Hampir setiap bulan Agustus pada tahun pengamatan terjadi defisit air. Defisit maksimum mencapai 109 mmbulan Agustus 1995 dan defisit minimum sebesar
1 mmbulan Juni 1998. Sedangkan surplus maksimum mencapai 579 mmbulan terjadi pada bulan Maret 1998 dan surplus minimum sebesar 6 mmbulan terjadi
pada bulan Maret 1999, Juli 1999 dan Januari 2000. Tabel 5. Neraca Air Lahan Bulanan DI Cisadane -Empang Saluran Sekunder
Cidepit Berdasarkan Curah Rata-Rata Periode 1994-2004.
Bulan Unsur
mm Jan
Feb Mar
Apr May
Jun Jul
Aug Sep
Oct Nov
Dec R
374 350
375 318
279 200
149 92
189 293
332 280
ETp 103
98 122
124 126
107 119
139 145
139 122
117 R-ETp
271 252
254 194
154 93
30 -47
44 154
211 163
APWL -47
ST 270
270 270
270 270
270 270
306 270
270 270
270 ST
36 -36
ETa 103
98 122
124 126
107 119
128 145
139 122
117 D
11 S
103 98
122 124
126 107
119 145
139 122
117
4.2.1. Neraca Air Lahan untuk Tanaman Pertanian yang Diusahakan.
Iklim merupakan faktor lingkungan yang sulit dimodifikasi sehingga tindakan yang tepat dalam memanfaatkan unsur iklim dan mengurangi sifat yang
merugikan seperti surplus dan defisit dalam jangka waktu lama adalah menyes uaikan kegiatan pertanian dengan perilaku iklim. Perencanaan pola tanam
yang meliputi jenis dan varietas tanaman, urutan penanaman dan pelaksanaanya disesuaikan dengan kondisi iklim seperti ketersediaan air tanah dan pertimbangan
pemanfaatan radiasi surya dan suhu. Neraca air lahan yang dibuat dalam selang waktu bulanan digunakan dalam perencanaan pendahuluan penentuan pola tanam.
Pola tanam yang dilakukan petani di daerah penelitian yaitu padi-padi- palawija. Musim tanam padi umumnya berlangsung mulai Oktober-Maret.
Sedangkan pada bulan April-September penanaman palawija seperti jagung, kacang tanah dan sayuran banyak dilakukan. Pada bulan April-September
distribusi air irigasi dialirkan ke kemantren Semplak Hulu sehingga penanaman
padi tidak dilakukan di kemantren Semplak Hilir. Penanaman palawija terbagi ke dalam tiga waktu tanam yaitu 25 April, 1 Juli dan 1 Mei untuk jagung, 10 April,
11 Juni dan 11 Maret untuk kacang tanah serta tanggal 17 April, 28 Juni dan 1 Mei untuk sayuran.
Ketiga palawija tersebut mempunyai masa defisit dan surplus yang berbeda -beda. Tanaman kacang tanah yang ditanam tanggal 11 Juni akan
mengalami defisit air paling besar dan masa defisit yang paling lama dari ketiga jenis tanaman Gambar 2. Neraca air tanaman ketiga jenis palawija disajikan
pada Gambar Lampiran 5 dan Tabel Lampiran 5 untuk contoh perhitungannya. Besarnya defisit dan surplus ketiga jenis tanaman palawija disajikan pada Tabel 6.
20 40
60 80
1 0 0 1 2 0
1 4 0 1 6 0
1 8 0 2 0 0
2 2 0
1 6
11 16
21 26
31 36
41 46
51 56
61 66
71 76
81 86
91 96
1 0 1 1 0 6 1 1 1 1 1 6 1 2 1 1 2 6 1 3 1 1 3 6 Umur Tanaman Hari
U n s u r m m
R D
S
Gambar 2. Neraca Air Tanaman Kacang Tanah Tanggal Tanam 11 Juni 2005. Tabel 6. Defisit dan Surplus Tanaman Jagung, Kacang Tanah dan Sayuran untuk
Masing-masing Tanggal Penanaman.
