... 33

12. Pencampuran fungisida dengan air. ... 34

13. Penuangan cairan semprot ke dalam tangki Sprayer. ... 34

14. Aplikasi fungisida degan cara penyemprotan. ... 35


(11)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang telah lama menjadi makanan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia. Di Indonesia, sekitar 90% penduduknya masih mengonsumsi beras sebagai bahan makanan pokok. Oleh karena itu Indonesia masih harus melakukan impor beras untuk mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri (Suparyono & A. Setyono, 2004 dalam Dahyar et al., 2010).

Tanaman padi di Indonesia pada umumnya tidak dapat berproduksi secara optimal karena berbagai faktor, salah satunya adalah karena adanya serangan cendawan penyebab penyakit pada tanaman padi, diantranya adalah cendawan Pyricularia oryzae Cav. penyebab penyakit blas, cendawan Rhizoctonia solani Khun.

penyebab penyakit hawar pelepah daun dan cendawan Cercospora oryzae

Miyake. penyebab penyakit bercak daun cercospora pada tanaman padi (Semangun, 2004).

Penyakit blas dilaporkan telah menurunkan hasil panen padi di Asia Tenggara dan Amerika sekitar 30-50%. Di Indonesia sendiri serangan cendawan P. oryzae


(12)

2

Cav. mencapai 19.629 ha dari total 12.883.578 ha luas areal pertanaman padi pada tahun 2009 (Prayudi, 2001dalam Prayudi, 2008). Kehilangan hasil yang disebabkan oleh penyakit hawar pelepah daun rata-rata di beberapa negara berkisar 20-35%. Kehilangan hasil padi akibat gangguan penyakit hawar pelepah daun di Indonesia sendiri sebesar 20%, dan pada keparahan penyakit di atas 25% kehilangan hasil bertambah 4% untuk tiap kenaikkan 10% keparahan. Sedangkan penyakit bercak daun cercospora dapat menyebekan kerugian sebesar 10% . kerugian tersebut disebabkan oleh serangan cendawan C. oryzae Miyake yang menyebabkan terganggunya proses asimilasi, terlambatnya pembungaan dan pengisian biji tsehingga dapat mengakibatkan produksi berkurang (Semangun, 2004).

Salah satu cara pengendalian penyakit tanaman padi yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan fungisida sintetik. Meskipun telah diketahui bahwa penggunaan fungisida sintetik dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, tetapi fungisida sintetik masih sering digunakan karena pertimbangan waktu. Aplikasi fungisida sintetik pada umumnya menunjukkan pengaruh yang lebih cepat dalam menghambat perkembangan penyakit (Djojosumarto, 2000).

Asam kloro bromo isosianurik merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan aktif pestisida untuk mengendalikan penyakit tanaman. Senyawa kimia ini pada awalnya digunakan sebagai mikrobiosida (Kegley et al., 2010) dan selanjutnya digunakan sebagai bahan aktif fungisida untuk


(13)

kimia ini juga sudah pernah diteliti pengaruhnya terhadap penyakit blas pada pertanaman padi di Cianjur dan Karawang (Wibowo, 2010).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik terhadap intensitas penyakit blas, hawar pelepah daun dan bercak daun cercospora pada tanaman padi varietas Ciherang.

1.3 Kerangka Pemikiran

Penyakit pada tanaman padi sebagian besar disebabkan oleh cendawan Cendawan penyebab penyakit pada umumnya dapat berkembang dengan baik pada kondisi lingkungan yang mendukung. Pada kondisi lingkungan yang mendukung,

penyakit tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang cukup serius pada tanaman padi. Penyakit tersebut dapat menginfeksi hampir semua bagian tanaman padi, sehingga dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar terhadap petani (Amir, 2001 dalam Tandiabang dan Pakki, 2007).

Sampai saat ini penggunaan fungisida merupakan teknologi pengendalian yang sangat praktis dalam mengatasi penyakit tanaman. Akan tetapi fungisida sintetik dapat menimbulkan efek samping yang kurang baik diantaranya menimbulkan resistensi cendawan terhadap fungisida dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu agar fungisida dapat digunakan seefektif mungkin dengan efek samping yang sekecil mungkin, maka fungisida harus digunakan secara bijaksana yaitu dengan


(14)

4

memperhatikan tentang jenis, dosis, konsentrasi, dan waktu aplikasi yang tepat (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009).

