1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap kehidupan manusia selalu melewati fase-fase perkembangan yang  diawali dari masa kanak-kanak hingga masa dewasa akhir. Tahapan
perkembangan masa dewasa akhir ini disebut dengan usia lanjut, sedangkan sebutan untuk individu yang berada di tahapan ini adalah lansia Suardiman,
2011. Menurut UU No.13 pasal 1 ayat 2 Tahun 1998, lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas Suardiman, 2011.  Beberapa ahli lain memiliki
pandangan sendiri mengenai batasan usia tersebut. Menurut  Papalia, Olds, Feldman 2009, batasan memasuki usia lanjut itu dibagi  menjadi beberapa
bagian yaitu young old  65-74 tahun, old-old  75-84 tahun, dan oldest old 85 tahun.
Berdasarkan usianya tersebut, lansia dibagi menjadi lansia yang potensial dan tidak potensial. Lansia yang potensial adalah yang masih
mampu menghidupi dirinya sendiri, sedangkan lansia yang tidak potensial adalah yang hanya bisa menggantungkan hidupnya pada orang lain UU
No.131998 1:2, 1:3 dalam Suardiman,2011. Perbedaan ini akan mempengaruhi mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan
lansia menyangkut kebutuhan fisik dan psikologis. Kebutuhan fisik lansia berhubungan dengan kebutuhan makanan, minuman, pakaian, dan perawatan
kesehatan sedangkan kebutuhan psikologis terdiri dari  dukungan sosial,
rekreasi, dan religi. Kebutuhan–kebutuhan ini akan  menjadi masalah ketika lansia mengalami kesulitan untuk memenuhinya.
Salah satunya adalah masalah ekonomi yang terjadi terjadi karena hilangnya pekerjaan, sehingga akan mempengaruhi pendapatan mereka sehari-
hari. Lansia yang tidak bekerja memiliki peluang merasa kesepian lebih besar dibanding lansia yang bekerja. Masalah lain yang harus dihadapi adalah
masalah kesehatan, yaitu penurunan atau degenerasi beberapa fungsi tubuh seperti menurunnya beberapa fungsi indra, motorik dan kognitif Hurlock,
1980; Suardiman, 2011. Kesehatan yang semakin menurun dapat menyebabkan lansia menjadi sulit untuk berinteraksi dengan bebas  dan
memilih untuk menarik diri lingkungannya. Hal ini berarti perhatian dan kasih sayang yang didapat akan semakin berkurang Hurlock, 1990.
Berbagai masalah tersebut dialami oleh lansia laki-laki dan wanita namun harapan hidup lansia laki-laki lebih rendah dibanding wanita sehingga
jumlah wanita lansia  lebih banyak. Oleh karena itu, penelitian ini memilih wanita  lansia  sebagai subjeknya.  Harapan hidup wanita  yang lebih panjang
namun  mereka  cenderung mengalami kesepian dan depresi  Papalia, 2009; Lestari, Fakhrurrozi, 2008. Kesepian akan lebih dirasakan oleh lansia wanita
yang tidak bekerja karena mereka lebih banyak ditinggalkan di rumah sendiri Lestari, Fakhrurrozi, 2008.
Kebanyakan wanita lansia menggantungkan hidupnya pada orang lain terutama keluarga, karena bagi mereka keluarga merupakan salah satu
faktor penting untuk keberlangsungan hidup wanita lansia.  Sepeninggal suami
wanita lansia menjadi tinggal sendiri atau dengan anak-anaknya dan terjadinya perubahan pada struktur pola keluarga dari nuclear family ke extended family
menyebabkan lansia semakin kesulitan dalam mengatasi masalahnya yang berhubungan dengan tempat tinggal dan perawatan Suardiman, 2011.
Hal inilah yang menjadi salah satu alasan untuk menempatkan lansia di panti
wredha. Wawancara  yang dilakukan dengan  wanita  lansia  di panti wredha,
mereka menyatakan bahwa mereka berada di panti dengan harapan untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik, karena anggota keluarganya sibuk
dengan aktivitasnya masing-masing. Pemilihan tempat tinggal di panti wredha memberikan tuntutan baru untuk lansia yaitu  menyesuaikan dengan kondisi
tersebut. Sebagian besar lansia mengalami stress karena kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tempat tinggal di panti wredha Indriana,
Kristiana, Sonda, Intanirian, 2010. Berbagai masalah yang muncul tersebut menjadi tantangan baru bagi
lansia wanita untuk menyesuaikan diri sehingga  dapat mencapai Successful aging.  Penelitian yang dilakukan oleh Rowe dan Khan  1997  menyatakan
lansia yang successful aging  mempunyai kemampuan fisik yang masih berfungsi dengan baik atau tidak cacat, rentan atau bahkan jarang terkena
penyakit, kemampuan kognitif dan keterlibatan dalam lingkungan fisik 1997. Harapan untuk tetap hidup sehat, mandiri dan aktif dalam kehidupan sehari-
hari menjadi keinginan setiap lansia dalam menjalani masa tuanya.  Kualitas hidup yang baik pada lansia adalah perasaan untuk dihargai, dihormati dan
berguna untuk orang-orang di sekitarnya serta keluarga Suardiman, 2011; Robichaud, Durrand, Bedard, Ouellet, 2006.
