pemerian kalimat, perlu dibedakan kategori sintaksis, funsi sintaksis dan peran semantis unsur-unsur kalimat.
Setiap bentuk kata, atau frasa, yang menjadi konstituen kalimat termasuk dalam kategori kata atau frasa tertentu dan masing-masing memiliki peran
semantis tertentu pula. Hubungan antara bentuk, kategori, dan peran itu dapat menjadi lebih jelas jika diperhatikan bagan berikut
Bentuk Ibu
saya tidak
membeli baju
baru untuk
kami minggu
lalu
ka te
gor i
Kata N
Pron Adv
V N
Adj Prep
N N
v Frasa
FN FV
FN FPrep
FN Fungsi
Subjek Predikat
Objek Pelengkap
Keterangan Peran
Pelaku Perbuatan
Sasaran Peruntung
Waktu Bagan 2.1: hubungan bentuk, kategori, fungsi, dan peran unsure kalimat TBBBI, 2010: 327
Pada bagan 2.1 di atas tampak lima fungsi sintaksis yang digunakan untuk pemerian kalimat. Dalam suatu kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaksis itu
terisi, tetapi paling tidak, ada konstituen pengisi subjek dan predikat. Kehadiran konstituen lainnya banyak ditentukan oleh konstituen pengisi predikat Alwi, dkk
2010: 328. Contoh : 15 a. Dia S tidur P di kamar depan
KET
. b. Mereka S sedang belajar P bahasa Inggris Pel sekarang
Ket. c. Mahasiswa S mengadakan P seminar O di kampus Ket.
d. buku itu S terletak P di meja Ket kemarin Ket. e. Ayah S membeli P baju O untuk adik Pel tadi siang Ket.
f. Dia S meletakkan P uang O di atas meja itu Ket kemarin Ket.
Pada contoh di atas konstituen yang dicetak miring dapat dihilangkan tanpa mengakibatkan kejanggalan kalimat, artinya bahwa makna kalimat tetap
dapat dipahami. Dari contoh itu hanya kalimat f yang memiliki konstituen pengisi kelima fungsi sintaksis, yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap, dan
keterangan. Pada umumnya banyak dari kalimat-kalimat yang urutan unsurnya berbeda dengan urutan kelima fungsi sintaksis tersebut, terutama yang
menyangkut letak keterangan dan letak predikat terhadap subjek kalimat. Keterangan memiliki banyak jenis dan letaknya dapat berpindah-pindah di dalam
kalimat, baik di awal, tengah, maupun akhir kalimat. Contoh: 16 a. Dita kemarin membeli buku.
b. kemarin Dita membeli buku c. Dita membeli buku kemarin.
Selain itu, ada banyak kalimat yang letak predikatnya mendahului subjek kalimat. Kalimat-kalimat demikian pada umumnya dapat diubah susunannya sehingga
berpola S-P. Contoh : Tidak banyak P manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian S
dapat diubah menjadi Manusia hidup dalam kesendirian S tidak banyak P.
pola umum kalimat dasal dalam bahasa Indonesia adalah S + P + O + PEL + KET. Tanda kurung menyatakan ketiga unsur tersebut tidak selalu
harus hadir dalam kalimat dan jumlah keterangan dapat lebih dari satu Alwi, dkk, 2010: 329.
Dari pola umum kalimat dasar tersebut dapat diturunkan pola dasar kalimat. Menurut Alwi, dkk 2010: 329, ada enam pola dasar kalimat. Keenam
pola dasar kalimat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. a.
Pola dasar S – P subjek – predikat b.
Pola dasar S – P – O subjek –predikat – objek c.
Pola dasar S – P – Pel subjek – predikat – pelengkap d.
Pola dasar S –P – Ket subjek – predikat – keterangan e.
Pola dasar S – P – O – Ket subjek – predikat – objek – keterangan f.
Pola dasar S – P – O – Pel subjek – predikat – objek - pelengkap
Pola dasar kalimat dalam hal ini adalah model atau bentuk kalimat yang mendasari terbentuknya kalimat yang lebih luas Mustakim, 1994: 75. Perluasan
pola kalimat dimaksudkan agar informasi yang akan disampaikan dalam kalimat menjadi lebih jelas dan memiliki struktur yang jelas. Contoh.
17.a Pada kesempatan itu bupati menyerahkan sejumlah penghargaan kepada warga masyarakat yang telah berjasa kepada daerahnya.
