Evaluasi Atas Pelaksaan Pemeriksaan Pajak Terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan : studi Kasus pada kantor pelayana pajak badan

(1)

EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK

TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN

(

Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Diajukan Oleh:

NIA ANGGRAINI 102082026204

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL /AKUNTANSI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008 / 1429 H


(2)

EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN (STUDI KASUS PADA KPP JAKARTA KEBAYORAN BARU SATU)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakutas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

NIA ANGGRAINI NIM. 102082026204

Dibawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.,Dr.,Ir.,Koesmawan, MBA.,MSc.,DBA MM Rini, SE, AK, Msi

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

Hari ini Kamis Tanggal 29 Bulan Mei Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Nia Anggraini NIM: 102082026204 dengan judul skripsi “EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Mei 2008

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Rini SE, Ak, Msi Yessi Fitri SE, Ak, Msi

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS


(4)

Hari ini Jum’at Tanggal 12 Bulan Desember Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Nia Anggraini NIM: 102082026204 dengan judul skripsi “EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Desember 2008

Tim Penguji Ujian Skripsi

Prof.,Dr.,Ir.,Koesmawan, MBA.,MSc.,DBA MM Rini, SE, AK, MSi

Ketua Sekretaris

Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak, MBA


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Nia Anggraini

Jenis kelamin

: Perempuan

Tempat, tanggal lahir

: Jakarta, 12 Mei 1984

Agama

: Muslim

Alamat

: Jl. Villa Mutiara V Blok. MM No.5

Rt.002/04 Sawah Baru Ciputat 15413

Nomor telepon

: (021) 7492308 / 95165194

Riwayat Pendidikan

1.

MI Nurul Falah

: Tahun 1996

2.

MTs Soebono Mantofani

: Tahun 1999

3.

MAN 4 Jakarta

: Tahun 2002

4.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah : Tahun 2008

Pengalaman Organisasi


(6)

ABSTRACT

Accomplishment of Tax Inspection for the letter of Annual Information of Income– Tax of Corporation Tax- Payer

(Study cases in the office of Tax Service Jakarta Kebayoran Baru Satu) Oleh:

Nia Anggraini

The aim of research is to know the accomplishment of Tax Inspection the implementation of inspector on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu for the letter of Annual Information of Income- Tax corporation Tax- Payer. The methode used in this research is descriptive method with the unique variability which consist of several sub- variabilities, those are: tax- inspection, letter of annual information, income tax and corporation tax- payer. The author uses to analysis statistic descriptive method, that’s mean data presentation with table, while for data spreading calculation is with mean average calculation. The data of this research taken from the profile of the tax service on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, observation, and interview with the inspector of income- tax corporation tax- payer.

The sample that used for the research is each tax- payer corporation on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu. The scope of inspection with to be done in this research is sample field inspection, the accomplishment of inspection is done in three steps, those are: preparation, accomplishment and report making. The result of data analysis show that the accomplishment of tax inspection in the office of tax service Jakarta Kebayoran Baru Satu already implement system with the effective enough, can be know that the number of corporation tax- payer who registered in the tax service on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu the data of December, 31, 2006 is 6.216 tax- payers, which 1.775 corporations are the effective tax- payers and 4.441 corporations are non- effective tax- payers. Until December, 31, 2006 the number of corporation tax- payer who gave the letter of annual information is only 1.688 tax- payers, the number of letter of annual information which noted in tax year 2005 is 1.705 letters, in the tax year 2004 is 1.618 letters, whereas for tax year 2007 will be reporting in tax year 2008.

Key word:


(7)

ABSTRAK

Evaluasi atas Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan

(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu) Oleh:

