I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Kabupaten Indramayu adalah satu dari banyak daerah di Indonesia yang sering
mengalami bencana banjir. Bencana banjir tahun 2007 adalah salah satu kejadian banjir
terbesar yang melanda daerah Jakarta dan sekitarnya termasuk Indramayu. Sektor
agrikultur sebagai sektor yang paling merasakan dampak dari bencana alam
merupakan sektor yang dominan di wilayah Indramayu, yang mana sebagian besar
wilayahnya berupa sawah. Tanaman padi yang terendam oleh banjir akan mengalami
penurunan persentase pertumbuhan seiring lama rendaman atau bahkan bisa mati
Triwidiyati 2009. Hal ini akan memaksa petani kepada dua pilihan yaitu melakukan
panen dini atau gagal panen, dimana panen dini akan mengurangi hasil gabah dan jika
padi dibiarkan terendam akan membusuk dan memaksa petani untuk melakukan
penanaman ulang yang akan membutuhkan modal tambahan. Indramayu selama ini
memasok 23 dari kebutuhan beras di Jawa Barat, oleh karena itu selain merugikan bagi
para petani banjir juga akan berdampak pada kestabilan pasokan beras untuk daerah lain
terutama Jawa Barat yang selama ini memanfaatkan produksi padi Indramayu.
Ketersediaan informasi
mengenai wilayah yang rentan rawan terhadap banjir
yang dapat diakses oleh pembuat kebijakan maupun petani berperan penting dalam
membantu mereka
dalam menentukan
langkah yang tepat terkait dengan masalah banjir. Salah satu bentuk informasi tersebut
adalah berupa peta kerawanan banjir. Sivakumar et al. 2005 menyatakan banjir
merupakan fungsi dari iklim variabilitas pola hujan, kejadian badai, hidrologi
bentuk dasar sungai, instensitas drainase dan debit aliran sungai dan karakteristik
tanah kapasitas penyerapan air. Dengan masukan data-data tersebut dapat dilakukan
pendugaan kerawanan banjir berdasarkan kontribusi
masing-masing parameter
terhadap terjadinya banjir di daerah kajian. Penginderaan jauh remote sensing
selama beberapa dekade terakhir telah dimanfaatkan
sebagai metode
dalam perolehan berbagai jenis data spasial dengan
cakupan aplikasi yang luas, salah satunya yaitu dalam manajemen bencana alam.
Penginderaan jauh juga berperan sebagai sebuah teknologi yang dapat menyediakan
input data bagi pengukuran, pemetaan, pemantauan, dan pemodelan dalam konteks
Sistem Informasi Geografis Star dan Estes 1990. Dengan mengintegrasikan input data
parameter-parameter banjir yang diperoleh melalui penginderaan jauh dan data lainnya
serta melakukan analisis data menggunakan SIG diharapkan dapat diperoleh hasil dugaan
kerawanan bencana banjir di wilayah Indramayu yang dapat digunakan sebagai
basis bagi pembuatan keputusan. 1.2.
Tujuan
i. Melakukan analisis kerawanan banjir
di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan
metode Sistem
Informasi Geografis. ii.
Menghasilkan peta
kerawanan bencana
banjir multi-temporal
Kabupaten Indramayu
dengan masukan dinamis berupa data CH 15-
harian TRMM. iii.
Membandingkan peta kerawanan banjir dengan lokasi banjir aktual
bulan Februari dan Desember 2007.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bencana Banjir
Indonesia memiliki iklim monsoon dengan dua macam musim hujan dan
kemarau yang bergilir antara nilai puncak tinggi dan puncak rendah. Kebanyakan
pulau-pulau di
Indonesia bertulang
punggung berupa gunung-gunung diikuti tanah datar sejauh 100 kilometer menuju
arah pantai. Ukuran pulau-pulau di Indonesia tidak memungkinkan terbentuknya sungai-
sungai besar. Bentuk topografi dan kondisi iklim demikian memungkinkan mudah
berkembangnya banjir dengan arus yang besar pada musim hujan, namun mudah pula
untuk mereda. Menurut Soehoed 2006 kejadian banjir seperti ini disebut dengan
banjir bandang yang sering menimbulkan genangan di daerah pantai yang landai.
Kondisi banjir dapat diberi batasan sebagai laju aliran yang relatif tinggi yang
menyebabkan suaru aliran sungai melebihi tepinya Lee R. 1988. Sedangkan dalam
persepsi umum banjir terjadi ketika daratan yang
biasanya kering
mengalami penggenangan sementara oleh air. Beberapa
sumber banjir yaitu sungai, danau dan pasang air laut rob. Pada banjir sungai,
yang berperan utama sebagai penyebab adalah tingginya intensitas curah hujan pada
daerah
tangkapan catchment
yang mengakibatkan
naiknya debit
sungai
melebihi kapasitas. Luapan air sungai ini akan segera menggenangi daerah-daerah
rendah yang berada di sekitar sungai floodplain.
Selain curah
hujan, keadaan
fisiografis daerah
tangkapan terutama
ketinggian, kemiringan dan jenis tutupan vegetasi
akan menentukan
kerawanan wilayah
tersebut untuk
mengalami penggenangan inundation Rodda J 1974.
Daerah dengan
nilai elevasi
tinggi mempunyai kecenderungan yang kecil untuk
mengalami banjir karena air akan segera mengalir ke daerah yang lebih rendah
dibawahnya. Sedangkan kemiringan lahan berpengaruh ketika menangkap masukan air,
air yang datang pada lahan dengan kemiringan curam hanya memiliki sedikit
waktu untuk proses infiltrasi ke dalam tanah sehingga sebagian besar air akan lolos dalam
bentuk limpasan dibanding permukaan lahan yang datar atau landai. Jenis penutupan
lahan dengan vegetasi rapat memiliki kemampuan menahan air dengan menyerap
air ke dalam tanah dan menghambat proses limpasan, sedangkan permukaan daerah
urban kebal terhadap air dengan drainase yang
jarang didesain
untuk mampu
menampung banjir. Selain itu permeabilitas tanah yang menunjukkan kemampuan tanah
untuk melalukan air dalam bentuk infiltrasi juga memiliki pengaruh dimana tanah
dengan kecepatan permeabilitas lambat akan mendukung terjadinya penggenangan.
Salah satu tahapan dalam proses analisis kerawanan yaitu identifikasi wilayah
yang rawan terhadap bencana dan populasi yang yang mungkin terkena dampak bencana
Pine 2009. Dengan mengetahui tingkat kerawanan suatu wilayah terhadap banjir
maka
dapat dicegah
dengan tidak
menggunakan wilayah
tersebut untuk
kegiatan produksi agrikultur, pemukiman atau kegiatan manusia lainnya. Oleh karena
itu informasi kerawanan banjir dapat sangat bermanfaat
jika diterapkan
dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan
tata guna lahan. Jika wilayah tersebut tetap akan digunakan untuk kegiatan agrikultur,
informasi ini dapat digunakan untuk kontrol dan manajemen banjir untuk mendukung
kesiapan dalam antisipasi kejadian banjir seperti persiapan pengalihan banjir, atau
penanaman varietas yang tahan terhadap rendaman.
2.2. Topografi - DEM - SRTM