83
Sengketa pajak terjadi karena perbedaan cara pandang antara Wajib Pajak dan fiskus tentang jumlah pajak, oleh karena itu terdapatlah dua pihak yang berada dalam
posisi yang berlawanan. Mereka adalah Wajib Pajak yang diberi beban untuk membayar pajak dan Petugas Pajak yang merupakan pihak yang berwenang dalam
mengawasi pemenuhan kewajiban pajak serta diberi target untuk mengumpulkan pajak untuk membiayai pengeluaran negara.
Dalam posisi yang saling berlawanan kepentingan ini, kedua pihak seringkali berbeda pendapat dalam hal-hal tertentu. Perbedaan inilah yang biasa disebut
sengketa pajak. Sengketa pajak biasanya terjadi ketika Wajib Pajak keberatan atas produk hukum yang diterbitkan oleh otoritas pajak fiskus baik melalui pemeriksaan
dengan Surat Ketetapan Pajak maupun Surat Tagihan Pajak. Dalam kerangka negara hukum wajib pajak berhak diberi perlindungan
hukum, yang salah satu bentuknya adalah perlindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa. Menurut sifat sengketa pajak dan upaya hukumnya,
sengketa pajak dibagi atas 2 dua, yaitu :
1. Sengketa Pajak Formal
Sengketa formal timbul apabila Wajib Pajak atau fiskus atau keduanya tidak mematuhi prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang
perpajakan, khususnya UU KUP. Bagi fiskus, UU KUP telah menetapkan dan prosedur tata cara pemeriksaan pajak penerbitan ketetapan pajak, sampai penerbitan
keputusan keberatan. Apabila fiskus melanggar ketentuan tersebut, maka pelanggaran itulah yang menimbulkan sengketa formal dari pihak fiskus. Contohnya fiskus menerbitkan SKP
Universitas Sumatera Utara
84
setelah melampaui jangka waktu yang ditetapkan. Di lain pihak, Wajib Pajak bisa terjadi apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan prosedur dan tata cara yang
ditetapkan dalam UU KUP maupun UU Pengadilan pajak. Contohnya WP tidak mengajukan keberatan atau banding dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
2. Sengketa Pajak Material
Sengketa material lazim disebut materi sengketa terjadi apabila terdapat perbedaan jumlah pajak yang terutang atau terdapat perbedaan jumlah pajak yang
lebih dibayar dalam kasus restitusi menurut perhitungan fiskus yang tercantum pada ketetapan pajak dengan jumlah menurut perhitungan Wajib Pajak. Perbedaan tersebut
bisa timbul karena adanya perbedaan pendapat mengenai dasar hukum yang seharusnya digunakan, persepsi atas ketentuan peraturan pajak dan perselisihan atas
suatu transaksi tertentu. Hal tersebutlah yang mengakibatkan jumlah pajak yang ditetapkan oleh fiskus menjadi berbeda dibandingkan dengan jumlah pajak menurut
perhitungan Wajib Pajak.
B. Perlindungan Hukum bagi Wajib Pajak Badan atas Surat Ketetapan Pajak
Perlindungan hukum adalah luaran yang diperoleh berdasarkan penegakan hukum pajak, baik di luar maupun di dalam pengadilan pajak atas tindakan atau
perbuatan yang tidak dilakukan maupun dilakukan oleh pejabat pajak tatkala hukum pajak ditegakkan.
102
102
Muhammad Djafar Saidi, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, hal 13.
Universitas Sumatera Utara
85
Penegakan hukum pajak terjadi kalau hukum pajak terlanggar aspek administrasi atau aspek pidananya. Penegakan hukum pajak dalam sengketa pajak
pada hakikatnya untuk memberikan perlindungan hukum, baik bagi Wajib Pajak maupun bagi administrasipejabat pajak sebagai wakil negara.
Perlindungan hukum bagi Wajib Pajak ini sangat penting, mengingat pemerintah selaku penguasa memiliki kewenangan atas hukum publik yang istimewa,
yang dengan itu dapat menentukan secara sepihak.
103
Disisi lain, agar rakyat tidak diperlakukan
secara semena-mena
maka rakyat
harus mendapatkan
sarana perlindungan hukum yang memadai, salah satu sarana khususnya di bidang pajak
adalah Pengadilan Pajak. Sebagaimana dikatakan oleh Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum bagi
rakyat dapat dibedakan atas 2 macam yaitu : 1 Perlindungan hukum yang preventif; dan
2 Perlindungan hukum yang represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, rakyat diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif
104
. Berdasar pada pendapat tersebut diatas, perlindungan hukum yang preventif
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Hal ini dipertegas oleh Philipus
103
Philipus M. Hadjon, et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994, hal 29.
