Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Museum Negeri Jambi merupakan sebuah Unit Pelaksana Teknis Daerah UPTD dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jambi. Sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah, Museum Negeri Jambi dituntut melaksanakan kegiatan pengumpulan, perawatan, dan penyebaran informasi benda cagar budaya masyarakat Jambi. Dalam Keputusan Gubernur Jambi Nomor 306 Tahun 2004 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Sub Bagian Serta Seksi-Seksi di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pada Dinas-Dinas Propinsi Jambi disebutkan: “Museum Negeri Jambi adalah museum umum yang bertugas melaksanakan sebagian tugas teknis tertentu yang diberikan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Tugas tersebut berupa pengumpulan, penyimpanan, perawatan, pengawetan, penyajian, penelitian koleksi, penerbitan hasil penelitian, dan memberikan bimbingan edukatif kultural benda-benda yang mempunyai nilai budaya dan ilmiah yang bersifat lokal dan regional” 2004: 41. Keputusan Gubernur Nomor 306 Tahun 2004 tersebut sejalan dengan isi Pasal 2, Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum. Dalam Pasal 2, Ayat 2 Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan sebagai berikut: “Pemeliharaan dan pemanfaatan benda cagar budaya di museum dilakukan melalui upaya penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan” Depdikbud, 1995b: 4. 1 Pembangunan Museum Negeri Jambi dimaksudkan sebagai upaya preservasi benda-benda cagar budaya yang banyak ditemukan dan disimpan masyarakat Jambi. Benda-benda cagar budaya di museum yang disebut koleksi mewakili masa yang telah dan tengah berlangsung di Jambi, seperti tinggalan megalitik, benda-benda logam, keramik asing dan lokal, dan benda-benda etnografi. Museum Negeri Jambi yang diklasifikasikan sebagai museum umum memiliki 2.923 buah koleksi yang terdiri atas: 1 koleksi geologika 63 buah; 2 koleksi biologika 106 buah; 3 koleksi etnografika 1.453 buah; 4 koleksi arkeologika 129 buah; 5 koleksi historika 66 buah; 6 koleksi numismatika 387 buah; 7 koleksi filologika 85 buah; 8 koleksi keramologika 417 buah; 9 koleksi seni rupa 118 buah; dan 10 koleksi teknologika 98 buah. Koleksi-koleksi tersebut diperoleh melalui pembelian, hibah, dan titipan. Jumlah koleksi yang dipamerkan pada ruang pameran tetap hanya 15, sisanya disimpan di dalam gudang storage. Penyimpanan dalam storage dilakukan karena jumlah dan jenis koleksinya banyak, sedang diteliti, dalam proses untuk disimpan pada ruang pameran, dan karena hal tertentu, seperti membahayakan keselamatan pengunjung atau koleksi lain. Kesepuluh jenis koleksi tersebut dipamerkan di lobby dan berbagai ruangan pameran tetap, seperti ruang potensi alam, ruang pengenalan wilayah, ruang budaya masyarakat Jambi, ruang khazanah, selasar, dan ruang pameran terbuka. Dari jumlah koleksi tersebut di atas, Museum Negeri Jambi hanya memiliki satu buah koleksi berkenaan dengan Kesultanan Jambi, yaitu Bintang Turki. Koleksi tersebut belum dapat dipamerkan karena masih dalam proses karantina setelah dikembalikan oleh keturunan utusan Sultan Taha yang menetap di Malaysia. Padahal koleksi yang berkenaan dengan Kesultanan Jambi penting dipamerkan dalam upaya menjelaskan keberadaan Kesultanan Jambi seperti pada narasi label pengantar Mengenal Propinsi Jambi yang menyebutkan bahwa: “Berakhirnya masa Kesultanan Jambi dengan gugurnya Sultan Thaha pada tanggal 27 April 1904, Jambi ditetapkan sebagai keresidenan yang masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie tahun 1906”. Kalimat label pengantar di atas menunjukkan bahwa di Jambi pernah berdiri suatu kerajaan atau kesultanan, yaitu Kesultanan Jambi. Kesultanan ini diperkirakan berdiri pada awal abad ke 16, seiring penyebaran agama Islam dan pertumbuhan ekonomi di berbagai bagian Nusantara Kementrian Penerangan, 1950: 59. C. den Hamer 1904: 133-150 menjelaskan bahwa Kesultanan Jambi memiliki dua buah pusaka, yaitu keris yang bernama Si Ginjei dan Senja Merjaya. Keris Si Ginjei disandang oleh Sultan, sedangkan Keris Senja Merjaya disandang oleh Pangeran Ratu atau putra mahkota. Berbeda dengan hal sebelumnya, dalam Surat Dinas Residen Palembang Nomor 2259 tertanggal 8 Juni 1904 disebutkan bahwa pusaka Kesultanan Jambi berjumlah 