Hierarki Penguasaan Hak Atas Tanah
bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah serta sebagai tugas pembantuan bukan otonomi.
17
Pembebanan hak menguasai dari negara tidak dapat dipindahkan kepada pihak lain. Pemberian hak atas Negara kepada seseorang atau badan hukum,
bukan berarti melepaskan hak menguasai dari tanah yang bersangkutan. Negara tidak melepaskan kewenangannya diatur dalam Pasal 2 UUPA,
terhadap tanah yang bersangkutan. Segala sesuatunya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian hak dari menguasai dari negara tidak
sebagai pelimpahan Hak Bangsa tidak akan dihapus selama Negara Republik Indonesia masih ada sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Tanah
tersebut tetap berada dalam penguasaan Negara, tetapi tanah tersebut dapat diberikan dengan sesuatu hak atas tanah kepada pihak lain.
3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
Hak ulayat adalah sebutan yang diberikan para ahli hukum pada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret yang merupakan serangkaian
wewenang-wewenang dan kewajiban-kewajiban antara masyarakat hukum adat dengan tanah yang ada di dalam lingkungan wilayahnya.
Hak ulayat diatur dalam Pasal 3 UUPA yang memberikan penjelasan bahwa, ketentuan-ketentuan Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang
serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
17
Hasan Wargakusumah. Hukum Agraria I. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995, hlm 53
kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan Peraturan-
Peraturan lain yang lebih tinggi. ”
Terdapat dua unsur dalam hak ulayat yaitu, unsur kepunyaan yang termasuk bidang hukum perdata dan unsur tugas kewenangan untuk mengatur
penguasaan dan memimpin penggunaan tanah bersama, yang termasuk bidang hukum publik. Unsur tugas kewenangan yang termasuk bidang hukum
publik tersebut pelaksanaanya dilimpahkan kepada kepala Adat sendiri atau bersama-sama dengan para tertua adat masyarakat hukum adat yang
bersangkutan. Pemegang hak ulayat adalah masyarakat hukum adat, yang terbagi mejadi dua
yaitu : a.
Masyarakat Adat Teritorial merupakan masyarakat yang para warganya bertempat tinggal diwilayah yang sama, seperti nagari minangkabau.
b. Masyarakat Adat Genealogik merupakan masyarakat yang para warganya
terikat oleh pertalian darah, seperti suku dan kaum. Tanah yang dapat dimiliki menjadi obyek hak ulayat adalah semua tanah yang dalam wilayah
masyarakat hukum adat teritorial yang bersangkutan. 4.
Hak-Hak Perseorangan atau Individual Pasal 4 ayat 1 UUPA menegaskan bahwa “Atas dasar hak menguasai dari
Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam- macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama orang lain serta badan-
badan hukum”.
Hak-Hak atas tanah individu, dibedakan menjadi : 1
Primer , yang terdiri dari :
a. Hak Milik
Dasar hukum untuk pemilikan hak milik atas tanah terdapat dalam Pasal 20-27 UUPA. Pengertian dari hak milik itu sendiri adalah hak yang
mempunyai sifat turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, mempunyai fungsi sosial, dapat beralih atau dialihkan,
dibatasi oleh ketentuan sharing batas maksimal dan dibatasi oleh jumlah penduduk. Batas waktu hak milik atas tanah adalah tidak ada batas waktu
selama kepemilikan itu sah berdasarkan hukum. Subyek hukum hak milik atas tanah yaitu WNI asli atau keturunan, badan hukum tertentu, namun
hak milik atas tanah dapat dihapuskan apabila tanah tersebut jatuh kepada Negara danatau karena tanah tersebut musnah.
b. Hak Guna Bangunan
Hak ini diatur dalam Pasal 35-40 UUPA dan Pasal 19-38 PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah. Hak Guna
Bangunan HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan- bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu
paling lama 30tahun.
18
Subjek Hak Guna Bangungan adalah warga negara
18
Sudaryo Soimin. Status Hak dan Pembebasan Tanah. Jakarta: Sinar Grafika, 1994, hlm 17
Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Hak Guna Bangunan juga dapat didapatkan
dengan atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta bangunan-bangunannya. Tanah yang dapat diberikan status HGB
adalah tanah negara, tanah hak pengelolaan, dan tanah hak milik. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian
hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak
olehMenteri atau pejabat yang ditunjuk berdasar-kan usul pemegang Hak Pengelolaan.
Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pemberian Hak Guna Bangunan didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Hak Guna
Bangunan atas tanah Negara atau atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan. Sebagai tanda bukti hak kepada
pemegang Hak Guna Bangunan diberikan sertifikat hak atas tanah. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh
pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oeh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Hak Guna
Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan. Jangka waktu HGB adalah paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang
dengan waktu paling lama 20tahun. Sesudah jangka waktu HGB dan perpanjangannya berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan
pembaharuan Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama. HGB atas tanah Negara, atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang atau
diperbaharui, jika memenuhi syarat : a
Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;
b Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh
pemegang hak; dan c
Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak; d
Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW yang bersangkutan;
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan di perpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah
mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau pembaharuannya
diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGB tersebut atau perpanjangannya. Perpanjangan atau
pembaharuan HGB dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Ketentuan
mengenai tata
cara permohonan
perpanjangan atau
pembaharuan HGB dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Bagi kepentingan penanaman modal, permintaan
perpanjangan dan pembaharuan HGB dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama
kali mengajukan permohonan HGB, dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 untuk
perpanjangan atau pembaharuan HGB hanya dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari
Menteri Keuangan. Persetujuan untuk memberikan perpanjangan atau pembaharuan HGB dan perincian uang pemasukan dicantumkan dalam
keputusan pemberian HGB. HGB atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun atas kesepakatan antara pemegang
HGB dengan pemegang Hak Milik dan dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan. Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan, antara lain:
a Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya
ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; b
Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagai-mana
ditetapkan dalam
keputusan dan
perjanjian pemberiannya;
c Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya
serta menjaga kelestarian lingkungan hidup; d
Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik
sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus; e
Menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;
f Jika tanah HGB karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-
sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau
menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang HGB wajib memberikan jalan keluar atau jalan air
atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
Pemegang HGB berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan HGB selama waktu tertentu untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya. HGB
dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, karena adanya jual
beli, tukar menukar, lelang, penyertaan dalam modal, hibah, pewarisan. Peralihan HGB harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan dan harus
dilakukan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan berita acara lelang, jika pewarisan
harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang, peralihan HGB atas tanah Hak
Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan dan Peralihan HGB atas tanah Hak Milik harus dengan
persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan. Hapusnya Hak Guna Bangunan dapat terjadikarena :
a Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan
pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
b Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan
atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak danatau tidak
dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang
Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; c
Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
d Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;
e Ditelantarkan;
f Tanahnya musnah.
Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara mengakibatkan
tanahnya menjadi tanah Negara. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan
pemegang Hak Pengelolaan.Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengakibatkann tanahnya kembali ke dalam penguasaan
pemegang Hak Milik. Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang atau tidak diperbaharui, maka bekas
pemegang HGB wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan
kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya HGB. Pembongkaran bangunan dan benda-benda dilaksanakan atas biaya bekas
pemegang Hak Guna Bangunan. Jika bekas pemegang HGB lalai dalam memenuhi kewajiban maka bangunan dan benda-benda yang ada di atas
tanah bekas HGB itu dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang HGB. Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan
atau atas tanah Hak Milik hapus maka bekas pemegang HGB wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang
Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik. c.
Hak Guna Usaha Hak Guna Usaha HGU ini diatur dalam Pasal 28-34 UUPAdan Pasal 4-
18 PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah. Hak ini diatur untuk mengusahakan
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan dengan jangka waktu 35 tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Sesudah jangka waktu dan perpanjangannya berakhir ke pemegang hak dapat diberikan
pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama. Diberikan paling sedikit luasnya 5 hektar, jika lebih dari 25 hektar harus dikelola dengan
investasi modal yang layak dengan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman. Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain. Hak Guna Usaha dapat dipunyai warga negara
Indonesia, dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah Tanah
Negara. Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah atau Hak Guna Usaha setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak
lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan pembuktian yang kuat. Hak Guna Usaha dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Kewajiban dan Hak PemegangHak Guna Usaha, sebagaimana di jelaskan
dalam Pasal 12 PP Nomor. 40 Tahun 1996 bahwa Pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk :
a Membayar uang pemasukan kepada Negara;
b Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan danatau
peternakan sesuai
peruntukandan persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
c Mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai
dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;
d Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas
tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha; e
Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku;
f Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai
penggunaan Hak Guna Usaha; g
Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus;
h Menyerahkan sertifikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada
Kepala Kantor Pertanahan. i
Pemegang Hak Guna Usaha dilarang menyerahkan pengusahaan tanah Hak Guna Usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal
diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jika tanah Hak Guna Usaha karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau
menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, maka pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan jalan keluar
atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
a Pemegang Hak Guna Usaha berhak menguasai dan mempergunakan
tanah yang diberikan. b
Hak Guna Usaha untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan ataupeternakan.
c Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam
lainnya di atas tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha oleh pemegang Hak Guna Usaha hanya dapat dilakukan untuk mendukung
usaha, mengingat kepentingan masyarakat sekitarnya.