Nia Anggraini

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh pemeriksa pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriftif dengan variabel tunggal yang terdiri dari beberapa sub variabel yaitu pemeriksaan pajak, SPT Tahunan, Pajak Penghasilan, dan Wajib Pajak Badan, penulis juga menggunakan metode analisis statistik deskriftif dengan menggunakan rumus Rata-rata hitung (Mean) yakni dengan penyajian data dengan tabel, sedangkan untuk perhitungan data dengan perhitungan rata-rata. Data penelitian ini diperoleh dari profile KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, pengamatan, dan wawancara dengan pemeriksa pajak diseksi PPh Badan.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak Badan pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu. Ruang lingkup pemeriksaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Pemeriksaan Sederhana Lapangan, pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan 3 tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pembuatan laporan. Hasil pengelolaan data menunjukkan bahwa pelaksanaan pemeriksa pajak pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu telah melaksanakan sistem pemeriksaan pajak dengan cukup efektif, diketahui bahwa Wajib Pajak Badan yang terdaftar di KPP Jakarta Kebayoran Baru satu per 31 Des’2006 adalah sejumlah 6.216 Wajib Pajak Badan, yaitu 1.775 merupakan Wajib Pajak efektif dan 4.441 adalah Wajib Pajak Non-efektif. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2006 Wajib Pajak Badan yang mau melaporkan SPT Tahunannya hanya 1.688 Wajib Pajak Badan, untuk SPT yang masuk tahun pajak 2005 adalah 1.705 SPT, tahun pajak 2004 adalah 1.618 SPT, sedangkan untuk tahun pajak 2007 baru akan dilaporkan pada tahun pajak 2008.

Kata kunci:


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi Robil ’Alamin, Maha Suci Allah yang Maha Kuasa. Segala puji bagimu ya Allah, yang membuat semua hal menjadi mungkin, yang membuat sulit menjadi mudah, dan membuat perih terasa nikmat. Sujud syukurku atas rahmat dan rizkiMu serta semua pemberianmu untukku, sehingga aku dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan semoga Allah melimpahkan sholawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, kepada para Anbiya, para utusan-Nya, keluarganya dan kepada para sahabatnya sekalian, Aamiin.

Dengan seiring kasih sayang kedua orang tuaku, aku ucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga untukmu Ibu dan Bapakku tercinta, terima kasih atas semua dukungan, semangat dan do’a, kesabaran, cinta dan kasih sayangnya yang telah engkau berikan kepadaku, sehingga aku mampu menyelesaikan skripsi ini (maafkan semua kesalahanku). Adik-adikku tersayang yang selalu mengiringi dan mendukung hidupku (Ria maniez, Agil, Ardi…, serta adik kecilku yang paling Luchu Alliyan, I love U all). Kekasih yang selalu mengisi hari2ku dengan memberi banyak cinta dan kenangan, kesetiaan, semangat dan do’a (Abhank) thanks for everything. Serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberi dukungan dan semangat untuk menjadi yang terbaik.

Tak lupa aku ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang memberikan


(9)

bimbingan, tuntunan serta bantuan moril dan material dan segala bentuk bantuan yang tak ternilai selama menempuh study, sehingga sekarang penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, ungkapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof.,Dr.,Ir.,Koesmawan, MBA.,MSc.,DBA MM selaku Dosen pembimbing I yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis.

2. Ibu Rini, SE, AK, Msi selaku Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dan masih berkenan membimbing serta memberikan pengarahan, motivasi untuk mendapatkan hasil yang terbaik, walupun penulis banyak mengalami hambatan waktu.

3. Bapak Drs., M Faisal Badroen, MBA selaku Dekan FEIS UIN Syarif Hidayatullah.

4. Bapak Prof., Dr., Abdul Hamid, MS selaku Pudek FEIS UIN Syarif Hidayatullah.

5. Bapak Drs., Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA selaku Sekjur FEIS UIN Syarif Hidayatullah.

6. Segenap Bapak / Ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang tak terhingga selama penulis menuntut ilmu di FEIS UIN Syarif Hidayatullah. 7. Segenap staf akademik dan perpustakaan, Ibu Lili, Ibu Novi, Ibu Siska,

Ibu Dewi, Pak Zuhro, Pak Ali, Pak Bambang terima kasih.

8. Bapak Sodiqin yang telah memberikan ijin riset di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu.


(10)

9. Bapak Priyanto Dan Bapak Hendrawan selaku pemeriksa pajak, serta Bapak David yang telah membantuku dalam memberikan data, terima kasih.

10.Sahabat-sahabatku tercinta, tersayang, yang tak pernah terlupakan, Dewi Ian Lee-a Isna amhell, akhirnya kita lu2s semua I miss Uuuuu…thx for Supporting Mee!!

11.Temen – temen KKNS di Cikeas – Gunung Putri Bogor.

