Analisis Fungsi Agama Sebagai Pengikat Solidaritas Sosial Pemuda Gereja

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanuddin. 2003. Sosiologi Agama. Padang: Andalas University Press Arifin, Syamsul. 2009. Studi Agama Perspektif Sosial dan Isu-isu Kontemporer.

Malang: UMM Press

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Batubara, Vanny Virgita. 2014. Solidaritas Sosial Dalam Komunitas Punk ( Study

Deskriptif Pada Komunitas Punk Simpang Aksara Medan). Fakultas Ilmu

Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara: Vanny Virgita Batubara Departemen Sosiologi NIM: 080901031

Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian kuantitatif. Surabaya: Kencana Prenada Media Group

Deliarnov. 2011. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Rajawali press Ishomuddin. 2002. Pengantar Sosiologi Agama. Malang: Ghalia Indonesia

Murdiyatmoko, Janu. 2007. Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat. Jakarta: PT. Grafindo Media Pratama

Nasution, Zulkarnain. 2009. Solidaritas Sosial dan Partisipasi Masyarakat Desa

Transisi. Malang: UMM Press

Ritzer, George.2007. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Suyanto Bagong dan J. DwiNarwoko. 2007. Sosiologi Teks Pengantar dan

Terapan. Surabaya: Universitas Airlangga

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi ( edisi revisi ). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia


(2)

Soeloeman, Dr.M. Munandar. 2006. Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu

Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama

Sumber dari Internet

diakses pada hari Senin, 7 April 2014 pukul 21.18)

(http://books.google.co.id/books?id=_rXrAAAAMAAJ&q=ciri-

ciri+hukum+represif&dq=ciri-ciri+hukum+represif&hl=id&sa=X&ei=Yj_-U-

ndHpDp8AWNuoKwCQ&ved=0CB4Q6AEwAA, diakses pada Rabu, 16 Juli 2014, pukul 10.11WIB)


(3)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan metode penelitian survei. Adapun penelitian survei adalah penelitian yang menggunakan sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data pokok (Singarimbun, 2008:3). Dengan menggunakan kuesioner, peneliti akan memperoleh data mengenai fungsi agama sebagai pengikat solidaritas pemuda gereja GKPS Huta Rih.

3.2. Lokasi Penelitian

Ada pun tempat yang dijadikan sebagai lokasi penelitian pada penelitian ini adalah gereja GKPS Huta Rih resort Merek Raya, tepatnya kabupaten Simalungun. Adapun alasan penulis untuk memilih lokasi tersebut yaitu: GKPS Huta Rih resort Merek Raya merupakan gereja di daerah tempat tinggal penulis, sehingga lebih memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian.


(4)

3.3 Populasi dan sampel 3.3.1 populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek ini dapat menjadi sumber data penelitian (Bungin, 2009: 99-100).

Menurut Sugiyono (2008: 115) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah pemuda Gereja Kristen Protestan Simalungun, Resort Merek Raya yaitu sejumlah 43 orang.

3.3.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2004: 73), pengertian sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Proses penarikan sampel dari penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling karena adanya keterbatasan waktu dan dana. Purposive sampling yaitu peneliti menseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat oleh peneliti. Sampling dilakuan dengan cara mengambil subjek, bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas tujuan tertentu. Dalam penelitian ini populasi berjumlah 43 orang, maka peneliti menentukan jumlah sampel yang diambil adalah 50% dari jumlah populasi dengan perhitungan sebagai berikut:


(5)

Sampel = 50% X 43

= 22 orang

3.4 Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan-permasalahan yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, yang dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dari objek penelitian. Adapun data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner. Kuesioner merupakan alat yang dugunakan peneliti berupa daftar pertanyaan yang akan dijawab responden. Adapun yang menjadi fokus pertanyaan dalam kuesioner ini adalah untuk mencari tahu bagaimana agama berperan sebagai pengikat solidaritas sosial pemuda gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu semua data yang didapatkan secara tidak langsung dari objek peneliti, yaitu dapat diperoleh dari penelitian terdahulu, dapat juga dengan mengambil data dari buku-buku, majalah, jurnal atau internet dan bentuk tulisanlainnya yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.


(6)

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data berkaitan dengan metode pengumpulan data, yaitu data primer dan data sekunder. Dalam pengolahan dan menganalisis data yang telah diperoleh, peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik statistik deskriptif. Analisis data seperti ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan gejala sosial apa adanya tanpa melihat hubungan-hubungan yang ada (Bungin, 2009: 171). Pengolahan data ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dan kemudian data akan dideskripsikan dengan teknik distribusi frekuensi.

Setelah data dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka dilakukan reduksi data dengan cara abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman yang terperinci mengenai hasil yang diperoleh. Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan yang dikategorisasikan, setelah itu dianalisis menggunakan dengan pendekatan kuantitatif.


(7)

3.6 Jadwal Pelaksanaan

No. Jadwal Kegiatan

Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 Acc Judul √

3 Penyusunan Proposal

Penelitian

4 Seminar Proposal Penelitian √ 5 Revisi Proposal Penelitian √ √

6 Operasional Penelitian √ √ √

7 Pengumpulan dan Analisis Data

√ √ √

8 Bimbingan Skripsi √ √ √

9 Penulisan Laporan Penelitian √ √


(8)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Desa Huta Rih

Secara geografis desa Huta Rih berbatasn langsung dengan desa Sinondang utara, desa Merek Raya di sebelah selatan, desa bahbulawan di sebelah Barat dan desa Dame Raya di sebelah Timur. Huta Rih merupakan bagian dari kecamatan Raya yang berada di kabupaten simalungun yang memiliki luas sekitar ± 2, 08 KM2.

Desa Huta Rih dihuni oleh sebagian besar penduduk suku batak simalungun, hanya sedikit dari suku yang lain seperti suku batak toba dan suku karo. Penduduk di desaHuta Rih pada umumnya menganut agama Kristen, walaupun masih terbagi-bagi yaitu penganut Kristen Protestan, GKII dan hanya sedikit yang beragama islam.

Penduduk desa Huta Rih pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan mengolah lahan pertanian sendiri dan hanya sedikit yang memiliki mata pencaharian sebagai guru dan wiraswasta.

4.1.2 Sejarah dan Perkembangan Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih

Penelitian ini dilakukan di gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Huta Rih resort Merek Raya Kabupaten Simalungun. GKPS Huta Rih berdiri pada tanggal 04 Januari 1968. Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih terbagi


(9)

menjadi dua sektor yaitu sektor satu di desa huta rih dan sektor dua di desa parmahanan. Gereja Kristen Protestan simalungun Huta Rih mengadakan pembangunan fisik pada tahun 2011.

Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih memilki jemaat sebanyak 230 jemaat yang terbagi menjadi empat seksi yaitu seksi Bapa, seksi Wanita, seksi Pemuda dan seksi Sekolah minggu. Stuktur organisasi Gereja Kristen Protestan Simalungun terdiri dari Pendeta Resort, pengantar jemaat, sekretaris jemaat, bendahara jemaat, bendahara pembangunan gereja, sintua dan syamas dan ketua seksi.

Seksi pemuda Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih berdiri pada 26 Desember tahun 1971, yaitu bertepatan pada ulang tahun pemuda GKPS yang ke 17.

Jemaat gereja di GKPS Huta Rih pada umumnya menjadi anggota seksi pemuda pada umur 17 tahun (sekitar kelas dua SMA), hal ini di karenakan di GKPS Huta Rih tidak ada seksi remaja setelah dari seksi sekolah minggu langsung masuk menjadi anggota seksi pemuda (naposo). Angota seksi pemuda GKPS Huta Rih pada saat ini berjumlah 43 orang yang mana 12 orang memiliki posisi sebagai pengurus dan 31 orang sebagai anggota.

Struktur organisasi pemuda di GKPS Huta Rih terdiri dari pembimbing pemuda yaitu sintua yang menangani atau bertanggung jawab membimbing pemuda dalam mengerjakan program-program pemuda, ketua pemuda dan wakil ketua pemuda yang mengontrol gerak kerja program pemuda, sekretaris yaitu yang bertanggung jawab membuat laporan dari setiap hasil rapat atau hasil kegiatan yang dilakukan pemuda gereja. Bendahara pemuda yaitu yang


(10)

bertanggungjawab dalam mengelola keuangan pemuda gereja. Selain dari pengurus inti ada juga pengurus seksi antara lain: seksi kerohanian yaitu seksi yang menangani atau mempersiapakan setiap kebaktian untuk pemuda. Seksi peralatan yaitu seksi yang menangani atau mempersiapakan setiap peralatan yang diperlukan pemuda dalam melaksanakan setiap kegiatan. Seksi humas yaitu seksi yang menanggujawabi setiap kegiatan pemuda yang berhubungan dengan kegiatan sosial baik sukacita maupun dukacita. Seksi kebersihan dan olahragayaitu seksi yang menangani kegiatan gotong-royong dan menangani kegiatan olahraga yang akan dilakukan pemuda.

Gambaran kegiatan yang dilakukan anggota pemuda sama dengan kegiatan yang yang terdapat dalam gereja yaitu marturia, koinonia dan diakonia. Dalam bidang Diakonia (melayani) anggota pemuda ikut serta ambil bagian dalam pelayanan atau sebagai pelayan acara dalam kegiatan ibadah. Dalam bidang marturia pemuda ikut serta dalam melakukan kesaksian hidup baik melalui pujian ataupun berbagi pengalaman hidup. Selain itu pemuda juga memberikan apresiasi kepala anak sekolah minggu yang berprestasi serta memotivasi agar tetap semangat. Dalam bidang koinonia pemuda gereja aktif dalam membangun persektuan hal ini terlihat dari kegiatan anggota pemuda tidak hanya fokus pada kegiatan rohani saja, tetapi mereka juga melakukan kegiatan olahraga dan rekreasai pada waktu-waktu tertentu untuk mempererat persektuan mereka.


(11)

4.2 TEMUAN DATA DAN ANALISIS DATA 4.2.1 Identitas Responden

Identitas responden akan dikategorikan berdasarkan umur, pekerjaan, lama menjadi anggota pemuda, posisi pemuda, dan pendidikan terakhir. Adapun persentase jumlah responden berdasarkan kategorisasi tersebut akan dipaparkan dalam penjelasan di bawah ini.

