RIBA DAN BUNGA BANK PERSPEKTIF NEO-MODERNIS (STUDI KRITIK PEMIKIRAN FAZLURRAHMAN DAN ABDULLAH SAEED) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I) Strata Satu pada Prodi Muamalat Fakultas Agama Islam

RIBA DAN BUNGA BANK PERSPEKTIF NEO-MODERNIS
(STUDI KRITIK PEMIKIRAN FAZLURRAHMAN DAN ABDULLAH SAEED)

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi Islam (S.E.I) Strata Satu pada Prodi Muamalat Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:
Nur Kholis Majid
20130730308

FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI MUAMALAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

RIBA DAN BUNGA BANK PERSPEKTIF NEO-MODERNIS
(STUDI KRITIK PEMIKIRAN FAZLURRAHMAN DAN ABDULLAH SAEED)

SKRIPSI


Oleh:
Nur Kholis Majid
20130730308

FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI MU’AMALAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

I

II

III

IV

MOTTO


Barangsiapa yang menuntut ilmu dengan
maksud untuk membanggakan diri di
hadapan ulama atau untuk mendebat orangorang bodoh, atau agar dengan ilmunya
tersebut semua manusia memberikan
perhatian kepadanya, maka dia di
neraka.’ (HR. Ibnu Majah)

V

KATA PENGANTAR

Salam silaturrahim kami sampaikan semoga kita senantiasa dalam
lindungan-Nya serta istiqomah menjalankan amal sholeh, Amin. Puja dan puji
syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang melimpahkan rahmat,
hidayah, inayah,dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
laporan ini dengan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I) Strata Satu pada Prodi Muamalat Fakultas
Agama Islam (FAI) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan berkat adanya bantuan dan

bimbingan serta motiasi dari berbagai pihak.Maka pada kesempatan kali ini ,rasa
hormat dan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Prof.Dr. Bambang Cipto, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta (UMY)
2. Dr. Mahli ZainuddinTago, M.Si, selaku Dekan Fakultas Agama Islam
(FAI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
3. Syarief As’ad,S.E.I,M.S.I, selaku Ketua Prodi Ekonomi Perbankan Islam
(EPI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
4. Drs. Muhsin Hariyanto,M.Ag, selaku Dosen Pembimbing Skripsi
5. M. Sobar, S.E.I, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Akademik

VI

6. Seluruh staf, dosen dan karyawan yang telah memberikan waktu untuk
pengurusan administrasi akademik &bimbingan serta konsultasi selama
penyususan skripsi ini.
7. Kedua orang tua dan saudara saudara tercinta yang telah sabar dan ikhlas
memberikan dorongan spritual dan material yang sangat berguna bagi
penulis
8. Seluruh tetangga RT:07 Rw:03 Desa Sidokumpul – Paciran – Lamongan

yang selalu memberikan semangat dalam proses penulisan skripsi ini serta
mendukung penuh pekerjaan RT
9. Sahabat sahabat keluarga besar EPI terutama EPI B angkatan 2013 yang
telah menemani dan membantu menuangkan ide serta fikiran untuk
kesempurnaan penulisaan skripsi ini
10. Sahabat sahabat terdekat Arizal, S.I.P. Dan sekeluarganya. Satria Utama,
MSI dan sekeluarganya. Muhammad Rizal, S.Kom dan sekeluarganya.
Yang telah meluangkan waktunya untuk bertukar pikiran dan wejangan
baik masalah akademik maupun non akademik.
11. Dan pihak –pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis
Penyusunan skripsi yang disusun dan diselesaikan dengan usaha yang
maksimal namun tentu masih banyak kekurangan yang terdapat disana sini .oleh
karena itu, saran,maupun komentar yang ditunjukan semata mata untuk perbaikan
penyusunan laporan pratikum ini sangat penulis harapkan.

VII

DAFTAR ISI
Halaman Judul


I

Halaman Persetujuan II
Halaman PengesahanIII
Halaman Pernyataan KeaslianIV
Motto

V

Kata Pengantar

VI

Daftar isi

VIII

Abstrak

XI


Transliterasi

XII

BAB I: Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................8
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................8
D. Kegunaan Penelitian....................................................................................8
1. Kegunaan Teoritis..................................................................................8
2. Kegunaan Praktis...................................................................................8
BAB II: Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
A. Tinjauan Pustaka..........................................................................................9
B. Kerangka Teori...........................................................................................13
1. Definisi Riba dan Pembagiannya.........................................................13
2. Penafsiran Riba Pada Masa Modern....................................................14
3. Teori Bunga Bank................................................................................17

VIII


4. Maqāshid Syar’iah...............................................................................21
BAB III: Metodologi Penelitian
A. Jenis Penelitian...........................................................................................29
B. Sifat Penelitian...........................................................................................29
C. Pengumpulan Data ....................................................................................30
D. Analisis Data..............................................................................................31
E. Hipotesis.....................................................................................................31
BAB IV: Pembahasan
A. Biografi Fazlur Rahman.............................................................................33
B. Biografi Abdullah Saeed...........................................................................39
C. Riba dan Bunga Bank, PerspektifNeo-Modernis......................................43
1. Riba dalam Al-Qur’an, Perspektif Fazlur Rahman..............................43
2. Riba dalam Al-Qur’an, Perspektif Abdullah Saeed.............................49
3. Riba dalam Sunnah, Perspektif Fazlur Rahman...................................53
4. Riba dalam Sunnah,Perspektif Abdullah Saeed..................................62
5. Peranan Bunga Bank Pada Masa Saat ini Perspektif Neo Modernis...64
a. Fazlur Rahman...............................................................................64
b. Abdullah Saeed..............................................................................65
D. Analisis Kritik Argumentasi Neo-Modernis..............................................70

1. Kritik Riba dalam Wacana Al-Qur’an, Perspektif Fazlur Rahman......70
2. Kritik Riba dalam Wacana Al-Qur’an, Perspektif Abdullah Saeed.....72
3. Kritik Riba dalam Wacana Sunnah, Perspektif Fazlur Rahman..........73

IX

4. Kritik Riba dalam WacanaSunnah, Perspektif Abdullah Saeed.........80
5. Kritik peranan bunga oleh Fazlur Rahman..........................................80
6. Kritik fungsi bunga oleh Abdullah Saeed............................................82
E. Tinjauan dari segi Maqāsid al-Syari’ah.....................................................94
BAB V: Penutup
A. Kesimpulan.............................................................................................. 99
B. Saran-saran...............................................................................................101
C. Rekomendasi............................................................................................103
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran

