Analisis Kadar Stanum (Sn) Pada Minyak Goreng Secara Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

ANALISIS KADAR STANUM (Sn) PADA MINYAK GORENG

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

TUGAS AKHIR

OLEH :

FEBRYANTO YEHEZKIEL PANJAITAN

NIM 122410064

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS KADAR STANUM (Sn) PADA MINYAK GORENG

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FEBRYANTO YEHEZKIEL PANJAITAN

NIM 122410064

Medan, April 2015 Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. NIP 195201171980031002 Disahkan Oleh :

a.n. Dekan, Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Kadar Stanum (Sn) pada Minyak Goreng Secara Spektrofotometri Serapan Atom”.

Tujuan penyusunan tugas akhir ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Riset Standardisasi (Baristand) Industri Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, ayah Freddy P Panjaitan dan ibu, Rosally Simangunsong yang sudah memberi dukungan dalam penulisan Tugas Akhir.

Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis juga mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., sebagai wakil Dekan I Dekan Fakultas Farmasi USU.

3. Bapak Prof, Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 4. Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas


(4)

5. Bapak Drs., Ismail, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik, Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.

6. Bapak Ir. Maruahal Situmorang, M.Si., selaku Kepala dan seluruh staf Baristand Industri Medan

7. Bapak Kusno, ST., selaku Kepala Seksi Standardisasi dan Serifikasi Baristand Industri Medan.

8. Bapak Martias, Kepala Laboratorium Instrumen dan selaku Pembimbing PKL di Baristand Industri Medan

9. Saudara kandung penulis, Raymon R Panjaitan, Maykel R Panjaitan, Rencan M Panjaitan, Aventus P Panjaitan yang selalu memberikan semangat.

10.Sahabat-sahabat penulis, Lasma ida, Delima, Fatrikia yang senantiasa memberi semangat dan bantuan, beserta teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2012, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, April 2015 Penulis,

Febryanto Y Panjaitan NIM 122410064


(5)

Analisis Kadar Stanum (Sn) Pada Minyak Goreng Secara Spektrofotometri Serapan Atom

Abstrak

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari tumbuhan dan hewan yang dimurnikan, berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan.

Sampel yang digunakan dalam pengujian adalah minyak goreng. Analisis kadar logam Stanum (Sn) menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom dengan panjang gelombang 286,3 nm.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa minyak goreng yang diperiksa mengandung kadar Stanum (Sn) sebesar 22,8237 mg/kg. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar Stanum (Sn) memenuhi syarat mutu yang dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-3741-2002 tentang Syarat Mutu Minyak Goreng yaitu maksimum 40 mg/kg.

Kata kunci: minyak goreng, penetapan kadar Stanum (Sn), spektrofotometri serapan atom.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Minyak Goreng ... 3

2.1.1 Pengertian Minyak Goreng ... 3

2.1.2 Jenis-Jenis Minyak ... 3

2.1.3 Sifat-Sifat Minyak ... 5

2.1.4 Syarat Mutu Minyak ... 7

2.2 Stanum (Sn) ... 8

2.2.1 Sifat-Sifat Stanum (Sn) ... 9

2.2.2 Penggunaan Stanum (Sn) ... 9

2.2.3 Pengaruh Stanum (Sn) Pada Kesehatan ... 11


(7)

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ... 11

2.3.1 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) . 12 BAB III METODE PENGUJIAN ... 16

3.1 Tempat Pengujian ... 16

3.2 Alat-Alat ... 16

3.3 Bahan-Bahan ... 16

3.4 Prosedur ... 16

3.4.1 Pembuatan Larutan Baku Logam Stanum (Sn) 100 mg/L ... 16

3.4.2 Pembuatan Larutan Baku ... 17

3.4.3 Pembuatan Larutan Kerja ... 17

3.4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 18

3.4.5 Persiapan Contoh Uji Stanum (Sn) Total ... 19

3.4.6 Perhitungan... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

5.1 Kesimpulan... 23

5.2 Saran ... 23


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 4.2 Data hasil pemeriksaan Stanum (Sn) pada minyak goreng ... 22


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Pengukuran Spektrofotometri Serapan Atom ... 25

Lampiran 2. Perhitungan ... 29

Lampiran 3. Gambar ... 32


(10)

Analisis Kadar Stanum (Sn) Pada Minyak Goreng Secara Spektrofotometri Serapan Atom

Abstrak

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari tumbuhan dan hewan yang dimurnikan, berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan.