12.Sahabat dan Temen-temen dekat seperjuangan Akuntansi angkatan 2002 FEIS UIN Syahid, I Miss Uuuuuuuuuuu!!!

13.Keluarga besarku tersayang di Potlot, I love you All….!

14.Semua teman yang datang dan pergi yang gak bisa ditulis karena tintanya abieeezzZZ, trima kasih atas rasa sayang dan dukungannya pada saya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis masih merasa banyak kekurangan dan kesalahan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik untuk melengkapi penelitian ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, November 2008


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i

ABSTRACT ... ii

ABSTRAK... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Perpajakan Di Indonesia... 11

1. Pengertian Pajak ... 11

2. Fungsi Pajak ... 13

3. Jenis Pajak ... 14

4. Asas Pemungutan Pajak ... 17

5. Sistem Pemungutan Pajak ... 18

6. Surat Ketetapan Pajak (SKP)... 19

7. Strategi Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak ... 20

8. Perlawanan terhadap Pajak... 22

B. Pemeriksaan Pajak ... 23

1. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak……….. 23

2. Pengertian Pemeriksaan Pajak………... 24


(12)

4. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak…. 25

5. Petugas Pelaksana Pemeriksaan Pajak………... 26

6. Tahap Pemeriksaan Pajak……….. 27

7. Jenis Pemeriksaan Pajak………... 31

8. Tehnik Dan Metode Pemeriksaan Pajak……… 33

9. Prosedur Pemeriksaan……… 34

C. Surat Pemberitahuan (SPT) ... 35

1. Pengertian dan Fungsi SPT ... 35

2. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) ... 36

3. Bentuk Surat Pemberitahuan ... 37

4. Pihak Pengisi SPT... 38

5. Batas Waktu Penyampaian dan Perpanjangan SPT ... 38

D. Pajak Penghasilan……… 39

1. Pengertian Pajak……… 39

2. Subjek Pajak Penghasilan………. 39

3. Objek Pajak Penghasilan……….. 40

E. W ajib Pajak Badan dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan………. 41

1. Wajib Pajak Badan……….. 41

2. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan……… 41

F. Kerangka Pemikiran……….. 44

G. Undang Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ke-3 atas UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan Dan Sunset Policy……… 45

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian... 61

B. Metode Penentuan Sampel... 61

C. Metode Pengumpulan Data ... 62


(13)

E. Operasional Variabel Penelitian ... 64

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Tentang Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu ... 66

1. Sejarah dan Perkembangan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu... 66

2. Pemeriksa Pajak... 72

B. Hasil dan Pembahasan ... 74

1. Wajib Pajak Badan... 74

2. Surat Pemberitahuan (SPT) ... 75

3. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak……… 85

4. Monitoring Dan Tindak Lanjut ………... 95

5. Relevansidengan Undang-Undang Perpajakan Baru…… 97

BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 98

B. Implikasi... 99

C. Saran……… 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak 3

2.1 Perkembangan Jumlah WP Tahun 2002- 2007 20 4.1 Tenaga Pemeriksa Pajak Di Seksi PPh Badan 72 4.2 Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2004-31 Des 2005 76 4.3 Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2005-31 Des 2006 79 4.4 Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2006-31 Des 2007 80

4.5 Jenis Produk Hukum Tahun 2004 96

4.6 Jenis Produk Hukum Tahun 2005 96

4.7 Jenis Produk Hukum Tahun 2006 96


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

4.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Surat Edaran Departemen Keuangan Republik Indonesia Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan

Pajak, Tanggal 7 Desember 2006 103

2 Lembar Pedoman Wawancara 109

3 Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan

Wajib Pajak Badan 111

4 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta

Kebayoran Baru Satu 119

5 Surat Keterangan Ijin Riset di Kantor Pelayanan Pajak

Jakarta Kebayoran Baru Satu 120

6 Surat Permohonan Kunjungan Riset di Kantor


(17)

Ciputat, 12 November 2008

Hal : Permohonan kerja Lampiran : 1 Berkas

Kepada Yth.

Bapak/Ibu Manajer Personalia Di Tempat

Dengan Hormat,

Sehubungan dengan informasi yang saya peroleh tentang adanya kebutuhan karyawan / tenaga kerja dalam menjalankan operasional kerja di perusahaan yang Bapak / Ibu pimpin, maka saya dengan ini mengajukan diri untuk mengisi posisi tersebut.