4.2.1.1 Identitas Responden Berdasarkan Umur

Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah pemuda yang menjadi anggota gereja GKPS Huta Rih. Tabel berikut ini akan memperlihatkan persentase jumlah responden berdasarkan usianya.

Tabel 4.1

Komposisi responden berdasarkan umur

No Umur Jumlah Persentase (%)

1 17-21 tahun 15 68.1

2 22-25 tahun 5 22.8

3 26-30 tahun 2 9.1

Total 22 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden dalam penelitian ini mayoritas yang berumur antara tujuh belas tahun sampai dua puluh dua tahun dengan persentase sebasar 68,1 persen.


(12)

4.2.1.2 Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan

Bekerja atau tidaknya seseorang sangat mempengaruhi bagaimana sikapnya dalam menghadapi berbagai permasalahan. Dalam penelitian ini peneliti memandang bahwa akan ada perbedaan pandangan terhadap terciptanya solidaritas antara pemuda gereja. Hal ini mengingat pekerjaan mempengaruhi sudut pandang seseorang terhadap solidaritas yang ada di pemuda gereja. Adapun persentase responden dalam penelitian ini berdasarkan pekerjaannya akan ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel 4. 2

Komposisi responden berdasarkan pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1 Siswa/ mahasiswa 8 36.4

2 Petani 5 22.7

3 Guru 1 4.5

4 Wiraswasta 6 27.3

5 Lain-lain 2 9.1

Jumlah 22 100

Berdasarkan tabel di atas, jumlah reponden yang bekerja sebagai mahasiswa lebih banyak dibandingkan jenis pekerjaan yang lain. Adapun persentase responden yang bekerja sebagai mahasiswa yaitu sebesar 36,4 %. Hal ini dikarenakan mahasiswa diyakini dapat memberikan kontribusi lebih bagi solidaritas pemuda. Meskipun begitu responden dengan pekerjaan lain juga memberikan kontribusi terhadap solidaritas pemuda terlihat dari tabel diatas.


(13)

4.2.1.3 Identitas responden berdasarkan posisi pemuda di gereja

Posisi pemuda dalam gereja mempengaruhi kinerja pemuda tersebut daalam gereja. Posisi pengurus cenderung memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi lebih dalam gereja. Penelitian ini memberikan gambaran tentang posisi pemuda dalam gereja. Adapun persentase responden dalam penelitian ini berdasarkan posisi pemuda dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 4. 3

Komposisi responden berdasarkan posisi pemuda di gereja

No Posisi Jumlah Persentase

1. Pengurus 10 45.5

2. Anggota 12 54.5

Jumlah 22 100

Berdasarkan tabel diatas responden yang memiliki posisi sebagai pengurus sebesar 45,5% dan responden yang memiliki posisi sebagai anggota sebesar 54,5%.

4.2.1.4 Identitas responden berdasarkan lama sebagai anggota

Usia produktif bagi seorang pemuda untuk disebut sebagai pemuda minimal berumur 16 tahun. Waktu yang dijalani pemuda selama menjadi pemuda gereja mempengaruhi pola pikir dan pola perilaku pemuda tersebut dalam gereja tersebut. Kontribusi yang diberikan juga tergantung waktu yang dihabiskan selama menjadi pemuda dalam gereja tersebut. Berikut ini yang identitas


(14)

responden berdasarkan lama sebagai anggota pemudadapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 4. 4

Komposisi responden lama sebagai anggota pemuda gereja

No Lama Jumlah Persentase

1-3 tahun 5 22.8

4-7 tahun 14 63.6

>7 tahun 3 13.6

Jumlah 22 100

Berdasarkan tabel diatas lama pemuda menjadi anggota pemuda 1-3 tahun sebanyak 22,8%, 4-7 tahun 63,6% dan >7 tahun sebanyak 13,6%.

4.2.1.5 Identitas responden berdasarkan pendidikan terakhir

Pendidikan yang diperoleh seseorang mempengaruhi bagaimana pola piker dan pola prilaku yang dilakukan di masyarakat. Pendidikan yang diperoleh akan memberikan kontribusi yang mendorong lebih baik atau lebih buruknya solidaritas yang tercipta di lingkungan gereja. Adapun persentase responden dalam penelitian ini berdasarkan pendidikan terakhirnya akan ditunjukan pada tabel berikut

Table 4. 5

Komposisi responden berdasarkan pendidikan terakhir

No Pendidikan Jumlah persentase (%)


(15)

2 SMP/ sederajat 6 27.3

3 SMA/ sederajat 13 59.1

4 S1/ sederajat 3 13.6

Jumlah 22 100

Berdasarkan tabel diatas responden yang memiliki pendidikan terakhir sekolah menengah atas (SMA) memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki pendidikan terakhir yang lain. Hal ini dikarenakan banyaknya responden yang masih berada dalam jenjang perkuliahan. Melihat hal ini maka yang menjadi mayoritas anggota pemuda gerja yang aktif adalah pemuda yang masih menjalani masa perkuliahan.

4.2.2 AGAMA DAN PERAN AKTIF PEMUDA DALAM KEGIATAN GEREJA

Pemuda gereja merupakan sekelompok anak muda yang mengikuti atau terlibat dalam kegiatan yang berlangsung dalam gereja. Dalam gereja GKPS pemuda di kenal dengan sebutan (naposo = yang muda). Pemuda memiliki peranan penting dalam perkembangan suatu gereja hal ini dikarenakan pemuda gereja merupakan salah satu komponen yang paling produktif sehingga pemuda dinamakan generasi penerus gereja. Selain sebagai komponen yang paling produktif pemuda juga komponen yang paling rentan terhadap godaan. Hal ini dikarenakan pemuda yang masih dalam masa proses pencarian jati diri dan belum memiliki pendirian yang tetap.

Di gereja GKPS Huta Rih pemuda ikut berperan dalam mengambil bagian dalam pelaksanaan kegiatan yang diadakan oleh gereja. Aktif atau tidak nya


(16)

seorang pemuda dalam gereja terlihat dari seberapa sering dan seberapa besar intensitas yang dilalui dalam mengikuti kegiatan gereja. Mengenai informasi tentang sering atau tidaknya seorang pemuda mengikuti kegiatan pemuda gereja terlihat dari tabel dibawah. Komposisi responden yang menyatakan selalu mengikuti kegiatan gereja sebesar 59,1 % dan yang menyatakan tidak selalu mengikuti sebesar 40,9%. Tabel berikut akan menunjukan komposisi responden berdasarkan intensitas dalam mengikuti kegiatan gereja.

Tabel 4. 6

Komposisi responden yang selalu mengikuti kegiatan pemuda gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Ya 13 59.1

2 Tidak 9 40.9

Jumlah 22 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diliahat bahwa dari dua puluh dua responden yang ditanyakan mengenai selalu mengikuti kegiatan pemuda gereja sebanyak 13 orang atau 59.1%, sedangkan yang menyatakan tidak selalu mengikuti kegiatan pemuda gereja sebanyak 9 orang atau 40.9%.

Pemuda yang selalu mengikuti kegiatan pemuda gereja juga mengetahui tentang semuakegiatan lain yang dilaksanakan oleh gereja. Pengetahuan tentang semua kegiatan gereja yang diperoleh oleh pemuda diharapkan memberikan gambaran bagaimana pengembangan gereja dilakukan oleh pemuda. Mengenai banyaknya jumlah responden yang mengetahui tentang banyak atau sedikitnya pengetahuan seorang pemuda tentang semua kegiatan gereja terlihat dari tabel dibawah. Komposisi responden yang mengetahui semua kegiatan gereja sebesar 72,2% dan yang tidak mengetahui semua kegiatan gereja sebesar 27,3%. Tabel


(17)

berikut akan menunjukan komposisi responden berdasarkan pengetahuan tentang semua kegiatan gereja.

Tabel 4. 7

Komposisi responden yang mengetahui semua tentang kegiatan pemuda gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Ya 16 72.7

2 Tidak 6 27.3

Jumlah 22 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari dua puluh dua responden yang ditanyakan mengenai pengetahuan akan informasi kegiatan gereja yang mengetahui semua kegiatan gereja sebesar 72,2% dan yang tidak mengetahui semua kegiatan gereja sebesar 27,3%.

Ketika pemuda gereja mengikutidan mengetahui segala sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh gereja maka diperlukan pengenalan akan pemuda gereja yang lain. Pengenalan yang baik antar pemuda akan memunculkan interaksi yang baik antar pemuda tersebut. Kontribusi yang diharapakan dari pengenalan yang terjadi antar pemuda mampu mendorong pengembangan dan kemajuan bagi gereja.

Pola interaksi yang terjadi antar pemuda dapat diperoleh dari kehidupan sehari-hari baik ketika berbicara satu dengan yang lain maupun ketika mengikuti kegiatan bersama. Mengenai banyaknya jumlah responden yang mengenal maupun tidak mengenal seluruh anggota pemuda yang lain dalam gereja terlihat dari tabel dibawah. Komposisi responden yang mengenal seluruh anggota pemuda


(18)

gereja sebesar 86,4% dan yang tidak mengenal semua anggota pemuda gereja sebesar 13,6%. Tabel berikut akan menunjukan komposisi responden berdasarkan kenal atau tidaknya seluruh anggota pemuda yang lain dalam gereja.

Tabel 4. 8

Komposisis responden yang mengenal seluruh anggota pemuda gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Ya 19 86.4

2 Tidak 3 13.6

Jumlah 22 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari dua puluh dua responden yang ditanyakan mengenai kenal atau tidaknya seluruh anggota pemuda gereja sebesar 86,4% dan yang tidak mengenal seluruh anggota pemuda gereja sebesar 13,6%. Hal ini menggambarkan bahwa antar pemuda gereja telah mengenal baik sau sama lain secara umum.

Peran aktif seorang pemuda dalam gereja membutuhkan kesiapan mental dan pribadi seseorang. Kesiapan mental dan pribadi seseorang tidak terlepas dari banyaknya jumlah waktu yang dihabiskan dalam mengikuti semua kegiatan dalam gereja. Waktu yang diberikan oleh pemuda dalam mengikuti semua kegitan gereja berbeda antara ssatu pemuda dengan pemuda yang lain. Hal ini disebabkanperbedaan kepentingan yang dimilki oleh setiap pemuda gereja. Komposisi waktu yang dihabiskan responden dalam mengikuti kegiatan gereja berkisar antara 1-3 jam, 3-5 jam dan5-7 jam. Tabel berikut akan menunjukan komposisi waktu yang dihabiskan responden dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja dalam seminggu.