Sampel yang digunakan dalam pengujian adalah minyak goreng. Analisis kadar logam Stanum (Sn) menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom dengan panjang gelombang 286,3 nm.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa minyak goreng yang diperiksa mengandung kadar Stanum (Sn) sebesar 22,8237 mg/kg. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar Stanum (Sn) memenuhi syarat mutu yang dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-3741-2002 tentang Syarat Mutu Minyak Goreng yaitu maksimum 40 mg/kg.

Kata kunci: minyak goreng, penetapan kadar Stanum (Sn), spektrofotometri serapan atom.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan, misalnya keripik kentang, kacang dan dough nut yang banyak dikonsumsi di restoran dan hotel (Ketaren, 1986).

Bahan pangan digoreng merupakan sebagian besar dari menu manusia. Kurang lebih 290 juta lemak dan minyak dikonsumsi tiap tahun untuk kripik kentang saja. Menggoreng bahan pangan banyak dilakukan di negara kita, yang merupakan suatu metode memasak bahan pangan. Banyak jumlah permintaaan akan bahan pangan digoreng, merupakan suatu bukti yang nyata mengenai betapa besar jumlah bahan pangan digoreng yang dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala tingkat umur (Ketaren, 1986).

Kaleng-kaleng dipergunakan untuk mengawetkan makanan dan minuman, menyimpannya dan membawanya ke tempat lain untuk diperdagangkan. Jika dulu banyak makanan menjadi busuk dan terbuang, karena tidak bisa diawetkan, dikalengkan (Samad, 1981).

Maka sekarang makanan dan minuman itu bisa dikalengkan untuk bisa disimpan lebih lama. Sebelum dimasukkan kedalam kaleng, makanan itu dibuat jadi steril (bebas kuman), dan karena selalu bebas kuman, bisa bertahan lama. Kaleng terbuat dari 98% plat baja dan 1 1 2� timah (Samad, 1981).


(12)

Plat baja itu dicelupkan kedalam cairan timah agar jangan luntur. Zaman sekarang pencelupan berlaku dengan listrik. Lapisan timah menahan kaleng dari perkaratan yang bisa merusak rasa (Samad, 1981).

Zaman sekarang hampir semua jenis makanan dikalengkan. Tepung susu, susu encer, daging, sayur, buah-buahan, kue-kue, ikan, ayam, minyak, cat, bahan bakar, dan lain-lain. Setiap hari diperlukan jutaan kaleng guna pengawetan makanan. Semua kaleng ini memerlukan timah (Samad, 1981).

Berdasarkan hal di atas, maka perlu dilakukan pengujian pada minyak goreng. Sehingga penulis memilih judul tentang “Analisis Kadar Stanum (Sn) Pada Minyak Goreng Secara Spektrofotometri Serapan Atom ”.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari analisis kadar Stanum (Sn) pada minyak goreng adalah untuk mengetahui apakah kadar Stanum (Sn) pada minyak goreng memenuhi persyaratan kadar cemaran logam yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari analisis kadar Stanum (Sn) pada minyak goreng adalah agar dapat mengetahui bahwa minyak goreng yang dipasarkan memenuhi persyaratan kadar cemaran logam yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga produk tersebut layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng

2.1.1. Pengertian Minyak Goreng

Minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses pemurnian (SNI, 2002).

2.1.2. Jenis-Jenis Minyak

Minyak dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan (Ketaren, 1986) yaitu :

A. Berdasarkan sifat fisiknya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Minyak tidak mengering (non drying oil)

a. Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, minyak buah persik, inti peach dan minyak kacang.

b. Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape, dan minyak biji mustard. c. Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi, minyak ikan paus, salmon,

sarden, menhaden jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba, dan minyak purpoise.

2. Minyak nabati setengah mengering (semi drying oil), misalnya minyak biji kapas, minyak biji bunga matahari, kapok, gandum, croton, jagung, dan urgen.


(14)

3. Minyak nabati mengering (drying oil), misalnya minyak kacang kedelai, biji karet, safflower, argemone, hemp, walnut, biji poppy, biji karet, perilla, tung,linseed dan candle nut.

B. Berdasarkan sumbernya dari tanaman, diklasifikasikan sebagai berikut : a. Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed,

wijen, kedelai, dan bunga matahari.

b. Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit.

c. Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit, cohume.

C. Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya, yakni:

a. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids)

Asam lemak jenuh antara lain terdapat pada air susu ibu (asam laurat) dan minyak kelapa. Sifatnya stabil dan tidak mudah bereaksi/berubah menjadi asam lemak jenis lain.

b. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids). Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang mudah terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan komposisi yang stabil berupa asam lemak jenuh. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu (poly-unsaturated), semakin mudah bereaksi/berubah minyak tersebut.