Jenis Tanaman
Tanggal Penanaman
Defisit mm Periode
Defisit Hari
Surplus mm
Periode Surplus
Hari 25 April
230,5 90
999,8 45
1 Juli 241,1
80 855,7
55 Jagung
1 Mei 227,0
88 993,6
47 10 April
236,5 87
1065,3 53
11 Juni 277,4
90 955,3
50 Kacang
Tanah 11 Maret
235,3 83
1315,2 57
17 April 169,3
57 936,6
39 28 Juni
203,7 66
535,0 29
Sayuran 1 Mei
178,2 61
899,2 34
Kandungan air tanah maksimum terjadi pada saat curah hujan lebih besar dari evapotranspirasi potensial sedangkan pada saat curah hujan lebih kecil dari
evapotranspirasi potensial kandungan air tanah ditentukan oleh kandungan air tanah maksimum dan akumulasi air yang hilang secara potensial. Dalam
perhitungan neraca air diasumsikan bahwa curah hujan yang jatuh pertama kali digunakan untuk evapotranspirasi potensial. Selanjutnya air hujan yang jatuh
digunakan untuk mengisi air tanah hingga mencapai kapasitas lapang. Sisa air hujan yang tidak digunakan untuk evapotranspirasi dan mengisi air tanah menjadi
limpasan air permukaan dan perkolasi ke lapisan yang lebih dalam sebagai aliran bawah tanah. Berdasarkan asumsi ini nilai maksimum kandungan air tanah setara
dengan kapasitas lapang wilayah kajia n seperti tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah Daerah Penelitian.
Kadar air v pada pF No.
Lokasi Kedalaman
cm Kadar
Air v
Bobot Isi gcm3
Porositas 1
2 2.54
4.2 0-2 0
45.82 1.00
62.36 52.11
47.97 43.35
31.90 1
Cdp 17 20-40
49.88 0.96
63.60 50.48
48.09 45.47
33.62 0-2 0
50.61 0.92
65.16 52.82
47.81 44.30
33.14 2
Cdp 18 20-40
48.88 0.98
63.00 50.35
46.62 44.11
33.23 0-2 0
46.91 1.00
62.18 49.58
47.01 45.38
32.29 3
Cdp 19 20-40
52.17 0.98
63.20 58.30
52.88 47.47
33.77 0-2 0
47.43 0.95
64.10 50.34
46.26 43.04
31.82 4
Cdp 20 20-40
49.16 1.00
62.23 53.25
47.62 44.43
32.18 0-2 0
46.15 0.92
65.44 55.18
49.94 42.00
30.39 5
Cdp 21 20-40
46.37 1.06
60.15 57.91
52.75 43.75
33.65 0-2 0
47.33 0.93
64.99 51.81
46.78 42.13
31.80 6
Cdp 22 20-40
45.72 1.05
60.33 53.20
48.29 44.02
31.77
Periode surplus yang lama dan defisit yang pendek akan memungkinkan lahan pertanaman memiliki ketersediaan air yang banyak. Akan tetapi kondisi ini
kurang baik untuk tanaman pala wija karena periode surplus yang berkepanjangan dapat mengakibatkan pembusukan akar tanaman dan menghambat pemasakan bila
drainase kurang baik. Selain itu adanya kecenderungan terjadinya erosi karena intensitas hujan yang tinggi. Oleh karena itu penanaman palawija disesuaikan
dengan ketersediaan air yang cukup untuk masing-masing jenis tanaman.
Penanaman bulan Juni dan Juli tanaman mengalami defisit yang lebih besar daripada penanaman bulan Maret, April, dan Mei. Pada daerah yang sudah
mempunyai saluran irigasi seperti di daerah penelitian, hasil perhitungan neraca air digunakan untuk menentukan jadwal pemberian air irigasi dan jadwal
pembuangan kelebihan air pada pertanaman palawija tersebut.
4.3. Satuan Kebutuhan Air SKA 4.3.1. Kebutuhan Air Tanaman