X

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk memahami konsep riba menurut Kaum
Neo-Modernis, yang diwakili oleh Fazlur Rahman dan Abdullah Saeed. Dengan
membahas secara rinci serta memberikan kritik terhadap pemahaman keduanya
tentang riba dan bunga bank dan menganalisanya dengan maqāsid al-Syari’ah.
Baik dari sudut pandang al-Qur’an, Sunnah, dan fungsi bunga bank di era modern
ini. Penelitian ini merupakan jenis penelitan kepustakaan (library research) yang
sifatnya menerangkan dengan pendekatan kualitatif (explanatoryqualitative),
adapun pengumpulan datanya berupa dokumendasi serta menganalisa dengan
metode deduktif dengan dukungan hipotesis yang ada.
Setelah diteliti dapat disimpulkan, bahwa keduanya sebagai Neo-Modernis
menyatakan bahwa riba dan bunga adalah dua hal yang berbeda. Riba adalah
pelipatgandaan serta penggandaan secara berlebihan sehingga tidak semua bunga
bank yang tidak mempunyai sifat penggandaan tersebut tidak identik dan tidak
dinyatakan sebagai riba. Larangan riba lebih tepat karena faktor ketidakadilan
(ẓulm) atau adanya eksploitasi pada pihak lemah. Dan setelah dianalisa argumen
keduanya, argumen-argumen itu tepat dengan maqāsid al-Syari’ah.Walaupun
demikian penulis tetap memberikan kritik terhadap keduanya seperti yang tertera
dalam pembahasan skripsi.
Kata kunci: Riba, Bunga Bank, Fazlur Rahman, Abdullah Saeed, dan maqāsid alSyari’ah


XI

PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi yang digunakan adalah Sistem Transliterasi ArabLatin
Berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri P&K RI no. 158/1987 dan No.
0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.
I. Konsonan Tunggal
NO

ARAB

LATIN

1

‫ا‬

tidak di lambangkan

2


‫ب‬

b

3

‫ت‬

T

4

‫ث‬



5

‫ج‬

J

6

‫ح‬



7

‫خ‬

kh

8

‫د‬

d

9

‫ذ‬

ż

10

‫ر‬

r

11

‫ز‬

z

12

‫س‬

s

13

‫ش‬

sy

XII

NO

ARAB

LATIN

14

‫ص‬



15

‫ض‬



16

‫ط‬



17

‫ظ‬



18

‫ع‬



19

‫غ‬

g

20

‫ف‬

f

21

‫ق‬

q

22

‫ك‬

k

23

‫ل‬

l

24

‫م‬

m

25

‫ن‬

n

26

‫و‬

w

27

‫ه‬

h

28

‫ء‬

'

29

‫ي‬

y

XIII

II. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap.
Contoh:

◌ّ

=

‫ِﺳﱞﺮ‬

sirrun

III. Vokal pendek
Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u
Contoh:

◌َ

=a

‫ﺐ‬
َ َ‫َﻛﺘ‬

kataba

◌ِ

=i

‫ُﺳﺌِ َﻞ‬

su'ila

◌ُ

=u

‫ﺐ‬
ُ ‫ﻳَ ْﺬ َﻫ‬

yażhabu

IV. Vokal Panjang
A panjang ditulis ā, I panjang ditulis ī, dan U panjang ditulis ū,
masing-masing dengan tanda hubung (-) di atasnya.
Contoh:

َ‫ا‬....



‫ﺎل‬
َ َ‫ﻗ‬

qāla

XIV

‫اِ ْي‬



‫ﻗِْﻴ َﻞ‬

qīla

‫اُْو‬



‫ﻳـَ ُﻘ ْﻮ ُل‬

yaqūlu

V. Vokal Rangkap
Fathah + yā' tanpa dua titik yang dimatikan ditulis ai, ditulis dan fathah +
wāwu mati ditulis au
Contoh:

‫ﻒ‬
َ ‫َﻛْﻴ‬

ditulis

kaifa

‫َﺣ ْﻮ َل‬

ditulis

ḥaula

VI. Diftong
Vokal-Vokal Pendek yang Berurutan dalam satu kata Dipisahkan dengan apostrof
(′)

Contoh:
‫أَأ َ ْﻧﺘ ُ ْﻢ‬

ditulis

a'antum

‫ُﻣ َﺆﻧَﺚ‬

ditulis

mu'annaṡ

XV

VII.Kata Sandang Alif + Lam
1. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis alContoh:

ُ‫اﻟ َﻜ ِﺮْﱘ‬

ditulis

al- karīm

2. Bila diikuti huruf syamsiyyah, huruf 1 diganti dengan huruf syamsiyyah yang
mengikutinya.

Contoh:

ُ‫اﻟ ﱡﺴﻨﱠﺔ‬

ditulis

as-sunnah

VIII. Tā marbūtah di akhir kata
1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap
menjadi bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya.
Contoh:

‫ﺎﻋﺔ‬
َ َ‫َﲨ‬

ditulis

jamā’ah

2. Bila dihidupkan ditulis t,
Contoh:

‫َﻛَﺮ َاﻣﺔُ اﻷ َْوﻟِﻴَ ِﺎء‬

ditulis karāmatul-auliyā′

XVI

IX. Huruf Besar
Penulisan huruf besar disesuaikan dengan EYD
X. Kata dalam Rangkaian Frasa atau Kalimat
1.

Ditulis kata per kata, atau

2.

Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut.

Contoh:

‫َﺷْﻴ ُﺦ ا ِﻹ ْﺳﻼَِم‬

ditulis

Syaikh al-Islām

XVII

atau

Syakhul-Islām

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk memahami konsep riba menurut Kaum
Neo-Modernis, yang diwakili oleh Fazlur Rahman dan Abdullah Saeed. Dengan
membahas secara rinci serta memberikan kritik terhadap pemahaman keduanya
tentang riba dan bunga bank dan menganalisanya dengan maqāsid al-Syari’ah.
Baik dari sudut pandang al-Qur’an, Sunnah, dan fungsi bunga bank di era modern
ini. Penelitian ini merupakan jenis penelitan kepustakaan (library research) yang
sifatnya menerangkan dengan pendekatan kualitatif (explanatory qualitative),
adapun pengumpulan datanya berupa dokumendasi serta menganalisa dengan
metode deduktif dengan dukungan hipotesis yang ada.
Setelah diteliti dapat disimpulkan, bahwa keduanya sebagai Neo-Modernis
menyatakan bahwa riba dan bunga adalah dua hal yang berbeda. Riba adalah
pelipatgandaan serta penggandaan secara berlebihan sehingga tidak semua bunga
bank yang tidak mempunyai sifat penggandaan tersebut tidak identik dan tidak
dinyatakan sebagai riba. Larangan riba lebih tepat karena faktor ketidakadilan
(ẓulm) atau adanya eksploitasi pada pihak lemah. Dan setelah dianalisa argumen
keduanya, argumen-argumen itu tepat dengan maqāsid al-Syari’ah. Walaupun
demikian penulis tetap memberikan kritik terhadap keduanya seperti yang tertera
dalam pembahasan skripsi.
Kata kunci: Riba, Bunga Bank, Fazlur Rahman, Abdullah Saeed, dan maqāsid alSyari’ah

