flagrans 1x 10 flagrans 1 x 10 cerevisiae 1 x 10 cerevisiae 1 x 10

Tabel 10. Kemampuan reduksi D.flagrans dan S. cerevisiae setelah pasase di saluran pencernaan terhadap larva H. contortus pada pupukan tinja Kelompok Reduksi larva pada hari uji ke- n=5 3 5 7 Jumlah LPG reduksi Jumlah LPG reduksi Jumlah LPG reduksi Kontrol 492,8±26,4 a - 472,2±59,2 a - 281,2±53,5 b -

D. flagrans 1x 10

6 207,4±22,5 b 57,9 200,8±35,6 b 57,5 153,0±22,8 c 45,6

D. flagrans 1 x 10

7 231,6±51,6 b 53,0 243,6±58,1 b 48,4 152,8±32,4 c 45,7

S. cerevisiae 1 x 10

6 220,8±46,3 b 55,2 246,6±59,4 b 47,8 232,0±30,0 b 17,5

S. cerevisiae 1 x 10

12 251,0±54,6 b 49,0 272,2±59,2 b 42,4 212,8±23,9 a 24,6 Keterangan: Angka-angka dengan huruf kecil superskrip yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf P 0.05. KESIMPULAN • D. flagrans memiliki kemampuan untuk menangkap dan membunuh larva di dalam media agar dan pupukan tinja. Kemampuan membunuh larva secara langsung ini tidak dimiliki oleh S. cerevisiae. S.cerevisiae membunuh larva secara tidak langsung dengan cara menjadi kompetitor bagi bakteri yang menjadi sumber pakan L 1 dan L 2 . • Inokulasi secara bersama antara D. flagrans dan S. cerevisiae menyebabkan penurunan kemampuan D.flagrans dalam mereduksi jumlah larva dalam media agar, namun efek antagonistik ini tidak ditemukan pada uji dalam pupukan tinja. • Passase klamidospora dan spora D.flagrans melalui saluran pencernaan domba menurunkan kemampuan reduksi larva, sebaliknya kemampuan reduksi S.cerevisiae terhadap larva meningkat setelah sporanya dipasase. • Kemampuan cendawan dalam mereduksi larva dipengaruhi oleh dosis pemberian. GANGGUAN FUNGSI REPRODUKSI CACING CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA YANG DIBERI CENDAWAN Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae Abstract In the previous research, it was found that S. cerevisiae did not kill larvae directly, but S. cerevisiae could decrease development of H. contortus larvae. This research was designed to assay the effect of administration of D. flagrans and S. cerevisiae in sheep to the number of eggs, hatchery, and the number of larvae per gram fecal and pathological changes of H. contortus reproduction organ. The groups of infected H.contortus larvae were drenched with D.flagrans DF , S. cerevisiae SC spores or combination of both fungi 1 x 10 6 sporesdays. The observation for 5 weeks treatment showed that the number of egg per gram fecal did not change significantly in all treatment groups P0.05. However, the percentage of eggs which develop to become larvae in DF and DF+SC groups decreased significantly P0.05. The administration of SC and DF+SC caused of damage spermatosid cells and ovum adult worm, meanwhile the administration of DF damaged reproduction organ that only found in spermatocid cells P0.01. These damages did not affect fecundity and number of worm in abomasum. Key words: D. flagrans, S. cerevisiae, H. contortus, reproduction organ Abstrak Pada penelitian terdahulu didapat hasil S. cerevisiae tidak membunuh larva secara langsung, namun S. cerevisiae mengurangi jumlah larva H. contortus yang berkembang. Penelitian ini dirancang untuk menguji pengaruh pemberian cendawan D.flagrans dan S. cerevisiae pada domba terhadap jumlah telur, daya tetas dan larva pergram tinja serta perubahan patologi organ reproduksi cacing H. contortus. Kelompok domba yang telah diinfeksi cacing H.contortus dicekok dengan spora D.flagrans DF, S. cerevisiae SC atau kombinasi keduanya DF+SC dengan dosis 1 x 10 6 spora per hari. Pengamatan selama 5 minggu perlakuan menunjukkan tidak ada perubahan yang nyata pada jumlah telur cacing TTGT pada semua kelompok perlakuan P0,05, namun dalam