(19)

Tabel 4. 9

Komposisi waktu yang dihabiskan responden dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 1-3 jam 14 63.6

2 3-5 jam 3 13.7

3 5-7 jam 5 22.7

Jumlah 22

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat komposisi waktu yang dihabiskan pemuda gereja dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja dalam seminggu. Adapun komposisi waktu yang dihabiskan pemuda gereja dalam mengikuti kegiatan gereja berkisar antara 1-3 jam sebanyak 63,6%, yang berkisar 3-5 jam 13,7%, dan yang berkisar 5-7 jam sebanyak 22,7%.

Sedikit banyaknya waktu yang digunakan oleh pemuda dalam mengikuti semua kegiatan yang dilakukan oleh gereja memiliki maksud dan alasan tertentu tergantung dari pemuda tersebut. Maksud dan alasan yang dimiliki oleh pemuda tersebut tentu mempengaruhi bagaimana perkembangan dan hasil yang diperoleh selama mengikuti kegiatan dalam gereja. Dampak dari perkembangan tersebut akan mempengruhi diri pemuda tersebut maupun masyarakat baik dalam gereja maupun masyarakat di luar gereja. Alasan responden dalam mengikuti kegiatan gereja terdiri atas kemauan sendiri, disuruh orang tua maupun keluarga dan karena alasan mengikuti teman. Tabel berikut akan menunjukkan alasan responden dalam mengikuti kegiatan dalam gereja.


(20)

Tabel 4. 10

Komposisi alasan responden dalam mengikuti kegiatan gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Kemauan sendiri 16 72.7

2 Disuruh orang tua 2 9.1

3 Ikut teman 4 18.2

Jumlah 22 100

Berdasarkan tabel di atas dilihat bahwa alasan responden dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja lebih banyak karena kemauan sendiri dengan persentase sebanyak 72,7%, sedangkan yang ikut teman persentasenya sebesar 18,2% dan yang disuruh orang tua persentasenya sebanyak 9,1%.

Dalam mengikuti semua kegiatan yang dilakukan oleh gereja, pemuda harus mendapat dukungan dari orang yang ada di sekitar pemuda tersebut. Salah satu yang diharapkan memberi dukungan kepada pemuda tersebut adalah keluarga pemuda tersebut. Aktif atau tidaknya pemuda dalam mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh gereja perlu diketahui oleh keluarga pemuda tersebut. Hal ini dimadsudkan member kemudahan bagi pemuda dalam mengikuti semua kegiatan yang dilakukan oleh gereja. Tabel dibawah ini menggambarkan komposisi responden yang diketahui keluarga aktif dalam kegiatan pemuda gereja.

Tabel 4. 11

Komposisi responden yang diketahui keluarga aktif dalam kegiatan pemuda gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)


(21)

2 Tidak 4 18.2

Jumlah 22 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang diketahui keluarga aktif dalam kegiatan pemuda gereja persentasenya sebanyak 81.8%, sedangkan yang tidak diketahui keluarga katif dalam kegiatan pemuda gereja persentasenya sebanyak 18,2%.

Mengenai komposisis responden yang mendapat dukungan dari keluarga dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja persentasenya dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 4. 12

Komposisi responden yang mendapat dukungan dari keluarga dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Ya 20 90.9

2 Tidak 2 9.1

Jumlah 22 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari dua puluh dua responden yang mendapat dukungan dari keluarga dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja sebanyak 90,9%, sedangkan yang tidak mendapat dukungan dari keluarga dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja sebanyak 9,1%. Hal ini menggambarkan bahwa orang tua mendukung pemuda ikut serta dalam kegiatan pemuda.


(22)

4.2.3 BENTUK IMPLEMENTASI SOLIDARITAS SOSIAL PEMUDA DALAM GEREJA

1. Adanya Pembagian Kerja

Dalam kelompok sosial pemuda gereja terdapat pembagian kerja. Pembagian kerja dalam komunitas pemuda gereja berarti setiap individu memiliki kedudukan dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh gereja. Tujuan dari adanya pembagian kerja yang diberikan kepada pemuda gereja adalah meningkatkan soliadritas pemuda karena dengan adanya pembagian kerja yang jelas menjadikan pemuda gereja tergantung satu sama lain dan mau melakukan tugas dan tanggung jawab bersama-sama. Salah satu indikator dari terciptanya solidaritas pemuda dalam gereja adalah dikenalnya pembagian kerja antar pemuda dalam gereja. Ada atau tidaknya pembagian kerja dalam kelompok pemuda gereja mempengaruhi kinerja pemuda tersebut dalam gereja. Persentase pembagian kerja antar pemuda gereja dapat dilihat dalam tabel di bawah.

Tabel 4. 13

Komposisi pembagian kerja antar pemuda gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Ya 20 90.9

2 Tidak 2 9.1

Jumlah 22 100

Dari tabel diatas dari dua puluh dua responden yang menyatakan adanya pembagiankerja antar pemuda gereja sebanyak 90,9%, sedangkan yang menjawab tidak ada pembagian kerja sebanyak 9,1%.


(23)

Pembagian kerja yang terbentuk oleh pemuda gereja akan memberikan kejelasan tentang apa yang harus dilakukan dan yang tidak harus dilakukan oleh pemuda gereja sebagai bagian dari gereja secara luas. Pembagian kerja yang terbentuk akan menentukan sejauh mana perkembangan dan kemajuan gereja yang diperoleh untuk periode tertentu. Penentuan pembagian kerja menjadi agenda penting dalam kegiatan pemuda. Cara yang digunakan untuk menentukan pembagian kerja bergantung kepada kesepakatn komponen gereja baik secara voting, perintah pendeta maupun inisiatif sendiri. Penentuan pembagian kerja ini akan mempengaruhi pemuda dalam menjalankan tugasnya sebagai pemuda dalam gereja dan juga akan mempengaruhi solidaritas pemuda tersebut. Persentase cara pembagian kerja pemuda gereja dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 4. 14

Cara pembagian kerja dilakukan

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Voting 15 68.2

2 Perintah pendeta 1 4.5

3 Inisiatif sendiri 6 27.3

Jumlah 22 100

Dari tabel diatas dapat dilihat mayoritas melalui voting cara pebagian kerja yang dilakukan. Adapun persentase dari pertanyaan ini 68,2% melalui cara voting, 27,3% inisiatif sendiri dan 4,5% perintah pendeta. Pembagian kerja yang dilaksanakan secara voting lebih dominan dilakukan, hal ini dikarenakan adanya kebebasan berpendapat di dalam gereja.


(24)

Pembagian kerja secara voting menjadi cara yang paling banyak dilakukan untuk menentukan tugas dan tanggung jawab pemuda dalam gereja. Pembagian kerja secara voting menjelaskan bahwa pembagian kerja yang dilakukan pemuda gereja sudah jelas dan memberikan manfaat yang baikbagi perkembangan gereja. Persentase responden mengenai kejelasa pembagian kerja yang dilakukan antar pemuda gereja dapat dilihat padatabel di bawah.

Tabel 4. 15

Komposisi responden mengenai kejelasan pembagian kerja yang dilakukan antar pemuda gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Ya 13 59.1

2 Tidak 9 40.9

Jumlah 22 100

Dari tabel diatas dapat dilihat dari dua puluh dua responden yang ditanyakan mengenai kejelasan tentang pembagian kerja sebesar 59,1% yang menjawab sudah jelas dan 40.9% yang menjawab tidak jelas.

Berdasarkan tabel-tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pemuda Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih sudah memiliki pembagian kerja yang jelas. Cara penentuan pembagian kerja yang paling banyak dilakukan adalah melalui voting, hal ini dikarenakan adanya kebebasan dalam mengeluarkan pendapat masing-masing individu yang ada dalam gereja. Pembagian kerja yang terbentuk akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan di Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih.


(25)

2. Adanya Kesadaran Kolektif

Kesadaran kolektif yang tercipta oleh pemuda di gereja terbentuk ketika pemuda tersebut memiliki rasa kepercayaan dan perasaan bersama antar pemuda gereja. Dalam pemuda gereja Kristen protestan simalungun Huta Rih terdapat kesadaran kolektif yang terbangun karena adanya rasa kepercayaan dan rasa saling memiliki antar pemuda.

Kesadaran kolektif akan terlihat dari pemuda ketika melaksanakan sebuah kegiatan. Dalam melaksanakan sebuah kegiatan dalam gereja, pemuda gereja akan sering berhubungan dengan pemuda lain tergantung dari kedudukan dan posisi pemuda tersebut dalam gereja. Intensitas kebersamaan pemuda dalam gereja juga mempengaruhi solidaritas dalam gereja. Persentase responden yang sering bersama dengan pemuda lainnya di gereja dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 4. 16

Komposisi responden yang sering bersama pemuda lainnya di gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Ya 16 72.7

2 Tidak 6 27.3

Jumlah 22 100

Dari tabel diatas dapat dilihat dari dua puluh dua responden yang sering bersama dengan pemuda lainnya di gereja sebesar 72,7%, sedangkan yang tidak sering bersama dengan pemuda gereja lainnya di gereja sebesar 27,3%.

Kesadaran kolektif pemuda gereja juga dapat terlihat dari tindakannya dalam mengutamakan gereja. Pemuda yang mengutamakan gereja akan membentuk pola pikir yang berkembang dan maju untuk lebih mengutamakan


(26)

gereja. Berdasarkan hasil penelitian solidaritas yang tercipta antar pemuda gereja Kristen protestan Huta Rih telah memberikan implementasi yang positif baik bagi pemuda dalam gereja maupun bagi komponen lain diluar pemuda dalam gereja. Implementasi yang dapat kita lihat pertama sekali adalah terhadap tindakan yang dilakukan oleh pemuda apakah selalu mengutamakan gereja atau tidak mengutamakan gereja. Komposisi responden berdasarkan tindakan yang selalu mengutamakan gereja dapat dilihat dalam tabel di bawah.

Tabel 4. 17

Komposisi kegiatan responden yang selalu mengutamakan gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Ya 13 59.1

2 Tidak 9 40.9

Jumlah 22 100

Dari tabel diatas dapat dilihat dari dua puluh dua responden yang selalu mengutamakan kegiatan gereja sebanyak 59,1% sedangkan yang tidak selalu mengutamakan kegiatan gereja sebanyak 40,9%.