(15)

c. Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid)

Asam lemak trans banyak terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega, minyak terhidrogenasi, dan terbentuk dari proses penggorengan. Lemak trans meningkatkan kadar kolesterol jahat, menurunkan kadar kolesterol baik, dan menyebabkan bayi-bayi lahir premature.

2.1.3. Sifat-sifat Minyak

Sifat-sifat minyak dibagi ke sifat fisik dan sifat kimia (Ketaren, 1986), yakni:

A. Sifat Fisik 1. Warna

Terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat warna tersebut

antara lain α dan β karoten (berwarna kuning), xantofil,(berwarna kuning

kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin(berwarna kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.


(16)

2. Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.

3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil), dan minyak sedikit larut dalam alkohol,etil eter, karbondisulfide dan pelarut-pelarut halogen.

4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperature tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal.

5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut.

7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran komponen-komponenya.

8. Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak.

9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 250 C , dan juga perlu dilakukan pengukuran pada temperature 400 C.

10.Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak dipanaskan. Merupakan kriteria mutu yang penting dalam hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng.

11.Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.


(17)

B. Sifat Kimia

1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut.

2. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.

3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.

4. Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap.

2.1.4 Syarat Mutu Minyak Goreng

Tabel 2.1.4. Syarat Mutu Minyak Goreng

No Kriteria uji Satuan

Persyaratan

Mutu I Mutu II 1 Keadaan

1.1 Bau Normal Normal

1.2 Rasa Normal Normal


(18)

kuning

2 Kadar air % b/b Maks 0,1 Maks 0,3 3 Bilangan asam Mg

KOH/ g

Maks 0,6 Maks 2

4 Asam linoleat (C18:3) dalam komposisi asam lemak minyak

% Maks 2 Maks 2

5 Cemaran logam

5.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1 5.2 Timah (Sn) Mg/kg Maks 40,0/250* Maks

40,0/250* 5.3 Raksa (Hg) Mg/kg Maks 0,05 Maks 0,05 5.4 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1

6 Cemaran arsen (Arsen) Mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1 7 Minyak pelican** Negative Negative *) Dalam kemasan kaleng

**) Minyak pelikan adalah minyak mineral dan tidak bisa disabunkan

2.2 Stanum (Sn)

Timah merupakan salah satu unsur golongan IVA yang merupakan unsur logam dan telah digunakan orang sejak jaman dahulu.

Timah mempunyai warna putih perak, mudah dibentuk dan ditempa, serta dapat bereaksi dengan asam kuat.

Di alam, biji timah terdapat dalam bentuk mineral kassiterit atau tinstone (SnO2), dan dapat dibuat dalam laboratorium melalui proses elektrolisis.


(19)

Pada suhu tinggi, timah dapat bereaksi dengan udara dan oksigen membentuk senyawa H2SnO4. Timah larut dalam asam hidroklorik membentuk

SnCl4 yang bereaksi dengan larutan natrium hidroksida, dan masih banyak lagi

reaksi-reaksi lain yang melibatkan timah (Sunardi, 2006).

Timah terdapat sebagai 0,004% litosfer bumi, di Indonesia banyak terdapat. Timah itu logam lunak, titik leleh rendah, liat, mudah diberi lakukan kerja-dingin. Warnanya putih perak, terkadang agak kekuningan oleh lapisan oksidanya. Timah mempunyai dua keadaan alotropi: putih (beta) dan kelabu

(alpha). Timah putih bersistem kristal tetragonal pusat badan. Timah kelabu berstruktur intan, kurang rapat, non logam, semi konduktor (Hartomo, 1992).

2.2.1 Sifat –sifat Stanum (Sn)

Sifat-sifat timah/Stanum (Sn) yang juga disebut sebagai timah putih : 1. Tahan terhadap udara lembab,

2. Kekerasan dan kekuatannnya yang sangat rendah, sehingga dimasukkan kedalam logam lunak,

3. Daya tahan terhadap korosi cukup tinggi,

4. Berat jenis rendah 7,3 , titik cair rendah 2320 C dan 5. Tahanan jenis 0,15 ohm mm2/m ( Sukandarrumidi, 2007).

2.2.2 Penggunaan Stanum (Sn)

Timah putih dipergunakan untuk ;

- Melapisi logam-logam (baja, tembaga dan lain-lain), - Untuk solder, stabilizer dalam plastic.


(20)

Dalam keadaan murni timah dipakai untuk ; - Pipa atau tabung yang dapat dilipat, - Tube pasta gigi,

- Pelat lembaran yang dapat dibuat kaleng,

- Kontak penghubung dan rel-rel kontak sekering pada alat-alat listrik. Apabila dicampur dengan timah hitam (10-50%) untuk ;

- Timah pateri, - Pembungkus dan - Alat-alat dapur.