Apabila tanah yang dijadikan obyek HGU merupakan kawasan hutan yang dapat dikonversi maka terhadap tanah tersebut perlu dimintakan dulu
perlepasan kawasan hutan dari menteri kehutanan atau dapat dikatakan apabila tanah yang dijadikan obyek HGU adalah tanah yang sah mempunyai
hak maka hak tersebut harus dilepaskan dahulu. Bagi tanah yang dimohon terhadap tanaman dan atau bangunan milik orang lain yang keberadaannya
atas hak yang ada maka pemilik tanaman atau bangunan tersebut harus mendapat ganti rugi dari pemegang hak baru, dan ketentuan lebih lanjut
mengenai pemberian ganti rugi ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Hal ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang
HGU, HGB, dan Hak Pakai atas Tanah. d.
Hak Pakai
Hak ini diatur dalam Pasal 41-43 UUPA dan Pasal 39-58 PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah. Hak Pakai
adalah hak untuk menggunakan danatau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan
dengan jiwa dan ketentuan undang-undang.
Hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu paling lama 25 dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 dua
puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Sesudah jangka
waktu Hak Pakai atau perpanjangannya habis, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama.Hak Pakai yang
diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu diberikan kepada :
a Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah
Daerah; b
Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional; c
Badan keagamaan dan badan sosial. Hak Pakai atas tanah Negara dapat diperpanjang atas diperbaharui atas
permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat : a
Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;
b Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh
pemegang hak; dan c
Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak . Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang atau diperbaharui
atas usul pemegang Hak Pengelolaan. a
Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Pakai atau pembaharuan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka
waktu Hak Pakai tersebut.
b Perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai dicatat dalam buku tanah
pada Kantor Pertanahan. c
Ketentuan mengenai tata cara permohonann perpanjangan atau pembaha-ruan Hak Pakai dan persyaratannya diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Presiden. Bagi kepentingan penanaman modal, permintaan perpanjangan dan
pembaharuan Hak Pakai dapat dilakukan sekaligus dengan pembayaran uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama kali
mengajukan permohonan Hak Pakai. Uang pemasukan telah dibayar sekaligus untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai hanya
dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Persetujuan untuk pemberian
perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai serta perincian uang pemasukan dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak Pakai.
Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama
25 dua puluh lima tahun dan tidak dapat diperpanjang.Atas kesepakatan antar pemegang Hak Pakai dengan pemegang Hak Milik, Hak Pakai atas
tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dan hak
tersebut wajib didaftarkan Subjek hukum yang dapat mempunyai hak pakai ialah : Warga negara
Indonesia WNI, Orang asing yang berkedudukan di Indonesia, Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia, Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, Depatemen, Lembaga pemerintah non departemen, Pemerintah daerah,
Badan-badan keagamaan sosial, Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional, Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
Objek dari hak pakai yaitu merupakan tanah negara, tanah hak pengelolaan,
dan tanah hak milik. Hak pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk beradasrkan
usul pemegang hak pengelolaan. Hak pakai atas tanah negara dan atas tanah hak pengelolaan terjadi sejak diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dalam
buku tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan sertifikat
hak atas tanah. Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah. Pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Hak Pakai atas tanah
Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaftarannya. Kewajiban dan hak pemegang Hak Pakai dijelaskan dalam Pasal 50 PP
Nomor. 40 Tahun 1996 bahwa, pemegang hak pakai berkewajiban untuk : a
Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan
dalam keputusan
pemberian haknya,
perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian
Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
b Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
c Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya
serta menjaga kelestarian lingkungan hidup; d
Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik
sesudah Hak Pakai tersebut hapus; e
Menyerahkan sertifikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Jika tanah Hak Pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-
sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air,
pemegang Hak Pakai wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
Pemegang Hak Pakai berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang
diberikan dengan Hak Pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan hak tersebut kepada pihak lain dan
membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan tertentu. Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Hak Tanggungan hapus dengan hapusnya Hak Pakai. Hak Pakai yang diberikan
atas tanah Negara untuk jangka waktu tertentu dan Hak Pakai atas tanah
Hak Pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain. Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut
dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang bersangkutan. Peralihan Hak Pakai terjadi karena : Jual beli, Tukar
menukar, Penyertaan dalam modal, Hibah, Pewarisan.Peralihan Hak Pakai wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Peralihan Hak Pakai karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar
menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jual beli yang dilakukan
melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.Peralihan Hak Pakai karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat
keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.Peralihan Hak Pakai atas tanah Negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang
berwenang. Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan harus dilakukan
dengan persetujuan
tertulis dari
pemegang Hak
Pengelolaan.Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Milik harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan.