Nama saya adalah Nia Anggraini dan saya berusia 23 tahun. Saya seorang yang ulet, pekerja keras, rajin, mudah bersosialisasi dan dapat belajar dengan cepat. Saya lulusan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Jurusan Akuntansi Perpajakan. Alamat saya di Perum Villa Mutiara Jl. Mutiara V Blok MM no.5 Rt.02/04 Sawah Baru Ciputat 15413. Demikian lamaran ini saya buat. Selanjutnya saya menunggu kesempatan untuk mengikuti test dan wawancara.

Hormat Saya,

Nia Anggraini

Lampiran:

1. Daftar Riwayat Hidup 2. Pas Foto

3. Foto cofy Kartu Tanda Penduduk 4. Foto cofy Ijazah SMU

5. Foto cofy Indeks Prestasi Kumulatif

BAB I PENDAHULUAN


(18)

A. Latar Belakang Penelitian

Di Indonesia, landasan hukum penerapan pajak terhadap Undang-undang 1945 pasal 23 Ayat (2) berbunyi: “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”. Kemudian ayat ini dapat diperjelas dalam penjelasannya yang berbunyi: “Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.

Pajak merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan pembangunan yang diterapkan hampir seluruh negara di dunia. Bahkan pajak dapat menjadi sumber pendapatan negara paling favorit di saat langkanya sumber dana pembangunan, mengingat penyelenggaraannya yang sepenuhnya menjadi otoritas pemerintah suatu negara, sehingga pembiayaan pembangunan secara mandiri dapat terwujud. Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber yang utama, baik dalam penerimaan rutin pemerintah maupun pengaluaran investasi atau pembangunan serta pengeluaran dan pengendalian kebijakan ekonomi di berbagai negara. Namun, keberhasilan penggalangan dana pembangunan melalui optimalisasi penerimaan pajak ini memerlukan kerjasama dan dukungan seluruh rakyat, sehingga perlu disusun suatu sistem perpajakan yang sederhana namun memadai baik dari segi perangkat hukumnya maupun dari segi pelaksanaannya di lapangan. Sistem dan prosedur perpajakan untuk meningkatkan pendapatan negara


(19)

terus disempurnakan dan disederhanakan dengan memperhatikan asas keadilan, pemerataan, manfaat dan kemampuan masyarakat melalui peningkatan mutu pelayanan dan kualitas aparat yang tercermin dalam peningkatan kejujuran, tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi serta melalui penyempurnaan sistem administrasi. Dengan adanya sistem perpajakan yang baik diharapkan potensi pajak yang belum tersentuh dan dioptimalkan, akan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam penerimaan APBN.

Menurut data yang diperoleh dari www.pajak.go.id (Inovasi Online Edisi Vol.6/XVIII/Maret 2006), pajak dianggap sebagai mesin penghasil uang negara semenjak berakhirnya era kejayaan minyak yang dulu berfungsi sebagai penghasil utama penerimaan negara. Namun demikian, menurut Jakarta Kompas (Kamis, 19 Juni 2008) jumlah penerimaan negara dari pajak belum optimal sebab upaya memperbanyak jumlah pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP belum menunjukan hasil yang maksimal. Sejak awal tahun 2006 hingga kini, jumlah NPWP efektif atau NPWP yang dimiliki orang yang membayar pajak secara riil, baru enam juta. Dengan demikian, jumlah orang yang belum memiliki NPWP sangat besar. Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Darmin Nasution menyebutkan, dari 6 juta pemilik NPWP hanya sekitar 2,4 juta Wajib Pajak yang rutin membayar pajak, yaitu 1,3 juta Wajib Pajak Orang Pribadi dan 1,1 juta Wajib Pajak Badan. Akan tetapi dengan hal ini pemerintah akan berusaha menjaring Wajib Pajak lain untuk membayar pajak di atas Rp 5 miliar, pemerintah berharap akan ada peningkatan kesadaran masyarakat untuk membuat NPWP paling lambat akhir 2008. Dengan kenaikan jumlah itu, pemerintah mengharapkan


