Hierarki Penguasaan Hak Atas Tanah

bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah serta sebagai tugas pembantuan bukan otonomi. 17 Pembebanan hak menguasai dari negara tidak dapat dipindahkan kepada pihak lain. Pemberian hak atas Negara kepada seseorang atau badan hukum, bukan berarti melepaskan hak menguasai dari tanah yang bersangkutan. Negara tidak melepaskan kewenangannya diatur dalam Pasal 2 UUPA, terhadap tanah yang bersangkutan. Segala sesuatunya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian hak dari menguasai dari negara tidak sebagai pelimpahan Hak Bangsa tidak akan dihapus selama Negara Republik Indonesia masih ada sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Tanah tersebut tetap berada dalam penguasaan Negara, tetapi tanah tersebut dapat diberikan dengan sesuatu hak atas tanah kepada pihak lain. 3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Hak ulayat adalah sebutan yang diberikan para ahli hukum pada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret yang merupakan serangkaian wewenang-wewenang dan kewajiban-kewajiban antara masyarakat hukum adat dengan tanah yang ada di dalam lingkungan wilayahnya. Hak ulayat diatur dalam Pasal 3 UUPA yang memberikan penjelasan bahwa, ketentuan-ketentuan Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan 17 Hasan Wargakusumah. Hukum Agraria I. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995, hlm 53 kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan Peraturan- Peraturan lain yang lebih tinggi. ” Terdapat dua unsur dalam hak ulayat yaitu, unsur kepunyaan yang termasuk bidang hukum perdata dan unsur tugas kewenangan untuk mengatur penguasaan dan memimpin penggunaan tanah bersama, yang termasuk bidang hukum publik. Unsur tugas kewenangan yang termasuk bidang hukum publik tersebut pelaksanaanya dilimpahkan kepada kepala Adat sendiri atau bersama-sama dengan para tertua adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pemegang hak ulayat adalah masyarakat hukum adat, yang terbagi mejadi dua yaitu : a. Masyarakat Adat Teritorial merupakan masyarakat yang para warganya bertempat tinggal diwilayah yang sama, seperti nagari minangkabau. b. Masyarakat Adat Genealogik merupakan masyarakat yang para warganya terikat oleh pertalian darah, seperti suku dan kaum. Tanah yang dapat dimiliki menjadi obyek hak ulayat adalah semua tanah yang dalam wilayah masyarakat hukum adat teritorial yang bersangkutan. 4. Hak-Hak Perseorangan atau Individual Pasal 4 ayat 1 UUPA menegaskan bahwa “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam- macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama orang lain serta badan- badan hukum”. Hak-Hak atas tanah individu, dibedakan menjadi : 1 Primer , yang terdiri dari : a. Hak Milik Dasar hukum untuk pemilikan hak milik atas tanah terdapat dalam Pasal 20-27 UUPA. Pengertian dari hak milik itu sendiri adalah hak yang mempunyai sifat turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, mempunyai fungsi sosial, dapat beralih atau dialihkan, dibatasi oleh ketentuan sharing batas maksimal dan dibatasi oleh jumlah penduduk. Batas waktu hak milik atas tanah adalah tidak ada batas waktu selama kepemilikan itu sah berdasarkan hukum. Subyek hukum hak milik atas tanah yaitu WNI asli atau keturunan, badan hukum tertentu, namun hak milik atas tanah dapat dihapuskan apabila tanah tersebut jatuh kepada Negara danatau karena tanah tersebut musnah. b. Hak Guna Bangunan Hak ini diatur dalam Pasal 35-40 UUPA dan Pasal 19-38 PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah. Hak Guna Bangunan HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan- bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30tahun. 18 Subjek Hak Guna Bangungan adalah warga negara 18 Sudaryo Soimin. Status Hak dan Pembebasan Tanah. Jakarta: Sinar Grafika, 1994, hlm 17 Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Hak Guna Bangunan juga dapat didapatkan dengan atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta bangunan-bangunannya. Tanah yang dapat diberikan status HGB adalah tanah negara, tanah hak pengelolaan, dan tanah hak milik. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak olehMenteri atau pejabat yang ditunjuk berdasar-kan usul pemegang Hak Pengelolaan. Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pemberian Hak Guna Bangunan didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara atau atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan. Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Guna Bangunan diberikan sertifikat hak atas tanah. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oeh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan. Jangka waktu HGB adalah paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20tahun. Sesudah jangka waktu HGB dan perpanjangannya berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama. HGB atas tanah Negara, atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang atau diperbaharui, jika memenuhi syarat : a Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; b Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan c Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak; d Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW yang bersangkutan; Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan di perpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGB tersebut atau perpanjangannya. Perpanjangan atau pembaharuan HGB dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Ketentuan mengenai tata cara permohonan perpanjangan atau pembaharuan HGB dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Bagi kepentingan penanaman modal, permintaan perpanjangan dan pembaharuan HGB dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan HGB, dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 untuk perpanjangan atau pembaharuan HGB hanya dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Persetujuan untuk memberikan perpanjangan atau pembaharuan HGB dan perincian uang pemasukan dicantumkan dalam keputusan pemberian HGB. HGB atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun atas kesepakatan antara pemegang HGB dengan pemegang Hak Milik dan dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan. Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan, antara lain: a Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; b Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagai-mana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya; c Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup; d Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus; e Menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan; f Jika tanah HGB karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab- sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang HGB wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu. Pemegang HGB berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan HGB selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya. HGB dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, karena adanya jual beli, tukar menukar, lelang, penyertaan dalam modal, hibah, pewarisan. Peralihan HGB harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan dan harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan berita acara lelang, jika pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang, peralihan HGB atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan dan Peralihan HGB atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan. Hapusnya Hak Guna Bangunan dapat terjadikarena : a Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya; b Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak danatau tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; c Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir; d Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961; e Ditelantarkan; f Tanahnya musnah. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan.Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengakibatkann tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Milik. Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang atau tidak diperbaharui, maka bekas pemegang HGB wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya HGB. Pembongkaran bangunan dan benda-benda dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan. Jika bekas pemegang HGB lalai dalam memenuhi kewajiban maka bangunan dan benda-benda yang ada di atas tanah bekas HGB itu dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang HGB. Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus maka bekas pemegang HGB wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik. c. Hak Guna Usaha Hak Guna Usaha HGU ini diatur dalam Pasal 28-34 UUPAdan Pasal 4- 18 PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah. Hak ini diatur untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan dengan jangka waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Sesudah jangka waktu dan perpanjangannya berakhir ke pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama. Diberikan paling sedikit luasnya 5 hektar, jika lebih dari 25 hektar harus dikelola dengan investasi modal yang layak dengan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman. Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak Guna Usaha dapat dipunyai warga negara Indonesia, dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah Tanah Negara. Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah atau Hak Guna Usaha setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan pembuktian yang kuat. Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Kewajiban dan Hak PemegangHak Guna Usaha, sebagaimana di jelaskan dalam Pasal 12 PP Nomor. 40 Tahun 1996 bahwa Pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk : a Membayar uang pemasukan kepada Negara; b Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan danatau peternakan sesuai peruntukandan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; c Mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis; d Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha; e Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku; f Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan Hak Guna Usaha; g Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus; h Menyerahkan sertifikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan. i Pemegang Hak Guna Usaha dilarang menyerahkan pengusahaan tanah Hak Guna Usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika tanah Hak Guna Usaha karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, maka pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu. a Pemegang Hak Guna Usaha berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan. b Hak Guna Usaha untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan ataupeternakan. c Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha oleh pemegang Hak Guna Usaha hanya