Asam kloro bromo isosianurik dengan konsentrasi 20-50% dapat digunakan untuk mengendalikan cendawan C. gloesporiodes. Wibowo (2010) juga pernah

melakukan penelitian tentang pengaruh fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik terhadap intensitas penyakit blas yang dilakukan di Cianjur dan Karawang. Hasil penelitan tersebut menunjukkan bahwa fungisida tersebut efektif menekan intensitas penyakit blas pada tanaman padi. Sehingga muncul dugaan bahwa fungisida berbahan aktifasam kloro bromo isosianurik juga dapat digunakan untuk mengendalikan cendawan penyebab penyakit pada tanaman padi di Lampung.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik dapat menekan

intensitas penyakit blas, hawar pelepah daun dan bercak daun cercospora pada tanaman padi varietas Ciherang.

2. Terdapat tingkat konsentrasi bahan aktif asam kloro bromo isosianurik yang paling efektif dalam menekan intensitas penyakit blas, hawar pelepah daun dan bercak daun cercospora pada tanaman padi varietas Ciherang.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Padi

Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili rumput berumpun yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat. Sampai saat ini beras masih digunakan sebagai bahan pangan pokok yang

dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk Indonesia. Meskipun padi bisa digantikan oleh bahan makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya sehingga tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain (Suparyono dan

Setyono, 2004 dalam Dahyar et al., 2010).

Padi dapat tumbuh di daerah tropis sampai subtropis pada 450 LU sampai 450 LS, dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 200 mm / bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau musim penghujan. Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah tetapi produksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif (International Rice Research Institute, 1996).


(16)

6

2.2 Penyakit Blas (Blast Disease)

Sampai saat ini penyakit blas (blast disease), disebabkan oleh cendawan Pyricularia oryzae Cav. merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi (Semangun, 2004). Serangan cendawan P. oryzae Cav. pada fase vegetatif menyebabkan gejala blas daun (leaf blast) sedangkan pada fase generatif

menyebabkan busuk leher malai (neck blast) sehingga bulir padi menjadi hampa (Prayudi, 2001 dalam Prayudi, 2008). Telah dilaporkan bahwa penyakit blas dapat menyebabkan gagal panen sebesar 30-50% di Amerika Selatan dan Asia Tenggara dengan kerugian mencapai jutaan dolar Amerika. Di Indonesia

serangan cendawan P. oryzae Cav. mencapai 19.629 ha dari total 12.883.578 ha luas areal pertanaman padi pada tahun 2009 (Prayudi, 2001 dalam Prayudi, 2008). Daerah endemis penyakit blas tersebar di beberapa provinsi diantaranya adalah Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Bali, Banyuwangi,

Sukabumi, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara (Tandiabangdan Pakki,

2007).

2.2.1 Gejala Penyakit

Serangan cendawan P. oryzae Cav. pada fase vegetatif menyebabkan blas daun (leaf blast). Ciri-ciri gejala penyakit blas pada daun adalah timbulnya bercak berbentuk belah ketupat dengan ujung yang meruncing (Gambar 1). Bercak yang sudah berkembang, bagian tepinya akan berwarna coklat dan bagian tengahnya berwarna putih keabu-abuan. Bercak tersebut akan terus meluas pada varietas tanaman padi yang rentan. Bercak tersebut dikelilingi oleh warna kuning pucat


(17)

(halo area), terutama pada lingkungan yang kondusif seperti keadaan yang lembab (Prayudi, 2001 dalam Prayudi, 2008).

Gambar 1. Gejala penyakit blas daun (leaf blast)

Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, (2009)

Serangan cendawan P. oryzae Cav. pada fase generatif menyebabkan gejala berupa busuk leher malai (neck blast) (Gambar 2). Ciri-ciri gejala serangan penyakit blas pada leher malai adalah adanya bercak coklat pada cabang malai dan bercak coklat pada kulit gabah.