18.a Menurut rencana, pertemuan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan itu akan diperpanjang sampai minggu depan
Jika dilihat dari jumlah kosa kata, kalimat 17.a dan 18.a cukup panjang. Walaupun demikian, pola dasar dari kalimat tersebut cukup singkat, yaitu
17.b Bupati menyerahkan penghargaan. S
P O
18.b Pertemuan itu akan diperpanjang. S
P
Pola dasar tersebut, yaitu S-P-O pada 17.b dan S-P pada 18.b, oleh pemakah bahasa kemudian diperpanjang atau diperluas dengan keterangan-
keterangan tertentu sehingga menjadi kalimat 17.a dan 18.b. perluasan itu timbul karena keperluan informasi yang disampaikan belum lengkap. Karna itu
ditambahkan unsur yang dapat memperjelas. Suatu kalimat yang cukup panjang merupakan perluasan dari pola dasar kalimat akan tetap memiliki struktur dan
maknsa yang jelas jika didasarkan pada pola tertentu. Contoh dari perluasan pola dasar tersebut merupakan sebagian dari
perluasan yang dapat dilakukan terhadap pola-pola dasar. Masih banyak cara-cara lain untuk memperluas kalimat dari pola dasarnya. Dengan mengetahui pola
dasar, diharapkan pemakai bahasa mampu untuk memahami dan dapat memperluas kalimat secara sistematis dan logis sehingga informasi yang akan
disampaikan akan jelas dan dapat dipahami. Begitu juga dengan teks tertulis, dengan mengetahui pola-pola dasar kalimat, pembaca dapat memahami setiap
kalimat dan unsur-unsur yang ada di dalamnya.
C. Paragraf
Paragraf memiliki beberapa pengertian. Menurut Gorys Keraf 1980: 62, paragrafalinea adalah suatu kesatuan pikiran yang lebih tinggi atau lebih luas dari
kalimat. Menurut Abdul Chaer 2011: 27, paragraf adalah satuan bahasa yang dibangun dua buah kalimat atau lebih yang secara semantik dan sintaksis
merupakan satu kesatuan yang utuh. Sedangkan menurut Asul Wiyanto 2004:
15, paragraf adalah sekelompok kalimat yang saling berhubungan dan bersama- sama menjelaskan satu buah pikiran untuk mendukung buah pikiran yang lebih
besar, yaitu buah pikiran yang diungkapkan dalam seluruh tulisan. Lebih jelas lagi menurut Tarigan 1987: 11, paragraf adalah seperangkat kalimat tersusun logis-
sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung pikiran pokok yang tersirat dalam keseluruhan paragraf.
Tujuan sebuah alineaparagraf menurut Gorys Keraf 1980: 63, adalah, yang pertama, memudahkan pengertian dan pemahaman dengan menceraikan
suatu tema dari tema yang lain. Oleh sebab itu, tiap paragraf hanya boleh mengandung satu tema. Bila terdapat dua tema maka paragraf atau alinea tersebut
harus dipecah menjadi dua tema. Yang kedua, memisahkan dan menegaskan perhentian secara wajar dan formal, untuk memungkinkan kita berhenti lebih lama
daripada perhentian pada akhir kalimat. Menurut Hapsari 2011: 51, paragraf berguna untuk menandai pembukaan
topik baru, memisahkan gagasan pokok yang satu dengan yang lain, dan memudahkan pembaca memahami tulisan secara utuh. Panjang paragraf tidak
pasti, bergantung pada cara pengembangannya dan ketuntasan uraian yang berhubungan dengan gagasan pokok. Paragraf yang terlalu pendek misalnya 3-4
kalimat biasanya kurang dikembangkan, tetapi yang terlalu panjang menjemukan. Walaupun pada prinsipnya sebuah paragrafalinea harus terdiri dari
rangkaian kalimat, tetapi ada juga alinea yang hanya terdiri dari satu kalimat. Ada beberapa alasan mengapa bisa terdapat paragraf semacam ini. Pertama karena
alinea itu kurang baik dikembangkan penulisnya; penulis kurang memahami hakikat alinea. Kedua, memang sengaja dibuat oleh pengarang, karena ia sekadar
mengemukakan gagasan itu bukan untuk dikembangkan, atau pengembangannya terdapat pada paragraf-paragraf berikutnya. Begitu pula sebuah paragraf yang
hanya terdiri dari sebuah kalimat dapat bertindak sebagai peralihan antara bagian- bagian dalam sebuah karangan Gorys Keraf, 1980: 63.
1. Komponen Paragraf
Paragraf adalah kesatuan kalimat yang tersusun secara sistematis dan logis yang dipergunakan pengarang sebagai alat untuk menyatakan dan menyampaikan
jalan pikirannya pada pembaca. Supaya pikiran tersebut dapat diterima oleh pembaca maka paragraf harus tersusun secara logis-sistematis.