3 buah, yaitu keris Si Ginjei, keris Senja Merjaya, dan sebuah gong bernama Si Timang Jambi. Pusaka Kesultanan Jambi yang disebut di atas diserahkan oleh Pangeran Prabu Negara dan Pangeran Ratu Marta Ningrat kepada Asisten Residen O.L. Petri pada tanggal 26 Maret 1904. Selanjutnya pusaka Kesultanan Jambi yang bersejarah tersebut hingga kini disimpan dan dipamerkan di Museum Nasional, Jakarta. Penyerahan pusaka Kesultanan Jambi, khususnya keris Si Ginjei, pada Pemerintah Hindia Belanda merupakan pengakuan kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda atas Jambi Velds, 1909: 149. Apabila ditelusuri lebih lanjut, dalam catatan Inventaris van Ethnographisch Verzameling, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen di Seksi Etnografi, Bidang Sejarah dan Antropologi, Museum Nasional, terdapat 292 buah koleksi berasal dari berbagai daerah di Jambi. Koleksi yang berjumlah 292 buah tersebut diperoleh dari hasil ekspedisi militer Belanda, hibah para kontrolir yang pernah bertugas di Jambi, dan hibah masyarakat Jambi. Dari koleksi yang berjumlah 292 ternyata terdapat 18 buah koleksi yang berkenaan dengan Kesultanan Jambi. Kedelapanbelas koleksi tersebut adalah sebuah gong bernama Si Timang Jambi, 2 bilah keris yang bernama Si Ginjei dan Senja Merjaya, 2 buah parang, 2 buah pembelah pinang kacip, 1 buah pisau bertangkai tanduk rusa, 1 helai bendera katun hitam bendera Raja Sehari, 1 helai bendera wol kuning bendera Pangeran Ratu, 1 buah keris sarung lang, 1 buah keris panjang dengan sarungnya, 1 buah meriam lila, 3 buah payung, 1 perangkat perhiasan, dan pisau bertangkai tanduk. Beberapa koleksi tersebut pun sulit ditelusuri, karena penempatannya tidak didata secara sistematis, bahkan ada yang tidak ditemukan lagi, seperti gong Si Timang Jambi, seperangkat perhiasan, dan 3 buah payung. Dalam Inventaris van Ethnographisch Verzameling, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen disebutkan bahwa koleksi gong Si Timang Jambi bernomor inventaris 10919 saat direinventarisasi tanggal 12 November 1950 tidak ditemukan lagi. Demikian pula seperangkat perhiasan bernomor inventaris 11678 dan 3 buah payung bernomor inventaris 11675 saat direinventarisasi tahun 1941 tidak ditemukan. Koleksi pusaka kesultanan lainnya yang masih dapat ditemukan di Museum Nasional adalah dua buah keris, yaitu keris Si Ginjei, keris Senja Merjaya, 2 buah parang, 1 buah pembelah pinang atau kacip, 1 buah Keris Majapahit, sebilah pisau, sehelai bendera katun hitam bendera Raja Sehari, dan sehelai bendera wol kuning bendera Pangeran Ratu. Empat di antara koleksi pusaka kesultanan tersebut merupakan koleksi regalia, yaitu koleksi alat-alat kebesaran kerajaankesultanan yang dikenakan, dibawa, atau berada dekat raja pada upacara atau peristiwa tertentu sebagai simbol seorang raja Marwoto, 2005: 155. Koleksi regalia Kesultanan Jambi meliputi keris Si Ginjei, keris Senja Merjaya, 1 helai bendera katun hitam bendera Raja Sehari, dan 1 helai bendera wol kuning bendera Pangeran Ratu. Keris Si Ginjei merupakan keris bersalut emas dan bertatahkan berlian yang dikuasai oleh Sultan Jambi. Sebuah legenda mengatakan bahwa keris tersebut berasal dari Jawa yang diperoleh Paduka Berhalo 1 , pendiri dinasti yang membebaskan Jambi dari Mataram, dari tuan besarnya, dan menggunakan keris tersebut untuk 1 Versi lain menyebutkan bahwa keris tersebut diperoleh Orang Kayo Hitam, putra Datuk Paduka Berhala, dari Raja Mataram untuk meredakan amukan Orang Kayo Hitam yang semula hendak dibunuh oleh Raja Mataram dengan keris tersebut. Versi ini tertuang dalam naskah Hal Perkara Kerajaan Jambi, dan naskah Undang-Undang, Piagam, dan Kisah Negeri Jambi. melegitimasi kekuasaannya 2 Scholten, 2008: 214. Berbeda halnya dengan keris Si Ginjei, keris Senja Merjaya yang kurang mewah hiasannya dikuasai oleh Pangeran Ratu atau putra mahkota. Bendera katun hitam merupakan Bendera Raja Sehari yang dikibarkan dari pagi hingga sore hari menjelang pelantikan raja atau sultan baru, sedangkan bendera wol kuning merupakan bendera Pangeran Ratu yang menunjukkan kedudukan seorang putra mahkota. Kedua keris yang disebutkan di atas Si Ginjei dan Senja Merjaya ditempatkan di dua tempat terpisah. Keris Si Ginjei dipamerkan di Ruang Emas Lantai IV Gedung B, sedangkan keris Senja Merjaya dipamerkan