Dari tabel-tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran kolektif dapat dimiliki oleh pemuda dalam dua bentuk pelaksanaan di gereja tersebut. Bentuk kesadaran kolektif yang pertama akan diperoleh ketika pemuda sering bersama pemuda lainnya di gereja. Dan bentuk kesadaran kolektif yang kedua diperoleh ketika pemuda selalu mengutamakan gereja. Kedua hal tersebut menciptakan kesadaran kolektif yang baik sehingga terciptanya kesadaran kolektif yang lebih baik antar komponen gereja.


(27)

3. Hukum Represif Dominan

Hukum represif dominan yang terdapat dikelompok pemuda gereja berlaku ketika konflik maupun masalah dialami oleh antar pemuda dalam gereja. Konflik yang terjadi berhubungan dengan masalah atau pertentangan yang dialami oleh pemuda. Tujuan dari dilaksanakannya hukum represif adalah menciptakan kesatuan misi antar pemuda gereja yang akan mendorong terciptanya solidaritas pemuda gereja. Banyak pola yang terbentuk dalam pelaksanaan hukum represif di gereja baik secara musyawarah, voting, dan membawa ke jalur hukum. Persentase cara yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik dapat dilihat pada tabel di bawah

Tabel 4. 18

Komposisi cara yang dilakukan dalam menyelesaikan konfik

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Musyawarah 22 100

2 Voting - -

3 Membawa ke jalur hukum - -

Jumlah 22 -

Dari tabel diatas dapat dilihat cara yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dalam pemuda melalui musyawarah sebesar 100%. Hal ini dikarenakan penyelesaian yang dilakukan oleh gereja dilakukan secara baik dan tidak membawanya ke jalur hukum. Musyawarah menjadi pemegang tertinggi hukum represif dominan yang diterapkan dalam gereja. Hukum represif dominan dalam bentuk musyawarah menjadi tolak ukur untuk menciptakan tertib sosial


(28)

yang tercipta dalam gereja sehingga menimbulkan keseimbangan disemua komponen gereja.

4. Memiliki Karakteristik Invidual

Dalam komunitas pemuda gereja terdapat karakteristik individualitas yang rendah. Individualitas rendah terjadi karena gereja tidak membeda-bedakan antara satu pemuda dengan pemuda yang lain. Hal ini menjelaskan kesamaan posisi yang dimiliki oleh pemuda. Adapun posisi atau kedudukan yang dimiliki oleh pemuda dalam gereja bukan menunjukkan karakteristik individualis yang tinggi namun menggambarkan struktur organisasi yang bertujuan hanya untuk memudahkan koordinasi antar pemuda di gereja.

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh gereja memberikan makna bersama bagi pemuda dalam gereja tersebut. Makna yang didapat berupa nilai yang dianut dan diterapkan bersama dalam kehidupan masyarakat. Nilai yang diperoleh akan memberikan kontribusi positif terhadap semakin hilangnya rasa individaulis dalam diri pemuda. Persentase nilai yang didapat responden dari kegiatan diikuti dapat dilihatdalamtabel di bawah ini.

Tabel 4. 19

Komposisi nilai yang didapatkan responden dari kegiatan yang diikuti

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Kebersamaan 8 36.4

2 Kebersihan - -

3 Solidaritas 11 50

4 Rasa cinta terhadap gereja 3 13.6


(29)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas menjawab nilai solidaritas yang didapatkan responden dari kegiatan yang dilakukan pemuda gereja yang diikuti responden. Adapun persentase yang didapat dari pertanyaan ini yaitu 50% responden menjawab nilai solidaritas yang didapatkan, 36,4% menjawab nilai kebersamaan dan 13,6% rasa cinta terhadap gereja.

Terciptanya nialai solidaritas yang tinggi menggambarkan rendahnya karakter indidualis yang terbentuk di gereja. Solidaritas menjadi sebuah hal yang wajib dilakukan oleh pemuda gereja dan menghilangkan karakteristik individual yang tinggi. Karakter individual tinggi akan berkurang seiring dengan meningktnya solidaritas yang tercipta dipemuda Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih.

5. Pola Konsensus Secara Normatif

Pemuda gereja Kristen protestan simalungun Huta Rih memiliki pola konsensus yang tercipta dengan baik di gereja. Konensus yang terdapat di gereja terlihat dari adanya kesepakatan-kesepakatan yang diterima oleh pemuda dalam gereja. Kesepakatan yang telah diterima akan mendorong terciptanya integrasi dan hilangnya konflik di gereja. Bentuk kesepakatan yang paling diterima oleh pemuda gereja adalah kesepakatan yang diperoleh dari hasil musyawarah. Persentase pola konsensus yang tercipta di gereja oleh pemuda .

Tabel 4. 20

Komposisi pola konsensus pemuda di gereja.

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Musyawarah 22 100

2 Voting - -


(30)

Jumlah 22 -

Dari tabel diatas dapat dilihat cara yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dalam pemuda melalui musyawarah sebesar 100%. Hal ini dikarenakan konsensus yang banyak disepakati oleh pemuda gereja dilakukan secara musyawarah baik dan tidak membawanya ke jalur hukum. Dengan musyawarah yang dilakukan oleh pemuda gereja maka di gereja Kristen protestan simalungun Huta Rih tercipta integrasi antar pemuda gereja dan hilangnya konflik di gerja.

6. Keterlibatan Badan Kontrol Sosial Dalam Melaksanakan Pengendalian Sosial Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih memiliki aturan-aturan atau nilai yang dianut bersama. Setiap komponen gereja memiliki kewajiban untuk melakukan nilai dan aturan yang telah disepakati bersama. Ketika terdapat penyimpangan terhadap nilai dan norma muncul sebuah badan yang berfungsi sebagai pengendali masalah yang terjadi di gereja. Badan kontrol sosial yang dimiliki oleh gereja Kristen protestan simalungun Huta Rih adalah tokoh yang dianggap sebagai panutan pemuda dalam gereja. Persentase badan kontrol sosial yang terdapat dalam gereja dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 4. 21

Komposisi badan kontrol sosial yang terdapat dalam gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Pendeta 3 13.6

2 Sintua 2 9.1

3 Pembimbing pemuda 17 77.3


(31)

Dari tabel diatas mayoritas yang menjadi badan kontrol sosial dalam gereja adalah pembimbing pemuda. Adapun persentase dari pertanyaan ini adalah 77,3% pembimbing pemuda, 13,6% pendeta dan 9,1% sintua. Tokoh yang berperan sebagai badan kontrol sosial pemuda digereja disebut dengan pembimbing pemuda. Pembimbing pemuda merupakan sintua yang bertanggung jawab dalam mengawasi gerak kerja pelayanan pemuda.

7. Memiliki Sifat Ketergantungan

Sifat ketergantungan yang tercipta dipemuda gereja Kristen protestan Huta Rih terlihat darihubungan yang terjalin antara pemuda gereja dengan individu maupun kelompok diluar gereja. Hubungan ini tercipta karena baik pemuda gereja maupun individu dan kelompok diluar gereja memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Hubungan yang berjalan dengan baik akan berdampak dengan munculnya sikap ketergantungan antar pemuda gereja dengan individu atau kelompok diluar gereja.

Saling ketergantungan pemuda tidak hanya terlihat dalam lingkungan pemuda gereja saja tetapi juga terlihat dari luar lingkungan pemuda gereja. Lingkungan diluar pemuda gereja melibatkan pemuda lain diluar dari komponen gereja. Saling ketergantungan ini terlihat ketika pemuda berinteraksi dengan pemuda diluar gereja. Persentase saling ketergantungan responden dengan pemuda lain diluar gereja dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 4. 22

Komposisi responden yang dekat dengan pemuda lain diluar gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)


(32)

2 Tidak 4 18.2

Jumlah 22 100

Dari tabel diatas dapat dilihat dari dua puluh dua responden yang dekat dengan pemuda lain diluar gereja sebanyak 81,8%, sedangkan responden yang tidak dekat dengan pemuda lain diluar gereja sebanyak 18,2%. Hal itu menjelaskan bahwa saling ketergantungan antar pemuda gereja dengan pihak lain diluar gereja terjalin dengan baik. Hal ini bertujuan untuk saling menutupi kelebihan dan kelemahan masing-masing pihak.

Pemuda gereja yang memiliki hubungan saling ketergantungan dengan pemuda diluar gereja selain untuk saling menutupi kelebihan dan kelemahan masing-masing pihak hubungan saling ketergantungan yang terjalin didasari oleh banyak nilai, termasuk nilai solidaritas sebanyak 63,6%. Persentase nilai yang mendasari responden menjalin hubungan dengan pemuda diluar gereja dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 4. 23

Komposisi nilai yang mendasari responden menjalin hubungan saling ketergantungan dengan pemuda diluar gereja

No Jawaban Jumlah persentase (%)

1 Ingin kenal dengan semua orang 6 27.3

2 Menjalin solidaritas sosial 14 63,6

3 Mencari teman hidup 2 9.1

Jumlah 22 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas nilai menjalin solidaritas sosial yang mendasari responden menjalin hubungan saling ketergantungan


(33)

dengan pemuda diluar pemuda gereja. Adapun persentase dari pertanyaan ini yaitu 63,6% nilai menjalin solidaritas, 27,3% sosial ingin kenal dengan semua orang dan 9,1% nilai mencari teman hidup.

Dari tabel-tabel diatas dapat disimpulkan bahwa saling ketergantungan akan selalu terdapat dalam kehidupan pemuda gereja dengan komponen diluar gereja. Saling ketergantungan ini bertujuan untuk saling melengkapi kelemahan dan kelebihan pemuda gereja dengan pihak diluar gereja. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah menciptakan solidaritas dengan pihak diluar gereja. Solidaritas yang tercipta akan memunculkan sikap ketergantungan antara pemuda gereja dengan pihak diluar gereja.


(34)

BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN

Adapun yang dapat penulis simpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pihak yang paling aktif dalam gereja adalah pemuda yang berperan

sebagai penggerak dan pendorong berkembangnya sebuah gereja.

2. Agama berfungsi sebagai pengikat solidaritas sosial pemuda gereja dalam bentuk solidaritas sosial mekanik yang mana solidaritas sosial mekanik akan menciptakan sebuah ikatan yang lebih kuat dan saling ketergantungan antar pemuda gereja maupun dengan pihak gereja.