Alat bantu untuk menciptakan susunan logis-sistematis itu ialah elemen- elemen seperti 1 transisi, 2 kalimat topik, 3 kalimat pengembang, dan 4
kalimat kalimat penegas Tarigan, 1987: 13. Keempat komponen tersebut akan menjalin satu paragraf yang utuh dan padu. Namun adakalanya sebuah unsur
paragraf mengandung empat unsur, tiga unsur, dua unsur saja. Bahkan adakalanya hanya mengandung satu unsur saja Asul, 2004: 20. Berikut akan dipaparkan
mengenai keempat komponen paragraf. Menurut Tarigan 1987: 13-14, keempat unsur paragraf yakni transisi,
kalimat topik, kalimat pengembang, dan kalimat penegas kadang-kadang bersama-sama kadang hanya tampil sebagian dalam paragraf.
1 Paragraf memiliki empat unsur
Susunan unsur paragraf jenis ini terdiri atas a transisi berupa kata atau kalimat, b kalimat topik, c kalimat pengembang, d kalimat penegas
2 Paragraf memiliki tiga unsur
Paragraf jenis ini terdiri atas a transisi, b kalimat topik, c kalimat pengembang.
3 Paragraf memiliki dua unsur
Paragraf jenis ini terdiri atas a kalimat topik, b kalimat pengembang. a.
Transisi Menurut Tarigan 1987: 15-16, transisi ialah mata rantai penghubung
antarparagraf. Kata-kata transaksional merupakan petunjuk bagi pembaca apakah suatu paragraf baru bergerak sesuai ide pokoknya. Karena itu sering dikatakan
orang bahwa transisi berfungsi sebagai penunjang koherensi dan kepaduan antaranak bab, dan antarparagraf dalam suatu karangan.
Transisi tidak selalu harus ada dalam suatu paragraf. Kehadiran transisi tergantung pada pertimbangan pengarang. Ada dua cara untuk mewujudkan
hubungan antardua paragraf. Pertama secara implisit, kedua secara eksplisit. Hubungan implisit tidak dinyatakan oleh penanda transisi tertentu. Walaupun
demikian hubungan antarparagraf masih dapat dirasakan. Kedua hubungan eksplisit, dinyatakan oleh alat penanda transisi tertentu seperti Tarigan, 1987:
16:
1 Transisi berupa kata
Alat penanda transisi berupa kata dan kelompok kata sangat banyak dan bejenis-jenis. Secara garis besar penanda transisi dapat dikelompokkan sebagai
berikut: a
Penanda hubungan kelanjutan, misalnya: dan, lagi, serta, lagi pula
, dan tambahan lagi b
Penanda hubungan urutan waktu, misalnya: dahulu, kini, sekarang, sebelum, sesudah, kemudian, sementara itu,
sehari kemudian, dan dan seterusnya
c Penanda klimaks, misalnya:
paling…., se…nya, dan ter… d
Penanda perbandingan, misalnya: sama, seperti, ibarat, bak,
dan bagaikan e
Penanda kontras, misalnya: tetapi, biarpun, walaupun
, dan sebaliknya f
Penanda urutan jarak, misalnya: di sini, di situ, di sana, dekat, jauh, dan sebelah
g Penanda ilustrasi, misalnya:
umpama, contoh, dan misalnya
h Penanda sebab-akibat, misalnya:
karena, sebab, oleh karena, dan akibatnya
i Penanda kondisi pengandaian, misalnya:
jika, kalau, jikalau, andai kata, dan seandainya
j Penanda kesimpulan, misalnya:
kesimpulan, ringkasnya, garis besarnya, dan rangkuman
2 Transisi berupa kalimat
Menurut Tarigan 1987: 18, transisi berupa kalimat lebih terkenal dengan istilah kalimat penuntun. Fungsinya adalah sebagai transisi dan sebagai pengantar
topik utama yang akan diperbincangkan. Kalimat penuntun tidak berfungsi sebagai pengganti kalimat topik.
Letaknya selalu mendahului kalimat topik. Bila dalam satu paragraf terdapat kalimat penuntun sebagai transisi maka kalimat topik terdapat segera setelah
kalimat penuntun selesai. b.
Kalimat topik Menurut Tarigan 1987: 18-19, kalimat topik adalah perwujudan
pernyataan ide pokok paragraf dalam bentuk umum atau abstrak. Ada tiga kemungkinan letak kalimat topik dalam suatu paragraf, kemungkinan pertama,
pada bagian awal paragraf segera setelah transisi kalau ada transisi ada pada paragraf tersebut. Kemungkinan kedua, terdapat pada bagian akhir paragraf,
kemungkinan ketiga, berada di tengah-tengah paragraf, tetapi hal ini jarang ditemui.
c. Kalimat pengembang
Sebagian besar kalimat-kalimat yang terdapat dalam suatu paragraf termasuk kalimat pengembang. Susunan kalimat pengembang tidak sembarangan.
Urutan kalimat pengembang sebagai perluasan pemaparan ide pokok yang bersifat abstrak menuruti hakekat ide pokok Tarigan, 1987: 19.