Lembaran tipis timah dipergunakan sebagai ;

- Pembungkus makanan (daging atau kentang) yang dipanaskan dengan

oven microwave,

- Dimanfaatkan sebagai pelapis bagian dalam dari pembungkus rokok. Penggunaan timah sebagai campuran untuk ;

- Alloy logam tertentu seperti pewter yang terdiri dari timah dan timbal, - Tipe metal yang terdiri dari campuran timah, stibium, dan timbal,

- Logam babitt terdiri dari timah 88,9 %, stibium 7,4 % dan tembaga 3,7 %.

- Perunggu fosfor terdiri dari tembaga 89 %, timah 10 % dan fosfor 1 %. - Timah tangger adalah lembaran timah yang sangat tipis


(21)

2.2.3 Pengaruh Stanum (Sn) pada Kesehatan

Timah dalam bentuk molekul atau atom tunggal tidak terlalu berbahaya. Sedangkan bentuk ikatan organik timah, misalnya triethyltin merupakan bentuk yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Meskipun demikian penggunaannya luas di berbagai industri cat dan plastik, dan industri pestisida. Ikatan organik timah dapat diserap melalui pernapasan, alat pencernaan dan melalui kulit (Soedarto, 2013).

2.2.4 Gejala Klinis Keracunan Stanum (Sn)

Keracunan timah dapat menimbulkan kelainan akut maupun kelainan jangka panjang. Kelainan akut dapat berupa: iritasi mata dan kulit, sakit kepala, pusing, badan terasa sakit semua, nyeri lambung, keringat berlebihan, sukar bernapas, dan gangguan kencing. Dalam jangka panjang akibat keracunan timah menyebabkan terjadinya depresi, kerusakan hati, gangguan sistem imun, kerusakan kromosom, sel darah merah pendek umurnya, kerusakan otak (yang menyebabkan gangguan tidur, pelupa, pemarah, dan sakit kepala) (Soedarto, 2013).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika mengamati garis-garis hitam pada spektrum matahari. Spektroskopi serapan atom pertama kali digunakan pada tahun 1995 oleh Walsh. Sesudah itu tidak kurang dari 65 unsur diteliti dan dapat dianalisis dengan cara tersebut. Spektroskopi


(22)

serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit dan sangat kelumit. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relative sederhana dan interfrensinya sedikit. Spektroskopi serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet. Dalam garis besarnya prinsip spektroskopi serapan atom sama saja dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaan terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatannya (Rohman, 2007).

2.3.1 Instrumensasi Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom adalah

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim adalah lampu katoda berongga (hallow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung satu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon dan argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya lebih disukai karena memberi intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. Bila antara anoda dan katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi, elektron-elektron dengan energi tinggi ini


(23)

dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia diisikan tadi (Rohman, 2007).

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan dasar. Ada terbagi macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless) (Rohman, 2007).

a. Nyala (flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar menjadi tingkat yang lebih tinggi (Rohman, 2007).

Suhu yang dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalnya untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 1800⁰C, gas alam-udara 1700⁰C, asetilen-udara 2200⁰C dan gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O)

sebesar 3000⁰C (Rohman, 2007).

b. Tanpa nyala (flameless)

Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala yang terlalu besar, dan proses atomisasi yang kurang sempurna. Oleh karena itu timbullah suatu


(24)

teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat dilakukan dengan tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann (Rohman, 2007).

3. Monokromator

Pada SSA, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper (Rohman, 2007).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu, dan yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Rohman, 2007).

5. Readout

Readout merupakan suatu alat petunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatat hasil. Pencatat hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007).

Untuk keperluan analisis kuantittaf dengan SSA, maka sampel harus dalam bentuk larutan. Untuk menyiapkan larutan, sampel harus diperlakukan sedemikian


(25)

rupa yang pelaksanaannya tergantung dari macam dan jenis sampel. Yang penting untuk diingat adalah bahwa larutan yang akan dianalisis haruslah sangat encer (Rohman, 2007).

Ada beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu :

- Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai - Sampel dilarutkan dengan suatu asam

- Sampel dilarutkan dengan suatu basa atau dilebur terlebih dahulu dengan basa kemudian hasil leburan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.

Metode pelarut apapun yang akan dipilih untuk dilakukan analisis dengan SSA, yang terpenting adalah bahwa larutan yang dihasilkan harus jernih, stabil, dan tidak mengganggu zat-zat yang akan dianalisis. Metode kuantifikasi hasil analisis dengan metode SSA yang dilakukan adalah dengan menggunakan kuantifikasi dengan kurva baku (kurva kalibrasi). SSA bukan merupakan metode analisis yang absolut. Suatu perbandingan dengan merupakan metode yang umum dalam melakukan metode analisis kuantitatif (Rohman, 2007).