Gambar 2. Gejala penyakit blas leher (neck blast)


(18)

8

Infeksi cendawan P. oryzae Cav. pada malai akan menyebabkan leher malai membusuk dan bulir padi menjadi hampa. Blas leher lebih merugikan dari pada blas daun karena mengakibatkan gabah menjadi hampa sehingga hasil produksi gabah akan menurun (Semangun, 2004).

2.2.2 Daur Penyakit

Satu daur penyakit blas dimulai ketika spora cendawan P. oryzae Cav.

menginfeksi dan menghasilkan suatu bercak pada tanaman padi dan daur tersebut akan berakhir ketika cendawan bersporulasi dan menyebarkan spora baru melalui udara. Apabila kondisi lingkungan menguntungkan untuk perkembangan

penyakit blas, maka satu daur penyakit dapat terjadi dalam kurun waktu waktu sekitar 7 hari. Selanjutnya dari satu bercak dapat rnenghasilkan ratusan sampai ribuan spora dalam satu malam dan dapat terus rnenghasilkan spora selama lebih dari 20 hari (Scardaci, 1997 dalam Semangun, 2004).

Inang utama cendawan P. oryzae Cav. adalah tanaman padi sedangkan inang alternatifnya adalah rumput-rumputan seperti Digitaria cilaris dan Echinochloa colona. Cendawan P. oryzae Cav. juga dapat menginfeksi tanaman jagung untuk mempertahankan hidupnya. Miselia cendawan P. oryzae Cav. tersebut dapat bertahan selama satu tahun pada jerami sisa panen tanaman padi (Prayudi, 2001 dalam Prayudi, 2008).


(19)

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit

Perkembangan penyakit blas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti kelembapan udara, suhu udara, embun, teknik budidaya dan varietas tanaman padi yang digunakan (Mukhlis dan Prayudi, 2001 dalam Prayudi, 2008).

Kelembapan yang tinggi menguntungkan bagi perkembangan penyakit. Agar terjadi infeksi diperlukan kelembaban relatif yang tinggi yaitu lebih dari 90% dengan suhu sekitar 240 C selama minimal dua jam. Sedangkan embun

berpengaruh terhadap pelepasan spora dan infeksi penyakit (Semangun, 2004).

Faktor teknik budidaya juga dapat mempengaruhi perkembangan penyakit blas. Populasi tanaman yang lebih tinggi dan penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan akan memperparah gejala serangan penyakit blas. Hal ini terjadi karena tanaman menjadi rimbun sehingga iklim mikro disekitar tanaman padi sangat kondusif bagi perkembangan penyakit blas dan kelebihan nitrogen membuat tanaman padi menjadi lebih rentan terhadap penyakit blas (Semangun, 2004). Faktor lain yang mendukung perkembangan penyakit blas adalah sifat cendawan P. oryzae Cav.yang dapat dengan cepat membentuk ras baru sehingga suatu varietas yang tadinya tahan terhadap penyakit blas dapat menjadi rentan terhadap penyakit blas setelah ditanam dalam dua musim tanam atau lebih (Prayudi, 2001 dalam Prayudi, 2008).


(20)

10

2.3 Penyakit Hawar Pelepah Daun Padi (Sheat blight)

Penyakit hawar pelepah daun disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani khun.

Miselium cendawan ini mempunyai lebar 6-10 μm dan mempunyai percabangan

yang membentuk sudut runcing. Hifanya bersel pendek dan mempunyai percabangan. Cendawan R. Solani khun. berkembang baik pada kelembaban

optimum 96% dan suhu optimum 30-320 C. Cendawan ini dapat membentuk

sklerotium yang bentuknya tidak teratur, sedangkan badan intinya berwarna coklat atau coklat kehitaman (Semangun, 2004).

2.3.1 Gejala Penyakit

Gejala penyakit ini berupa timbulnya bercak berbentuk lonjong dengan bagian tepi yang tidak teratur yang terdapat pada upih daun dan juga seludang daun bercak tersebut berwarna coklat kemerahan seperti jerami , oker muda atau kuning kehijauan (Gambar 3).