(20)

ada kenaikan penerimaan negara sebesar Rp. 5 triliun pertahun. Saat ini, 3.276 orang membayar pajak penghasilan (PPh) Rp 1 miliar-Rp 2 miliar dengan nilai Rp 1,456 triliun, sebanyak 1.901 orang membayar pajak Rp 2 miliar-Rp 5 miliar senilai Rp 2,88 triliun dan sebanyak 411 orang membayar pajak di atas Rp 5 miliar dengan nilai Rp 1,4 triliun. Kewajiban mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dimulai ketika seseorang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Batas PTKP yang sekarang berlaku adalah sejak tanggal 1 Januari 2006, sebagai berikut: Wajib Pajak belum kawin Rp.13.200.000 pertahun; tambahan Rp.1.200.000 untuk Wajib Pajak yang kawin; tambahan Rp.13.200.000 jika istri bekerja; dan tambahan masing-masing Rp.1.200.000 untuk tanggungan (maksimal tiga). Dilihat dari batasan penghasilan tersebut, potensi pajak yang dimiliki oleh masyarakat masih sangat besar. Sementara itu target penerimaan negara dari sektor pajak terus ditingkatkan dari tahun ke tahunnya. Berikut Tabel Perkembangan Jumlah Wajib Pajak selama 6 tahun terakhir:

Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak

Uraian

WP Badan 2002 2003 2004 2005 2006 2007

1.Terdaftar 941.038 1.031.624 1.116.224 1.207.653 1.337.637 1.358.022 2. Efektif 795.451 882.253 964.122 1.054.127 1.137.752 1.268.739

WP OP

1.Terdaftar 2.112.896 2.426.110 2.728.947 2.999.100 3.330.821 5.336.214 2. Efektif 1.986.108 2.263.492 2.564.735 2.829.251 2.876.911 5.144.748

TOTAL

1.Terdaftar 3.053.934 3.457.734 3.845.171 4.206.762 4.668.458 6.694.236 2. Efektif 2.781.559 3.145.745 3.528.857 3.883.378 4.014.663 6.413.487 Sumber: Direktorat TIP ( 05 Februari 2008) diolah sendiri

Dapat dijelaskan bahwa Wajib Pajak Efektif adalah Wajib Pajak yang melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya dalam melaporkan serta


(21)

membayarkan jumlah pajak terutangnya secara riil kepada pemerintah (KPP) serta melaporkan SPT Tahunannya tepat pada waktu yang telah ditentukan yang dilakukan secara rutin sesuai peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah. Sedangkan Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak pernah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya selama 2 tahun berturut-turut, wajib pajak tersebut meninggal dunia/ bubar, wajib pajak yang tidak diketahui lagi alamatnya serta wajib pajak yang berdasarkan hasil penelitian/ pengamatan tidak melakukan kegiatan usaha lagi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Indonesian Tax Review

(2005:28) Pajak dapat juga disebut sebagai sebuah produk hukum yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan publik. Namun, ironisnya publik relatif masih menganggapnya sebagai sesuatu yang sulit dan dapat menimbulkan kebingungan. Bahkan tidak jarang publik bersikap apatis terhadap pajak. Salah satu penyebab sikap apatis tersebut adalah karena pajak dirasakan sebagai sesuatu yang asing, rumit dan membingungkan.

Pemeriksaan pajak adalah salah satu bentuk upaya Direktorat jenderal Pajak dalam menerapkan pengawasan terhadap para Wajib Pajak. Adapun wewenang untuk melakukan pemeriksaan ini diberikan melalui Perubahan ketiga atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan, yang terakhir telah diubah dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan. Penerapan sistem perpajakan sebelum reformasi perpajakan pertama (Undang-undang No. 6 Tahun 1983), dimana besarnya pajak yang harus dibayar Wajib Pajak sepenuhnya


(22)

ditentukan oleh fiskus, telah membuat bayangan menakutkan terhadap Wajib Pajak yang mengakibatkan sikap antipati dan cenderung menghindar dari pajak. Kondisi ini diperparah oleh kurang memadainya perangkat hukum yang mengaturnya, sehingga perlindungan akan hak-hak dari Wajib Pajak dan kepastian hukum serta persamaan perlakuan hukum menjadi kurang terjamin. Sebagai akibatnya, pajak terlebih pemeriksaan pajak dianggap sebagai momok yang meresahkan hanya menambah beban bagi masyarakat.