(26)

BAB III

METODE PENGUJIAN

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian Analisis Kadar Stanum (Sn) pada Minyak Goreng secara Spektrofotometri Serapan Atom dilakukan di Badan Riset Standardisasi (BARISTAND) Industri Medan yang berada di Jalan Sisingamangaraja No. 24 Medan.

3.2 Alat-alat

Alat – alat yang digunakan adalah Beaker glass, Botol semprot, Cawan porselin, Corong gelas, Erlenmeyer, Hot Plate, Kertas saring whatmann No. 42, Labu ukur, Lampu katoda berongga (Hallow Cathode Lamp) Stanum (Sn), Neraca analitik, Pemanas listrik, Pipet tetes, Pipet ukur, Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)-nyala AA 7000, Tanur (SNI, 2002).

3.3 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah Aquades, Aquabides, Asam Nitrat (HNO3) pekat p.a, Gas asetilen (C2H2), Logam Stanum (Sn) (SNI,2002).

3.4 Prosedur

3.4.1 Pembuatan Larutan Baku Logam Stanum (Sn) 100 mg/L

- Dipipet 10 ml dari konsentrasi 1000 mg/L; - Dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml;


(27)

- Ditepatkan dengan menggunakan Aquabides asam sampai tanda tera dan homogenkan (SNI, 2002).

3.4.2 Pembuatan Larutan Baku

a. Pembuatan larutan baku logam Stanum (Sn) 10 mg/L

- Dipipet 10 ml dari konsentrasi 100 mg/L;

- Dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml;

- Ditepatkan dengan menggunakan Aquabides asam sampai tanda tera dan homogenkan (SNI, 2002).

3.4.3 Pembuatan Larutan Kerja

1. Pembuatan larutan kerja logam Stanum (Sn) 10 mg/L

- Dipipet 10 ml dari konsentrasi 100 mg/L, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml;

- Ditepatkan dengan Aquabides asam sampai tanda tera dan homogenkan (SNI, 2002).

2. Pembuatan larutan kerja logam Stanum (Sn) 2 mg/ L

- Dipipet 10 ml dari konsentrasi 10 mg/L, masukkan kedalam labu ukur 50 ml;

- Ditepatkan dengan Aquabides asam sampai tanda tera dan homogenkan (SNI, 2002).

3. Pembuatan larutan kerja logam Stanum (Sn) 4 mg/L

- Dipipet 20 ml dari konsentrasi 10 mg/L, masukkan ke dalam labu takar 50 ml;


(28)

- Ditepatkan dengan Aquabides asam sampai tanda tera dan homogenkan (SNI, 2002).

4. Pembuatan larutan kerja logam Stanum (Sn) 6 mg/L

- Dipipet 3 ml dari konsentrasi 100 mg/L, masukkan ke dalam labu takar 50 ml;

- Ditepatkan dengan Aquabides asam sampai tanda tera dan homogenkan (SNI, 2002).

5. Pembuatan dari konsentrasi logam Stanum (Sn) 8 mg/L

- Dipipet 4 ml dari konsentrasi 100 mg/L, masukkan ke dalam labu takar 50 ml;

- Ditepatkan dengan Aquabides asam sampai tanda tera dan homogenkan (SNI, 2002).

3.4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi terlebih dahulu diawali dengan membuat seri pengenceran larutan standar Stanum (Sn). Pengenceran dilakukan dari larutan induk dan dibuat 5 konsentrasi larutan. Pengenceran dilakukan dengan hati-hati dan teliti agar memberikan hasil yang kuantitatif. Untuk Stanum (Sn) dibuat konsentrasi 10 mg/L; 8 mg/L; 6 mg/L; 4 mg/L dan 2 mg/L. Konsentrasi ini dipilih agar hasil serapan dapat mencakup hasil serapan sampel yang akan dianalisis.

Pengukuran serapan dilakukan dengan spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang yang spesifik untuk Stanum (Sn). Pengukuran Stanum (Sn) dilakukan pada panjang gelombang 286,3 nm. Hasil pengukuran serapan kemudian diplot lalu diperoleh kurva kalibrasi dan persamaan garis linearnya.