ABSTRACT
This research was conducted to understand the concept of riba according to House
the Neo-Modernists, represented by Fazlur Rahman and Abdullah Saeed. By
discussing in detail as well as providing criticism of both understanding of usury
and interest of the bank and analysing it with maqāsid al-Shari'ah. Both from the
point of view of the Qur’an, the Sunnah, and the function of bank interst in this
modern era. This is type of research study libarary (libarary research) which is
explained with qualitative approaches (qualitative explanatory), as for the
collection of data in the form of decumentation and analyze with deductive
methods with the support of the hypothesis that there is.
After being examined, it ca be concluded that both as a Neo-Modernist declare
that usury and interst are two different things. Usury is multiplying as well as
doabling is execessive so that not all bank interst that does not have the nature of
such doubling is not identical and not not stated as usury. The prohibition of riba
is more appropriate due to injustice (ẓulm) or the existence of exploitation of the
weak. And once analyzed both arguments that exactly with maqāsid al-Shari'ah.
Nevertheless the author still provide criticism against both of them as noted in the
discussion of the thesis.
Keywords: interest, Usury, Fazlur Rahman, Abdullah Saeed, and maqāsid al
Shari'ah

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamīn, artinya: Islam merupakan
Rahmat bagi seluruh alam. Untuk itu Islam memberikan rambu-rambu
kepada umatnya agar senantiasa mematuhi perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya.
Di antara larangan Allah yang tertera dalam Al-Qur’an adalah
melarang memakan dengan cara yang batil, berupa riba. Riba merupakan
penyakit masyarakat dari zaman dahulu hingga sekarang, dikarenakan
sifatnya yang selalu merugikan orang lain dan menindas golongan yang
lemah, perbutan riba ini dikecam oleh banyak pihak, bahkan Allah pun
mengajak perang kepada orang yang melakukan perbuatan ini.
Allah berfirman:

            

     

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu,
kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS Al-Baqarah, 2:
279)
Dan di dalam hadits juga ada ancaman bagi pelaku riba. Misalnya
dalam hadits berikut.

2

ِ ‫ ﺷ‬،‫ وَﻛﺎﺗِﺒﻪ‬،‫ وﻣ ْﺆﻛِﻠَﻪ‬، ‫اﻟﺮ‬
ِ ُ ‫ﺎل ﻟَﻌﻦ رﺳ‬
ِ
،‫ﺎﻫ َﺪﻳِْﻪ‬
َ ُ َ َ ُ ُ َ َِّ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ آﻛِ ُﻞ‬
َ ‫ﻮل ا ﱠ‬
ُ َ َ َ َ َ‫َﻋ ْﻦ َﺟﺎﺑ ٍﺮ ﻗ‬
(‫ ُﻫ ْﻢ َﺳ َﻮاءٌ)رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬:‫ﺎل‬
َ َ‫َوﻗ‬
“Dari sahabat Jabir Radhiya Allah ‘anhu Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengutuk orang yang memakan harta riba (rentenir), yang
memberikan/membayar riba (nasabah), penulis (sekertaris) traansaksi riba
dan dua orang saksi akad riba. Dan Beliau juga bersabda: mereka
semuanya sama” (HR Muslim, No: 2995)
Dan dosa riba sangat berbesar sebagai mana dalam hadits

ِ ُ ‫ﺎل رﺳ‬
ِّ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠﻢ‬
‫اﻟﺮَ َﺳْﺒـﻌُﻮ َن ُﺣﻮً أَﻳْ َﺴ ُﺮَﻫﺎ أَ ْن ﻳـَْﻨ ِﻜ َﺢ‬
َ َ‫َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة ﻗ‬
َ ‫ﻮل ا ﱠ‬
ُ َ َ َ‫ﺎل ﻗ‬
َ
(‫اﻟﱠﺮ ُﺟ ُﻞ أُﱠﻣﻪُ )رواﻩ اﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ‬
Dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Riba itu mempunyai tujuh puluh tingkatan, yang paling ringan
adalah seperti seseorang yang berzina dengan ibunya."(HR Ibnu Majah,
No: 2265)

Namun kita hidup yang di zaman modern mengenal satu bunga,
yang mana bunga ini diperkenalkan dalam dunia perbankan, yaitu bunga
bank. Kalaulah umat Islam mengenal adanya riba dan umat pun
mengetahui akan hukumnya, tetapi yang jadi persoalan adalah Apakah
Bunga Bank termasuk dalam Riba? Di sinilah letak masalahnya, berbagai
pandangan dan polemik telah terjadi atas masalah yang melahirkan antara
pro dan kontra ini. Ada yang mengatakan halal, ada yang mengatakan
haram, ada juga yang mengatakan mutasyabihat.
Di satu pihak, bunga bank terperangkap dalam kriteria riba, tetapi
disisi lain, bank mempunyai fungsi sosial yang besar bahkan, dapat
dikatakan, tanpa bank suatu negara akan hancur.

3

Ketika orang Islam mulai melakukan dengan kontak dengan bank,
ia sudah berada pada tahap perbankan dengan pola modern. Karenanya,
benar bahwa kegiatan perbankan tersebut sebagai persoalan yang baru
dalam kajian keIslaman. Ia tidak pernah dibicarakan dalam buku buku
Fiqh ketika buku buku itu membicarakan Fiqh Muamalah. Ia juga tidak di
bicarakan dalam kitab kitab tafsir lama.1
Maka muncul kajian kajian fiqh modern di bidang mualamah yang
terkait dengan masalah-masalah perbankan dan transaksi-transaksi
keuangan modern sebagai contoh akad Sharaf digunakan untuk money
changer, salam digunakan untuk pertanian dan lain sebagainya.
Bagaimanapun, di masa lampau, riba dengan segala sifat dan
dampaknya sudah dipahami, kendati dalam pengertiannya yang sederhana.
Artinya, berbagai kegiatan ekonomi sudah dapat dikategorikan sebagai
riba atau tidak. Perkembangan ekonomilah kelihatannya yang membentuk
persepsi tertentu dalam masyarakat menyangkut penilian terhadap
kegiatan ekonomi, sehingga kegiatan ekonomi tertentu yang dewasa ini
dipandang baik bahkan dibutuhkan, dipandang terkutuk berdasarkan
pandangan masa lampau karena perbedaan persepsi. Oleh karenanya,
kajian ulang tentang karakter riba yang terkandung dalam Al-Qur’an perlu

Muhammad Zuhri. 1997, Riba Dalam al-Qur’an dan Masalah Perbankan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada), hal. 147

1

4

dilakukan, dengan memperhatikan kondisi ekonomi di masa Rasul dan
konteks pelarangan riba.2
Bila kita kembangkan pemikiran kebelakang sebenarnya hal ini
adalah masalah perbedaan pandangan dalam hal penafsiran, apakah
pemahan ayat riba dalam kontek sekarang menjadi sama sebagaimana
ketika ayat riba turun dalam menanggapi fenomena sosial yang berupa
praktek riba. Dalam menafsirkan ayat ada setengah-setengah, ada yang
memutlakkan dan sebagainya. Dan dalam hal ini penyebab terjadinya
perbedaan dalam memaknai riba dalam ayat ayat tersebut, walaupun dalam
sebuah penafsiran itu berbeda adalah wajar.
Mengenai hal (Riba dan Bunga) ini ada dua golongan saling
berbeda pendapat dan pandangannya, yaitu: Neo Revivalis dan Neo
Modernis.3
Bagi Neo Revivalis, Pandangan kaum Neo-Revivalisme tentang
riba dan bunga bank Pandangan kaum Neo-Revivalis merupakan
pandangan yang dominan dalam perdebatan mutakhir tentang riba seperti
Mawdudi dan Sayyid Qutb yang pemahamannya secara tekstualis dan
lebih mengedepankan aspek legal formal dari ayat rība yang ada dalam alQur’an, bunga bank merupakan tambahan yang dipersyarakatkan (ziyādah
al-masyrūthah)
2

3

menurut

pandangan

ini,

karena

al-Qur’an

telah

Ibid., hal. 7

Menurut Fazlur Rahman ada 4 kategori pembaruan; (i) Revivalisme Pra- Modernis (ii)
Modernisme Klasik (iii) Neo-Revivalisme (iv) dan Neo-Modernisme. Lihat Amal, Taufik Adnan.
1989, Islam dan Tantangan modernis (Bandung: Penerbit Mizan), hal. 94.