Sering kali bercak terdapat didekat lidah daun. Pada batang padi bercak mempunyai ukurang yang lebih kecil. Pada keadaan yang lembab dari bercak dapat muncul benang-benang miselia cendawan yang tebal dan pendek berwarna putih atau coklat muda (Semangun, 2004)


(21)

Gambar 3. Gejala penyakit hawar pelepah daun padi

Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009 )

2.3.2 Daur Penyakit

Miselium dan sklerotium dapat bertahan pada jerami dan rumput-ruputan. Cendawan R. solani Khun. juga dapat menyerang semua spesies Azolla yang sering terdapat pada areal persawahan. Infeksi pada tanaaman padi dapat terjadi pada saat tanaaman padi berada pada persemaian dan tanaman-tanaman dewasa jika keadaan mendukung perkembangan penyakit. R. solani Khun. adalah cendawan yang umum terdapat dalam tanah dan jika keadaan mendukung, cendawan ini dapat menyerang bernacam-macam tanaman muda (Semangun, 2004).

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit ini adalah jarak tanam yang terlalu rapat serta tanaaman padi yang terlalu subur dapat lebih rentan


(22)

12

terhadap serangan cendawan R. solani Khun. Varietas tanaman padi yang berbatang pendek dan cenderung mempunyai anakan banyak lebih rentan terhadap serangan cendawan R. solani Khun. (Semangun, 2004). Selain itu, penggunaan pupuk yang tidak seimbang atau berlebihan dapat menyebabkan tanaman padi menjadi lebih sukulen, sehingga memudahkan cendawan untuk melakukan penetrasi (Ekawati, 2006).

2.4 Penyakit Bercak Daun Cercospora (Cercospora leaf spot)

Penyakit bercak daun cercospora atau yang sering disebut bercak coklat sempit disebabkan oleh cendawan Cercospora oryzae Miyake. Penyakit bercak daun cercospora merupakan salah satu penyakit yang sangat merugikan terutama pada lahan sawah yang kahat kalium. Penyakit bercak daun cercospora dapat

mengakibatkan daun padi menjadi kering sebelum waktunya sehingga berdampak buruk terhadap turunnya hasil panen tanaman padi dan juga dapat menyebabkan kerebahan tanaman padi (Semangun, 2004).

2.4.1 Gejala Penyakit

Gejala penyakit bercak daun cercospora biasanya muncul pada saat tanaman padi menjelang panen yaitu sekitar 11-12 minggu setelah tanam. Gejala awal berupa timbulnya bercak berbentuk sempit dan memanjang dengan posisi sejajar dengan tulang daun. Bercak tersebut berukuran panjang kurang lebih 5 mm dan lebar 1-1,5 mm. Bercak tersebut berwarna coklat kemerahan (Gambar 4).


(23)

Gambar 4. Gejala penyakit bercak daun cercospora

Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009 )

Cendawan C. oryzae Miyake mampu bertahan dalam jerami atau daun tanaman

yang sakit. Perkembangan penyakit bercak daun cercospora sangat dipengaruhi oleh faktor ketahanan varietas,cuaca dan pemupukan (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009).

2.4.2 Daur Penyakit Bercak Daun Cercospora

Konidium cendawan C. oryzae Miyake dapat disebarkan oleh angin dan infeksi melalui mulut kulit daun. Gejala baru akan tampak pada 30 hari setelah infeksi terjadi. Hal ini menyebabkan lambatnya gejala di lapang, meskipun penyakit ini

dapat menginfeksi daun muda maupun daun tua. Cendawan C. oryzae Miyake

dapat mempertahankan diri dari musim ke musim pada biji-biji dan jerami. Diduga cendawan ini dapat bertahan hidup pada rumput-rumput liar; antara lain


(24)

14

cendawan C. oryzae Miyake dapat menginfeksi lempuyangan (Penicium respens) di India (Semangun, 2004).

2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit

Pada musim kemarau terdapat gejala penyakit yang lebih berat , meskipun korelasi dengan curah hujan dan lamanya penyinaran matahari belum diketahui. Penyaki ini sangat dipengaruhi oleh varietas tanaman padi yang digunakan. Penggunaan varietas yang tahan sangat efektif dalam menekan perkembangan penyakit bercak daun cercospora. Pada varietas yang tahan, bercak yang timbul lebih sempit, lebih pendek dan lebih tua warnanya (Semangun, 2004).