(29)

3.4.5 Persiapan contoh uji Stanum (Sn)Total

- Homogenkan contoh uji, tarra cawan porselin dan timbang 5 gram contoh uji;

- Bakar contoh uji yang telah ditimbang sampai tidak berasap;

- Lanjutkan pengabuan dalam tanur (450 ± 5) 0C sampai abu berwarna putih, bebas dari karbon;

- Apabila abu belum bebas dari karbon yang ditandai dengan warna keabu-abuan, basahkan dengan beberapa tetes air dan tambahkan tetes demi tetes HNO3 pekat kira-kira 0,5 ml sampai dengan 5 ml;

- Keringkan cawan di atas pemanas listrik dan masukkan kembali ke dalam tanur pada suhu (450 ± 5) 0C kemudian lanjutkan pemanasan sampai abu menjadi putih. Penambahan HNO3 pekat dapat diulangi apabila abu masih

berwarna keabu-abuan;

- Abu berwarna putih yang terbakar sempurna ditambahkan beberapa tetes aquades panas, ditambahkan 5 ml HNO3 pekat kemudian ditambahkan

lagi aquades panas sampai setengah bagian cawan porselin;

- Pindahkan isi dari cawan porselin kedalam labu ukur 50 ml dan tambahkan aquabides asam sampai tanda tera dan homogenkan;

- Saring menggunakan kertas saring whatmann No.42 ke dalam erlenmeyer; - Siapkan larutan blanko;

- Baca absorbans larutan kerja dan larutan contoh terhadap blanko menggunakan SSA pada panjang gelombang 286,3 nm;


(30)

- Buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (mg/L) sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y;

- Plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi; dan - Hitung kandungan logam dalam contoh (SNI, 2002).

3.4.6 Perhitungan

1. Pembuatan larutan baku 100 (mg/L) dari 1000 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 1000 (mg/L) = 100 (mg/L). 100 ml

V1 = 10 ml

2. Pembuatan larutan baku 10 (mg/L)dari 100 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 100 (mg/L) = 10 (mg/L). 100 ml

V1 = 10 ml

3. Pembuatan larutan kerja 10 (mg/L) dari 100 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 100 (mg/L) = 10 (mg/L). 100 ml

V1 = 10 ml

4. Pembuatan larutan kerja 8 (mg/L) dari 100 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 100 (mg/L) = 8 (mg/L). 50 ml

V1 = 4 ml

5. Pembuatan larutan kerja 6 (mg/L) dari 100 (mg/L)


(31)

V1 . 100 (mg/L) = 6 (mg/L). 50 ml

V1 = 3 ml

6. Pembuatan larutan kerja 4 (mg/L) dari 10 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 10 (mg/L) = 4 (mg/L). 50 ml

V1 = 20 ml

7. Pembuatan larutan kerja 2 (mg/L) dari 10 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 10 (mg/L) = 2 (mg/L). 50 ml


(32)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis kadar Stanum (Sn) dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom, diketahui logam Stanum (Sn) yang diuji sebesar 22,8237 mg/kg yang memenuhi syarat sesuai dengan SNI 01-3741-2002 yaitu maksimal 40 mg/kg. Hasil pemeriksaan minyak goreng dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan pada tanggal 10 Februari 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2. Data hasil pemeriksaan Stanum (Sn) pada sampel Minyak Goreng

No Sampel Absorbansi Konsentrasi (mg/kg) Kadar uji 1 Minyak Goreng 0,0011 2,1656

22,8237 mg/kg 2 Minyak Goreng 0,0010 2,0429

3 Minyak Goreng 0,0014 2,5337 Rata-rata 2,2883

Keterangan : Faktor pengenceran 50

Memenuhi Syarat Mutu

Berdasarkan pengujian analisis kadar Stanum (Sn) pada minyak goreng secara Spektrofotometri Serapan Atom, diketahui bahwa kadar logam Stanum (Sn) pada minyak goreng sebesar 22,8237 mg/kg sesuai dengan SNI 01-3741-2002, kadar logam Stanum (Sn) yang diperbolehkan pada minyak goreng maksimal 40 mg/kg. Hasil tersebut menunjukkan bahwa minyak goreng yang diuji memenuhi syarat mutu.


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari analisa sampel yang diuji, kadar Stanum (Sn) pada minyak goreng memenuhi syarat mutu.

5.2 Saran

Sebelum melakukan pengujian, harus memahami metode serta prosedur pengujian agar tidak terjadi kesalahan, dan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas dari laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan sebaiknya perlu ditambahkan alat-alat yang hasil analisanya lebih baik.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Hartomo, A. (1992). Mengenal Pelapisan Logam (Elektroplating). Yogyakarta : Andi Offset Yogyakarta. Hal. 70.

Ketaren. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI-Press. Hal. 12-13, 17-29, 130.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 298 – 312.

