mengidentifikasi  bentuk-bentuk  fungsional  dari  persamaan  model,  menduga parameter  dari  persamaan  model,  memasukan  persamaan  ke  dalam  program
simulasi, menjalankan simulasi acuan serta menetapkan persamaan model. 1.  Pendugaan perubahan  kandungan  karbon akibat konversi pemanfaatan  lahan
menggunakan  asumsi  pada  tier  1.  Perhitungan  perubahan  cadangan  karbon dihitung dengan mengalikan luas penggunaan dan atau pemanfaatan kawasan
hutan dengan nilai cadangan karbon berdasarkan hasil penelitian sebelumnya Tabel 4.
Tabel 4. Karbon terikat pada setiap penggunaan lahan
No. Jenis Penggunaan Lahan
Cadangan Karbon
tonha Sumber Pustaka
1. 2.
3. 4.
5. 6.
Hutan Primer Hutan Bekas Tebangan
Kebun Kopi Kebun Kelapa Sawit
Alang-alang HTI E.urograndis
348.02 189.26
206.8 16.43
4,8 157
Tresnawan dan Rosalina 2002 Tresnawan dan Rosalina 2002
Widayati et al 2005 Yulianti 2009
Widayati et al 2005 Mindawati et al 2010
Dalam menentukan laju deforestasi dan degradasi  yang terjadi dibatasi oleh  perubahan  luas  kawasan  hutan  tetap  dan  cadangan  karbon.  Definisi
deforestasi  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  perubahan  luas hutan tetap  menjadi  bentuk  pemanfaatan  lain  seperti  kebun,  tambang  dan
pemukiman dalam satuan waktu tahun. Definisi degradasi dalam penelitian ini adalah  perubahan  cadangan  karbon  yang  diakibatkan  oleh  perubahan  luas
hutan  tetap  menjadi  peruntukan  lain  yang  dinyatakan  dalam  tonha.  Dalam penelitian ini tidak mempertimbangkan penurunan jasa lingkungan lain akibat
perubahan penggunaan dan pemanfaatan hutan. 2.  Pendugaan  nilai  ekonomi  menggunakan  pendekatan  yang  dijelaskan  dalam
Peraturan  Menteri  Kehutanan  Permenhut  Nomor  P.36Menhut-II2009. Nilai  karbon  yang  disimulasikan  adalah  nilai  cadangan  karbon  pada  total
kawasan  hutan,  kawasan  hutan  konservasi,  kawasan  hutan  lindung  dan kawasan hutan produksi.
Salah satu model kuantitatif pendugaan income REDD+ adalah sebagai berikut:
  BiayaAFOLU_2 = if modtime,5=0 THEN BiayaStandarAFOLU[Validasi_AFOLU]+BiayaStandarAFOLU[Verifikasi
_AFOLU]+SertifikatTonAFOLU_2 else 0   BiayaCCB_2 = if modtime,5=0 then
BiayaStandarCTradeCCB[Validasi]+BiayaStandarCTradeCCB[Verifikasi] +setifikattonCCB_2  else 0
  BiayaCF_2 = if modtime,5=0 then BiayaStandarCF[Validasi_CF]+BiayaStandarCF[Verifikasi_CF]+Sertifikat
tonCF_2 else 0   BIayaPV_2 = if modtime,5=0 then
BiayaStandarPV[Validasi_PV]+BiayaStandarPV[Verifikasi_PV]+Sertifikat TonPV_2 else 0
  IncomeAFOLUHK = IF MODTIME,5=0 THEN serapanCO2HKHargaCTon-BiayaAFOLU_2 ELSE 0
  IncomeCCBHK = IF MODTIME,5=0 THEN serapanCO2HKHargaCTon-BiayaCCB_2 ELSE 0
  IncomeCFHK = IF MODTIME,5=0 THEN serapanCO2HKHargaCTon-BiayaCF_2 ELSE 0
  IncomePVHK = IF MODTIME,5=0 THEN serapanCO2HKHargaCTon-BIayaPV_2 ELSE 0
  SertifikatTonAFOLU_2 = BiayaStandarAFOLU[Sertifikasi_AFOLU]serapanCO2HK
  SertifikattonCF_2 = BiayaStandarCF[Sertifikasi_CF]serapanCO2HK   SertifikatTonPV_2 = BiayaStandarPV[Sertifikasi_PV]serapanCO2HK
  setifikattonCCB_2 = serapanCO2HKBiayaStandarCTradeCCB[Sertifikasi]
e.   Evaluasi Model Evaluasi  model  berguna  untuk  mengetahui  keterandalan  model  sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan. Langkah-langkah dalam evaluasi model meliputi: 1  Evaluasi kewajaran model dan kelogisan model;
2  Membandingkan model dengan sistem nyata; 3  Analisis sensivitas, untuk melihat kewajaran perilaku model jika dilakukan
perubahan salah satu parameter dalam model secara ekstrim.