5

menyatakan bahwa hanya uang pokok yang diambil, maka tidak ada
pilihan kecuali menafsirkan riba sesuai dengan pernyataan itu. Oleh karena
itu keberadaan ketidak-adilan atau sebaliknya di dalam sebuah transaksi di
dalam sebuah transaksi pinjaman yang tidak relevan. apa pun keadaannya,
pemberi pinjaman tidak mempunyai hak untuk menerima tambahan atas
dan melebihi uang pokok. Meskipun sejumlah Neo-Revivalis terkemuka
seperti Maududi dan Sayyid Quthb telah membahas, dalam batas-batas
tertentu, masalah ketidak-adilan dalam riba, menerpa pada umumnya
menahan diri untuk menyatakan bahwa sesungguhnya ketidak-adilanlah
yang menjadi alasan ’illat’ pengharaman. Menurut Maududi, “pendapat
bahwa ẓulm (ketidak-adilan) adalah alasan mengapa bunga pada pinjaman
tidak diperbolehkan dan karenanya transaksi-transaksi bunga semacam ini
selama tidak mengandung kezaliman adalah boleh, masih perlu
dibuktikan”
Sedangkan bagi Neo Modernis, seperti Fazlur Rahman (1964), Said
Najjar (1989) dan Abd al Mun’im al-Namir (1989), yang pemahamannya
secara

kontekstualis

dan

lebih

mengedepankan

moralitas

dalam

memahami rība sesuai dengan stetemen Al-Qur’an “lā tazlimūna wa lā
tuzlamūn” (kamu tidak menganiaya dan tidak pula kamu teraniaya). Para
pemikir

modernis

juga

mendasarkan

pandangan

mereka

dengan

pandangan ulama klasik, diantaranya Razi, Ibnu Qayyim, dan Ibnu
Taimiyyah. bunga bank merupakan suatu kezaliman (ẓulm). Dengan
merujuk kepada riba pra –Islam, ia mengatakan bahwa dalam kebanyakan

6

kasus si debitur adalah orang melarat yang tidak memiliki pilihan selain
menunggak pembayaran hutang. Alasan inilah, menurut kaum Modernis,
yang membuat pengharaman riba secara berlanjut dalam lingkungan
sosial-ekonomi yang berubah.
Dan juga masalah bunga bank adalah perkara yang memerlukan
adanya

ijtihād

artinya

dalam

memecahkan

masalahkan

tersebut

memerlukan peranan akal pikiran para ulama fiqh melalui metode ijtihād
Sebagai masalah ijtihādiah dapat dimungkinkan muncul perbedaan
perbedaan dari para cendikiawan muslim dan ulama tergantung dari sudut
pandang masing masing yang menghalalkan, namun tidak sedit pula yang
mengharamkan dengan alasan bunga bank dianggap sebagai perkara
ribawi. Harus diingatkan kembali bahwa problem utama yang mendorong
kenyataan abadi yang harus dihadapi oleh Islam bahwa nash Al-Qur’an
dan As-Sunnah terbatas secara kuantitatif, padahal peradaban (peristiwa
hukum) selalu berkembang4
Untuk itu penyusun menfokuskan diri kajian riba dan bunga bank
kepada kaum Neo Modernis dengan mewakilkan 2 tokoh yaitu: Fazlur
Rahman dan Abdullah Saeed
Fazlur Rahman adalah tokoh Neo Modernis kawakan yang sangat
berpengaruh di dunia Islam maupun Barat, pengetahuan yang luas dan
keilmuan yang sangat mumpuni serta kemampuan dalam menganilisa
4

Yudian Wahyudi, 2007, Usul Fikih Versus Hermenutika (Yogyakarta: Pesantren Nawasea
Press), hal. 48.

7

suatu persoalan, menjadikan dia menjadi sosok panutan generasi setelah
dia. namun terlepas dari itu semua, ide-ide Fazlur Rahaman cenderung
kontroversial bahkan bisa di bilang “nakal” termasuk ide kontroversialnya
adalah Rība dan Bunga Bank, sehingga ia mendapat aksi kecaman yang
sangat keras dari kalangan Neo Revivalis dan Tradisionalis di negerinya
Pakistan.
Demikian juga Abdullah Saeed, yang merupakan Rahmanian
(pengikut pemikiran Fazlur Rahman) merupakan seorang akedemis, yang
ulet menganalisa isu-isu kontemporer saat ini. Saeed yang saat ini tingal di
Australia sangat intens dengan persoalan persoalan dan problematika yang
dihadapi oleh umat Islam seperti Terorisme, Hijab, Gender, HAM, Dan
lain-lain. Termasuk isu yang dibahas olehnya adalah masalah Bunga Bank,
melalui buku yang berjudul “Bank Islam dan Bunga”, Saeed mencoba
mengkritik larangan Rība dari kalangan Neo Revivalis dan mencoba
menginterpretasikan secara kontemporer.
Berangkat dari sinilah Penyusun mencoba menelaah sekaligus
memberikan kritik terhadap pendapat mereka berdua, kendati keduanya
mempunyai asumsi dan kerangka pemikiran yang sama. Dimana Fazlur
Rahman merupakan tokoh Neo Modernis di masa lampau dan Abdullah
Saeed, tokoh Neo Modernis di masa kini.