Pemeriksaan pajak merupakan instrument untuk menentukan kepatuhan baik formal maupun material, yang tujuan utamanya adalah untuk menguji dan meningkatkan tax compliance seorang wajib pajak. Dengan demikian pemeriksaan pajak tidak lain merupakan pagar penjaga agar Wajib Pajak tetap pada koridor peraturan perpajakan. Selain itu penegakan hukum ini menjadi upaya untuk menciptakan keadilan melalui penerapan peraturan perpajakan secara fair, konsisten, dan konsekuen sesuai nilai-nilai yang dituntut pada era masa depan.

Seiring dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang semakin kritis, menuntut banyak lagi kepada Pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang layak, termasuk dalam penerapan kewajiban perpajakan, mengingat salah satu sifat dari pengenaan pajak yang tidak memberikan kontraprestasi individual secara langsung. Menurut Chaidir Ali dalam bukunya Hukum Pajak Elementer (1993:16) beberapa diantara tuntutan ini antara lain adalah kepastian hukum dan kejelasan informasi mengenai hak-hak dan kewajibannya serta perlakuan yang sama dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dewasa ini kita menginginkan transparansi baik dalam


(23)

aturan main pengumpulannya maupun alokasi penggunaan dana dari pajak yang dipungut. Tanpa pemungutan pajak sudah bisa dipastikan bahwa keuangan Negara akan lumpuh terlebih lagi bagi Negara yang sedang membangun seperti Indonesia.

Namun, ada beberapa kendala dan hambatan dalam melaksanakan pemeriksaan pajak. Kendala ini berasal dari fiskusnya sendiri yang jumlah maupun kemampuannya masih sangat terbatas, menurut data yang telah diperoleh dari www.pajak.go.id (06 Juni 2007) jumlah pejabat eselon dua ke atas Ditjen Pajak adalah yang terbanyak berjumlah 44 orang, jumlah pegawainya pun mencapai 30 ribu. Namun, karyawan yang berlatar belakang auditor fungsional hanya berjumlah 2.300 orang, padahal di negara lain komposisi auditor ideal mencapai 50-60 persen. Sedangkan dari sisi objek pemeriksaan yaitu Wajib Pajak sendiri yang kerap kali menghindar atau bahkan menolak untuk bekerja sama. Dalam prakteknya Wajib Pajak sering tidak kooperatif dalam memberikan data-data yang dibutuhkan selama proses pemeriksaan. Bahkan kerapkali terjadi pula usaha-usaha meringankan beban pajak dengan cara yang melanggar undang-undang atau menggelapkan pajak (tax evasion), selain itu kendala yang dihadapi adalah masih kurang memadainya sarana pemeriksaan.

Menurut data yang diperoleh dari Indonesian Tax Review (Volume IV/Edisi 50/2005:36-37), keengganan mereka (wajib pajak) untuk membayar atau menyetorkan pajak, pada umumnya diaplikasikan melalui dua cara yang berbeda. Pertama, dengan cara penghindaran pajak (tax avoidance). Kedua, dengan cara pengelakan pajak (tax evasion). Tax evasion, atau yang kadang disebut dengan penggelapan pajak, adalah tindakan pengelakan membayar pajak yang dilakukan


(24)

dengan cara melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan perpajakan itu sendiri. Sebagai contoh, misalnya tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, atau memiliki NPWP tetapi tidak melaporkan SPT atau melaporkan SPT tetapi isinya tidak benar. Banyak alasan mengapa orang (wajib pajak) melakukan hal itu. Namun secara garis besar, sebab-musabab tindak penggelapan pajak (tax evasion) dapat dibedakan menjadi dua. Pertama karena yang bersangkutan tidak sengaja (alpa) dan tidak mengetahui akan adanya peraturan tersebut. Dan kedua yang bersangkutan tahu bahwa ada peraturan tersebut, tetapi tetap melanggarnya demi menjaga kesejahteraannya agar tidak berkurang atau tidak membayar pajak.