f.  Penggunaan Model Tujuan  tahapan  ini  adalah  menjawab  pertanyaan-pertanyaan  yang  telah
diidentifikasi pada awal pembuatan model dan untuk menjawab tujuan penelitian. Tahapan  ini  melibatkan  perencanaan  dan  simulasi  dari  beberapa  skenario.
Terdapat  3  level  sebagai  skenario  yang  disimulasikan.  30,  50  dan  70  dari kebijakan  penggunaan  kawasan  hutan  dalam  skema  BAU.  Angka  tersebut
menunjukan  skenario  ketika  dalam  skema  REDD+,  kebijakan  penggunaan kawasan hutan diturunkan sebanyak angka tersebut.
4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Administrasi Provinsi Jambi
Provinsi  Jambi  dibentuk  dengan  Undang-Undang  Nomor  61  tahun  1958. Provinsi  Jambi  terletak  antara  0
45’  sampai  2 45’  Lintang  Selatan  dan  antara
101 10’  sampai  104
55’  Bujur  Timur,  dengan  luas  wilayah  53.436  km
2
,    yang terdiri  atas  daratan  51.000  km
2
dan  lautan  426  km
2
.  Provinsi  Jambi  berbatasan sebelah  utara  dengan  Provinsi  Riau,  sebelah  timur  dengan  laut  cina  selatan,
sebelah  selatan  berbatasan  dengan  Provinsi  Sumatera  Selatan  dan  Bengkulu. Provinsi  Jambi  terdapat  9  kabupaten  dan  128  Kecamatan  serta  1.179  Desa  dan
150 kelurahan. Jumlah penduduk di tahun 2008 mencapai 2.788.269 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 52,18 orangKm
2
dan laju pertumbuhan mencapai 1,68  Tabel  5.  Angka  kepadatan  penduduk  per  hektar  ini  menunjukan  trend
peningkatan.  Di  tahun  2004  terdapat  49,0  orangKm
2
,  tahun  2005  terdapat 49,7  orangKm
2
,  tahun  2006  terdapat  50,2  orangKm
2
dan  tahun  2007  terdapat 51,3 orangKm
2
Jambi dalam Angka 2009. Tabel 5. Wilayah administrasi dan kependudukan provinsi Jambi
No. Nama Kabupaten
Jumlah Luas
Populasi Kecamatan
Desa km
2
orang 1
2 3
4 5
6 7
8 9
Kerinci Merangin
Sarolangun Batanghari
Muaro Jambi TanjungJabung Barat
Tanjung Jabung Timur Bungo
Tebo 12
24 10
8 8
13 11
17 12
209 167
131 114
133
70 93
145 95
3.808 6.380
7.820 4.983
6.147 4.870
5.330 7.160
6.340 322.322
286.792 219.472
223.061 301.082
247.487 211.560
273.004 265.547
Sumber: BPS 2009
4.2 Kawasan Hutan dan Organisasi
Kawasan  hutan  dapat  dibedakan  atas  2  dua  tipe  yakni  kawasan  hutan negara dan kawasan hutan milik. Kawasan hutan negara dapat berupa hutan adat
dan  hutan  yang  tidak  ada  status  kepemilikan.  Kawasan  hutan  negara  dapat
diklasifikasikan atas kawasan hutan tetap dan kawasan hutan tidak tetap. Kawasan hutan  tetap  terdiri  atas  kawasan  hutan  konservasi  kawasan  suaka  alam  dan
pelestarian alam, kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Kawasan hutan tidak tetap terdiri atas kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
Luas  kawasan  hutan  berdasarkan  Surat  Keputusan  Menteri  Kehutanan Nomor 412Kpts-II1999 adalah 2.179.440 hektar atau 42,73 luas daratan. Luas
kawasan hutan lindung 191.130 hektar, kawasan hutan produksi terbatas 340.700 hektar, kawasan hutan produksi tetap 971.490 hektar Kemenhut 2009.