8

B. Rumusan Masalah
1. Apa pandangan Fazlur Rahman dan Abdullah Saeed terhadap Riba
dan Bunga Bank?
2. Apakah perbedaan pandangan antara Fazlur Rahman dan Abdullah
Saeed terhadap Riba dan Bunga Bank ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pandangan Fazlur Rahman dan Abdullah Saeed
terhadap Riba dan Bunga Bank
2. Menelaah pandangan antara Fazlur Rahman dan Abdullah Saeed
terhadap Riba dan Bunga Bank
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat dari penelitian terbagi menjadi dua aspek, yakni kegunaan
secara teoritis dan kegunaan secara praktis
1. Kegunaan teoritis
Memberikan kritik pemikiran pada keduanya (Fazlur Rahman dan
Abdullah Saeed) dalam tema Rība dan Bunga Bank .
2. Kegunaan praktis
Menambah khazanah keilmuan tentang riba dan bunga bank dan
memberikan kontribusi pemikiran Islam di kalangan akademisi
terutama untuk mata kuliah Pendekatan Dalam Studi Islam (PDSI) dan
sumbangsih pada Fiqh Muamalah

9

BAB II

TINJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Tinjuan Pustaka
Tinjauan pustaka dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar
kontribusi keilmuan tugas akhir ini dan berapa banyak orang lain yang
sudah mengkaji pembahasan ini. Untuk itu penulis melakukan telaah
pustaka dari beberapa kajian yang relevan baik berupa hasil penelitian,
buku-buku, jurnal ilmiah dan lain-lain yang sejenis dangan Tugas Akhir
ini. Berikut beberapa kajian penelitian yang relevan dengan judul
penelitian yang penulis ambil.
Penelitian yang ditulis oleh Wartoyo, Dosen Fakultas Ekonomi pada
Informatic and Business Institute (IBI) Darma Jaya Bandar Lampung yang
berjudul: ’’Bunga Bank: Abdullah Saeed Vs Yusuf Qaradhawi (Sebuah
Dialetika Pemikiran antara Kaum Modernis dengan Neo-Revivalis)”
dalam Jurnal La- Riba Volume IV. No.1. Juli. 2010: 117-131, yang
menyatakan bahwa dari seluruh pandangan dan argumentasi-argumentasi,
masih ada beberapa persamaan dan perbedaan di antara salah satu
persamaannya adalah Dalam membahas mengenai riba dan pemahaman
mereka akan riba, keduanya sama-sama berangkat dari dasar pemahaman
nash, baik itu dari nash-nash al-Qur’an maupun sunnah, adapun salah satu
perbedaannya adalah Perbedaan pandangan dalam menentukan aspek apa

10

sebenarnya yang terkandung dalam al-Qur’an dan sunnah dalam
pelarangan riba. Abdullah Saeed lebih cenderung memandang aspek
penekanan moral, sedangkan Yusuf Al-Qaradhāwi lebih melihat dari
aspek formalnya, atau apa yang ada dalam zahir ayat.
Penelitian yang ditulis Khoirul Hadi, alumni Fakultas Hukum Islam
Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga, yang berjudul: “Riba dan Bunga Bank
Dalam Pandangan Abdullah Saeed”, dalam jurnal Rasail. Vol.1. No 2.
2014: 207-228. Yang menyatakan bahwa Abdullah Saeed memberikan
penekanan

bahwa

al-Qur’an

itu

turun

untuk

memberikan

dan

menyelesaikan masalah masalah yang berkaitan dengan ekonomi sosial
masyarkat, yaitu dengan berusaha melindungi masyarakat dari upaya
eksploitasi yang dilakukan terhadap masyarakat yang berada pada lapisan
lemah,

al-Qur’an mengutuk praktik riba, yang esensinya adalah

menambah tanggungan debitur dalam melunasi hutang – hutangnya.
Menurut Abdullah Saeed riba sebenarnya dilarang bukan hanya dalam
penambahan semata akan tetapi lebih kepada eksploitasi, ketidak-adilan,
serta kezaliman yang dilakukan oleh debitur. Argumentasi Abdullah Saeed
adalah riba pada masa jahiliyah dengan riba atau bunga bank konteks
modern ini sudah berbeda. Riba pada masa jahiliyah memang amoral.
sebagaimana yang dijelaskan di atas. Selain itu dengan menggunakan
pendekatan hikmah dan diketahui pandangan yang lain lebih kontestual
dalam melihat realitas riba di masa sekarang ini.

11

Skripsi yang ditulis Sya’baniyah Rumsida, mahasiswa Fakultas Agama
Islam (FAI) UMS Surakarta (2016), yang berjudul: “Bunga Bank Dalam
Perspekrif Fazlur Rahman dan Wahbah Az-Zuhahī”, yang menyatakan
Bahwa riba dan bunga menurut Fazlur Rahman merupakan sesuatu yang
berbeda, karena riba merupakan sesuatu yang diharamkan oleh nash alQur’an dan hadits, sedangkan bunga diperbolehkan adalah tidak berisi
pemerasan dan kezaliman bagi masyarakat. bunga bank sendiri termasuk
dari bagian ekonomi modern yang kedudukannya sama penting dengan
mekanisme harga sedangkan menurut Wahbah Az-Zuhalī adalah riba dan
bunga merupakan sesuatu

yang tak terpisahkan atau suatu kesatuan,

karena memakan bunga ribā bagi kreditur termasuk kategori haram liżatihi
sehingga bersifat tidak legal di dalam hukum, sedangkan melakukan
pinjaman dengan adanya bunga yang dipersyaratkan merupakan kategori
haram

lighairihi.

Pinjaman

tersebut

diharamkan

karena

akan

menjerumuskan ke dalam ribā yang sesungguhnya.
Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah
1. Menggabungkan antara 2 (dua) pemikir yang berbeda tapi memiliki
kesamaan dalam kerangka pemikiran, yang mana kedua pemikir ini yang
berkaitan antara satu dan yang lainnya, penelitian ini akan membahas dua
pemikir tentang masalah riba dan bunga bank dengan fokus mengalisa dari
segi faktor muamalahnya .

12

2. Memadukan Argumentasi antara 2 (dua) pemikir yang sama dari kalangan
Neo Modenis serta menguraikan masalah masalah dengan membatasi
topik Riba dan Bunga yang ada dalam wacana saat ini yang sedang
berkembang.
3. Menganalisis Argumentasi antara 2 pemikir dengan meninjau, dalam
perspektif Maqasid al-Syari’ah.

13

B. Kerangka Teori
1. Definisi Riba dan Pembagiannya
Riba ditinjau dari bahasa Arab, riba bermaknakan: tambahan, tumbuh,
dan menjadi tinggi. Adapun dalam pemahaman syari’ah, maka para ulama
berbeda beda dalam ungkapannya dalam mendefinisikannya tetapi maksud dan
maknanya tidak jauh berbeda, diantara definisi yang cukup mewakili, menurut
Asy-Sarbani yang dikutip oleh Arifin Badri adalah “ suatu akad / transaksi atas
barang tertentu yang ketika akad berlangsung, tidak mengetahui kesamaannya
menurut ukuran syari’ah atau dengan menunda penyerahan keduanya barang yang
akan menjadi objek akad atau salah satunya”.1
Ada juga yang mendefinisikannya dengan penambahan pada komoditas /
barang dagang tertentu.2
Para ulama menyebutkan bahwa riba secara umum dibagi menjadi (2) macam:
a. Riba Nasi’ah / Penundaaan ( Riba Jahiliyyah)
Yaitu penambahan yang terjadi akibat pembaran yang tertunda pada akad
tukar menukar dua barang yang tergolong ke dalam riba, baik satu jenis maupun
berlainan jenis dengan menunda penyerahan salah satu barang yang ditukarkan
atau kedua-duanya.
1

Arifin Badri, 2012, Riba dan Tinjuan kritis Perbankan Syari’ah (Bogor: Darul Ilmi Publising),
hal. 2.
2

Ibid.