presentase telur yang berkembang menjadi larva pada kelompok DF dan DF+SC terdapat penurunan yang nyata P0,05. Pemberian SC dan DF+SC menyebabkan kerusakan sel-sel spermatosit dan ovum cacing dewasa sedangkan pada pemberian DF kerusakan organ reproduksi hanya ditemukan pada sel spermatosit P0,01. Kerusakan tersebut tidak mempengaruhi fekunditas cacing maupun jumlah cacing di abomasum. Kata kunci : D. flagrans, S. cerevisiae, H. contortus, organ reproduksi PENDAHULUAN Studi kemampuan cendawan Duddingtonia flagrans dan Saccharomyces cerevisiae untuk mereduksi larva infektif dalam pupukan tinja memperlihatkan potensi kedua cendawan sebagai agen pengendali hayati cacing Haemonchus contortus. Cendawan D. flagrans mampu membunuh L 3 secara langsung, sedangkan kemampuan khamir mereduksi larva terkait dengan peranannya sebagai kompetitor terhadap pertumbuhan bakteri yang merupakan sumber nutrisi bagi perkembangan L 1 dan L 2 di dalam tinja. Disamping itu alternatif mekanisme lain yang perlu diteliti adalah kemungkinan terjadinya gangguan reproduksi pada cacing H. contortus dewasa di abomasum. Studi pada kelinci menunjukkan terjadinya penurunan angka kelahiran kelinci yang pakannya ditambah S. cerevisae. Diduga hal ini akibat terhambatnya proses spermatogenesis akibat gangguan dalam proses pembentukan dan pelepasan hormone gonadotropin Pitojo 1995. Hal yang sama dialami cacing tanah Lumbricus sp. yang diberi pakan tape berisi S. cerevisiae. Dalam percobaan pendahuluan ini cacing tanah mengalami kenaikan bobot badan, namun produksi telurnya menurun secara signifikan. Gangguan reproduksi pada cacing dapat terkait dengan kerja enzim protease yang mempengaruhi proses spermatogenesis dan embryogenesis. Ford et al. 2005 memperlihatkan pengaruh serine protease inhibitor seperti elastase, chymotrypsin dan cathepsin G menurunkan kemampuan reproduksi cacing Onchocerca volvulus. Cendawan D. flagrans dan S. cerevisiae yang mampu menghasilkan enzim sejenis diduga juga memiliki kemampuan menganggu kemampuan reproduksi H. contortus. Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari pengaruh pemberian cendawan D flagrans dan S. cerevisiae pada domba terhadap jumlah telur pergram tinja, daya tetas pergram tinja, larva pergram tinja, dan perubahan organ reproduksi cacing dewasa H. contortus. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, dan Balai Besar Penelitian Veteriner Departemen Pertanian Bogor selama 12 bulan mulai Maret 2006 sampai dengan Maret 2007. Isolat Cendawan Kapang D. flagrans dan khamir S. cerevisiae yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat lokal yang telah diteliti dan dikarakterisasi masing- masing oleh Ahmad 2003 dan Istiana et al.2002. Kedua isolat tersebut diperbaharui setiap 4 bulan sekali dengan media Potato Dektrosa Agar PDA. D. flagrans dari hasil panen isolat dihitung dengan hemositometer dan selanjutnya dibagi dalam tabung-tabung reaksi berisi 1x10 6 ; 1x10 7 konidia, dan klamidospora yang akan diberikan selama perlakuan. Prosedur yang sama dilakukan pula pada S. cerevisiae dengan jumlah spora 1x10 6 dan 1x10 12 Inokulum D. flagrans dibuat dengan cara menginkubasikan pada media Yeast Corn Meal Agar YCMA selama 10 hari pada temperatur kamar 24 -30 C, lalu dipanen spora konidianya, dikerok dengan gelas penutup, kemudian spora dihitung dengan hemositometer. Hal yang sama dilakukan pada S. cerevisiae dengan waktu inkubasi 3 hari pada media CMA. Larva H. contortus Larva infektif L 3 dipupuk dari telur cacing yang diambil dari tinja domba donor yang diinfeksi tunggal dengan cacing H. contortus. Sebelum digunakan, L 3 disimpan dalam suspensi air kran dalam suhu rata-rata 4 C. Hewan Coba Domba yang digunakan adalah