2.5 Senyawa Asam Kloro Bromo Isosianurik

Asam kloro bromo isosianurik merupakan salah satu bahan aktif fungisida dengan cara kerja yang bersifat kontak dan sistemik. Bahan aktif ini merupakan

mikrobiosida yang termasuk dalam kelas bahan kimia triazinetrione (Kegley et al., 2010). Mikrobiosida merupakan bahan beracun yang digunakan untuk

membunuh mikroba seperti bakteri dan cendawan. Asam sianurik awalnya hanya digunakan sebagai senyawa stabilisator pada kolam renang untuk membunuh mikroba yang ada pada kolam renang tersebut seperti cendawan, bakteri dan lumut (Wojtowicz dan Chemcon, 2001).


(25)

Dilaporkan bahwa suatu fungisida yang mengandung 20-50% dari bahan aktif ini dapat mengandalikan cendawan Colletotrichum gloesporiodes (Anonim, 2010).

Selain itu Wibowo (2010) melaporkan bahwa fungisida berbahan aktif asan kloro bromo isosianurik dapat mengendalikan penyakit hawar daun bakteri dan blas pada tanaman padi didaerah Cianjur dan Karawang.


(26)

16

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanaman padi sawah di Desa Wonodadi, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Juni 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Knapscak sprayer, label, alat tulis, meteran, tali rafia, gelas ukur, ember, kaca pembesar, benih padi varietas ciherang dan fungisida dengan bahan aktif asam kloro bromo isosianurik.

3.3 Metode Penelitian

Perlakuan dalam percobaan ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat kelompok berdasarkan lokasi. Perlakuan terdiri dari empat taraf konsentrasi fungisida berbahan aktif asam kloro bromo

isosianurik yaitu kontrol (P0), 0,5 g/L (P1), 1,0 g/L (P2) dan 1,5 g/L (P3). Setiap petak perlakuan berukuran 8m x 10 m, sehingga total luasan petak percobaan adalah 1280 m 2 (80 m2 x 4 perlakuan x 4 ulangan). Penentuan letak petak


(27)

perlakuan dalam satu kelompok ditentukan secara acak dengan metodeundian (Gambar 5).

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan sidik ragam (Anova). Nilai tengah masing-masing perlakuan diuji dengan uji BNT pada taraf nyata 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Varietas padi yang digunakan adalah varietas Ciherang. Penanaman padi

dilakukan dengan menggunakan jarak tanam 25 cm x 25 cm dengan sistem tanam jajar legowo (6:1). Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea dan KCL dengan dosis Urea sebanyak 50 kg/ha dan KCL sebanyak 100 kg/ha (untuk satu kali

U P2U3 P2U3 P3U3 P1U3 P0U3 P1U2 P2U2 P0U2 P3U2 P0U1 P1U1 P3U1

P2U1 P1U4 P3U4 P2U4 P0U4

= Kelompok 1 = Kelompok 2 = Kelompok 3 = Kelompok 4

Gambar 5. Tata letak petak percobaan

P0 = Kontrol P1 = 0,5 g/L P2 = 1,0 g/L P3 = 1,5 g/L U = ulangan


(28)

18

pemupukan). Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali dalam satu musim tanam dengan dosis yang sama. Pengendalian hama dilakukann secara kimiawi sesuai dengan kebutuhan dan pengendalian gulma dilakukan secara manual. Aplikasi fungisida dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada saat 14, 28, dan 42 hari setelah tanam . Aplikasi fungisida dilakukan dengan cara penyemprotan dengan

menggunakan knapsack sprayer. Pembuatan larutan semprot dilakukan dengan cara mencampurkan setiap konsentrasi perlakuan dengan 1 liter air. Volume semprot yang digunakan adalah 350 L/ha.

