Patologi Diabetes Melitus Diabetes Mellitus

3. Kadar glukosa darah plasma ≥ 200 mgdl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO Tes Toleransi Glukosa Oral. Cara umum yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit diabetes didasarkan pada berbagai tes kimiawi terhadap urin dan darah Guyton 1997. Pemeriksaan glukosa urin melalui tes sederhana atau tes kuantitatif laboratorium yang lebih rumit, yang mungkin dapat digunakan untuk menentukan jumlah glukosa yang hilang dalam urin. Jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urin orang normal pada umumnya sukar dihitung, sedangkan pada kasus diabetes glukosa yang dilepaskan jumlahnya dapat sedikit sampai banyak sekali sesuai dengan berat penyakit dan asupan karbohidratnya. Kadar glukosa darah puasa sewaktu pagi hari normalnya adalah 80 sampai 90 mgdl, dan 110 mgdl dipertimbangkan sebagai batas atas kadar normal. Penderita diabetes hampir selalu memiliki konsentrasi glukosa darah puasa diatas 110 mgdl, bahkan diatas 140 mgdl, dan uji toleransi glukosa hampir selalu abnormal. Diagnosa juga dapat dilakukan dengan mencium bau pernafasan penderita DM yang cenderung bau aseton akibat jumlah asam asetat yang meningkat pada penderita DM berat yang diubah menjadi aseton, aseton ini mudah menguap dan dikeluarkan dalam udara ekspirasi sehingga bau aseton dapat tercium pada nafas penderita diabetes. Asam keton juga dapat ditemukan dalam urin melalui cara kimia dan jumlah asam keton ini dipakai untuk menentukan tingkat penyakit DM.

2.1.6 Patologi Diabetes Melitus

Menurut Ressang 1984, gambaran patologi anatomis penderita Diabetes Mellitus yang paling mencolok adalah terjadinya infiltrasi lemak pada hati dan ginjal sehingga hati dan ginjal terlihat membengkak dan berwarna kekuningan juga pada miokard sering kali berwarna kekuningan karena infiltrasi lemak dan degenerasi albuminoid. Pankreas mengecil dan tidak memperlihatkan perubahan- perubahan makroskopik. Secara mikroskopik gambaran organ pankreas menunjukkan adanya perubahan secara kualitatif pada pulau-pulau Langerhans. Jumlah pulaunya berkurang sedangkan sel-sel lainnya menunjukkan memperlihatkan degenerasi hidrofobik. Disamping itu terlihat sklerosis pada pulau-pulau pankreas yang disebabkan oleh peradangan atau didahului dengan degenerasi. Hewan percobaan pemberian zat-zat yang mempunyai efek toksik seperti alloksan dan ditizon atau derivatnya pada sel-sel pulau Langerhans dapat menimbulkan perubahan pada sel-sel pada diabetes yaitu : pengecilan pulau-pulau pankreas, pengurangan jumlah sel-sel B, degranulasi, dan vakuolisasi pada sel-sel tersebut. 2.1.7 Pengobatan Diabetes Melitus Diabetes Mellitus dapat ditanggulangi dengan pemberian obat, pengaturan diet secara maksimal untuk mengembalikan kadar glukosa darah, dan pemberian preparat hormonal. Pemberian obat hanya merupakan pelengkap diet, obat diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berhasil mengembalikan glukosa darah. Obat yang sering digunakan digolongkan sebagai berikut:  Antidiabetik oral hipoglikemik oral Obat ini digunakan untuk membantu mengurangi kebutuhan insulin yang diberikan dari luar. Dalam keadaan gawat insulin tetap harus diberikan. Menurut Ganiswara 1995, antidiabetik oral tidak diindikasikan bagi penderita yang cenderung mendapat ketoasidosis. Bila hiperglikemia sudah terkontrol dengan antidiabetik oral dosis rendah maka dapat dilakukan pengaturan diet saja dan kerja fisik. Penderita yang membutuhkan dosis antidiabetik oral yang makin meningkat untuk mengontrol peninggian gula darahnya mungkin menunjukkan adanya kegagalan sekunder. Obat hipoglikemik oral digolongkan atas:  Golongan sulfonil urea Obat ini dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang sekresi insulin di pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Oleh karena itu obat ini cocok untuk penderita diabetes tipe II. Contoh obat golongan ini adalah glibenklamida, glikasida, glikuidon dan klorpromida Sustrani et al. 2006 serta tolazomida dan tolbutamida Laurence Bennet 1992.  Golongan biguanida Efek utama obat golongan ini adalah mengurangi produksi glukosa pada hati serta memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat yang termasuk golongan ini adalah fenformin, buformin dan metformin Ganiswara 1995.  Insulin Insulin merupakan hormon yang penting untuk kehidupan. Hormon ini mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot dan mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan lemak dan protein dari glukosa. Semua proses ini menyebabkan kadar glukosa darah menurun. Kerja insulin lainnya adalah menaikkan pengambilan ion kalium ke dalam sel dan menurunkan kerja katabolik glukokortikoid dan hormon kelenjar tiroid Mutschler 1991. Insulin dihasilkan oleh sel β pulau Langerhans yang berada di dalam kelenjar pankreas. Hormon ini merupakan suatu polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino Ganiswara 1995. Insulin sering digunakan oleh penderita diabetes tipe I, sedangkan pada penderita diabetes tipe II digunakan apabila pemberian obat sudah tidak efektif.  Glukagon Glukagon adalah suatu polipeptida yang terdiri dari 29 asam amino. Hormon ini dihasilkan oleh sel alfa pulau Langerhans. Glukagon meningkatkan glukoneogenesis. Efek ini mungkin sekali disebabkan oleh menyusutnya simpanan glikogen dalam hepar, karena dengan berkurangnya glikogen dalam hati proses deaminasi dan transaminasi menjadi lebih aktif. Adanya peningkatan kedua proses tersebut menyebabkan pembentukan kalori yang semakin besar juga. Glukagon terutama digunakan pada pengobatan hipoglikemia yang ditimbulkan oleh insulin. Hormon tersebut dapat diberikan secara intravena, intramuscular, atau subcutan 1 mg. Bila dalam 20 menit setelah pemberian glukagon subcutan penderita koma hipoglikemik tetap tidak sadar, maka glukosa intravena harus segera diberikan karena mungkin glikogen dalam hepar telah habis atau telah terjadi kerusakan otak yang menetap Ganiswara 1995.

2.2 Hati