14

b. Riba Fadl (Riba Penambahan)/Riba Perniagaan
Riba jenis ini dapat terjadi pada akad perniagaan, sebagaimana yang dapat
terjadi pada akad utang - piutang. Dari Ubadah bin Shamit Radhiya Allah ‘anhu
meriwayatkan Nabi Shallahu Ala’hi Wa Sallam bersabda:

ِ َ ‫َِﲰﻌﺖ رﺳ‬
ِ ‫ﺐ ِ ﻟ ﱠﺬ َﻫ‬
ِ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ و َﺳﻠﱠﻢ ﻳـَْﻨـ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ ﺑـَْﻴ ِﻊ اﻟ ﱠﺬ َﻫ‬
‫ﺐ َواﻟْ ِﻔﻀ ِﱠﺔ ِ ﻟْ ِﻔﻀ ِﱠﺔ َواﻟْﺒُـِّﺮ ِ ﻟْﺒُـِّﺮ‬
َ ‫ﻮل ا ﱠ‬
َُ ُ ْ
ُ
َ َ
ٍ
ِ
ِ
ِ
ٍ ْ ‫واﻟﺸﱠﻌِ ِﲑ ِ ﻟﺸﱠﻌ ِﲑ واﻟﺘ ْﱠﻤ ِﺮ ِ ﻟﺘ ْﱠﻤ ِﺮ واﻟْﻤ ْﻠ ِﺢ ِ ﻟْﻤ ْﻠ ِﺢ إِﱠﻻ َﺳﻮاء ﺑِﺴﻮاء َﻋْﻴـﻨًﺎ ﺑِ َﻌ‬
‫ﲔ ﻓَ َﻤ ْﻦ َز َاد أ َْو ْازَد َاد ﻓَـ َﻘ ْﺪ‬
َ
َ
َ
ََ ً َ
(‫)رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬.‫أ َْرَﰉ‬
“Aku mendengar dari Rasullah Shallahu Ala’hi Wa Sallam melarang jual beli
emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut
dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam kecuali jika dengan
takaran yang sama dan tunai, barang siapa melebihkan, maka dia telah melakukan
praktek riba."(HR Muslim, No: 2969)
Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditas tersebut dalam
hadits di atas komoditas riba, riba atau berlaku pada hukum riba perniagaan (Riba
Fadhl). Sehingga tidak boleh diperjual belikan dengan cara barter melainkan
ketentuan ketentuan pada hadits di atas.3
2. Penafsiran Riba Pada Masa Modern
Para sarjana muslim modern berbeda pandangan tentang apakah larangan
riba sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an teraplikasikan dalam bunga
bank modern. perbedaan ini tampaknya terfokus pada salah satu permaslahan
sentral, yaitu: pertama, larangan riba dipahami dengan menekankan pada aspek
rasional, melalui pemahaman ini, unsur ketidak-adilan menjadi isu sentral atas

3

Ibid.. Hal. 48

15

pelarangannya, kedua, larangan riba dipahami berdasarkan legal formal
sebagaimana ang dikonseptualisasikan dalam hukum Islam (fiqh). Para modernis
cenderung berpijak pada pandangan yang pertama, sedangkan para neo revivalis
condong pada pandangan yang terakhir. penting untuk dicatat, bahwa yang
dimaksud disini dengan pandangan neo Revivalis adalah penafsiran tradisional
yang menekankan bahwa setiap bunga adalah riba.4
Neo Modernis seperti Fazlur Rahman (1964), Said Najjar (1989) dan Abd
al Mun’im al-Namir (1989). Menekankan perhatiannya pada aspek moral sebagai
bentuk pelarangan riba dan mengesampingkan aspek legal moral dari larangan
riba sebagaimana yang dijelaskan dalam hukum Islam. Argumentasi mereka
adalah sebab dilarangnya riba karena menimbulkan ketidak-adilan, sebagaimana
yang dalam al-Qur’an ungkapkan “ lā tazlimūna wa lā tuzlamūn” (kamu tidak
menganiaya dan tidak pula kamu teraniaya). para modernis juga mendasarkan
pandangan mereka dengan pandangan ulama klasik, diantaranya Razi, Ibn
Qayyim, dan Ibn Taimiyyah. Razi dalam menjelaskan di antara sebab sebab
larangan riba menyatakan bahwa pemberi pinjaman (leader) akan semakin kaya
raya, sedangkan peminjam dana akan semakin miskin. Oleh karenanya ia tidak,
membolehkan transaksi yang mengandung unsur riba termasuk membuka jalan
bagi pihak kaya melakukan pemerasan terhadap pihak miskin atas sejumlah uang
yang kelebihan tangguhan. Menurut Ibnu Qayyim, seorang ulama bermazhab
Hambali mengatakan bahwa larangan riba pada masa pra-Islam, dia mengatakan
bahwa dalam banyak kasus para peminjam (debitur) adalah kalangan miskin yang
4

Abdullah Saeed, 2008, Bank Islam dan Bunga Islamic Banking and Interest), M. Ufuqul
Mubin, Nurul Huda, dan Ahmad Sahidah (penj.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal.72

16

tidak punya pilihan lagi kecuali menangguhkan pembayaran hutangnya.
Berdasarkan alasan ini, menurut para modernis larangan riba secara moral
menopang dalam perubahan sosial- ekonomi masyarakat.5
Menurut salah seorang mufassir modern, secara kasatnya dapat dikatakan,
kekejian riba (dalam arti di mana istilah ini digunakan dalam al-Qur’an dan
banyak ucapaan Nabi) terkait dengan keuntungan keuntungan yang diperoleh
melalui pinjaman-pinjaman berbunga yang mengandung eksploitasi terhadap
pihak secara ekonomi lemah oleh kekuatan dan kelicikan. Melalui pertimbangan
macam transaksi pembiayaan bagaimankah yang dilarang? Yang termasuk dalam
kategori riba adalah yang tujuan akhirnya amoral, yang secara langsung
berhubungan dengan kehidupan sosial ekonomi yang mendasari saling keterikatan
antara peminjam dan pemberi.6
Berdasarkan penjelasan di atas, tampaknya penyebab dilarangannya riba
karena lebih mengandung unsur eksploitasi terhadap kaum fakir miskin, dari pada
bunganya. Eksploitasi ini dilakukan melalui bentuk pinjaman yang berusaha
mengambil keuntungan dari nilai pinjaman yang mengakibatkan kesengsaran
kelompok lain. Para modernis dalam menanggapi berbagai bentuk bunga (interest)
yang dipraktikkan dalam sistem perbankan konvensional berusaha membedakan
pandangannya antara membolehkan bunga bank secara sah menurut ketentuan

5

Ibid.

6

Muhammad Asad, 1988, The Massage of the Qur’an (Giblatar: Dar al-Audalus), hal. 633.