3. Implementasi solidaritas sosial pemuda gereja terhadap keberlangsungan aktivitas gereja terlihat dalam banyak hal yaitu: adanya pembagian kerja yang jelas, pemuda memiliki kesadaran kolektif, gereja mampu menciptakan hukum represif dominan, setiap pemuda memiliki karakteristik individualis rendah, gereja memiliki pola konsensus yang baik terhadap peraturan yang ada di gereja, gereja memiliki sebuah badan kontrol sosial yang berfungsi sebagai pengendali sosial dan pemuda gereja memiliki sifat ketergantungan baik antar pemuda maupun dengan pihak yang berada diluar gereja.


(35)

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat penulis berikan terhadap penelitian ini adalah sebagaiberikut:

1. Pemuda gereja diharapkan lebih memberikan kontribusi penuh terhadap perkembangan gereja. Hal ini dimadsudkan karena pemuda sekarang tidak lagi fokus terhadap kegiatan yang dilakukan oleh gereja. Pemuda lebih fokus memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang intinya mengajak pemuda untuk bersenang senang (hedonisme).

2. Pemuda gereja diharapkan memelihara kerjasama yang lebih intens dengan anggota pemuda lain diluar daripada gereja. Hal ini bertujuan untuk menciptakan rasa memiliki antar pemuda diluar gereja dengan demikian maka akan tercipta integrasi dalam kehidupan masyarakat yang dimulai dari kehidupan pemuda gereja.

3. Pengurus gereja diharapkan lebih mengisi dan memperlengkapi pemuda sebagai generasi penerus gereja. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kualitas pemuda yang memiliki integritas dalam bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


(36)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Agama dan Masyarakat

Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga peraturan yang dibuat-Nya betul-betul adil. Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari: aspek keagamaan (religius), kejiwaan (psikologis), kemasyarakatan (sosiologis), hakikat kemanusiaan (human

nature), asal usulnya (antropologis) dan moral (ethics).

Peran lembaga agama di bidang sosial adalah sebagai penentu, agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Peran agama sebagai sosialisasi individu akan tampak secara nyata pada saat individu tumbuh menjadi dewasa. Pada saat itu, individu memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktivitasnya dalam masyarakat dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Pendidikan agama merupakan tanggung jawab dari orangtua untuk mengenalkan, memberikan contoh, dan menanamkan ajaran-ajaran moral kepada anak-anaknya. Agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya.

Peranan sosial agama harus dilihat terutama sebagai sesuatu yang mempersatukan. Dalam pengertian harfiahnya, agama menciptakan suatu ikatan


(37)

bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam masyarakat. Peranan agama di dalam masyarakat sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat dan melestarikan, namun juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai kekuatan mencerai-beraikan, memecah belah dan bahkan dapat menghancurkan.

Dalam pandangan Emile Durkheim agama merupakan suatu sistem kepercayaan beserta prakteknya dalam suatu komunitas moral. Dalam pandangannya agama berasal dari masyarakat itu sendiri. Adapun agama berisi tentang:

a. Sesuatu yang dianggap sakral, melebihi kehidupan duniawi dan menimbulkan kekaguman dan kehormatan.

b. Sekumpulan kepercayaan yang dianggap sakral. c. Pelaksanaan ritual aktivitas keagamaan.

d. Sekumpulan kepercayaan yang ikut dalam ritual yang sama.

Agama dipandang sebagai petunjuk untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh ketidakpastian, ketidakberdayaan dan keterbatasan. Sebagai sebuah lembaga sosial agama merupakan asosiasi yang terorganisir dan terbentuk baik untuk kepentingan masyarkat (Murdiyatmoko, 2007: 46). Sebuah lembaga sosial memiliki fungsi manifest dan fungsi latent tidak terkecuali lembaga agama.


(38)

a. Fungsi Manifest

Fungsi manifest adalah fungsi yang disadari dan biasanya merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh pelaku-pelaku ajaran agama (Ishomuddin, 2002:51).

Fungsi manifes agama meliputi:

a. Doktrin, yaitu pola yang menentukan sifat hubungan antar manusia dengan sesamanya dan manusia dengan Tuhan.

b. Ritual, yaitu aturan-aturan tertentu yang digunakan dalam pelaksanaan agama (yang melambangkan doktrin dan yang meningatkan manusia pada doktrin. c. Seperangkat norma perilaku, yang konsisten dengan doktrin tersebut. Dalam

menjalankan tugas, setiap agama membentuk petugas masing-masing yang memerlukan investasi dan personil yang besar untuk menjelaskan dan membela doktrin serta melaksanakan ritual dan perilaku yang diinginkan dalam suatu pola pemujaan dan penyiaran agama.

b. Fungsi Laten

Fungsi latent adalah fungsi yang tersembunyi yang kurang disadari oleh pelaku-pelaku ajaran agama ( Inshomuddin, 2002: 51). Fungsi laten agama menurut Durkheim dapat meningkatkan integritas masyarakat, baik pada tingkatan mikro maupun makro. Pada tingkat mikro fungsi laten agama ialah Ttuhan menggerakkan dan membantu kita untuk hidup. Melalui komunikasi dengan Tuhannya, umat beragama bukan saja mengetahui kebenaran yang tidak diketahui oleh orang yang tidak beriman, melainkan juga menjadikan manusia lebih kuat karena agama menggerakkan dan memberi semangat hidup.


(39)

Dari segi makro, agama menjalankan fungsi positif karena agama dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang secara berkala menegakkan dan memperkuat perasaann dan ide kolektif yang menjadi ciri dan inti persatuan dan kesatuan. Dengan melalui kegiatan ritual keagamaan yang diselenggaraka secara bersama, kesatuan dan peratuan umat dapat di pupuk dan di bina.

Fungsi latent agama menurut Durkhaim dapat meningkatkan integrasi masyarakat baik pada tingkat makro maupun pada tingkat mikro. Pada tingkat mikro fungsi laten agama ialah untuk menggerakkan dan membantu kita untuk hidup. Dari segi makro fungsi laten agama adalah dapat menentukan kebutuhan masyarakat yang setara berkala dan memperkuat perasaan dan ide kolektif yang menjadi ciri dan inti persatuan dan kesatuan. 07:30 WIB)

Ishomuddin (2002: 54-56), dalam praktiknya fungsi agama dalam masyarakat anatar lain:

1. Fungsi edukatif, ajaran agama memberikn ajaran-ajaran yang harus diapatuhi secara yuridis menyuruh dan melarang sehingga penganut agama dibembing berbuat baik sesuai ajaran agama yang dianut.

2. Fungsi penyelamat, keselamatan yang dimaksud adalah keselamatan dunia dan akhirat. Untuk mencapai keselamatan tersebut agama mengajarkan penganutnya melalui pengenalan yang sakral,berup keimanan kepada Tuhan.

3. Fungsi sebagai pendamaian, melalui agama seseorang yang melakukan kesalahan atau dosa dapat merasakan kedamaian batin melalui penebusan dosa dan pertobatan.


(40)

4. Fungsi sebagai sosial kontrol, ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma sehingga agama berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok.

5. Fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas, penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kasamaan dalam satu-kesatuan iman dan kepercayaan sehingga akan membina rasa solidaritas secara individu maupun kelompok.

6. Fungsi transformatif, ajaran agama dapat megubah kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupanyang baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

7. Fungsi kreatif, ajaran agama memotivasi penganutnya untuk bekerja produktif bukan hanya untuk kepentingan sendiri tetapi juga untuk kepentingan orang lain.

8. Fungsi sublimatif, segala usaha penganutnya yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama bila dilakukan dengan tulus untuk Allah merupakan ibadah.

2. 2 Solidaritas Sosial

Solidaritas adalah kesepakatan bersama, dukungan kepentingan dan tanggung jawab antar individu dalam kelompok, terutama karena diwujudkan dalam tindakan kolektif untuk sesuatu hal. Solidaritas sosial menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama. Adanya pengalaman


(41)

emosional yang sama dalam anggota kelompok merupakan elemen yang membentuk solidaritas sosial.

Konsep solidaritas sosial merupakan konsep sentral Emile Durkheim yang menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat (Lawang, 1994:181). Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka. Ia membedakan antara dua tipe utama solidaritas: solidaritas mekanik dan solidaritas organik.

Solidaritas mekanik merupakan suatu tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaan. Solidaritas mekanik muncul pada masyarakat yang masih sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif, ikatan sosial yang dibangun atas kebersamaan, kepercayaan dan adat bersama yang didasarkan pada homogenitas yang tinggi. Serta belum mengenal adanya pembagian kerja diantara para anggota kelompok Pada masyarakat seperti ini belum terdapat pembagian kerja yang berarti : apa yang dapat dilakukan oleh seorang anggota masyarakat biasanya dapat dilakukan pula oleh orang lain. Dengan demikian tidak terdapat saling ketergantungan antara kelompok yang berbeda, karena masing-masing kelompok dapat memenuhi kebutuhanya sendiri dan masing-masing kelompok pun terpisah satu dengan yang lain.


(42)

Doyle Paul Johnson (1994), secara terperinci menegaskan indikator solidaritas sosial, yakni :

a) Adanya Pembagian Kerja

Teori pembagian kerja adalah bahwa anggota kelompok tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Pembagian kerja dalam hal ini bukan untuk mengakibatkan disintegrasi masyarakat yang bersangkutan tetapi tetapi justru meningkatkan solidaritas karena menjadikan anggota kelompok saling tergantung.

Indikator pembagian kerja antara: 1. Penempatan individu

Disesuaikan dengan kemampuan, keahlian dan pendidikan individu, hal ini bertujuan untuk memaksimalkan individu dalam melakukan tanggung jawabnya.

2. Beban tanggung jawab

Berkaitan dengan tanggung jawab yang diemban oleh individu. 3. Spesialisasi tanggung jawab

Dilakukan karena individu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing (Anwar Yesmin dan Adang , 2010:31)

b) Adanya Kesadaran Kolektif

Kesadaran kolektif merupakan seluruh rasa kepercayaan dan perasaan bersama antar anggota kelompok. Kesadaran kolektif dibentuk karena adanya rasa seperasaan dan sepenanggungan. Kesadaran kolektif terjadi karena setiap


(43)

anggota di dalamnya merasa bertanggung jawab dan merasa memiliki terhadap segala sesuatu yang ada dalam kelompok tersebut (sense of belonging).