domba jantan lokal berumur 10-12 bulan sebanyak 20 ekor dengan bobot badan rata-rata 10 kg. Sebelum digunakan, domba tersebut dibebas-cacingkan dengan pemberian anthelmintika levamisol dosis tunggal 10 mgkg BB. Selama penelitian domba dipelihara dalam kandang dengan kondisi bebas infeksi cacing, diberikan pakan berupa rumput gajah dan air ad libitum. Pakan tambahan berupa konsentrat diberikan setiap hari sebanyak 2 bobot badan. Desain Penelitian Setiap ekor domba diinfeksi dengan 5000 L 3 H. contortus pada minggu ke-0 dan 4. Setelah domba-domba yang diinfeksi mengeksresikan telur cacing kurang lebih dari 1000 telur dalam tiap gram tinja TTGT, hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing 5 ekor berdasarkan bobot badan. Masing- masing kelompok diberi perlakuan setiap hari selama 5 minggu sebagai tersaji pada Tabel 11 berikut : Tabel 11. Pembagian kelompok hewan dan perlakuan Kelompok Perlakuan I Kontrol II 1 x 10 6 konidia dan klamidospora D. flagrans III 1 x 10 6 spora S. cerevisiae IV 1 x 10 6 konidia dan klamidospora D. flagrans + 1 x 10 6 spora S. cerevisiae. Setiap minggu dilakukan pengambilan sampel tinia domba untuk penghitungan jumlah telur cacing dalam setiap gram tinja TTGT dan jumlah larva yang menetas dari setiap gram pupukan tinja LPG. Untuk menghitung total jumlah telur cacing perhariekor dalam tinja pada minggu kelima, tinja yang diekskresikan setiap ekor domba selama 24 jam ditampung dengan celemek dan ditimbang. Pada minggu kelima, semua domba dikurbankan untuk menghitung jumlah cacing jantan dan betina di dalam abomasum, serta pemeriksaan mikroskopis saluran reproduksi cacing. Pemeriksaan jumlah telur yang berkembang menjadi L 3 dan fekunditas cacing betina Pemeriksaan TTGT dilakukan dengan metode Whitlock 1948, serta pemeriksaan dan pemupukan tinja untuk menjadi larva tiap gram tinja LPG dengan metode MAFF 1979 yang telah dimodifikasi. Persentase jumlah telur yang berkembang menjadi larva infektif L 3 dihitung dengan cara membagi jumlah larva yang menetas dari setiap gram pupukan tinja LPG dengan jumlah telur cacing dalam setiap gram tinja TTGT dikalikan 100. Produksi telur dari setiap ekor cacing betina dalam satu hari fekunditas dihitung dengan rumus : Fekunditas = Berat tinja yang diekresikan seekor domba dalam 24 jam X TTGT _________________________________________________ Jumlah cacing betina pada domba tersebut Penghitungan jumlah cacing Setelah domba disembelih abomasum segera dikeluarkan dari rongga perut dan dipisahkan dari organ pencernaan lain. Abomasum dibuka di bagian curvatura mayor, lalu abomasum dan isinya ditampung dalam ember. Cacing yang menempel pada abomasum dan dalam isi lambung diambil serta dicuci dalam larutan NaCl fisiologis. Selanjutnya dilakukan pemisahan dan penghitungan jumlah cacing berdasarkan jenis kelaminnya. Cacing yang terkumpul diawetkan dalam larutan Buffered Neutral Formalin BNF 10 sebelum dilakukan pemeriksaan mikroskopik saluran reproduksi cacing Vacca 1985. Pemeriksaan mikroskopis organ reproduksi cacing Dari setiap domba yang telah disembelih diambil masing-masing 5 sampel cacing betina dan 5 sampel cacing jantan dewasa secara acak. Untuk melihat perubahan organ reproduksi cacing jantan spermatosit dan betina ovum tersebut, cacing tersebut difiksasi dalam larutan BNF 10, lalu dilakukan embedding pada parafin Drury dan Wallington 1980; Vacca 1985. Setiap blok parafin berisi 5 cacing jantan atau betina yang berasal dari satu ekor domba. Selanjutnya jaringan dipotong dengan ketebalan 3-5 μm, lalu dilakukan pewarnaan jaringan dengan Hematoksilin dan Eosin HE. Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada testis cacing jantan dewasa, sedangkan cacing betina dewasa diperiksa ovariumnya. Pengukuran vulva flap betina, serta bursa kopulatriks dan spikulum jantan dilakukan setelah dilakukan clearing dengan minyak cengkeh. Dari masing-masing kelompok diukur 10 ekor cacing. Pengukuran perubahan morfologi dari alat reproduksi cacing jantan testis dan betina ovum; bursa kopulatriks, spikulum, dan vulva flap dilakukan dan dibandingkan dengan literatur yang ada menurut Ualberta 2007, Croll dan Matthews 1977, Chitwood dan Chitwood 1977 dan Urquhart et al. 1987 Perubahan histopatologis pada organ kelamin cacing dewasa diamati dengan mikroskop cahaya pada pembesaran 400 x dengan pewarnaan HE. Penghitungan kerusakan jaringan reproduksi pada cacing H.contortus berdasarkan 3 bidang luas pandang dengan jumlah sel yang diamati masing- masing sebanyak 50 sel untuk setiap preparat slide cacing. Pengamatan dilakukan sebanyak 5 ulangan. Perubahan yang diamati adalah sel normal ovum betina dan spermatosit jantan menjadi piknotis, degenerasi dan lisis. Data yang didapat dipersentasekan, dan perbedaan antar kelompok perlakuan diuji secara statistik dengan metode Kruskall dan Wallis yang dimodifikasi Steel dan Torrie 1995. Parameter yang dapat teramati ádalah perubahan histopatologi organ reproduksi testis spermatosit dan ovarium ovum, perubahan ukuran bursa kopulatriks, spikulum, dan vulva flap. Analisis Statistik Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap RAL. Data hasil penelitian ini diuji dengan statistik untuk mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan menggunakan analisis ragam ANOVA satu arah yang dilanjutkan dengan uji Duncan dan Bonferroni Steel dan Torrie 1995. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah telur per gram tinja TTGT selama lima minggu perlakuan disajikan pada Gambar 13. Nilai TTGT keempat kelompok perlakuan selama lima minggu berfluktuasi dengan rataan jumlah telur berkisar antara 800 - 5500 TTGT. Secara statistik keempat kelompok tersebut tidak menunjukkan perbedaan TTGT yang nyata. Persentase telur yang berkembang menjadi L 3 dalam tiap gram tinja juga cenderung fluktuatif. Pengamatan selama tiga minggu pertama tidak menunjukkan perbedaan nyata antara kelompok kontrol dan perlakuan Tabel 12. Namun pada minggu ke-4 dan 5 persentase telur yang berkembang menjadi L 3 pada kelompok yang diberi perlakuan D. flagrans DF atau keduanya D. flagrans dan S. cerevisiae DF+SC lebih rendah dibandingkan kontrol P0,05. Tidak ditemukan perbedaan nyata antara kelompok yang hanya diberi S.cerevisiae SC antara dengan kontrol maupun kelompok perlakuan lainnya. Rataan jumlah telur pergram tinja 1000 2000 3000 4000 5000 6000 1 2 3 4 5 minggu ke- ju m la h t e lu r kontrol DF SC DF+SC Gambar 13.Jumlah telur pergram tinja EPG TPG selama 5 minggu n=5. Kelompok 1: Kontrol;Kelompok 2: Diberikan D .flagrans; .Kelompok 3: Diberikan S. cerevisiae; Kelompok 4: Diberikan D .flagrans dan S. cerevisiae. Tabel 12. Persentase jumlah telur yang berkembang menjadi larva 3 selama 5 minggu Kelompok Jumlah telur yang menetas pergram tinja pengamatan minggu n=5 Ke 0 Ke 1 Ke 2 Ke 3 Ke 4 Ke 5 K 66,8 ± 17,74 a 75,5 ± 18,04 a 54,75 ± 9,5 a 81,25 ± 9,53 a 74,5 ± 11,90 a 46,5 ± 21,02 a DF 85,2 ± 8,32 a 71,4 ± 20,98 a 43,8 ± 11,39 a 55,2 ± 23,08 a 50,6 ± 6,91 b 15 ± 4,52 b SC 76,6 ± 13,97 a 50,4 ± 29,05 a 38.4 ± 13,90 a 47,6 ± 15,59 a 62,8 ± 12,29 ab 23,4 ± 9,81 ab DF+SC 84,4 ± 11,39 a 63 ± 34,38 a 44,2 ± 8,58 a 55,2 ± 14,70 a 50,4 ± 4,33 b 28,4 ± 16,33 ab Keterangan: Angka-angka dengan huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata P 0,05 Tabel 13. Fekunditas cacing H. contortus pada minggu ke-5 Kelompok n=5 Produksi telur cacing betina hari Kontrol 1664,8 ± 814,7 a

D. flagrans 1506,4 ± 510,1