Hak Pakai dapat terhapus karena : a
Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
b Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan
atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena
tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak danatau dilanggarnya ketentuan-ketentuan yang berlaku;
c Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang
tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan Hak
Pengelolaan; atau d
Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
e Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktu berakhir; f
Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961, yaitu : ditelantarkan, tanahnya musnah, ketentuan lebih lanjut mengenai
hapusnya Hak Pakai diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Hapusnya Hak Pakai atas tanah Negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara. Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan
mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan. Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengakibatkan
tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Milik. Apabila Hak Pakai atas tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui,
maka bekas pemegang Hak Pakai wajib membongkar bangunan dan benda- benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam
keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu 1 satu tahun sejak hapusnya Hak Pakai. Bangunan dan benda-benda masih diperlukan, kepada
bekas pemegang hak diberikan ganti rugi. Pembongkaran bangunan dan
benda-benda dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Pakai.Jika bekas pemegang Hak Pakai lalai dalam memenuhi kewajiban, maka bangunan dan
benda-benda yang ada di atasnya dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang Hak Pakai.
Apabila Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus, bekas pemegang Hak Pakai wajib menyerahkan tanahnya kepada
pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak
Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik.
e. Hak Sewa
Hak Sewa ini diatur dalam Pasal 44 dan 45 UUPA. Hak Sewa adalah seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila
ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai
sewa. Pembayaran uang sewa dapat dilakukan satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu, Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan, Perjanjian
sewa tanah juga tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
Subjek Hukum yang dapat menjadi pemegang hak sewa sama seperti
pemegang hak pakai, yaitu : Warganegara Indonesia, Orang asing yang berkedudukan di Indonesia, Badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
2 Sekunder , yang terdiri dari:
a. Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan
jangka waktu paling lama 30tahun. Hal ini di atur dalam Pasal 35-40 UUPA dan Pasal 19-38 PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan
Hak Pakai atas Tanah. b.
Hak Pakai Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan danatau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang. Hal ini diatur
dalam Pasal 41-43 UUPA. c.
Hak Gadai
Hak Gadai adalah hubungan Hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang telah menerima uang gadai dari padanya.
Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh “pemegang gadai”. Pengembalian uang gadai atau “penebusan” tergantung
pada kemauan dan kemampuan pemilik tanah yang menggadaikan.
d. Hak Usaha Bagi Hasil
Hak ini muncul karena adanya perjanjian bagi hasil antara pihak pemilik tanah dengan penggarap dengan imbalan hasil yang telah disepakati.
Perjanjian Bagi Hasil menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil adalah perjanjian yang diadakan antara
pemilik tanah dengan seseorang atau badan hukum, yang disebut penggarap, berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh
pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah pemilik, yang hasilnya dibagi antara kedua belah pihak menurut imbangan
yang disetujui sebelumnya. e.
Hak Menumpang Hak Menumpang adalah hak yang memberi kepada seseorang untuk
mendirikan dan menempati rumah diatas tanah pekarangan orang lain. Hak menumpang ini sebenarnya termasuk hak pakai, tetapi pada hak
menumpang hubungan hukumnya lemah, mudah diputuskan oleh pemilik tanah pekarangan, karena dalam hak menumpang ini tidak dikenai
bayaran. Hapusnya hak penumpang karena adanya pengakhiran hubungan yang diberikan pemilik kepada yang menumpang yang terkena pesangon,
dicabut untuk kepentingan umum, dan tanahnya musnah. f.
Hak Sewa dan Lain-Lain
Hak sewa atas tanah adalah hak yang memberi wewenang untuk menggunakan tanah milik pihak lain dengan kewajiban membayar uang
sewa pada tiap-tiap waktu tertentu. Dalam hukum adat hak sewa sering
disebut dengan “ jual tahunan ”. Terjadinya hak sewa karena perjanjian dan konversi.
Hak sewa atas tanah mempunyai sifat dan ciri-ciri sebagai berkut: a
Bersifat pribadi, dalam arti tidak dapat dialihkan tanpa izin pemiliknya; b
Dapat diperjanjikan, hubungan sewa putus bila penyewa meninggal dunia;
c Tidak terputus bila hak milik dialihkan;
d Tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan;
e Dapat dilepaskan;
f Tidak perlu didaftar, cukup dengan perjanjian yang dituangkan diatas
akta otentik atau akta bawah tangan.
Jangka waktu hak sewa atas tanah tergantung perjanjian, dengan memperhatikan Pasal 26 ayat 2
UUPA yaitu: “Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-
perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara
yang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh
Pemerintah termaksud dalam Pasal 21 ayat 2, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa pihak-pihak
lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali”.
Hapusnya hak sewa atas tanah karena beberapa hal diantaranya: Waktunya berakhir, diberhentikan sebelum waktunya berakhir, dilepas dan dicabut.
Hak sewa ini salah satu nya adalah hak sewa tanah pertanian. Hak sewa tanah pertanian merupakan hak yang memberikan kewenangan untuk sewa
tanah pertanian terasuk dalam hak atas tanah yang bersifat sementara artinya pada suatu waktu hak ini sebagai lembaga hukum tidak akan ada
lagi. Bersifat sementara karena dianggap tidak sesuai dengan asas-asas hukum tanah nasional.
19