17

hukum menolaknya, penolakan terhadap bunga bank berdasarkan pada
pemahaman dari unsur ketidak-adilan.7
3. Teori Bunga Bank
Teori teoripun dibuat oleh ekomom barat untuk melegalkan riba (usury)
dikarenakan pada awal abad pertengahaan gereja Katolik begitu gencarnya
melarang pratik riba (usury) dalam komunitas masyarakat di Eropa. Akan tetapi
seiring karena kemajuan perdagangan di Eropa dan menguatnya pengaruhnya
undang undang Romawi yang melegalkan interest (yang pada asalnya katanya,
berati: ganti rugi keterlambatan pelunasan hutang, maknanya lebih sempit dari
pada riba) dan melemahnya pegaruh gereja maka ekonom Eropa menggunakan
kata interest (yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan : bunga )
sebagai ganti dari kata usury yang diharamkan oleh gereja , namun dalam
terminologi ekonomi makna dua kata ini tidaklah beda .8
Untuk melegalkan riba para ekonom tersebut berpacu membuat teori
teori pendukungnya :9
a. Teori Agio, yaitu : uang yang saat ini lebih bernilai dari pada uang
yang ada dimasa mendatang dari 2 sisi :

7

Abdullah Saeed, Bank ., hal. 75.

8

Erwandi Tarmizi, 2012, Harta Haram muamalat kontemporer, (Bogor: BMI Publising), hal.
340.
9

Abdullah Al-Umari, 2003, Al Manfa’ah fî al-Qard, (Dammam: Darul Ibnu Jauzi), hal. 82

18

1) Manusia secara naluriyah lebih mengedepankan uang ada
saat ini
2) Uang mengalami inflasi tiap harinya , maka bunga
dianggap sebagai penutup inflasi yang terjadi pada uang
kreditur. oleh karena itu,kreditur berhak menarik bunga
berdasarka rasio inflasi sebagai pengganti rugi dari
turunnya nilai uang yang dipinjamkan .
Tanggapan : teori ini dapat ditanggapi sebagai berikut:
a) Sebanarnya, penyebab utama terjadinya infalsi adalah
bunga, karena pihak produsen selalu memasukan bunga
yang harus di bayar kepada kreditur kedalam suatu biaya
produksi yang tentu mempengaruhi harga jual suatu barang.
setiap kali rasio bunga naik maka harga jual suatu barang
pasti naik .maka tidak mungkin masalah inflasi diselesaikan
dengan cara menghitung bunga yang merupakan sebab
utama terjadinya inflasi
b) Uang pinjaman yang diberikan oleh kreditur jika tetap
berada ditangannya juga pasti terkena inflasi. Jadi penyebab
infalasi bukan karena uang berada ditangan debitur.karena
kenyataannya inflasi berakibat kesemua orang.
c) Terkadang yang yang terjadi adalah sebaliknya dimana
daya beli sebuah mata uang menguat. namun tidak
seorangpun yang mengatakan bahwa pihak debitur berhak

19

mendapat bunga dari uang dia pinjamkan sebagai ganti
deflasi. padahal seharusnya keuntungan berimbang dengan
kerugian
b. Teori Heek, yaitu: waktu memiliki nilai sebagaimana nilai yang
dimiliki sebuah barang, maka bunga yang diberikan oleh debitur
adalah sebagai imbalan nilai waktu yang dipinjamkan
Tanggapan: tidak dapat dibenarkan bahwa waktu memiliki nilai
sebagaimana nilai yang dimiliki oleh jasa dan barang.buktinya
seseorang yang tidak bisa dimiliki jasa dan barang akan tetapi
memiliki waktu yang sangat panjang ( pengganguran ), apakah
waktu tersebut memiliki nilai yang harus diberi imbalan? tentu
tidak, akan tetapi yang memiliki nilai yaitu waktu yang berkaitan
dengan jasa dan barang
c. Teori Adam Smith ,yaitu: rasio laba (profit) umumnya lebih tinggi
dari pada bunga (interest), maka bunga adalah sebagai ganti rugi untuk
kreditur atas sebagian laba yang tertunda karena uangnya dipakai
debitur, sedangkan sebagian laba lagi untuk debitur. dengan demikian,
kedua belah pihak sama sama mendapatkan laba 10
Tanggapan : riba tidak mungkin merupakan hubungan saling
menguntukan antara peminjam dan pemberi pinjaman. riba pada
hakekatnya merupakan kezaliman terhadap pihak peminjam.
10

Ibid., hal. 91

20

Karena pemberi pinjaman hanya mau menerima pinjaman sebagian
laba bila pihak peminjam menderita kerugian. andai dia mau
menerima sebagian kerugian,baru dapat dikatan hubungan itu
saling menguntungkan yang dalam fiqh muamalah disebut
Mudharabah.
d. Teori Risiko, yaitu: bunga yang diberikan oleh peminjaman
merupakan ganti rugi dari berbagai risiko yang dihadapi oleh pemberi
pinjaman, seperti risiko peminjaman tidak dapat dilunasi hutangnya.
Tanggapan: Islam mengakui adanya risiko yang dihadapi oleh
pemberi pinjaman. Akan tetapi risiko tersebt tidaklah memiliki
nilai yang harus diberi imbalan dengan uang, karena bukan
merupakan solusi untuk mencegah risiko, yang dapat mencegah
risiko adalah rahn (gadai) yang dititipkan oleh peminjam kepada
pemberi pinjaman.bila terjadi risiko tidak mempunyai peminjam
yang mengembalikan hutang, maka barang tesebut boleh dijual
untuk menutupi hutangnya, dan bisa dari penjualan barang tersebut
dikembalikan kepada pihak peminjam.
e. Teori Marshall, yaitu: bunga sebagai imbalan waktu tunggu dan tidak
mampunya kreditu ( pemberi pinjaman ) menggunakan uangnya untuk
memenuhi kebutuhan sesaat.
Tanggapan: inilah yang membedakan akad transaksi pinjam
meminjam dalam Islam dengan teori ekonomi kapitalisme, karena
seorang muslim saat memberikan pinjaman yang berati kebutuhan

21

sesaatnya untuk menggunakan uang tersebut tertunda, dia
mengharapkan pahala dari sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan
membantu orang yang dalam kesusahan.
4. Maqāshid Syar’iah
Maqāshid Syar’iah secara etimologis dijelaskan bahwa istilah tersebut
terdiri dari dua unsur maqāsid dan syari’ah dengan berbagai variasinya .unsur
pertama merupakan bentuk jamak (plural) dari kata maqsid yang merupakan isim
makan (kata benda yang menunjukan tempat) dari kata kerja qashada (fi’il madhi)
yang berati bermaksud dan menuju seseuatu. jadi, maqosid adalah tempat tempat
atau objek yang menjadi sasaran suatu tindakan.
Sedangkan secara terminologis Wahbah Zuhaily menyebutkan Maqāshid
Syar’iah adalah sejumlah makna atau sasaran yang hendak dicapai oleh syara’
dalam semua atau sebagian besar kasus hukumnya. Atau ia adalah tujuan dari
syari’at, atau rahasia di balik pencanangan tiap-tiap hukum oleh Syar’i (pemegang
otoritas syari’at, Allah dan Rasul-Nya). 11
Dalam usaha mewujudkan kemaslahatan kemaslahatan, ulama usuliyyin
membagi maqasid syari’ah dalam tiga tingkatan, yaitu maqāsid dharuriyyah,
maqāsid hajiyyah, dan maqāsid tahsiniyyah.
Adapun maqosid dharuriyyah adalah hal – hal yang dirasa sangat penting
yaitu yang menyangkut kehidupan manusia, sesuatu yang tidak boleh tidak untuk
menegakan suatu maslahat.apabila hal ini hilang, maka rusaklah kehidupan

11

Wahbah Az-Zuhailī, 2004, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhā (Beirut: Daar al-Fikr), hal. 409.