3.5 Pengamatan

Pengamatan pertama dilakukan pada saat tanaman padi berumur 13 hst (satu hari sebelum dilakukan aplikasi pertama) dan pengamatan selanjutnya dilakukan setiap minggu selama satu musim tanam. Penentuan terok dilakukan secara acak dengan metode undian. Penerokan dilakukan dengan mengamati 10 rumpun yang

ditetapkan secara acak dalam setiap petak percobaan. Unit terok adalah satu rumpun padi yang terdiri dari beberapa individu tanaman padi. Pengamatan pada semua unit terok dilakukan setiap minggu untuk mengetahui intensitas penyakit yang dihitung dengan menggunakan rumus:

 Keterjadian Penyakit

Keterangan : KT = Keterjadian penyakit

= Jumlah rumpun yang terserang

= Jumlah rumpun yang diamati


(29)

 Keparahan Penyakit

Keterangan : KP = Keparahan Penyakit

n = Jumlah rumpun yang terserang dalam setiap kategori

serangan

v = Kategori (skor) serangan

N = Jumlah rumpun yang diamati

Z = Kategori (skor) tertinggi yang digunakan

Skoring penyakit pada tanaman padi ditentukan berdasarkan panduan sistem karakteristik dan evaluasi tanaman padi (diterjemahkan dari Standard Evaluation System (SES) for Rice edisi ke-4, (1996) yaitu:

Tabel 1. Skoring penyakit blas

Kategori (skor) Keterangan

0 Tidak ada gejala penyakit

1 Gejala belum terlihat jelas

2 Gejala <5% dalam satu rumpun

3 Gejala ≥5% - <25% dalam satu rumpun 4 Gejala ≥25% - <50% dalam satu rumpun

5 Gejala ≥50 % dalam satu rumpun

Tabel 2. Skoring penyakit bercak daun cercospora

Kategori (skor) Keterangan

1 Gejala < 1% dalam satu rumpun

3 Gejala 1-5% dalam satu rumpun

5 Gejala 6-25% dalam satu rumpun

7 Gejala 26-50% dalam satu rumpun

9 Gejala 51-100% dalam satu rumpun


(30)

20

Tabel 3. Skoring penyakit hawar pelepah daun

Kategori (skor) keterangan

0 Tidak ada gejala penyakit

1 Gejala < 20% dalam satu rumpun

3 Gejala 20-30% dalam satu rumpun

5 Gejala 31-45% dalam satu rumpun


(31)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Aplikasi fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik efektif menekan intensitas penyakit blas leher dan penyakit hawar pelepah daun, tetapi belum efektif dalam menekan intensitas penyakit blas daun dan penyakit bercak daun cercospora.

2. Aplikasi fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik pada semua taraf konsentrasi (0,5 g/L; 1,0g/L; dan 1,5 g/L) efektif menekan intensitas penyakit blas leher. Akan tetapi hanya taraf konsentrasi 1,0 g/L dan 1,5 g/L yang efektif menekan penyakit hawar pelepah daun pada pertanaman padi varietas Ciherang di Desa Wonodadi, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Lampung.

5.2 Saran

Penelitian mengenai bahan aktif asam kloro bromo isosianurik masih sangat jarang dilakukan sehingga perlu dilakukan penelitian serupa terhadap penyakit lain pada tanaman padi, maupun penyakit lain yang disebabkan oleh cendawan.


(32)

31

PUSTAKA ACUAN

Agrios, N.G. 2005. Plant Pathology- Fifth Edition. Departmen of Plant Pathology. University of Florida. United States of America.

Anonim. 2010. Agent for Preventing and Treating Colletotrichum gloesporiodes

and Preparation MethodeThereof. 18 Mei 2011. IP. com. dalam:

http://ip.com/patfam/en43992598. Diakses tanggal 20 Desember 2012. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Penyakit Padi (Jamur). dalam

http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/penyakit-padi-karena-jamur. diakses pada tanggal 23 Desember 2012.

Dahyar, A.Rugayadan A. K. Parawansah. 2010. Efektivitas bakteri antagonis Corynebacterium sp terhadap penyakit blas (Pyricularia grisea Sacc) pada

tanaman padi. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan

PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian . Kanisius. Yogyakarta. Ekawati S. 2006. Perkembangan penyakit pada tiga sistem budidaya pertanian di

Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Program Studi

Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

International Rice Research Institute (IRRI). 1996. Panduan Sistem Karakterisasi

dan Evaluasi Tanaman Padi. Diterjemahkan dari Standard Evaluation

System (SES) for rice. Penerjemah: T.S Silitonga, I.H. Somantri, A.A.

