Tegal SuciPenangsaran Karang Sisian

22 Forum Teknik Vol. 37, No. 1, Januari 2016 tertangkap oleh Krama Truna kaum pemuda sebelum mencapai Pura Gebagan, maka sang pemuda dapat menikahi tangkapannya krama truni.

2. Kelompok Kedua a. Tegal Suung

Tegal Suung merupakan sebuah sistem spatial berupa areal kosong di Utara Pura Desa, terletak pada zona HuluKaja desa adat Bayung Gede Gambar 3. Spasial ini berkaitan dengan ritual Mendak dan Mundut tirtha atau air suci dari Pura Ulun Danu Batur sebagai segmen ritual Ngusaba Desa Purnamaning X festival offering di Pura Desa. Tim Pemendak tirthapenjemput menuju Pura Ulun Danu Batur untuk memohon tirtha yang akan dibawa ke desa adat Bayung Gede. Sebelum memasuki desa adat Bayung Gede, Tim Pemundut tirtha membawa tirtha ke Tegal Suung dan akan diserahkan kepada Tim Pemundut pengusung tirtha untuk dibawa ke Pura Desa. Di Tegal Suung, tirtha diupacarai dengan sesaji dan tari walipersembahan. Menurut Jero Penakuan Muncuk, Jero Penakuan Nyoman dan Jero Singgukan Muncuk 2014 menjelaskan bahwa segmen ritual Mendak Mundut Tirtha di Tegal Suung adalah bentuk apresiasi kepada Dewi Ulun Danu Batur atas kesuburan tanah yang memberikan kemakmuran kepada para krama desa adat Bayung Gede, tanpa kehadiran tirtha dari Pura Ulun Danu Batur, ritual Ngusaba Desa Purnamaning X di Pura Desa tidak akan berlangsung. Hal ini diperkuat oleh Sanjaya 1989:12 bahwa dalam Lontar Usana Bali disebutkan bahwa Dewi Ulun Danu Batur sebagai Sang Penguasa danau Batur dan Dewi kesuburan yang memberi kemakmuran daerah danau Batur dan desa-desa di sekitar Kintamani, berstana di Pura Ulun Danu Batur Menyimak dari penjelasan ketiga tetua desa adat di atas, kearifan lokal warga ter- nyata juga mengapresiasi figur yang bukan leluhur mereka, yaitu Dewi Ulun Danu Batur.

b. Tegal SuciPenangsaran

Tegal SuciPenangsaran merupakan se- buah spatial para tataran desa adat, terletak di HuluTimur Laut desa Gambar 3, tidak berkaitan dengan Pura Kahyangan Tiga se- cara langsung akan tetapi masih berkaitan dengan leluhur karena ruang terbuka ini berhubungan dengan ritual Meanin lanjutan dari upacara Beatanem penguburan jenazah. Menurut Jero Bahu Muncuk dan Jero Bahu Nyoman 2014, menjelaskan bahwa ritual ini bermaksud untuk meningkatkan status sang roh menjadi Sang Pitaa, roh telah yang disucikan. Di Tegal SuciPenangsaran ini, seluruh Sang Pitaa mepunduh atau berkumpul dan menunggu upacara Metuun, upacara menjemput Sang Pitaa untuk di- stana-kan di Sanggahtempat suci keluarga sebagai Dewa Hyang leluhur. Sistem spatial ini menarik karena di daerah Bali dataran, rangkaian upacara Meligia ngerorasngasti sejenis upacara Meanin berlangsung di halaman Jaba Tengah halaman tengah Pura Genealogi seperti Pura Dadia, Pemerajan Alit atau Pura Paibon dan upacara bersifat individual sementara itu di desa adat Bayung Gede upacara sejenisupacara Meanin berlang- sung di Tegal SuciPenangsaran dan ber- sifat geboganmassal. Dalam konteks roh leluhur yang telah suci, Sang Pitara daerah Bali dataran berkumpul di Pura Dalem Puri komplek Pura Besakih menunggu upacara Ngelinggihan, sementara itu Sang Pitara desa adat Bayung Gede semua sang roh berkumpul di Tegal SuciPenangsaran menunggu ritual Metuun. Kedua ritual ini bertujuan menjadi roh suci sebagai Dewa Hyang sang leluhur dan ditempatkan di Sanggah Pemerajan atau tempat suci keluarga. Konsep Hulu-Teben pada Permukiman Tradisional Bali Pegunungan ─ Tri Adiputra, dkk 23 Gambar 3 Kelompok KeduaAnomali I : Spatial di Desa Adat Bayung Gede Sumber : Observasi Lapangan 2014

c. Karang Sisian

Dalam sistem pengetahuan masyarakat desa adat Bayung Gede, status sepupu sama dengan saudara kandung sehingga awig- awig adat melarang untuk menikah antar sepupu ayah atau ibu mempelai bersaudara berikut sanksi ikutan apabila dilanggar. Sepasang krama desa adat Bayung Gede ada yang melanggar ketentuan di atas, maka pasangan suami istri ini menjalani ritual Karang Sisian dan menjalani hukuman di “penjara adat” tanpa boleh berinteraksi dengan warga lain. Karang ini terletak pada zona TebenBarat desa adat Gambar 3, berupa sebidang tanah untuk persawahan demi kebutuhan sehari-hari dan sebuah gubuk. Anak dari pasangan ini bertekad tidak akan menikah agar sanksi adat terputus anaknya mewarisi hubungan kedua orang tuanya. Menurut Jero Pemongmong Kober Nyoman, Jero Pemongmong Bajra Muncuk dan Jero Pemongmong Bajra Nyoman 2014 me- ngatakan bahwa tujuan dari upacara untuk 24 Forum Teknik Vol. 37, No. 1, Januari 2016 level sesame manusia ini adalah : i agar tidak mencemari desa adat, ii menegakkan kewibawaan awig-awig desa dan iii menjaga keharmonisan hubungan sesama manusia dengan menghilangkan sumber mala karena pernikahan antar sepupu.

d. Karang Lumbaran