22

manusia itu. Tidak lurus jalannya kemaslahatan itu pada umumnya ada kekacuan
kekacuan dan kerusakan – kerusakan kehidupan manusia. Hal hal yang dianggap
penting bagi manusia dengan pengertian ini dikembalikan untuk
memelihara kelima perkara tersebut di atas12, yaitu:
a. Perlindungan agama (Hifzun – Din) ini merupakan tujuan pertama hukum
Islam. Sebabnya adalah karena agam merupakan pedoman hidup manusia,
dan di dalam agama Islam selain komponen-komponen akidah yang
merupakan pegangan hidup setiap Muslim serta akhlak yang merupakan
sikap hidup seorang Muslim.
Dan di lain pihak juga Islam menjaga hak dan kebebasan, dan kebebasan
yang pertama adalah kebebasan berkeyakinan dan beribadah; setiap pemeluk
agama berhak atas agama dan madzhabnya, ia tidak boleh dipaksa untuk
meninggalkannya manuju agama atau madzhab lain, juga tidak boleh ditekan
untuk berpindah keyakinannya untuk masuk Islam.
Dasar hak ini sesuai firman Allah

           
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesunguhnya telah jelas
yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS Al-Baqarah, 2: 256).
Mengenai tafsir ayat ini, Ibnu Katsir mengungkapkan,” Janganlah kalian
memaksa seseorang untuk memasuki agama Islam. Sesungguhnya dalil dan bukti
12

Abdul Wahab Khalaf, Usul-Fiqh, Singapura: Haramain, 2004, Hal. 199

23

akan hal itu sangat jelas dan gamblang, bahwa seseorang tidak boleh dipaksa
untuk masuk agama Islam.” 13
Asbabun Nuzūl ayat ini (sebagimana dikatakan para ulama ahli tafsir)
menjelaskan kepada kita suatu sisi mengagumkan agama ini (Islam). Mereka
meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang menceritakan ada seorang perempuan yang
sedikit keturunannya, dia bersumpah kepada dirinya, bahwa bila dikarunia
seorang anak, dia akan menjadikannya seorang yahudi ( hal seperti ini dilakukan
oleh wanita dari kaum ashar pada masa jahiliah), lalu ketika , mucul Bani Nadhir,
diantara mereka terdapat keturunan dari kaum ashar. Maka bapak-bapak mereka
berkata,” kami tidak akan menbiarkan anak-anak kami, memeluk agama yahudi,
lalu Allah menurunkan ayat ini.14
Atas peristiwa yang terjadi ini, Al-Qur’an tetap menolak segala bentuk
pemaksaan, karena orang yang diberi petunjuk oleh Allah, maka Dia akan
membukakan dan menerangi mata hatinya, lalu orang itu akan masuk Islam
dengan bukti dan hujjah. Barang siapa yang hatinya dibutakan, pendengaran, dan
penglihatannya ditutup oleh Allah, maka tidak ada gunanya mareka masuk Islam
dalam keadaan dipaksa.
b. Perlindungan Jiwa (Hifzun – Nafs) merupakan tujuan hukum Islam kedua,
karena menjaga Jiwa merupakan kewajiban seorang lebih lebih dia
seorang muslim untuk itu Allah dan Rasullah mengharamkan bunuh diri,
13

Ibnu Katsir, 2000, Tafsir al-Qur’an al-A’zhim. juz 3, Alih bahasa Bahrun Abu Bakar
(Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo), hal. 44
14

Jalaluddin As-Syuyuti, 2014, Asbabun Nuzūl, Bandung: Gema Insani Press, 2004, hal. 107

24

melukai diri sendiri, menganiayaya diri sendiri, serta menjaga Jiwa orang
orang kafir pula kecuali kafir harbi
Hak pertama dan paling utama yang diperhatikan Islam adalah hak hidup.
Maka tidak mengherankan bila jiwa manusia dalam syariat Allah sangatlah
dimuliakan, harus dipelihara, dijaga, dipertahankan, tidak menghadapkannya
dengan sumber-sumber kerusakan/ kehancuran. Allah berfirman,

          
Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah adalah
maha penyayang kepadamu (QS An-Nisā’, 4: 29)
c. Perlindungan Harta (Hifzun – Māl), harta adalah materi yang nampak pada
panca indera manusia, dengan harta ini pula manusia bisa mencukupi
kebutuhannya mereka sehari – hari bahkan dari itu, maka tidaklah Allah
menjadikan harta dengaan menjadiakannya sebagai perhiasan dunia

      
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. (QSAl-Kahfi, 18: 46)
Cara menghasilkan harta tersebut adalah dengan cara bekerja dan mewaris, maka
seseorang tidak boleh memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, karena
Allah berfirman:

          
     

25

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamu
dengan jalan bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka di antara kamu”. (QS An-Nisā’, 4: 29)
Apabila seseorang meminjamkan hartanya kepada orang lain dalam bentuk
utang, maka ia bisa memilih salah satu di antara tiga kemungkinan berikut :
1) Meminta kembali hartanya tanpa tambahan.
2) Apabila tidak bisa mendapatkannya maka dia harus bersabar dan tidak
membebaninya dengan melakukan tagihan.
3) Apabila orang yang memberikan pinjaman adalah orang kaya, dia dapat
menyedahkan pinjaman tersebut kepada peminjam yang dalam keadaan
miskin atau payah, karena nikmat harta harus menjadi motivator untuk
saling mengasihi, tidak untuk bersikap anti pati.
Untuk itu sebagai muslim maka hendaknya kita mengumpulkan harta sengan
cara cara yang di syariatkan oleh Allah dan tidak dengan cara cara yang batil
seperti
a) Mencuri
Mencuri adalah mengambil harta orang lain tanpa hak dan tanpa
sepengetahuan atau persetujuan pemiliknya.
b) Melakukan Risywah ( suap )
Risywah adalah memperdagangkan dan mengeksploitasi tugas atau
sebuah pekerjaan untuk menghasilkan harta secara batil. Perbuatan ini
adalah haram dan dilarang oleh Islam, karena hal ini termasuk perkara
yang dilarang.

26

c) Riba.
Riba adalah kelebihan harta tanpa imbalan atau ganti yang
disyariatkan, yang terjadi dalam sebuah transaksi (akad) dan hal
tersebut hukumnya haram.
d. Perlindungan akal (Hifzun –Aql), akal merupakan suatu anugerah yang di
berikan Allah kepada manusia, akal pula yang menjadikan perbedaan
antara manusia dengan seluruh hewan da