Samad, A. (1981). Peranan Timah Dalam Pembangunan Negara. Jakarta : C.V. Akadoma. Hal. 27-28.

SNI. (2002). Minyak Goreng. Jakarta: BSN. Hal. 1-2.

Soedarto. (2013). Lingkungan dan Kesehatan Environment and Health. Jakarta : Sagung Seto. Hal. 243.

Sukandarrumidi. (2007). Geologi Mineral Logam. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal. 107, 114-115.

Sunardi. (2006). 116 Unsur Kimia Deskripsi dan Pemanfaatannya. Bandung : CV. Yrama Widya. Hal. 56.


(35)

LAMPIRAN


(36)

(37)

(38)

(39)

Lampiran 2. Perhitungan

1. Pembuatan Larutan Standar Stanum (Sn)

1. Pembuatan larutan baku 100 (mg/L) dari 1000 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 1000 (mg/L) = 100 (mg/L). 100 ml

V1 = 10 ml

2. Pembuatan larutan baku 10 (mg/L)dari 100 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 100 (mg/L) = 10 (mg/L). 100 ml

V1 = 10 ml

3. Pembuatan larutan kerja 10 (mg/L) dari 100 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 100 (mg/L) = 10 (mg/L). 100 ml

V1 = 10 ml

4. Pembuatan larutan kerja 8 (mg/L) dari 100 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 100 (mg/L) = 8 (mg/L). 50 ml

V1 = 4 ml

5. Pembuatan larutan kerja 6 (mg/L) dari 100 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 100 (mg/L) = 6 (mg/L). 50 ml


(40)

6. Pembuatan larutan kerja 4 (mg/L) dari 10 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 10 (mg/L) = 4 (mg/L). 50 ml

V1 = 20 ml

7. Pembuatan larutan kerja 2 (mg/L) dari 10 (mg/L)

V1. N1 = V2. N2

V1 . 10 (mg/L) = 2 (mg/L). 50 ml

V1 = 10 ml

2. Data kalibrasi

NO Konsentrasi (mg/L)

(X)

Absorpsi (Y)

XY X2 Y2

1 2 0,0009 0.0018 4 0,00000081 2 4 0,0027 0,0108 16 0.00000729 3 8 0,0058 0,0464 64 0,00003364 4 10 0,0075 0,075 100 0,00005625

∑X = 24

X = 6

∑Y = 0,0169 Y = 0,004225

X.Y = 0,134

∑X2 = 184 ∑Y2 = 0,00009799


(41)

a = ∑ XY- ( ∑ X. ∑ Y) / n b = Y - aX

∑ X2

-(∑ X)2/ n = 0,004225 - (0,000815) (6) = 0,134 - (24 . 0,0169)/4 = 0,004225 - 0,00489

184 - (24)2/4 = 0,000665 = 0,134 - 0,1014

184 - 144 = 0,0326 40 `= 0,000815

Maka Persamaan Garis Regresinya adalah Y= 0,000815X + 0,00065

r = ∑XY - ∑X x ∑Y/n

√ {∑X2

– (∑X)2/n) }{∑Y2 – (∑Y)2 /n }

i

=

√{184 – (24)2 / 4} {0,00009799 – (0,0169)2 /4} 0,134 – (24 x 0,0169) / 4 i

=

√(184 – 144)( 0,00009799 – 0,000071402) 0,134 – 0,1014 i

=

√40 x 0,000026588 0,0326 i

=

0,032611654 0,0326

= 0,9997

Kadar uji = ��������� ����

��

� ����� ������������� �����������

������ ���� (��)���� �����(�)

= 2,2883 mg /L x 50 ml


(42)

Lampiran 3. Gambar

Stanum (Sn) 1000 mg/L Stanum (Sn) 100 mg/L dan 10 mg/L

Stanum (Sn) 2; 4; 6; 8 mg/L Tahap Sampel Diarangkan


(43)

(44)

Lampiran 4. SNI 01-3741-2002 Syarat Mutu Minyak Goreng

No Kriteria uji Satuan

Persyaratan Mutu I Mutu II 1 Keadaan

1.1 Bau Normal Normal

1.2 Rasa Normal Normal

1.3 Warna Putih, kuning pucat sampai kuning

2 Kadar air % b/b Maks 0,1 Maks 0,3 3 Bilangan asam

Mg KOH/g Maks 0,6 Maks 2 4 Asam linoleat (C18:3)

dalam komposisi asam lemak minyak

% Maks 2 Maks 2

5 Cemaran logam

5.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1 5.2 Timah (Sn) Mg/kg Maks

40,0/250*

Maks 40,0/250* 5.3 Raksa (Hg) Mg/kg Maks 0,05 Maks 0,05 5.4 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1