dapat dilakukan untuk mendukung usaha, mengingat kepentingan masyarakat sekitarnya. Apabila tanah yang dijadikan obyek HGU merupakan kawasan hutan yang dapat dikonversi maka terhadap tanah tersebut perlu dimintakan dulu perlepasan kawasan hutan dari menteri kehutanan atau dapat dikatakan apabila tanah yang dijadikan obyek HGU adalah tanah yang sah mempunyai hak maka hak tersebut harus dilepaskan dahulu. Bagi tanah yang dimohon terhadap tanaman dan atau bangunan milik orang lain yang keberadaannya atas hak yang ada maka pemilik tanaman atau bangunan tersebut harus mendapat ganti rugi dari pemegang hak baru, dan ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti rugi ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Hal ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai atas Tanah. d. Hak Pakai Hak ini diatur dalam Pasal 41-43 UUPA dan Pasal 39-58 PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan danatau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang. Hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu paling lama 25 dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Sesudah jangka waktu Hak Pakai atau perpanjangannya habis, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama.Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu diberikan kepada : a Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah; b Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional; c Badan keagamaan dan badan sosial. Hak Pakai atas tanah Negara dapat diperpanjang atas diperbaharui atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat : a Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; b Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan c Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak . Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang atau diperbaharui atas usul pemegang Hak Pengelolaan. a Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Pakai atau pembaharuan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Pakai tersebut. b Perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. c Ketentuan mengenai tata cara permohonann perpanjangan atau pembaha-ruan Hak Pakai dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Bagi kepentingan penanaman modal, permintaan perpanjangan dan pembaharuan Hak Pakai dapat dilakukan sekaligus dengan pembayaran uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan Hak Pakai. Uang pemasukan telah dibayar sekaligus untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai hanya dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Persetujuan untuk pemberian perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai serta perincian uang pemasukan dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak Pakai. Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 dua puluh lima tahun dan tidak dapat diperpanjang.Atas kesepakatan antar pemegang Hak Pakai dengan pemegang Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dan hak tersebut wajib didaftarkan Subjek hukum yang dapat mempunyai hak pakai ialah : Warga negara Indonesia WNI, Orang asing yang berkedudukan di Indonesia, Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, Depatemen, Lembaga pemerintah non departemen, Pemerintah daerah, Badan-badan keagamaan sosial, Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional, Orang asing yang berkedudukan di Indonesia. Objek dari hak pakai yaitu merupakan tanah negara, tanah hak pengelolaan, dan tanah hak milik. Hak pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk beradasrkan usul pemegang hak pengelolaan. Hak pakai atas tanah negara dan atas tanah hak pengelolaan terjadi sejak diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan sertifikat hak atas tanah. Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaftarannya. Kewajiban dan hak pemegang Hak Pakai dijelaskan dalam Pasal 50 PP Nomor. 40 Tahun 1996 bahwa, pemegang hak pakai berkewajiban untuk : a Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik; b Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik; c Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup; d Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus; e Menyerahkan sertifikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan. Jika tanah Hak Pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab- sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Pakai wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu. Pemegang Hak Pakai berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan tertentu. Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Hak Tanggungan hapus dengan hapusnya Hak Pakai. Hak Pakai yang diberikan atas tanah Negara untuk jangka waktu tertentu dan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain. Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang bersangkutan. Peralihan Hak Pakai terjadi karena : Jual beli, Tukar menukar, Penyertaan dalam modal, Hibah, Pewarisan.Peralihan Hak Pakai wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Peralihan Hak Pakai karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.Peralihan Hak Pakai karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.Peralihan Hak Pakai atas tanah Negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang berwenang. Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan.Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Milik harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan. Hak Pakai dapat terhapus karena : a Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya; b Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak danatau dilanggarnya ketentuan-ketentuan yang berlaku; c Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan; atau d Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; e Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir; f Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961, yaitu : ditelantarkan, tanahnya musnah, ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya Hak Pakai diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Hapusnya Hak Pakai atas tanah Negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara. Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan. Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Milik. Apabila Hak Pakai atas tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui, maka bekas pemegang Hak Pakai wajib membongkar bangunan dan benda- benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu 1 satu tahun sejak hapusnya Hak Pakai. Bangunan dan benda-benda masih diperlukan, kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi. Pembongkaran bangunan dan benda-benda dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Pakai.Jika bekas pemegang Hak Pakai lalai dalam memenuhi kewajiban, maka bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang Hak Pakai. Apabila Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus, bekas pemegang Hak Pakai wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik. e. Hak Sewa Hak Sewa ini diatur dalam Pasal 44 dan 45 UUPA. Hak Sewa adalah seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Pembayaran uang sewa dapat dilakukan satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu, Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan, Perjanjian sewa tanah juga tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan. Subjek Hukum yang dapat menjadi pemegang hak sewa sama seperti pemegang hak pakai, yaitu : Warganegara Indonesia, Orang asing yang berkedudukan di Indonesia, Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 2 Sekunder , yang terdiri dari: a. Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30tahun. Hal ini di atur dalam Pasal 35-40 UUPA dan Pasal 19-38 PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah. b. Hak Pakai Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan danatau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang. Hal ini diatur dalam Pasal 41-43 UUPA. c. Hak Gadai Hak Gadai adalah hubungan Hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang telah menerima uang gadai dari padanya. Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh “pemegang gadai”. Pengembalian uang gadai atau “penebusan” tergantung pada kemauan dan kemampuan pemilik tanah yang menggadaikan. d. Hak Usaha Bagi Hasil Hak ini muncul karena adanya perjanjian bagi hasil antara pihak pemilik tanah dengan penggarap dengan imbalan hasil yang telah disepakati. Perjanjian Bagi Hasil menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil adalah perjanjian yang diadakan antara pemilik tanah dengan seseorang atau badan hukum, yang disebut penggarap, berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah pemilik, yang hasilnya dibagi antara kedua belah pihak menurut imbangan yang disetujui sebelumnya. e. Hak Menumpang Hak Menumpang adalah hak yang memberi kepada seseorang untuk mendirikan dan menempati rumah diatas tanah pekarangan orang lain. Hak menumpang ini sebenarnya termasuk hak pakai, tetapi pada hak menumpang hubungan hukumnya lemah, mudah diputuskan oleh pemilik tanah pekarangan, karena dalam hak menumpang ini tidak dikenai bayaran. Hapusnya hak penumpang karena adanya pengakhiran hubungan yang diberikan pemilik kepada yang menumpang yang terkena pesangon, dicabut untuk kepentingan umum, dan tanahnya musnah. f. Hak Sewa dan Lain-Lain Hak sewa atas tanah adalah hak yang memberi wewenang untuk menggunakan tanah milik pihak lain dengan kewajiban membayar uang sewa pada tiap-tiap waktu tertentu. Dalam hukum adat hak sewa sering disebut dengan “ jual tahunan ”. Terjadinya hak sewa karena perjanjian dan konversi. Hak sewa atas tanah mempunyai sifat dan ciri-ciri sebagai berkut: a Bersifat pribadi, dalam arti tidak dapat dialihkan tanpa izin pemiliknya; b Dapat diperjanjikan, hubungan sewa putus bila penyewa meninggal dunia; c Tidak terputus bila hak milik dialihkan; d Tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan; e Dapat dilepaskan; f Tidak perlu didaftar, cukup dengan perjanjian yang dituangkan diatas akta otentik atau akta bawah tangan. Jangka waktu hak sewa atas tanah tergantung perjanjian, dengan memperhatikan Pasal 26 ayat 2 UUPA yaitu: “Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan- perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam Pasal 21 ayat 2, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa pihak-pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali”. Hapusnya hak sewa atas tanah karena beberapa hal diantaranya: Waktunya berakhir, diberhentikan sebelum waktunya berakhir, dilepas dan dicabut. Hak sewa ini salah satu nya adalah hak sewa tanah pertanian. Hak sewa tanah pertanian merupakan hak yang memberikan kewenangan untuk sewa tanah pertanian terasuk dalam hak atas tanah yang bersifat sementara artinya pada suatu waktu hak ini sebagai lembaga hukum tidak akan ada lagi. Bersifat sementara karena dianggap tidak sesuai dengan asas-asas hukum tanah nasional. 19