104
Muhammad Djafar Saidi, Op.Cit., hal 14
Universitas Sumatera Utara
86
M.Hadjon yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan sarana perlindungan hukum yang represif, sarana perlindungan hukum yang preventif dalam perkembangannya
agak ketinggalan. Di Indonesia ditemukan bahwa belum ada pengaturan secara khusus mengenai sarana perlindungan hukum yang preventif
105
. Indonesia sebagai negara hukum, bercirikan negara kesejahteraan modern
welfare state modern yang berkehendak untuk mewujudkan keadilan bagi segenap rakyat Indonesia. Dalam negara kesejahteraan modern, tugas pemerintah dalam
menyelenggarakan kepentingan umum menjadi sangat luas dan kadangkala melanggar hak-hak wajib pajak dalam melakukan pemungutan pajak. Hal ini dapat
terhindarkan apabila pemerintah menghayati dan menaati hukum pajak yang berlaku. Konsekuensi sebagai negara hukum yang bercirikan negara kesejahteraan
modern adalah pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 23A
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar yang harus ditaati oleh negara dalam pengenaan, pemungutan, dan penagihan pajak. Selain itu, Pasal 23A Undang-
Undang Dasar 1945 mengandung asas legalitas sebagai salah satu asas dalam negara hukum yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga termasuk negara kalau
memerlukan pajak. Asas legalitas memiliki tujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi wajib pajak, tatkala negara memerlukan pajak
106
.
105
Ibid., hal 15
106
Wirawan B.Ilyas dan Richard Burton, Op.Cit., hal 2-3
Universitas Sumatera Utara
87
Pajak yang diterapkan dalam bentuk undang-undang memiliki sifat memaksa karena memuat sanksi hukum berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
Sekalipun pajak bersifat memaksa, pejabat pajak tidak boleh menyalahgunakan pajak yang dibayar oleh wajib pajak. Pajak diperlukan oleh negara untuk membiayai
pelaksanaan tujuan negara yang tercantum dalam Alinea IV Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945, yang menegaskan sebagai berikut:
“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Perlindungan hukum bagi Wajib Pajak sangat penting, mengingat hak Wajib Pajak tidak boleh terabaikan dalam mencari keadilan. Berdasarkan teori keadilan,
keadilan adalah keseimbangan lahiriah dan batiniah yang memberi kemungkinan dan perlindungan atas kehadiran dan perkembangan kebenaran, yang beriklim toleransi
dan kebebasan. Bahwa WP yang merasa SKP yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak tidak benar, dapat mengajukan upaya hukum baik melalui lembaga
Pengadilan maupun melalui lembaga diluar Pengadilan. Perlindungan hukum yang berupa hak dan kewajiban wajib pajak menjadi
bagian penting yang perlu diketahui agar pemeriksaan berjalan sesuai dengan tata cara pemeriksaan yang berlaku. Ketika proses pemeriksaan selesai dilakukan,
Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan produk hukum berupa surat ketetapan
Universitas Sumatera Utara
88
pajak yang dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum tuntasnya proses pemeriksaan.
107
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur mengenai upaya hukum yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan persengketaan
atau perselisihan pajak yang terjadi akibat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak maupun Surat Tagihan Pajak. Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan
permohonan pembetulan, keberatan dan pembatalan surat ketetapan pajak tersebut apabila surat ketetapan pajak tersebut tidak sesuai dengan perhitungan Wajib Pajak.
Upaya hukum tersebut ada yang ditujukan kepada Dirjen Pajak dan ada yang ditujukan kepada peradilan di luar Direktorat Jenderal Pajak.
108
Perlindungan hukum dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menghindari atau memberikan sanksi kepada penguasapemerintah yang melakukan pelanggaran atas
hak rakyat yang bertentangan dengan hukum. Perlindungan hukum bagi wajib pajak merupakan konsekuensi hukum yang
dimiliki oleh Indonesia sebagai negara hukum karena negara berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Kewajiban tersebut berimplikasi terhadap perlindungan hukum kepada bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk wajib pajak.
Untuk mendapatkan
perlindungan hukum
bagi wajib
pajak dalam
penyelesaian sengketa pajak, terdapat upaya hukum yang telah disediakan oleh
107
Ibid., hal 24.
108
Wirawan B.Ilyas dan Rudy Suhartono, Perpajakan, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012, hal 45
Universitas Sumatera Utara
89
Undang-Undang Pajak, baik diluar maupun melalui pengadilan pajak. Perlindungan hukum wajib pajak diluar pengadilan pajak dilakukan dalam bentuk penerapan hak-
hak wajib pajak yang tidak terkait dengan pengadilan pajak. Sementara itu, perlindungan hukum wajib pajak melalui pengadilan pajak dilakukan dalam bentuk
penggunaan hak-hak wajib pajak yang terkait dengan pengadilan pajak seperti permohonan banding, gugatan dan peninjauan kembali sebagai upaya hukum dalam
hukum pajak. Upaya hukum tersebut bertujuan untuk menempatkan wajib pajak selaku rakyat dalam kedudukannya sebagai subjek hukum pajak.
Wajib Pajak mendapat perlindungan hukum dalam bentuk kewajiban dan hak perpajakannya tidak terlanggar, sedangkan pejabat mendapat perlindungan hukum
dalam bentuk pembenaran untuk memungut pajak bahkan menagih pajak dari Wajib Pajak
sesuai Ketentuan
Peraturan Perundang-undangan
Perpajakan. Adapun
perlindungan hukum bagi wajib pajak atas diterbitkannya SKP sebagai produk hukum pemeriksaan terdiri dari :
1. Perlindungan Hukum dalam Sengketa Pajak Formal