Ciri-ciri kesadaran kolektif dalam masyarakat : 1. Adanya rasa kepercayaan

Dilakukan karena adanya rasa menjadi bagian dari individu lain. 2. Adanya rasa memiliki

Mengakibatkan kesadaran tanggung jawab terhadap individu lain (Nasution 2009:12)

c) Hukum Represif dominan

Secara sederhana hukum represif dapat diartikan sebagai hukum yang mengabdi kepada kekuasaan represif dan kepada tata tertib sosial yang represif. Bentuk dari hukum represif diaplikasikan dalam bentuk kekerasan terhadap individu atau kelompok yang ingin dikuasai. Hukum represif adalah hukum yang di dalam pelaksanaanya tidak banyak memasukkan campur tangan dari masyarakat sehingga hukum yang berkembang tidak disertai perkembangan masyarakat justru mendukung kemajuan dan perkembangan kelompok yang memiliki kekuasaan. pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman.

Ciri-ciri hukum represif dominan:

1. Penguasa cenderung mengidentifikasikan kepentingannya dengan kepentingan masyarakat.


(44)

3. Badan pengawas khusus seperti polisi menjadi pusat kekuasaan yang bebas.

4. Hukum dan otoritas resmi digunakan untuk menegakkan konformitas kebudayaan

(http://books.google.co.id/books?id=_rXrAAAAMAAJ&q=ciri-

ciri+hukum+represif&dq=ciri- ciri+hukum+represif&hl=id&sa=X&ei=Yj_-U-ndHpDp8AWNuoKwCQ&ved=0CB4Q6AEwAA Diakses pada hari Rabu 16 Juni 2014, pukul 10.11WIB) d) Memiliki Karakter Individualitas

Berbicara mengenai karakter individualitas menjelaskan tentang tinggi atau rendahnya sikap dan penilaian serta pemikiran individu ketika berhubungan dengan masyarakat. Karakter individualitas terbentuk tergantung bagaimana penerimaaan masyarakat terhadap pola perilaku individu tersebut.

Ciri Ciri karakter individualitas:

1. Gaya hidup disesuaikan dengan kesempurnaan masyarakat. 2. Memiliki dorongan ke-akuan dan ke-kitaan.

Keakuan mengacu pada pengabdian terhadap diri sendiri dan kekitaan mengacu pada pengabdian terhadap dunia luar (Nasution 2009:12)

e) Memiliki Pola Konsensus Secara Normatif

Konsensus merupakan kesepakatan yang tercipta dalam masyarakat. Dalam hal ini kesepakatan yang dimaksud adalah kesepakatan terhadap peraturan peraturan yang sudah lama ada di masyarakat dan itu sudah disepakati dari awal dalam masyarakat tersebut.


(45)

Ciri-ciri pola konsensus secara normatif : 1. Menciptakan integrasi dalam masyarakat.

2. Konflik dalam masyarakat multikultural menjadi pendukung utama konsensus (Anwar Yesmin dan Adang , 2010:32-33)

f) Adanya keterlibatan badan kontrol sosial dalam melaksanakan pengendalian sosial

Badan kontrol sosial menjadi pemegang kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan dalam masyarakat. Badan kontrol sosial yang dimaksud adalah kelompok masyarakat yang sudah lama ada dan berdiri di masyarakat dalam bentuk organisasi maupun komunitas. Badan kontrol sosial yang ada di masyarakat berfungsi sebagai pengendali di masyarakat. Pemberian hukuman terhadap orang yang menyimpang diberikan oleh badan kontrol sosial tersebut.

Ciri-cirri keterlibatan badan kontrol sosial dalam melaksanakan pengendalian sosial :

1. Hukum sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. 2. Negara sebagai wadah terciptanya hukum tersebut.

3. Masyarakat berfungsi sebagai pencipta nilai dan norma (Anwar Yesmin dan Adang , 2010:32-33)

g) Memiliki sifat ketergantungan

Terjadi karena adanya kelebihan dan kekurangan setiap individu dan kelompok dalam masyarakat. Saling melengkapi kelemahan dan kelebihan masing masing individu mengakibatkan sifat ketergantungan menjadi hal yang wajib berlaku di masyarakat.


(46)

Ciri-ciri sifat ketergantungan :

1. Terjadi pada masyarakat multikultural.

2. Terjadi ketika masyarakat mengalami globalisasi.

3. Berdampak pada empat bidang yaitu ekonomi, sosial budaya, teknologi dan politik.

2.3 Pemuda Dalam Gereja

Pemuda dalam konsep sosiologis merupakan produk dan agen perubahan sosial (agent of change). Naafs dan White (2012:3-4) mengidentifikasikan tiga gagasan utama dalam pemuda yaitu : Pemuda sebagai generasi yaitu pemuda yang berperan sebagai penerus dari keberlanjutan sebuah kelompok masyarakat, Pemuda sebagai transisi yaitu pemuda yang berperan sebagai penggerak perubahan yang terjadi dalam masyarakat, pemuda sebagai pencipta budaya yaitu pemuda dipandang sebagai kelompok yang penting dalam masyarakat sebagai produsen budaya karena dari pemuda kebudayaan mengalami perubahan dari hari ke hari. Pandangan lain mengenai pemuda bisa kita ketahui dari teori Talcott Parson (1942) di mana menurut Talcott Parson pemuda merupakan suatu kategori sosial yang muncul seiring perubahan peran keluarga yang disebabkan oleh perkembangan kapitalisme.

Gereja bukan sekedar organisasi saja tetapi gereja merupakan kumpulan dari anggota gereja yang menyadari bahwa mereka memiliki sistem kepercayaan yang sama. Seksi pemuda merupakan salah satu anggota kelompok dalam gereja. Pemuda merupakan tumpuan harapan bagi orang tua, bangsa dan gereja, sehingga pemuda sering sebagai generasi pewaris penerus cita-cita. Pemuda secara


(47)

psikologis adalah mereka yang masih dalam proses pembentukan kepribadian dan pengembangan pengetahuan. Gereja merupakan salah satu sarana yang digunakan dalam keberlangsungan kegiatan agama Kristen. Pertumbuhan dari suatu gereja dipengaruhi oleh keterlibatan dari anggotanya dalam pelaksanaan pengembangan gereja.

Kegiatan yang dilaksanakan dalam gereja dibagi dalam tiga tugas penting yaitu : bersaksi disebut dengan marturia, melayani yang disebut diakonia, persekutuan disebut dengan koinonia. Adapun tujuan dari ketiga tugas tersebut adalah terciptanya kehidupan gereja yang seimbang di masyarakat. Persekutuan (koinonia) yang tercipta di lembaga agama dijalankan oleh seluruh komponen gereja.

Pemuda memiliki peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan atau pengembangan gereja. Seperti halnya di gereja GKPS Huta Rih pemuda berperan aktif dalam kegiatan gereja. Lembaga agama memiliki peranan dalam membentuk persekutuan antar anggota kelompok gereja termasuk antar pemuda dalam gereja. Hal ini ini ditandai dengan kegiatan-kegiatan yang di lakukan pemuda tidak hanya bersaksi dan melayani tetapi ada juga persekutuan. Kegiatan yang dilakukan oleh pemuda tidak hanya berfokus pada kegiatan keagamaan yang bersifat religius saja, tetapi juga berupaya untuk membangun kesatuan atau membangun hubungan yang baik diantara sesama komponen gereja maupun diluar komponen gereja. Persekutuan pemuda dalam gereja berfungsi dalam membangun solidaritas antar anggota pemuda.

Keterlibatan pemuda sangat mempengaruhi perkembangan dari suatu gereja, hal ini dikarenakan pemuda memiliki sifat yang paling aktif dan paling


(48)

antusias dalam pelaksanaan kegiatan gereja. Seperti halnya di GKPS Huta Rih, pemuda berperan aktif dalam kegiatan gereja. Tidak hanya di ibadah umum tetapi pemuda juga ikut dalam memperlengkapi anak sekolah minggu. Pemuda juga menyelenggarakan kebaktian khusus unutuk pemuda, ikut dalam aktif adalam kegiatan-kegiatan sosial seperti mengunjungi keluarga baik dalam kondisi suka cita maupun duka cita. Pemuda GKPS Huta Rih juga aktif ambil bagian dalam kegiatan kebersihan seperti kegiatan gotong royong dalam membersihkan lingkungan gereja.


(49)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 LATAR BELAKANG

Manusia memiliki dua sisi dalam kehidupannya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain, selanjutnya kehidupan makluk sosial ini disebut dengan zoon

politicon. Dalam hal ini mengandung makna bahwa manusia memiliki

kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam suatu organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas. Aktualisasi manusia sebagai makluk sosial, tercermin dalam kehidupan berkelompok (Deliarnov 2011: 4). Berkelompok dalam kehidupan manusia adalah suatu kebutuhan, bahkan memiliki tujuan yang berbeda bagi setiap individu di dalamnya. Tujuan manusia berkelompok adalah untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya. Apapun bentuk kelompoknya, disadari atau tidak dengan tujuan meningkatkan kebahagiaan hidupnya. Melalui kelompok manusia bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, bahkan bisa dikatakan kebahagiaan dan keberdayaan hidup manusia hanya bisa dipenuhi dengan cara berkelompok. Tanpa berkelompok tujuan hidup manusia yaitu mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan tidak akan bisa tercapai.

Hidup sebagai makluk individu dan kelompok manusia memerlukan sarana dalam pemenuhan kebutuhan dan aktivitasnya. Sebuah sistem dalam pemenuhan kebutuhan individu dan kelompoknya disebut dengan lembaga sosial.


(50)

Lembaga sosial merupakan sebuah sistem yang mencakup norma dan peraturan yang dibuat untuk pemenuhan kebutuhan manusia dan untuk melaksanakan aktivitas manusia. Baik sebagai makluk individu maupun makluk sosial.Secara umum fungsi lembaga sosial adalah digunakan untuk mengatur pergaulan hidup dengan tujaun untuk mencapai suatu tata tertib. Tujuan utama diciptakannya adalah untuk mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus mengatur agar kehidupan sosial warga masyarakat berjalan dengan lancar dan tertib sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Menurut Soejono Soekanto (Murdiyatmoko, 2007: 39-40) lembaga sosial memiliki fungsi antara lain:

a. Memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat bagimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat yang bersangkutan.

b. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan dari perpecahan atau disintegrasi masyarakat.

c. Memberikan pegangan kepada masyakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial artinya sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.