2.2. Pengaturan Tentang Pantai

2.2.1 Pengertian Mengenai Pantai Pantai adalah wilayah perbatasan antara daratan dan perairan laut. Batas pantai ini dapat ditemukan pengertiannya dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan. 19 Samun Ismaya. Pengantar Hukum Agraria. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011, hlm. 73 Sempadan batas pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Pantai terdiri atas pantai landai dan pantai curam. Pantai landai adalah pesisir atau tepi laut yang daratannya menurun sedikit demi sedikit ke arah laut. Pantai landai umumnya terdapat di pantai-pantai utara Pulau Jawa seperti Pantai Ancol dan Binaria di Jakarta. Pantai curam adalah pesisir atau tepi laut yang terjal seperti pantai-pantai selatan Pulau Jawa seperti Pantai Pacitan di Jawa Timur. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 dua ribu kilo meter persegi beserta kesatuan ekosistemnya. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 dua belas mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.

2.2.2 Dasar Hukum Mengenai Pantai

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah mengatur tentang bagaimana batasan-batasan mengenai laut atau kawasan pesisir serta ditegaskan bahwa kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dikuasai oleh Negara dan memberikan kewenangan dan tanggung jawab Negara secara memadai atas pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil, namun dalam hal ini kawasan tersebut dapat digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana amanat ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Membahas reklamasi pantai menyangkut lahan di kawasan pantai dimana tidak dibebani hak milik, dikuasai oleh negara dan digunakan sesuai peruntukan atau fungsinya untuk kemakmuran rakyat. Peralihan status lahan dari lahan negara menjadi lahan yang dilekati hak yang bukan tanah negara dapat ditempuh dengan proses pelepasan atau pembebasan hak sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA. Peraturan yang secara khusus mengatur tanah timbul secara alami memang belum ada, akan tetapi dapat digunakan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 yang mengatur tentang pengusaan tanah-tanah negara sebelum ada peraturan lain yang baru. Peraturan tersebut mengatur hal-hal tentang benda- benda milik negara yang tidak bergerak termasuk tanah-tanah negara. 20 Selain Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 di atas, perlu juga diperhatikan Perpu Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya, didalam perpu tersebut ditegaskan mengenai larangan untuk menggunakan tanah atau muka bumi bagi setiap orang yang tidak memiliki izin yang sah dari penguasa tanah tersebut. Undang-Undang Nomor 1 20 http:www.dephut.go.iduploadsINFORMASIRRLSTS_MAngrove.HTM, Diakses Pada Hari Kamis 14 Oktober 2015 Pukul 23.15 WIB Tahun 1960 tentang melarang penggunaan secara liar bagi muka bumi dalam wujud tahapan manapun baik itu masih berwujud tanah yang tergenang air secara berkala ataupun yang sudah berwujud tanah padat. Adanya Perpu Nomor 51 Tahun 1960 tersebut, Pemerintah Daerah dapat berwenang mengambil tindakan yang perlu apabila ada pelanggaran-pelanggaran hukum seperti di atas. Contoh lain apabila sampai terjadi pencemaran ataupun kerusakan lingkungan hidup, tuntutan dapat juga didasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup.

2.3. Pengaturan Tentang Reklamasi Pantai

Dokumen yang terkait

PELAKSANAAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN(BPHTB) DI KOTA BANDAR LAMPUNG

0 5 2

PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG

0 23 50

STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN DI KELURAHAN SUKARAJA, KECAMATAN BUMI WARAS, BANDAR LAMPUNG

9 107 84

MAKNA POSITIF DARI SAMPAH (Studi Kasus Pada Kesuksesan Pengepul Sampah Plastik, Kardus, Dan Besi Di Kelurahan Bumi Waras Kecamatan Bumi Waras Kota Bandar Lampung)

2 9 75

PENDAFTARAN PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH KARENA PEMASUKAN KE DALAM PERUSAHAAN (INBRENG) DI KANTOR PERTANAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG

0 1 8

PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG MULIAWAN ADI PUTRA Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Jl. Prof. Soemantri Brodjonegoro No, 1 Bandar Lampung 35145 ABSTRAK - PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH PEMERINTAH K

0 0 11

PERLINDUNGAN HUKUM LINGKUNGAN TERHADAP KAWASAN REKLAMASI PANTAI TELUK LAMPUNG DI KECAMATAN BUMI WARAS KOTA BANDAR LAMPUNG

0 0 14

ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENATAAN RUANG KOTA BERBASIS LINGKUNGAN (Studi di Kelurahan Bumi Waras Kota Bandar Lampung) (Jurnal)

0 0 14

BAB II DASAR HUKUM PENGATURAN DALAM PENYELENGGARAAN REKLAMASI PANTAI DI KOTA BATAM A. Reklamasi Pantai 1. Pengertian Reklamasi Pantai - Tinjauan Yuridis Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Batam Atas Tanah Hasil Reklamasi (Studi Pada HPL Yang Dikelola Pemerin

0 0 46

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK ANAK DI RT 006 KELURAHAN BUMI WARAS KECAMATAN BUMI WARAS BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 0 17