Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia telah memasukkan alam dalam kehidupan budayanya, akan tetapi manusia nyaris lupa bahwa dirinya sendiri merupakan bagian dari alam dimana tempat mereka hidup. Dengan kelebihannya dari populasi-populasi yang lainnya, manusia mengemban tugas dan kewajiban untuk mengatur adanya keselarasan dan keseimbangan antara keseluruhan komponen ekosistem, terutama lingkungan. 1 Terlihat perubahan-perubahan alam sekitarnya yang terjadi karena penyesuaian diri manusia, antara lain melalui proses budaya yang lama. Misalnya kemampuan manusia dalam menciptakan teknologi berkualitas tinggi untuk melindungi diri dari pengaruh alam yang buruk serta mempermudah atau membantu aktivitas manusia. Manusia memperlihatkan kemampuannya menyelam jauh kedasar laut, bahkan, mampu terbang ke luar angkasa dan kegiatan-kegiatan lain tanpa mengubah sifat biologisnya. Setelah berlangsungnya dekade pembangunan PBB I 1960-1970, manusia mulai sadar bahwa ia tidak pernah menaklukkan alam. Anggapan manusia akan kebebasannya dari alam lingkungannya mulai pudar dan ternyata suatu khayalan belaka. Kebergantungannya kepada alam atau lebih tepat dikatakan kesalingbergantungan manusia dengan lingkungannya untuk 1 Koesnadi Hardjasoemantri, 1999, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 5. 1 memperoleh keseimbangan, keserasian dan keselarasan hidupnya dengan lingkungan ternyata dikuasai oleh hukum-hukum ekologi. 2 Batasan tentang lingkungan berdasarkan isinya untuk kepentingan praktis atau kebutuhan analisis kita perlu dibatasi hingga lingkungan dalam arti biosphere saja, yaitu permukaan bumi, air dan atmosfir tempat terdapat jasad-jasad hidup. Batasan lingkungan hidup dalam arti ini adalah semua benda, daya, kehidupan, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah lakunya yang terdapat dalam suatu ruang, yang mempengaruhi kelangsungan dan kesejahteraan manusia serta jasad- jasad hidup lainnya. 3 Istilah lingkungan hidup diartikan luas, tidak saja meliputi lingkungan fisik dan biologi, melainkan juga lingkungan ekonomi, sosial dan budaya. 4 Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dalam abad ke-20, dalam waktu yang relatif singkat, keseimbangan antara kedua bentuk lingkungan hidup manusia, yaitu lingkungan hidup alami natural environment or the biosphere of his inheritence dan lingkungan hidup buatannya man-made environment or the technosphere of his creation mengalami gangguan out of balance, secara fundamental mengalami konflik potentially in deep conflict. Inilah yang dianggap sebagai awal krisis lingkungan, karena manusia sebagai pelaku sekaligus menjadi korbannya. 5 Di Negara Indonesia, yang merupakan negara berkembang dimana letak geografisnya bersuhu tropis sedang melakukan pembangunan secara 2 Daud Silalahi, 2001, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni, h. 7. 3 Ibid, h. 9. 4 Ibid. 5 Ibid, h. 10. berkelanjutan dengan menggunakan teknologi-teknologi modern seiring perkembangan jaman sehingga terjadinya pembangunan yang diluar batas dan terdapat kerusakan lingkungan yang terjadi dimana-mana. Semakin meningkatnya pertambahan penduduk dan aktivitas kehidupan masyarakat diperkotaan maupun pedesaan, berakibat semakin banyak timbulnya bangunan-bangunan baru, yang jika tidak diawasi secara baik dan teratur bisa menimbulkan berbagai masalah, bukan hanya bagi pemerintah melainkan juga bagi seluruh masyarakat. Menyadari semakin parahnya kerusakan lingkungan ini, beberapa masyarakat yang peduli terhadap lingkungan melakukan berbagai upaya untuk melindungi alam dan lingkungannya sendiri dengan melakukan penegakan hukum lingkungan serta menuntut hak-hak mereka atas lingkungan yang bersih dan sehat karena mereka sadar akan bahayanya kehancuran yang akan menimpa masyarakat itu sendiri akibat dari kerusakan lingkungan. 6 Selain itu menyadari semakin parahnya kerusakan lingukungan pemerintah melakukan tindakan-tindakan hukum dalam menjalankan fungsi pemerintahan administrasi negara juga diberi tugas untuk membentuk undang-undang dan peraturan-peraturan yang sebenarnya menjadi tugas legislatif atau lebih tepatnya pemerintah. 