BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut 2.1.1 Definisi
Infeksi saluran pernapasan akut ISPA atau dikenal sebagai Acute Respiratory Infections ARI adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian
atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan, dan akut.
Depkes,
2012.
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran
pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli, beserta organ adneksa
lainnya seperti rongga sinus, rongga telinga tengah, dan pleura.
Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut dari suatu penyakit Sitorus, 2012.
2.1.2 Patofisiologi
Gejala yang ditimbulkan oleh ISPA tergantung oleh sifat mikroba, respon inflamasi pada paru-paru host dan lingkungan. Ketika mikroba terdeposit pada
paru-paru, mekanisme sistem pertahanan yang didistribusikan ke seluruh saluran pernapasan dari hidung sampai ke permukaan alveolar dapat dihasilkan Mizgerd,
2008. Mikroba harus terlebih dahulu memasuki sel pada permukaan tubuh untuk
menginfeksi inangnya. Jalur masuk umumnya adalah lapisan mukosa saluran pernapasan melalui inhalasi droplet udara atau aspirasi oral. Epitel saluran napas
bagian atas terutama terdiri dari epitel kolumnar bersilia yang ditutupi oleh selaput lendir . Silia bergerak bolak-balik dan berinteraksi dengan selaput lendir,
sehingga partikel yang masuk terperangkap Simoes et al., 2006.
5
Universitas Sumatera Utara
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya mikroba dengan tubuh. Masuknya mikroba sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong mikroba atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.
Jika refleks tersebut gagal, maka mikroba akan bereplikasi dan merusak lapisan epitel mukosa saluran pernafasan. Sel epitel yang rusak akan merangsang natural
killer dan limfosit untuk menghasilkan sitokin. Setelah melintasi epitel, partikel mikroba memasuki membran basal. Di bawah membran basal terdapat sub-epitel,
dimana mikroba bertemu dengan cairan jaringan, sitem limfatik, dan fagosit yang menguraikan beberapa sitokin dan interferon untuk mencegah replikasi lebih
lanjut. Pelepasan mikroba pada membran basal menyediakan akses penyebaran secara sistemik
Sitokin yang dihasilkan akan menimbulkan suatu respon sistemik berupa demam dan mialgia. Sedangkan respon lokal akibat sitokin akan menimbulkan
batuk yang parah. Selain itu sistem pertahanan tubuh manusia juga merangsang lebih banyak lagi sel fagosit termasuk Limfosit B dan T. Antibodi yang dihasilkan
oleh limfosit B akan Manjarrez-Zavala et al., 2013.
membunuh mikroba melalui opsonisasi, netralisasi, dan aktivasi komplemen Manson Summer, 2010.
Sel yang rusak juga akan meningkatkan produksi IL-8, sebagai akibatnya mukosa saluran pernapasan dirangsang untuk menghasilkan sekresi mukus yang
cukup banyak. Sekresi mukus yang berlebih menyebabkan penderita batuk sebagai usaha untuk mengeluarkan mukus Treanor, 2008. Mukus yang
dihasilkan akan menghalangi proses difusi dan osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa
oleh darah. Penurunan itu secara klinis akan membuat penderita mengalami pucat sampai sianosis. Apabila seseorang mengalami gangguan imunitas yang rendah
tanpa adanya kerusakan saluran pernapasan, maka agen-agen yang masuk akan sulit di bunuh sehingga menimbulkan gejala infeksi. Gejala pada ISPA bukan
merupakan efek langsung dari jumlah virus yang berplikasi atau jumlah sel yang terinfeksi, tetapi disebabakan oleh mediator inflamasi yang dihasilkan Riyadi
Sukarmin, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan lain-lain. Bakteri penyebab ISPA antara lain Group A
streptococci 5-15 dari semua kasus faringitis pada usia dewasa; 20-30 pada anak- anak, Group C and G streptococci,
2.1.3 Etiologi