PENETRASI PANAS Effect Of Sterilization Level In Canning Process To Physical Properties Of Gudeg Product

10 medium pertumbuhan organisme, pH dan a w medium, waktu pemanasan, dan suhu pemanasan Kusnandar et al. 2006 Nilai pH di atas 4.6, bakteri pembusuk anaerobik dan pembentuk spora yang patogen, seperti C.botulinum dapat tumbuh. Beberapa spora bakteri dapat tumbuh sampai kira-kira pH 3.7, seperti B.thermoacidurans atau B.coagulans. Bahan pangan dengan nilai pH di bawah 3.7 tidak rusak oleh bakteri berspora Fardiaz 1992. Keberhasilan produk hasil proses pengolahan yang melibatkan panas adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi mikroba yang menyebabkan kebusukan dan keracunan. Oleh karena itu, perlu diketahui ketahanan mikroba terhadap panas untuk dapat tercapai pada kombinasi suhu dan waktu yang tepat Holdsworth 1997.

G. PENETRASI PANAS

Penetrasi panas adalah perambatan panas dalam kemasan dan produk yang terjadi selama proses termal. Tujuan pengukuran penetrasi panas adalah untuk mengetahui proses perubahan suhu produk pemanasan dan pendinginan untuk menetapkan proses termal yang aman dan mengevaluasi penyimpanan proses. Pengukuran penetrasi panas ini harus dirancang untuk dapat menguji dengan tepat seluruh faktor kritis yang berhubungan dengan produk, pengemas, dan proses yang mempengaruhi laju pemanasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penetrasi panas antara lain formulasi, pengemas, metode pengisian bahan ke dalam kaleng, penutupan kaleng, dan sistem retort Kusnandar et al. 2009. Penetrasi panas ke dalam bahan pangan yang dikemas dapat berlangsung secara konduksi, konveksi, atau gabungan keduanya. Ketika bahan pangan ditempatkan dalam retort, pindah panas terjadi secara konduksi ke dalam kemasan, kemudian dari kemasan ke bahan yang dikalengkan pindah panas terjadi secara konduksi atau konveksi bergantung pada jenis bahan pangannya. Penetrasi panas pada makanan berbentuk jus terjadi secara konveksi cepat, pada produk yang berbentuk irisan-irisan kecil dalam larutan perendam terjadi secara konveksi lambat, dan pada produk berbentuk padat terjadi secara konduksi Hariyadi et al. 2006. Menurut Kusnandar et al. 2009, acuan dalam penentuan penetrasi panas adalah titik terdingin coldest point, baik pada sampel maupun pada retort. Titik ini merupakan titik yang paling lambat menerima panas. Titik ini harus ditentukan untuk dapat menetapkan proses agar diperoleh produk yang aman. Apabila titik ini sudah mendapat panas yang cukup, titik lain dapat diasumsikan sudah mendapat panas yang cukup pula. a b Gambar 5. Perambatan panas secara a konduksi dan b konveksi Fellows 2000. Penentuan titik terdingin produk dapat diperkirakan dari sifat perambatan panas, bentuk kemasan, dan ukuran headspace Kusnandar et al. 2009. Posisi titik terdingin untuk bahan yang mengalami perambatan panas secara konveksi pada kemasan kaleng dengan bentuk silindris vertikal akan berada di titik tengah di 13 ketinggian kemasan bagian bawahnya, sedangkan untuk bahan yang mengalami perambatan panas secara konveksi berada pada pusat geometrisnya Fellows 2000. 11

H. KECUKUPAN PROSES PANAS