Daradjat, dan H. Kurniawan. Departemen Pertanian Bogor. ISBN 979-8393-03-1

Kegley, SE, BR. Hill, S. Orme dan A.H. Choi 2010. Bromo chloro isocyanuric

acid– Identification , toxicity, use, water pollution potential, ecological

toxicity and regulatory information. PAN Pesticide Database Chemicals.

Dalam: http:// www.pesticideinfo.org/Detail_. Diakses tanggal 20 Desember 2012.


(33)

Lestari. F dan E. Suryanto. 2012. Efikasi Bacillus thuringiensis terhadap hama ulat daun gaharu Heortia vitessoides. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Kalimantan Selatan.

Prayudi, B. 2008. Pengendalian penyakit blas pada tanaman padi (kasus di lahan

sawah irigasi sri agung, tanjung jabung barat, jambi. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Jambi, Kotabaru. Jambi

Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada

University Press.Yogyakarta.

Tandiabang, J.dan S. Pakki. 2007. Penyakit blas (Pyricularia Grisea) dan strategi pengendaliannya pada tanaman padi. Prosiding Seminar Ilmiah dan

Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel. Sulawesi Selatan Wibowo, B. 2010. Karakteristik penyakit blas dan hawar daun bakteri (HBD) dan

hasil pengujian. Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan

(BBPOPT). Jatisari

Wojtowich, J. A. dan Chemcon. 2001. Cyanuric Acid Tecnology. Journal of the Swimming Poll and Spa Industry Volume 4, Number 2, pages 9-16.


(1)

pemupukan). Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali dalam satu musim tanam dengan dosis yang sama. Pengendalian hama dilakukann secara kimiawi sesuai dengan kebutuhan dan pengendalian gulma dilakukan secara manual. Aplikasi fungisida dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada saat 14, 28, dan 42 hari setelah tanam . Aplikasi fungisida dilakukan dengan cara penyemprotan dengan

menggunakan knapsack sprayer. Pembuatan larutan semprot dilakukan dengan cara mencampurkan setiap konsentrasi perlakuan dengan 1 liter air. Volume semprot yang digunakan adalah 350 L/ha.

3.5 Pengamatan

Pengamatan pertama dilakukan pada saat tanaman padi berumur 13 hst (satu hari sebelum dilakukan aplikasi pertama) dan pengamatan selanjutnya dilakukan setiap minggu selama satu musim tanam. Penentuan terok dilakukan secara acak dengan metode undian. Penerokan dilakukan dengan mengamati 10 rumpun yang

ditetapkan secara acak dalam setiap petak percobaan. Unit terok adalah satu rumpun padi yang terdiri dari beberapa individu tanaman padi. Pengamatan pada semua unit terok dilakukan setiap minggu untuk mengetahui intensitas penyakit yang dihitung dengan menggunakan rumus:

 Keterjadian Penyakit

Keterangan : KT = Keterjadian penyakit

= Jumlah rumpun yang terserang = Jumlah rumpun yang diamati KT = x 100%


(2)

 Keparahan Penyakit

Keterangan : KP = Keparahan Penyakit

n = Jumlah rumpun yang terserang dalam setiap kategori serangan

v = Kategori (skor) serangan N = Jumlah rumpun yang diamati

Z = Kategori (skor) tertinggi yang digunakan

Skoring penyakit pada tanaman padi ditentukan berdasarkan panduan sistem karakteristik dan evaluasi tanaman padi (diterjemahkan dari Standard Evaluation System (SES) for Rice edisi ke-4, (1996) yaitu:

Tabel 1. Skoring penyakit blas

Kategori (skor) Keterangan

0 Tidak ada gejala penyakit

1 Gejala belum terlihat jelas 2 Gejala <5% dalam satu rumpun

3 Gejala ≥5% - <25% dalam satu rumpun

4 Gejala ≥25% - <50% dalam satu rumpun

5 Gejala ≥50 % dalam satu rumpun

Tabel 2. Skoring penyakit bercak daun cercospora Kategori (skor) Keterangan

1 Gejala < 1% dalam satu rumpun 3 Gejala 1-5% dalam satu rumpun

5 Gejala 6-25% dalam satu rumpun

7 Gejala 26-50% dalam satu rumpun 9 Gejala 51-100% dalam satu rumpun


(3)