7 Secara normatif, prinsip bahwa setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan perundang-undangan atau berdasarkan pada kewenangan ini memang dianut disetiap negara hukum. 8 6 Sodikin, 2007, Penegakan Hukum Lingkungan, Djambatan, Jakarta, h. 39. 7 Marbun dan Mohammad Mahfud, 1987, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, h. 71. 8 Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, h. 93. Ilmu pengetahuan, teknologi dan industri telah membawa berbagai kemajuan, tetapi sekaligus melahirkan pula risiko-risiko dalam kehidupan yang seringkali berakibat jauh dan panjang. Risiko kerawanan lingkungan hidup adalah salah satu contoh aktualnya. Sebuah kerawanan akibat rekayasa manusia yang mengejar kenikmatan ekonomi melalui kekuatan industri. Profil Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, tetap sibuk mendesain dan memacu pembangunan nasionalnya. 9 Pembangunan nasional tersebut dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain yang lebih maju. Ada 5 lima prioritas pembangunan nasional dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Propernas Tahun 2000-2004 tersebut, antara lain: 1. Membangun sistem politik yang demokratis serta mempertahankan persatuan dan kesatuan; 2. Mewujudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang baik; 3. Mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan yang berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan; 4. Membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan ketahanan budaya; dan 5. Meningkatkan pembangunan daerah. 10 Memperhatikan prioritas pembangunan nasional khususnya untuk mewujudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang baik serta membangun kesejahteraan rakyat. Selain itu, meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan ketahanan budaya dapat digarisbawahi apabila pemerintah serta masyarakat 9 Syamsuharya Bethan, 2008, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Aktivitas Industri Nasional, Alumni, Bandung, h. 2. 10 Ibid. seluruhnya mendukung prioritas pembangunan tersebut maka akan terciptanya keselarasan dan kedamaian serta berjalannya negara yang demokratis. Sehingga dalam melaksanakan kehidupan dimasa mendatang akan mencapai kesinambungan yang baik antara pemerintah, masyarakat serta lingkungan itu sendiri. Salah satu wujud mencapai kesinambungan yang baik antara pemerintah, masyarakat serta lingkungan diwujudkan dengan cara penegakan terhadap penataan ruang. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Kemudian Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjelaskan bahwa penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional dengan mewujudkan keharmonisan antar lingkungan alam dan lingkungan buatan, kemudian terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia dan terakhir terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Dalam penataan ruang wewenang pemerintah dalam hal ini pemerintah Kabupaten Badung didasarkan atas Pasal 11 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa wewenang pemerintah daerah kabupatenkota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi pengaturan, pembinaan, pengawasan, terhadap pelaksanaan penataan ruang di wilayah kabupatenkota dan kawasan strategi kabupatenkota. Pelaksanaan dari Pasal 11 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Badung diwujudkan dengan cara menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033. Dari rumusan Pasal tersebut dapat ditarik arti bahwa suatu proses penataan ruang yang sebagai kewenangannya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Badung. Dimana Pemerintah Kabupaten Badung memberikan upaya-upaya untuk melakukan perencanaan penataan ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang tersebut agar dapat berjalan dengan baik sehingga mencerminkan Tri Hita Karana. Guna mencegah terjadinya pelanggaran rencana tata ruang wilayah maka Pemerintah Daerah Kabupaten Badung melakukan penyelenggaraan penataan ruang dengan memberi pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang yang berlandaskan pada Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 Pasal 1 Ayat 6 yang merumuskan “Tri Hita Karana adalah falsafah hidup Masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian dan kebahagian bagi kehidupan manusia”. Tri Hita