6 Cemaran arsen (Arsen) Mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1 7 Minyak pelican** Negative Negative *) Dalam kemasan kaleng


(1)

Lampiran 2. Perhitungan

1. Pembuatan Larutan Standar Stanum (Sn)

1. Pembuatan larutan baku 100 (mg/L) dari 1000 (mg/L) V1. N1 = V2. N2

V1 . 1000 (mg/L) = 100 (mg/L). 100 ml

V1 = 10 ml

2. Pembuatan larutan baku 10 (mg/L)dari 100 (mg/L) V1. N1 = V2. N2

V1 . 100 (mg/L) = 10 (mg/L). 100 ml

V1 = 10 ml

3. Pembuatan larutan kerja 10 (mg/L) dari 100 (mg/L) V1. N1 = V2. N2

V1 . 100 (mg/L) = 10 (mg/L). 100 ml

V1 = 10 ml

4. Pembuatan larutan kerja 8 (mg/L) dari 100 (mg/L) V1. N1 = V2. N2

V1 . 100 (mg/L) = 8 (mg/L). 50 ml

V1 = 4 ml

5. Pembuatan larutan kerja 6 (mg/L) dari 100 (mg/L) V1. N1 = V2. N2

V1 . 100 (mg/L) = 6 (mg/L). 50 ml


(2)

6. Pembuatan larutan kerja 4 (mg/L) dari 10 (mg/L) V1. N1 = V2. N2

V1 . 10 (mg/L) = 4 (mg/L). 50 ml

V1 = 20 ml

7. Pembuatan larutan kerja 2 (mg/L) dari 10 (mg/L) V1. N1 = V2. N2

V1 . 10 (mg/L) = 2 (mg/L). 50 ml

V1 = 10 ml

2. Data kalibrasi NO Konsentrasi (mg/L)

(X)

Absorpsi (Y)

XY X2 Y2

1 2 0,0009 0.0018 4 0,00000081

2 4 0,0027 0,0108 16 0.00000729

3 8 0,0058 0,0464 64 0,00003364

4 10 0,0075 0,075 100 0,00005625

∑X = 24

X = 6

∑Y = 0,0169 Y = 0,004225

X.Y = 0,134

∑X2 = 184 ∑Y2 = 0,00009799


(3)

a = ∑ XY- ( ∑ X. ∑ Y) / n b = Y - aX

∑ X2

-(∑ X)2/ n = 0,004225 - (0,000815) (6) = 0,134 - (24 . 0,0169)/4 = 0,004225 - 0,00489

184 - (24)2/4 = 0,000665 = 0,134 - 0,1014

184 - 144 = 0,0326 40 `= 0,000815

Maka Persamaan Garis Regresinya adalah Y= 0,000815X + 0,00065

r = ∑XY - ∑X x ∑Y/n

√ {∑X2

– (∑X)2/n) }{∑Y2 – (∑Y)2 /n } i

=

√{184 – (24)2 / 4} {0,00009799 – (0,0169)2 /4} 0,134 – (24 x 0,0169) / 4 i

=

√(184 – 144)( 0,00009799 – 0,000071402) 0,134 – 0,1014 i

=

√40 x 0,000026588 0,0326 i

=

0,032611654 0,0326

= 0,9997

Kadar uji = ��������� ���� ��

� ����� ������������� �����������

������ ���� (��)���� �����(�) = 2,2883 mg /L x 50 ml


(4)

Lampiran 3. Gambar

Stanum (Sn) 1000 mg/L Stanum (Sn) 100 mg/L dan 10 mg/L

Stanum (Sn) 2; 4; 6; 8 mg/L Tahap Sampel Diarangkan


(5)

(6)

Lampiran 4. SNI 01-3741-2002 Syarat Mutu Minyak Goreng

No Kriteria uji Satuan

Persyaratan Mutu I Mutu II 1 Keadaan

1.1 Bau Normal Normal

1.2 Rasa Normal Normal

1.3 Warna Putih, kuning pucat sampai

kuning

2 Kadar air % b/b Maks 0,1 Maks 0,3 3 Bilangan asam

Mg KOH/g Maks 0,6 Maks 2 4 Asam linoleat (C18:3)

dalam komposisi asam lemak minyak

% Maks 2 Maks 2

5 Cemaran logam

5.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1

5.2 Timah (Sn) Mg/kg Maks

40,0/250*

Maks 40,0/250* 5.3 Raksa (Hg) Mg/kg Maks 0,05 Maks 0,05 5.4 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1

6 Cemaran arsen (Arsen) Mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1 7 Minyak pelican** Negative Negative *) Dalam kemasan kaleng