Tabel 3. Skoring penyakit hawar pelepah daun Kategori (skor) keterangan

0 Tidak ada gejala penyakit

1 Gejala < 20% dalam satu rumpun

3 Gejala 20-30% dalam satu rumpun

5 Gejala 31-45% dalam satu rumpun


(4)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Aplikasi fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik efektif menekan intensitas penyakit blas leher dan penyakit hawar pelepah daun, tetapi belum efektif dalam menekan intensitas penyakit blas daun dan penyakit bercak daun cercospora.

2. Aplikasi fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik pada semua taraf konsentrasi (0,5 g/L; 1,0g/L; dan 1,5 g/L) efektif menekan intensitas penyakit blas leher. Akan tetapi hanya taraf konsentrasi 1,0 g/L dan 1,5 g/L yang efektif menekan penyakit hawar pelepah daun pada pertanaman padi varietas Ciherang di Desa Wonodadi, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Lampung.

5.2 Saran

Penelitian mengenai bahan aktif asam kloro bromo isosianurik masih sangat jarang dilakukan sehingga perlu dilakukan penelitian serupa terhadap penyakit lain pada tanaman padi, maupun penyakit lain yang disebabkan oleh cendawan.


(5)

PUSTAKA ACUAN

Agrios, N.G. 2005. Plant Pathology- Fifth Edition. Departmen of Plant Pathology. University of Florida. United States of America.

Anonim. 2010. Agent for Preventing and Treating Colletotrichum gloesporiodes and Preparation MethodeThereof. 18 Mei 2011. IP. com. dalam:

http://ip.com/patfam/en43992598. Diakses tanggal 20 Desember 2012. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Penyakit Padi (Jamur). dalam

http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/penyakit-padi-karena-jamur. diakses pada tanggal 23 Desember 2012.

Dahyar, A.Rugayadan A. K. Parawansah. 2010. Efektivitas bakteri antagonis Corynebacterium sp terhadap penyakit blas (Pyricularia grisea Sacc) pada tanaman padi. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian . Kanisius. Yogyakarta. Ekawati S. 2006. Perkembangan penyakit pada tiga sistem budidaya pertanian di

Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Program Studi Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

International Rice Research Institute (IRRI). 1996. Panduan Sistem Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi. Diterjemahkan dari Standard Evaluation System (SES) for rice. Penerjemah: T.S Silitonga, I.H. Somantri, A.A. Daradjat, dan H. Kurniawan. Departemen Pertanian Bogor. ISBN 979-8393-03-1

Kegley, SE, BR. Hill, S. Orme dan A.H. Choi 2010. Bromo chloro isocyanuric acid– Identification , toxicity, use, water pollution potential, ecological toxicity and regulatory information. PAN Pesticide Database Chemicals. Dalam: http:// www.pesticideinfo.org/Detail_. Diakses tanggal 20 Desember 2012.


(6)

Lestari. F dan E. Suryanto. 2012. Efikasi Bacillus thuringiensisterhadap hama ulat daun gaharuHeortia vitessoides. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Kalimantan Selatan.

Prayudi, B. 2008. Pengendalian penyakit blas pada tanaman padi (kasus di lahan sawah irigasi sri agung, tanjung jabung barat, jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, Kotabaru. Jambi

Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Tandiabang, J.dan S. Pakki. 2007. Penyakit blas (Pyricularia Grisea) dan strategi pengendaliannya pada tanaman padi. Prosiding Seminar Ilmiah dan

Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel. Sulawesi Selatan Wibowo, B. 2010. Karakteristik penyakit blas dan hawar daun bakteri (HBD) dan

hasil pengujian. Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT). Jatisari

Wojtowich, J. A. dan Chemcon. 2001. Cyanuric Acid Tecnology. Journal of the Swimming Poll and Spa Industry Volume 4, Number 2, pages 9-16.