Ada banyak bentuk lembaga sosial yang kita temukan di masyarakat diantaranya lembaga keluarga, lembaga politik, lembaga ekonomi, lembaga agama, lembaga pendidikan dan lembaga lainnya yang ada di masyarakat. Salah satu lembaga yang berpengaruh di masyarakat adalah lembaga agama. Lembaga agama menjadi salah satu lembaga yang penting dan memiliki keterkaitan dengan lembaga lainnya. Agama menjadi salah satu lembaga penting karena agama


(51)

berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya lebih dari perilaku moral. Agama menawarkan suatu pandangan dunia dan jawaban atas berbagai persoalan yang membingungkan manusia. Lembaga agama berupaya untuk menemukan pengaruh sosial dari berbagai macam keyakinan dan menemukan tendensi dari berbagai jenis keyakinan dan kebiasaan agama tertentu yang berkembang dalam kondisi sosial tertentu. Pokok persoalan khusus dalam mempelajari lembaga agama adalah agama itu sendiri dan interaksi yang terjadi dalam agama tersebut.

Agama merupakan institusi penting yang mengatur kehidupan manusia. Menurut Horton dan Hunt (Murdiyatmoko 2007:46) agama adalah sebuah sistem keyakinan dan sarana bagi sekelompok orang untuk menanggapi hal yang mereka rasakan sebagai supranatural dan suci.

Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup : a. Hubungan manusia dengan Tuhan

Hubungan dengan Tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia kepada Tuhannya.

b. Hubungan manusia dengan manusia

Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.

c. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.

Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya


(52)

manusia dapat melanjutkan kehidupannya.

Sebagai sebuah lembaga sosial, agama berarti sistem keyakinan dan praktik keagamaan yang penting dari masyarakat, yang telah dibakukan dan dirumuskan serta dianut secara luas dan dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan dan benar. Asosiasi agama merupakan kelompok orang yang terorganisasi, yang secara bersama-sama menganut keyakinan dan menjalankan praktik suatu agama. Sebagaimana lembaga-lembaga lainnya, agama juga memiliki fungsi atau peran. Peran lembaga agama di bidang sosial adalah sebagai penentu, agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Peran agama sebagai sosialisasi individu akan tampak secara nyata pada saat individu tumbuh menjadi dewasa. Pada saat itu, individu memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktivitasnya dalam masyarakat dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya (Murdiyatmoko, 2007:46-47). Pendidikan agama merupakan tanggung jawab dari orangtua untuk mengenalkan, memberikan contoh, dan menanamkan ajaran-ajaran moral kepada anak-anaknya. Agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya.


(53)

Secara sosiologis bagian yang tidak dapat dipisahkan dari lembaga agama adalah sarana yang digunakan dalam keberlangsungan kehidupan masyarakat adalah bangunan yang digunakan tempat berkumpul masyarakat yang menganut agama tersebut. Salah satu diantaranya adalah gereja. Gereja menjadi komponen penting dari lembaga agama khususnya agama Nasrani. Gereja merupakan salah satu media sosial di bidang agama. Kegiatan yang dilaksanakan dalam gereja dibagi dalam tiga tugas penting yaitu : bersaksi disebut dengan marturia, melayani yang disebut diakonia, persekutuan disebut dengan koinonia. Ketiga hal tersebut dilakukan oleh seluruh komponen gereja secara berkesinambungan. Adapun tujuan dari ketiga tugas tersebut adalah terciptanya kehidupan gereja yang seimbang di masyarakat. Persekutuan (koinonia) adalah gabungan atau kerjasama dari dua individu atau lebih untuk memiliki atau menjalankan suatu kegiatan secara bersama untuk mencapai satu tujuan. Persekutuan (koinonia) yang tercipta di lembaga agama dijalankan oleh seluruh komponen lembaga dalam hal melihat ke gereja. Komponen yang terlibat dalam persekutuan gereja ada anak anak, pemuda dan orang tua. Komponen yang paling produktif dan memberikan kontribusi bagi keberlangsungan gereja adalah pemuda gereja.

Pemuda dalam konsep sosiologis merupakan produk dan agen perubahan sosial (agent of change). Naafs dan White (2012:3-4) mengidentifikasikan tiga gagasan utama dalam pemuda yaitu : Pemuda sebagai generasi yaitu pemuda yang berperan sebagai penerus dari keberlanjutan sebuah kelompok masyarakat, Pemuda sebagai transisi yaitu pemuda yang berperan sebagai penggerak perubahan yang terjadi dalam masyarakat, pemuda sebagai pencipta budaya yaitu pemuda dipandang sebagai kelompok yang penting dalam masyarakat sebagai


(54)

produsen budaya karena dari pemuda kebudayaan mengalami perubahan dari hari ke hari.

Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani berbagai macam – macam harapan, terutama dari generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus, generasi yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, generasi yang mengisi dan melanjutkan estafet pembangunan. Di dalam masyarakat, pemuda merupakan satu identitas yang potensial. Kedudukannya yang strategis sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan bangsanya.

Pemuda gereja merupakan sekelompok anak muda yang mengikuti atau terlibat dalam kegiatan yang berlangsung dalam gereja. Dalam gereja GKPS pemuda di kenal dengan sebutan (naposo = yang muda). Pemuda memiliki peranan penting dalam perkembangan suatu gereja hal ini dikarenakan pemuda gereja merupakan salah satu komponen yang paling produktif sehingga pemuda dinamakan generasi penerus gereja. Selain sebagai komponen yang paling produktif pemuda juga komponen yang paling rentan terhadap godaan. Hal ini dikarenakan pemuda yang masih dalam masa proses pencarian jati diri dan belum memiliki pendirian yang tetap. Elemen-elemen yang ada dalam solidaritas sosial merupakan satu kesatuan yang menunjukkan tingkat solidaritas di dalam suatu masyarakat atau kelompok sosial.Salah satu elemen yang ada dalam solidaritas komunitas pemuda gereja adalah kepercayaan yang di anut.

Di gereja GKPS Huta Rih pemuda ikut berperan dalam mengambil bagian dalam pelaksanaan kegiatan yang diadakan oleh gereja. Pemuda yang dimaksud di sini adalah orang muda yang sudah menerima sidi tetapi belum menikah.


(55)

Kegiatan yang mereka lakukan tidak sebatas hanya kepada kegiatan minggu umum, tetapi ada juga kebaktian khusus untuk pemuda. Kegiatan mereka tidak hanya sebatas kegiatan rohani tetapi ada juga di bidang sosial seperti mengunjungi anggota yang bersuka cita maupun berduka cita. Para pemuda gereja ini juga aktif dalamkegiatan gotong royong dalam membersihkan bangunan dan lingkungan sekitar gereja.

Konsep solidaritas merupakan kepedulian secara bersama kelompok bersama yang menunjuk pada suatu hubungan antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada persamaan moral, kolektif yang sama dan kepercayaan yang dianut serta diperkuat oleh pengalaman emosional (Nasution 2009:9).

Solidaritas dalam ilmu sosial yaitu menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang berdasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Ikatan solidaritas sosial lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu derajat konsensus terhadap prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu. Solidaritas sosial ini terbagi kepada dua bagian : solidaritas mekanik dan solidaritas organik.

Menurut Durkheim solidaritas mekanik didasarkan pada suatu kesadaran kolektif bersama yang menunjuk kepada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama dan rata-rata ada pada masyarakat yang sama dan solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentiment dan sebagainya. Solidaritas organik menurut Durkheim muncul karena pembagian kerja yang bertambah besar. Solidaritas ini didasarkan pada tingkat ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan itu bertambah sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi pembagian pekerjaa, memungkinkan semakin bertabahnya perbedaan dikalangan individu (Nasution 2009:12)

Solidaritas mekanik pada suatu “kesadaran kolektif” bersama, yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen


(56)

bersama yang tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama pula. Karena itu, individualitas tidak berkembang; individualitas itu terus-menerus dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali untuk konformitas. Ciri khas yang penting dari solidartas mekanik adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen dan sebagainya. Homogenitas serupa itu hanya mungkin kalau pembagian kerja sangat minim.

Sebaliknya solidaritas organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar. Solidaritas itu berdasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan itu bertambah sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi dalam pembagian pekerjaan, yang memungkinkan dan juga menggairahkan bertambahnya perbedaan di kalangan individu. Munculnya perbedaan-perbedaan di tingkat individu ini merombak kesadaran kolektif itu, yang pada gilirannya menjadi kurang penting lagi dasar untuk keteraturan sosial dibandingkan dengan saling ketergantungan fungsional yang bertambah antara individu-individu yang memiliki spesialisasi dan secara relatif lebih otonom sifatnya.

Secara sosiologis kuatnya persekutuan dalam salah satu gereja dapat dilihat kuatnya komponen gereja dalam hal ini pemuda dalam pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan gereja yang disebut dengan solidaritas. Berbicara mengenai solidaritas berarti berbicara mengenai sebuah kebersamaan yang terbangun untuk kepentingan bersama. Solidaritas akan mucul dengan sendirinya ketika manusia satu dengan yang lainnya memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Jika dilihat dari sisi solidaritas gereja maka akan tercipta


(57)

komponen pemuda di dalam gereja dan sisi solidaritas komponen pemuda gereja tersebut.

Solidaritas sosial sangat penting dimiliki oleh pemuda dengan pemuda lainnya atau komponen gereja tertentu dengan komponen gereja yang lain karena, dengan adanya solidaritas dapat mewujudkan suatu tujuan yang diharapkan. Solidaritas sosial yang tercipta dalam kelompok pemuda gereja didasari oleh sistem kepercayaan yang dianut. Anggota pemuda memiliki ikatan yang kuat melalui interaksi yang terjadidalam anggota pemuda sehingga memiliki rasa kesetiakawanan dan saling ketergantungan untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana agama berfungsi sebagai pengikat solidaritas pemuda di GKPS Huta Rih dan bagaimana implementasi solidaritas pemuda dalam keberlangsungan aktivitas gereja.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan diatas maka yang menjadi perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana agama berfungsi sebagai pengikat solidaritas pemuda gereja di GKPS Huta Rih?

2. Bagaimana implementasi solidaritas pemuda dalam keberlangsungan aktivitas gereja?


(58)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana agama berfungsi sebagai pengikat solidaritas pemuda gereja di GKPS Huta Rih.

2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi solidaritas pemuda dalam keberlangsungan aktivitas gereja.