Successful aging  dapat  dicapai  dengan berbagai cara, seperti pemberian aktivitas-aktivitas yang produktif maupun yang berguna untuk
menjaga kesehatan mereka. Tingkat depresi lansia menurun setelah diberikan aktivitas senam  bugar Agustin, Aulia, 2008. Pemberian aktivitas-aktivitas
keterampilan untuk memproduksi suatu barang yang dapat menghasilkan uang akan meningkatkan harga diri lansia Tursilarini, Untung, 2003. Lansia yang
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan atau kondisi yang memicu stress dikatakan mengalami successful aging  Indriana, dkk, 2010.
Faktor lain yang tidak kalah penting bagi lansia dalam mencapai successful aging  adalah pemberian dukungan sosial. Dukungan sosial memiliki
hubungan yang kuat antara dukungan sosial dengan kesehatan mental dan kematian Cohen Syme, 1985 dalam Bond, dkk, 1995.
Dukungan sosial berupa informasi dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang itu dicintai, diperhatikan, dihargai, dihormati, merasa
dilibatkan dan menjadi bagian dalam jaringan komunikasi lingkungan sosial Taylor, 1995. Macam-macam dukungan sosial, yaitu dukungan emosional,
dukungan penghargaan, instrumental, dan dukungan informatif. Sumber dukungan sosial dapat diberikan oleh keluarga,  teman, saudara atau orang-
orang yang memiliki kedekatan yang cukup baik dengan usia lanjut Smett, 1994.  Dukungan sosial anak ke orangtua cukup berperan penting di masa
dewasa akhir. Hal ini diwujudkan dengan cara menjalin hubungan yang baik kepada orangtua Stuifbergen, Delden, Dykstra, 2008.
Keluarga dinilai sebagai bagian yang terdekat dari lansia dan menjadi tempat untuk mendapatkan kenyamanan tinggal  Suardiman, 2011. Lansia
sebenarnya lebih menyukai untuk tinggal di rumah sendiri, karena dengan begitu mereka dapat bebas dan mandiri dalam melakukan kegiatannya sehari-
hari Schnall, Harber, Stefanucci, Proffit, 2008. Lansia juga akan sangat mempertahankan hubungan pertemanannya karena dapat membantu lansia
untuk mengatasi kekhawatiran dan permasalahannya Papalia, 2009. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa interaksi dengan teman-teman
sesama lansia dapat memberikan pengaruh positif pada mental lansia. Mullindugan, 1991 dalam Afida, dkk, 2002.
Keluarga dan teman-teman merupakan sumber dukungan  sosial yang penting bagi lansia namun kenyataan yang terjadi banyak lansia yang
ditempatkan di panti wredha. Harapan dengan meletakkan lansia di panti wredha agar terurus. Alasan lain menempatkan lansia  di panti wredha juga
dikarenakan  pergeseran pola  keluarga  dan kesibukan yang dijalani oleh keluarga lain Afida, dkk, 2002. Hal ini mengakibatkan keterpisahan  lansia
dari orang-orang terdekatnya. Keterpisahan ini menyebabkan lansia semakin berkurang  mendapatkan dukungan sosial. Hal lain yang juga dialami lansia
yang tinggal di panti wredha adalah mereka kehilangan teman-teman dekat yang bisa membantu mereka untuk mengatasi kekhawatiran dan penyelesaian
masalah.
Tidak mudah bagi lansia untuk menggantikan teman-teman lamanya dengan teman-teman yang mereka baru kenal di panti wredha. Seringkali yang
terjadi mereka merasa kurang nyaman dengan teman-teman barunya di panti wredha.  Maka, pramuruktilah yang dapat diharapkan untuk memberikan
dukungan sosial pada wanita lansia di panti wredha. Pramurukti merupakan sumber utama dukungan dan perawatan bagi lansia yang tinggal di panti
wredha terlebih bagi lansia yang menderita penyakit mental dan fisik Bond, dkk, 1995.
Di sisi lain, perawatan yang diberikan pramurukti dengan  tekanan mental dan emosi memiliki resiko kematian yang tinggi, sebaliknya lansia
yang hidup tanpa perawatan dari pramurukti justru memiliki resiko kematian yang rendah Schultz, Beach, 1999. Perawatan yang diberikan dengan positif
akan berpengaruh positif bagi lansia. Pramurukti menjadi salah satu lapangan kerja, setiap individu memiliki komitmen kerja yang berbeda-beda satu sama
lain. Dukungan sosial berpengaruh pada kesehatan mental dan kematian
Cohen  Syme, 1985 dalam Bond, dkk, 1995. Lansia yang tercukupi kebutuhan affiliasinya memiliki tingkat depresi yang rendah, Hal ini berarti
mengalami kesehatan mental seperti telah dijelaskan sebelumnya Afida, dkk, 2003.  Dengan demikian, peneliti menduga bahwa pramurukti yang
menjalankan tugas mereka dengan positif yaitu memberikan dukungan  akan membantu lansia untuk mencapai successful aging.  Hal ini masih  harus
dibuktikan secara empirik, maka peneliti ingin meneliti mengenai hubungan
dukungan sosial pramurukti dengan successful aging  wanita  lansia  di panti wredha.
B. Rumusan Masalah