di Ruang Emas Gedung A. Dua buah parang dipamerkan di Ruang Emas Gedung A, sedangkan sehelai bendera Raja Sehari dan sehelai bendera Pangeran Ratu disimpan di gudang storage Ruang Tekstil. Dimasukkannya kedua helai bendera tersebut ke dalam storage tekstil didasarkan pada bahan dasarnya, yaitu tekstil. Penempatan keris Si Ginjei dan Senja Merjaya di Museum Nasional pada tahun 2006 pernah dikritik, karena tidak sesuai dengan struktur pemerintahan Kesultanan Jambi. Dalam struktur pemerintahan Kesultanan Jambi kedua koleksi ini disandang oleh dua tokoh yang selalu berdampingan, yaitu Sultan dan Pangeran Ratu. Oleh karena itu kedua keris tersebut juga seharusnya ditata berdampingan, seperti saat koleksi masih ditata di Ruang Emas gedung lama Museum Nasional Gedung A. 2 Legitimasi kekuasaan merupakan manipulasi sesuatu sesuai kehendak melalui mite asal-usul seseorang, tempat, atau benda. Dalam mite, seorang penulis pujangga berusaha menyampaikan maksud politiknya untuk memperkuat kedudukan penguasa El Roemy, 2008: 2; Herlina, 2009: 25. Sewajarnya koleksi regalia tersebut di atas dan koleksi yang berkenaan dengan Kesultanan Jambi lainnya penting ditampilkan di Museum Negeri Jambi, khususnya di ruang khazanah. Kehadirannya berguna untuk mengisi kekosongan koleksi yang menjadi mata rantai sejarah Jambi yang diawali masa prasejarah, masa Kerajaan Melayu Kuno, masa Kerajaan Melayu Jambi Kesultanan Jambi, masa Pemerintahan Hindia Belanda, masa Pemerintahan Jepang, dan masa Kemerdekaan. Tidak adanya koleksi regalia dan koleksi yang berkenaan dengan Kesultanan Jambi yang dimiliki Museum Negeri Jambi menyebabkan terjadinya lompatan sejarah Jambi dari masa Kerajaan Melayu Kuno berlanjut ke masa Pemerintahan Hindia Belanda, tanpa memasukkan masa Kerajaan Melayu Jambi Kesultanan Jambi. Koleksi Bintang Turki yang disinggung pada halaman 2 dan koleksi lainnya yang dapat mengisi kekosongan alur sejarah Jambi belum dapat ditampilkan karena sedang dalam karantina. Pengelola koleksi kurator Museum Negeri Jambi dalam memanfaatkan koleksi regalia Kesultanan Jambi di Museum Nasional dan koleksi yang berkenaan dengan Kesultanan Jambi di Museum Negeri Jambi mengalami kesulitan mencari informasi koleksi tersebut. Kesulitan disebabkan buku sumber yang sulit diperoleh, buku sumber yang ada menggunakan bahasa dan aksara yang tidak lagi digunakan secara umum, sistem penulisan dalam buku sumber berbeda karena mengalami perubahan, juga dana yang dimiliki museum untuk mengadakan penelitian dan pengadaan koleksi terbatas, sehingga koleksi yang berada di masyarakat tidak terbeli dan tergali. Padahal Museum Negeri Jambi memiliki ruang khazanah, yaitu ruang khusus yang memamerkan benda-benda bernilai sangat tinggi, baik bahan pembuatannya maupun latar belakang sejarahnya. Selain itu, Pemerintah Daerah pun mendukung dan beberapa penyaksi yang menyaksikan betapa pentingnya benda regalia tersebut masih ada. Pentingnya benda regalia ini dipaparkan oleh A. Mukty Nasruddin 1989: 419 sebagai berikut: “ … Sekarang kami serahkan kepada Bapak sebagai penyerahan tanah dan jiwa rakyat Jambi kepada Pemerintah Republik Indonesia. Keris Si Ginjei diangkat oleh pewaris, diserahkan kepada Bapak M. Hatta, Wakil Presiden Republik Indonesia. Banyak orang tua-tua menitikan air mata karena upacara itu membawa kenangan kepada setiap penobatan Rajasari Raja Sehari sebagai raja ad interm menjelang penobatan raja esok harinya. Hanya penyerahan keris kali ini tidak diiringi tembakan meriam sebanyak 20 kali. Banyak orang terpesona oleh karena baru mengenal perangkat KerajaanKesultanan Jambi dahulu itu. Penuh kegembiraan bahwa apa yang mereka rasa hilang selama ini, bertemu kembali. …”. Oleh karena itu, masalah lompatan alur cerita storyline sejarah Jambi akibat tidak adanya koleksi yang mendukung alur cerita perlu diteliti, dan hal itu belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian dan penulisan tentang koleksi regalia yang dilakukan sebatas uraian fungsi, sejarah, dan legenda, seperti karya Hasan Yunus berjudul Engku Putri Raja Hamidah. Pemegang Regalia Kerajaan Riau, karya M. Nazir berjudul Mengenal Budaya Daerah Jambi. Keris Si Ginjei, dan karya Ujang Hariadi bersama Budi Prihatna dan Eka Feriani berjudul Keris Si Ginjei Dalam Legenda dan Sejarah Jambi.

1.2. Rumusan Masalah