1.4 Manfaat penelitian

Setiap penelitin diharapkan mampu memberikan manfaat baik untuk diri sendiri maupun untukorang lain dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Andapaun yang menjadi manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa serta dapat memberikan sumbangsih terhadap ilmu sosiologikhusunya sosiologi agama dan institusi sosial.


(59)

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah. Selain itu diharapkan penelitian ini menambah pengetahuan bagi penulis terkait masalah yang diteliti. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah referensi dan dijadikan rujukan bagi peneliti berikutnya.

1.5. Defenisi Konsep

Pada penelitian karya ilmiah, konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan menfokuskan penelitian agar tidak terlalu melebar dan lari dari dari sasaran utama. Konsep adalah istilah menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide (Iqbal Hasan 2001:17). Defenisi konsep yang diambil dalam penelitian ini adalah:

1. Solidaritas sosial.

Pengertian solidaritas dalam ilmu sosial yaitu menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang berdasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Ikatan solidaritas sosial lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu derajat konsensus terhadap prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu. Menurut Emile Durkheim, solidaritas sosial adalah “kesetiakawanan yang menunjuk pada satu keadaan


(60)

hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama”.

2. Agama.

Agama merupakan salah satu prinsip yang harus dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Agama berasal dari bahas sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu ‘a’yang artinya tidak dan ‘gama’ yang artinya kacau balau. Agama adalah tidak kacau balau. Di Indonesia, istilah agama digunakan untuk menyebut enam agama yang diakui resmi oleh negara, seperti keyakinan yang tidak atau belum diakui secara resmi disebut religi. Agama sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Secara khusus, agama didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi tanggapan terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci. Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat. Karena itu pula agama dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong serta


(61)

pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.

3. Pemuda.

Pemuda adalah golongan manusia-manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan ke arah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pengembangan yang kini telah berlangsung. Secara hukum pemuda adalah manusia yang berumur 15-30 tahun yang di tandai dengan adanya perubahan fisik. Pemuda juga sering disebut dengan sebagai generasi penerus karena identik sebagai sosok individu yang berusia produktif dan mempunyai karakter khas yang spesifik yaitu revolusioner, optimis, berpikiran maju, memiliki moralitas.

4. Pemuda gereja.

Pemuda gereja merupakan sekelompok anak muda yang memiliki atau terlibat dari kegiatan yang berlangsung dalam gereja. Pemuda gereja dari penelitian ini adalah anak muda yang sudah menerima sidi dan belum menikah yang aktif ambil bagian dalam kegiatan yang dilaksanakan gereja. Kegiatan yang biasa dilakukan pemuda gereja seperti kebaktian pemuda, gotong royong menbersihkan lingkungan gereja, menngadakan kunjungan kasih baik sukacita maupun dukacita, ikut serta mengisi acara dalam ibadah kebaktian umum di hari minggu.


(62)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Analisis Fungsi Agama Sebagai Pengikat Solidaritas Pemuda Gereja dengan studi deskriptif di Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih Resort Merek Raya, tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana agama berfungsi sebagai pengikat solidaritas pemuda greja di GKPS Huta Rih dan bagaimana implementasi solidaritas pemuda dalam keberlangsungan aktivitas gereja.

Jenis penelitian yang dingunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan metode survei. Teknik pengumpulan data yang dialakukan dengan penelitian lapangan (menggunakan kuisioner) dan penelitian kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisi tabel tunggal. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota pemuda Gereja Kristen protestan simalungun huta Rih yang berusia 17-30 tahun yang berjumlah 43 orang. Teknik penarikan sampel yang dilakukan adalah random sampling dimana sampling dipilih secara acak sederhana dari populasi yang ada yaitu 22 orang.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa agama berfungsi sebagai pengikat solidaritas pemuda gereja, khususnya di Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih. Solidaritas sosial yang terbentuk dalam pemuda gereja adalah solidaritas sosial mekanik. Implementasi solidaritas sosial pemuda gereja terhadap keberlangsungan aktivitas gereja terlihat dalam banyak hal yaitu: adanya pembagian kerja yang jelas, pemuda memiliki kesadaran kolektif, gereja mampu menciptakan hukum represif dominan, setiap pemuda memiliki karakteristik individualis rendah, gereja memiliki pola konsensus yang baik terhadap peraturan yang ada di gereja, gereja memiliki sebuah badan kontrol sosial yang berfungsi sebagai pengendali sosial dan pemuda gereja memiliki sifat ketergantungan baik antar pemuda maupun dengan pihak yang berada diluar gereja.

Kata Kunci : Solidaritas Pemuda Gereja, Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Huta Rih, Pemuda Gereja GKPS Huta Rih.


(63)

ANALISIS FUNGSI AGAMA SEBAGAI PENGIKAT SOLIDARITAS

SOSIAL PEMUDA GEREJA

(Studi Deskriptif di Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih, Resort Merek Raya)

D I S U S U N OLEH :

Reni My Frida Damanik 080901038

Sosiologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

MEDAN 2014


(1)

ANALISIS FUNGSI AGAMA SEBAGAI PENGIKAT SOLIDARITAS

SOSIAL PEMUDA GEREJA

(Studi Deskriptif di Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih, Resort Merek Raya)

D I S U S U N OLEH :

Reni My Frida Damanik 080901038

Sosiologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK


(2)

i

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Analisis Fungsi Agama Sebagai Pengikat Solidaritas Pemuda Gereja dengan studi deskriptif di Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih Resort Merek Raya, tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana agama berfungsi sebagai pengikat solidaritas pemuda greja di GKPS Huta Rih dan bagaimana implementasi solidaritas pemuda dalam keberlangsungan aktivitas gereja.

Jenis penelitian yang dingunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan metode survei. Teknik pengumpulan data yang dialakukan dengan penelitian lapangan (menggunakan kuisioner) dan penelitian kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisi tabel tunggal. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota pemuda Gereja Kristen protestan simalungun huta Rih yang berusia 17-30 tahun yang berjumlah 43 orang. Teknik penarikan sampel yang dilakukan adalah random sampling dimana sampling dipilih secara acak sederhana dari populasi yang ada yaitu 22 orang.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa agama berfungsi sebagai pengikat solidaritas pemuda gereja, khususnya di Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih. Solidaritas sosial yang terbentuk dalam pemuda gereja adalah solidaritas sosial mekanik. Implementasi solidaritas sosial pemuda gereja terhadap keberlangsungan aktivitas gereja terlihat dalam banyak hal yaitu: adanya pembagian kerja yang jelas, pemuda memiliki kesadaran kolektif, gereja mampu menciptakan hukum represif dominan, setiap pemuda memiliki karakteristik individualis rendah, gereja memiliki pola konsensus yang baik terhadap peraturan yang ada di gereja, gereja memiliki sebuah badan kontrol sosial yang berfungsi sebagai pengendali sosial dan pemuda gereja memiliki sifat ketergantungan baik antar pemuda maupun dengan pihak yang berada diluar gereja.

Kata Kunci : Solidaritas Pemuda Gereja, Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Huta Rih, Pemuda Gereja GKPS Huta Rih.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa penulis ucapkan dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini dengan baik, yang berjudul “ANALISIS FUNGSI AGAMA SEBAGAI PENGIKAT SOLIDARITAS SOSIAL PEMUDA GEREJA”. Skripsi ini ditulis untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian komprehensif untuk mencapai gelar sarjana sosial pada Departemen Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan. Untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa yang akna datang.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara Medan

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Sosiologi

3. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si. selaku dosen pembimbing penulis yang telah bersedia

membimbing dan mencurahkan ilmu dan waktu untuk membimbing penulis dari awal sampai selesainya penulisan skripsi ini

4. Seluruh Dosen ilmu Sosiologi yang telah memberikan ilmu selama penulis

menjalankan studi dan staf Departemen Ilmu Sosiologi

5. Orang tua yang penulis banggakan dalam hidup penulis. Bapak J. Damanik (+) dan

Ibu R.Saragih yang telah membesarkan, mendidik, dan selalu sabar memberikan motivasi, serta memperjuangkan kuliah penulis dengan sepenuh hati yang mencurahkan air mata yang tak pernah berhenti untuk mendoakan penulis. Untuk Saudara-saudara penulis, Kak Ana, Kak Ani, Kak Hetty, Kak Friska, dan Bang Despri. Penulis mengucapkan terima kasih untuk setiap dukungan, teguran, dan


(4)

iii

7. Sahabat-sahabat penulis Evlin, Ibe, Dian. Terima kasih untuk waktu, perjuangan,

dukungan, dan setiap hal yang telah dilewati bersama penulis selama ini. Terlebih Evlin yang memberi banyak sumbangsih pemikiran pada penyelesaian tugas akhir penulis.

8. Saudara-saudara sepelayanan penulis di PD Maranatha dan teman-teman IMAS yang

terus mendukung penulis dalam segala hal dan menjadi motivasi bagi penulis.

9. Seluruh kawan-kawan sosiologi stambuk 2008. Terima kasih untuk kebersamaan yang

boleh kita lewati bersama.

10.Semua yang sudah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini,

penulis ucapkan terima kasih dan semoga sukses yang menyertai kita semua.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2014

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI………..……….i

KATA PENGANTAR………..……...………..ii

DAFTAR ISI………..…………..……….iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….………...……….1

1.2 Perumusan Masalah………..……….…….10

1.3 Tujuan Penelitian………..……….……….10

1.4 Manfaat Penelitian………..……….………...10

1.4.1 Manfaat Teoritis ……….……….………11

1.4.2 Manfaat Praktis……….……….……….11

1.5 Defenisi Konsep……….……….…...11

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Agama dan Masyarakat………….……….………15

2.2 Solidaritas Sosial……….…………...20

2.3 Pemuda Dalam Gereja……….……….…………..26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……….…………..29

3.2 Lokasi Penelitian……….…………...29

3.3 Populasi dan Sampel……….………..30

3.3.1 Populasi………...30

3.3.2 Sampel……….………30

3.4 Teknik Pengumpulan Data……….………31

3.5 Interpretasi Data……….……...……….32

3.6 Jadwal Kegiatan……….……….33

BAB IV DESKRIPSI DAN HASIL INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Desa Huta Rih……….….……..34


(6)

v

4.2.3 Bentuk Implementasi Solidaritas Sosial Pemuda Dalam

Gereja……….……….48 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan……….…………61 5.2 Saran……….…………..62 DAFTAR PUSTAKA