14
1. PENELITIAN PENDAHULUAN
a. Uji Formulasi
Uji  formulasi  bertujuan  untuk  menentukan  formula  produk  dan  tahapan  proses produksi  yang  sesuai  dengan  kondisi  pengalengan.  Uji  ini  dibagi  menjadi  tiga  tahap  yaitu
pembakuan formula, pengujian formula dengan proses pemasakan konvensional, dan pengujian formula dengan proses pengalengan.
i. Pembakuan Formula
Formula  gudeg  mengacu  pada  resep  gudeg  yang  ada  di  masyarakat  secara umum.  Bahan  baku  yang  berasal  dari  resep  tersebut  ditimbang  dan  dinyatakan  dalam
satuan berat yang sama.
ii. Pengujian Formula dengan Proses Pemasakan Konvensional
Formula  yang  telah  dibakukan  kemudian  diuji  dengan  proses  pemasakan konvensional.  Selanjutnya,  dilakukan  pengamatan  secara  visual  terhadap  produk  yang
meliputi  aspek  rasa,  aroma,  tekstur,  dan  warna.  Proses  pemasakan  gudeg  dapat  dilihat pada gambar berikut
Gambar 7. Proses pemasakan gudeg
iii. Pengujian Formula dengan Proses Pengalengan
Tahap  ini  bertujuan  untuk  melihat  kesesuaian  antara  produk  gudeg  dalam kaleng  dengan  gudeg  biasa.  Formula  yang  berhasil  diolah  dengan  proses  pemasakan
konvensional  selanjutnya  diuji  dengan  proses  pengalengan.  Oleh  karena  itu,  perlu dilakukan  modifikasi  proses  pemasakan  gudeg  yang  disesuaikan  dengan  kondisi
pengalengan. Gudeg
Nangka muda
Pemotongan Perebusan sampai warna
nangka kemerahan Daun jati, air
Penirisan Lengkuas, daun
salam, gula merah, daging, santan
Pemasakan sampai santan hampir habis
Penggilingan
Bumbu halus Bawang merah,
bawang putih, garam, ketumbar
15
b. Uji Penetrasi Panas
Persiapan  sampel  untuk  uji  penetrasi  panas  disesuaikan  berdasarkan  hasil  uji formulasi.  Termokopel  dipasang  pada  titik  terdingin  kaleng  yaitu  pada  tengah  kaleng.
Sampel gudeg dimasukkan ke dalam kaleng. Ujung termokopel diletakkan pada bahan yang diduga  paling lambat  mengalami perambatan panas  yaitu  bagian daging buah  yang paling
keras  yang  terletak  didekat  kulit  buah.  Sebanyak  tiga  buah  termokopel  dipasang  dalam produk dan dua buah dipasang dalam retort.  Selanjutnya, termokopel dihubungkan dengan
termorekorder. Produk disusun dalam satu tumpukan  pada titik terdingin retort  yaitu pada posisi  tengah  di  keranjang  yang  paling  atas  Darmadi  2010.  Retort  diisi  penuh  dengan
kaleng-kaleng  yang  berisi  air.  Pengukuran  penetrasi  panas  dilakukan  pada  suhu  111,  116, dan 121
C. Rekorder mencatat perubahan suhu produk setiap satu menit.
Gambar 8. Pemasangan termokopel pada pengukuran penetrasi panas
Gambar 9. Penyusunan kaleng pada pengukuran penetrasi panas Data  penetrasi  panas  yang  diperoleh  akan  menghasilkan  plot  hubungan  suhu
dengan  waktu.  Data  ini  dievaluasi  menggunakan  metode  umum  general  method  untuk menentukan  nilai  sterilitas  F
dan  waktu  proses.  Nilai  F proses  dihitung  dari  luasan
daerah  di  bawah  kurva.  Bentuk  luasan  di  bawah  kurva  dianggap  trapesium.  Untuk menghitung  luas  trapesium,  area  di  bawah  kurva  dibagi  menjadi  sejumlah  paralelogram
pada interval waktu ∆t tertentu. Kemudian masing-masing dihitung luasnya dengan rumus Sampel
Kaleng berisi air Keranjang
Sekrup Termokopel
Dihubungkan ke rekorder Nangka muda
16 luas  trapesium,  sehingga  diperoleh  nilai  sterilitas  parsial  F
parsial  pada  ∆t  tersebut. Masing-masing  nilai  F
parsial  dijumlahkan.  Hasilnya  menunjukkan  nilai  F total  dari
proses yang telah dilakukan. Berikut adalah metode perhitungan penetrasi panas
� =
6 �
=
+ −1
2 n
i=1
Δ 7
�
�
=
+ −1 ×Δ
2
8 = 10
− �
9 Keterangan:
Lr
i
: Lethal rate pada menit ke-i Lr
i-1
: Lethal rate pada i menit sebelumnya ∆t
: rentang perubahan waktu yang digunakan F
: nilai sterilisasi pada suhu 250 F 121.1
C bagi mikroba yang punya nilai z tertentu menit
∆t : peningkatan atau selang waktu yang digunakan untuk mengamati nilai T
c. Desain Proses