Karana bisa diartikan secara leksikal yang berarti 3 penyebab kesejahteraan. Tri Hita Karana tidaklah bisa dipisahkan antara pawongan, palemahan dan parahyangan. Sebagaimana tujuan dari Tri Hita Karana adalah palemahan melestarikan ekosistem dari Tri Hita Karana. Karena susungguhnya Tri Hita Karana merupakan suatu ekosistem, apabila hubungan manusia dengan manusia berjalan dengan baik, secara otomatis hubungannya dengan Tuhan juga akan baik, begitu juga sebaliknya. Begitupun hubungan manusia dengan alam harus tetap berjalan dengan baik. Bahwa sesungguhnya yang terjadi dilapangan dalam hal penataan ruang tidak semua sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dimana pemanfaatan ruang dalam konteks pembangunan hotel di Kabupaten Badung kurang pengawasan yang serius dari pemerintah. Dalam realita di lapangan, beberapa kewenangan tertentu yang berpotensial sering ditarik ulur sehingga berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah. 11 Kawasan yang seharusnya menjadi kawasan lindung beralih fungsi menjadi kawasan budidaya. Itu dikarenakan pangsa pasar yang menuntut pembangunan hotel haruslah memiliki keunikan tempat dan view yang indah dipandang mata. Salah satu kawasan lindung yang beralih fungsi adalah kawasan sempadan jurang. Berdasarkan Pasal 1 angka 35 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033, sempadan jurang adalah dataran sepanjang daerah datar bagian atas dengan lebar proporsional sesuai bentuk dan kondisi fisik. Berdasarkan Pasal 11 Siswanto Sunarno, 2012, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Timur, h. 2. 31 kawasan sempadan jurang terletak pada kawasan-kawasan yang memiliki kriteria yang meliputi, lembah-lembah sungai seluruh wilayah Kabupaten Badung kawasan hutan dan pegunungan di wilayah Kecamatan Petang, lembah-lembah bukit di Kecamatan Petang dan Kuta Selatan serta tebing-tebing di seluruh wilayah Kabupaten Badung. Berdasarkan Pasal 56 Ayat 3 Huruf f Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 menyebutkan bahwa penggunaan atau pemanfaatan tanah pada bidang-bidang tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan jurang harus memperhatikan kepentingan umum dan keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati serta kelestarian fungsi lingkungan. Salah satu kasus pelanggaran terhadap sempadan jurang dikemukakan oleh Koordinator Sekretariat Kerja Penyelamat dan Pelestarian Lingkungan Hidup SKPPLH Bali, Made Mangku, di Denpost tertanggal 19 Agustus 2015 yang menyebutkan hotel Kempinsky di tepi pantai Sawangan melanggar ketinggian bangunan, melanggar sempadan pantai, melanggar sempadan jurang, dan arsitektur bali seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033. Komisi I DPRD Badung akan menemui manajemen Hotel Kempinsky yang terletak di Pantai Sawangan Nusa Dua Bali, Kecamatan Kuta Selatan. Dewan mensinyalir jika pembangunan Hotel Kempinsky telah melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten pada Pasal 28 mengatur tentang sempadan pantai, Pasal 58 tentang ketinggian bangunan dan arsitektur Bali dan juga Pasal 25 huruf f sempadan jurang. Dengan melihat fakta, maka kawasan yang seharusnya dilindungi menjadi terabaikan. Masih saja terlihat pembangunan kawasan hotel yang berada tidak jauh dari bibir jurang, yang pada hakekatnya sangat membahayakan bagi keselamatan serta terancam akan kerusakan yang termasuk dalam lingkup kawasan sempadan jurang tersebut. Sempadan jurang merupakan salah satu incaran dari pembangunan hotel. Kawasan tersebut dapat mempengaruhi nilai komersial yang tinggi terhadap akomodasi perhotelan. Oleh sebab itu, para investor memlilih salah satu kawasan yang menarik untuk melancarkan bisnisnya yaitu kawasan sempadan jurang. Sempadan jurang merupakan salah satu termasuk zonasi kawasan lindung yang dipertahankan keberadaannya dari aspek kuantitas dan fungsinya diatur pada Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 Pasal 69 Ayat 2 huruf h merumuskan “Ketentuan umum Peraturan Zonasi Kawasan Sempadan Jurang.” Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan kajian secara ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMBANGUNAN HOTEL PADA KAWASAN SEMPADAN JURANG DI KABUPATEN BADUNG”

1.2 Rumusan Masalah