Tabel 6. Klasifikasi hutan menurut TGHK dan tutupan hutan Fungsi
Tipe Tutupan Hutan
Citra Tahun 2006
Ha Luas TGHK
Ha Lindung
Hutan 134.300
191.130 Non_Hutan
38.700 Konservasi
Hutan 589.400
676.130 Non_Hutan
122.100 Produksi Tetap
Hutan 498.900
971.490 Non_Hutan
499.500 Produksi Terbatas
Hutan 188.100
340.690 Non_Hutan
107.000 Areal Penggunaan Lain
APL Hutan
161.200 2.920.560
Non_Hutan 2.409.000
TOTAL 5.100.000
Sumber: Kemenhut 2008 Produksi  hasil  hutan terbesar  di tahun  2008  adalah  pulp  yakni  506.804 m
3
atau  turun  24.92  dibandingkan  periode  sebelumnya  BPS  2009. Komoditi berikutnya adalah kayu bulat mencapai 108.722 ton atau turun 68,06
dibandingkan  tahun  sebelumnya.  Produksi  kayu  yang  menurun  seiring  dengan meningkatnya  laju deforestasi  di  Provinsi  Jambi. Tahun  2002  telah  mengalihkan
kawasan hutannya untuk perkebunan seluas 345.7756 hektar. Kebakaran hutan di provinsi  Jambi  ditaksir  sejak  tahun  2002  –  2007  mencapai  4.725  hektar  dengan
sebaran  titik  api  di  tahun  2004  terdapat  2.141  tahun  2005  mencapai  985  tahun 2006  mencapai  6.948  dan  di  tahun  2007  mencapai  3.120  dan  pada  akhir  tahun
2008 mencapai 1.970. Suatu angka  yang menunjukan terdapat penurunan potensi titik api Kemenhut 2009.
Penurunan  produksi  hasil  hutan  dan  meningkatnya  sebaran  titik  api mengakibatkan
penurunan tutupan
lahan oleh
vegetasi berhutan.
Budiharto 2009 menyebutkan bahwa cadangan karbon di provinsi Jambi periode 1990,  2000,  2003  dan  2006  mengalami  penurunan  sebanyak  6.52  Mttahun
dengan  laju perubahan penutupan lahan di tahun  1990-2000 mencapai 4.813.301 ha,  2000-2003  mencapai  4.813.305  ha  dan  di  tahun  2003-2006  mencapai
4.813.237 ha. Kemenhut 2009 menyebutkan bahwa laju deforestasi di Provinsi Jambi antara tahun 2003 – 2006 mencapai 55.368, 2 hektar atau rata-rata tahunan
mencapai 18.456,1 hektartahun Tabel 7. Tabel  7.  Deforestasi  Provinsi  Jambi  di  dalam  dan  diluar  kawasan  hutan  tahun
2003-2006
No. Deforestasi
Pada Kelompok Hutan Kawasan Hutan
Hutan Tetap APL
KSA- KPA
HL HPT
HP A.
Hutan Primer 14,6
760.4 2,.8
3.097,5 Hutan lahan kering
primer 20,8
Hutan rawa primer 14,6
760.4 3.097,5
Hutan mangrove primer B.   Hutan Sekunder
1.451 378
4.025 18.757
8.496 Hutan lahan kering
sekunder 715,1
36,1 3.739,3  13.636,2
6.354,4 Hutan rawa sekunder
626,1  342,1 285,3
5.120,6 2.009.5
Hutan mangrove sekunder 109,9
131,8 C.
Hutan Lainnya TOTAL
1.465,7 378,2
4.785  28.158,6  34.787,5
Sumber: Kemenhut 2008 Dari  tabel  di  atas,  diketahui  bahwa  laju  deforestasi  di  kawasan  hutan
tetap  yakni  di  hutan  produksi  dengan  laju  28.158,6  hatahun  atau 40  dari  laju deforestasi  di  daratan  Jambi.  Luas  deforestasi  terbesar  terjadi  di  luar  kawasan
hutan  yakni  sebesar  50.  Hal  ini  disebabkan  oleh  tingginya  permintaan  lahan untuk transmigrasi, kebun dan lahan usaha pertanian.
5. HASIL PENELITIAN
5.1 Dinamika Kebijakan Pengelolaan Hutan
Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata  Cara  Perubahan  Peruntukan  dan  Fungsi  Kawasan  Hutan,  perubahan
peruntukan  dan  fungsi  kawasan  hutan  dilakukan  untuk  memenuhi  tuntutan dinamika  pembangunan  nasional  serta  aspirasi  masyarakat  dengan  tetap
berlandaskan  pada  optimalisasi  distribusi  fungsi,  manfaat  kawasan  hutan  secara lestari  dan  berkelanjutan,  serta  keberadaan  kawasan  hutan  dengan  luasan  yang
cukup  dan  sebaran  yang  proporsional.  Ruang  lingkup  peraturan  ini  meliputi perubahan  peruntukan  kawasan  antara  lain  dengan  prosedur  tukar  menukar
kawasan dan pelepasan kawasan dan melalui perubahan fungsi kawasan hutan. Dinamika kebijakan peruntukan dan perubahan fungsi kawasan hutan terjadi
karena peningkatan kebutuhan hasil hutan dan lahan hutan, pertumbuhan ekonomi bangsa dan desakan pengelolaan hutan lestari. Permintaan pasar terhadap produk
non-kehutanan  seperti  hasil  tambang,  pertanian  dan  perkebunan  mengakibatkan permintaan  lahan  terus  meningkat  sehingga  mempengaruhi  ekonomi  bangsa  dan
sekaligus  sebagai  ancaman  keberadaan  hutan  dan  kelestarian  potensi  hutan. Permintaan  dan  desakan  baik  secara  internal  maupun  eksternal  merubah
paradigma  pengelolaan  kawasan  hutan  yang  sekaligus  mempengaruhi  mental stakeholder
sebagai aktor yang merubah pengelolaan hutan. Mengacu pada uraian di atas, dijelaskan dinamika kebijakan pengelolaan hutan yang dibagi atas 2 dua
tipe waktu yakni waktu lampau yaitu waktu pelaksanaan kebijakan sampai dengan diganti  atau  dinyatakan  tidak  berlaku  lagi.  Tipe  waktu  kedua  yakni  waktu  kini
yaitu  pelaksanaan  peraturan  pengganti  atau  peraturan  baru  pada  bidang    yang sama.
5.1.1  Ijin pinjam pakai kawasan hutan 5.1.1.1 ijin pinjam pakai kawasan hutan sebelum tahun 2008
Sebelum  terbit  Peraturan  Menteri  Kehutanan  Nomor  P.43Menhut-II2008 tentang  ijin  pinjam  pakai  kawasan,  peraturan  Menteri  Kehutanan  sebelumnya
yakni  P.14Menhut-II2006  yang  kemudian  diubah  dengan  P.64Menhut-II2006