Penelitian tentang pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Siti Himayah (2005), dengan judul

“Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak atas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi”. Hasil dari skripsinya tersebut menyebutkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan di KPP Jakarta Tebet sudah sangat efektif, yang menunjukan bahwa kepatuhan Wajib Pajak untuk diperiksa tinggi dan petugas pemeriksa tidak mendapat kendala serta hambatan dalam melaksanakan pemeriksaan tersebut, sehingga pemeriksa pajak dapat menyelesaikan pemeriksaan tepat waktu dan sesuai dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3).

Berdasarkan berbagai kondisi dan keadaan seperti diuraikan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap topik ini,


(25)

dengan harapan dapat ikut memberikan sumbangan pemikiran dalam memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya, juga dalam memecahkan berbagai persoalan yang menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan pajak. Serta ingin meningkatkan kesadaran dan pengetahuan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan Undang-undang yang berlaku. Seberapa jauh pelaksanaan dimaksud, penulis mencoba menelitinya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Evaluasi atas Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan pemeriksaan pajak atas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu, ditinjau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak?

C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian


(26)

Untuk mengetahui proses Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak atas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan dalam praktek di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. Serta untuk mengetahui apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilakukan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam menyerahkan SPT Tahunannya ke Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu.

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

a. Berguna untuk menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari.

b. Berguna untuk menambah pengetahuan apabila nantinya bekerja di KPP, terutama dalam hal pemeriksaan pajak.

c. Untuk memenuhi salah satu prasyarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. d. Serta sebagai wujud partisipasi penulis dalam meningkatkan kesadaran

akan hak dan kewajiban yang melekat pada Wajib Pajak sebagai warga negara yang baik, khususnya yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak yang selama ini masih dianggap sebagai momok yang meresahkan dan menakutkan yang harus dihindari.


(27)

a. Sebagai bahan masukan dan saran berupa rekomendasi dan perbaikan yang diharapkan dapat memberikan sumbangan pemeriksaan guna mencapai perbaikkan kinerja pemeriksaan pajak bagi pemeriksa pajak dalam rangka mengatasi hambatan penerimaan negara di sektor pajak. b. Juga sebagai sarana untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi

palaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan khususnya di KPP.

3. Bagi Pihak Lain

a. Sebagai sarana untuk memberikan informasi dan gambaran bagi masyarakat Wajib Pajak Badan atas pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap SPT Tahunan PPh yang dilaporkan setiap tahun ke Direktorat Jenderal Pajak melalui KPP.

b. Sebagai sumber bacaan bagi pihak yang membutuhkan tambahan pengetahuan dan informasi tentang KPP, terutama tentang pemeriksaan pajak.

c. Agar pihak lain lebih memahami tentang pelaksanaan pemeriksaan pajak di KPP.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Perpajakan Di Indonesia 1. Pengertian Pajak

Pajak bukan saja sebagai kewajiban belaka, melainkan juga adalah hak dari pembayar pajak (Wajib Pajak) dimana rakyat selaku pembayar pajak melalui wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat mempertanyakan: untuk apa pajak itu?

Terdapat berbagai macam mengenai definisi pajak dikalangan para sarjana ahli dibidang perpajakan. Diantara pendapat para ahli tersebut adalah sebagai berikut:

a. Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro, SH (2003:5): “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal-balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian disempurnakan, sehingga berbunyi: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus” nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.

b. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Soeparman Soemahamidjaya (2000:5) dalam disertasinya yang berjudul:

“Pajak berdasarkan asas gotong-royong”, memberikan definisi: pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh pengusaha berdasrakan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.


(29)

c. Definisi pajak yang dikemukakan oleh S. I. Djajadiningrat dalam Rimsky K.Judisseno (2003:1):

“Pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum”.

d. Definisi pajak yang dikemukakan oleh N. J. Feldmann (2003:1):

“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontrapestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.

Dengan melihat definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun oleh daerah. d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengelaran pemerintah, yang dilihat

dari pengeluarannya dipergunakan untuk membiayai publik investment seperti pembuatan jalan, jembatan, gedung, gaji untuk pegawai negeri temasuk TNI dan sebagainya.

e. Pajak merupakan iuran wajib, pengenaan pajak ditetapkan untuk semua orang dalam suatu negara tanpa kecuali.


(30)

Pemungutan pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat. Oleh sebab itu pemungutan pajak harus berdasarkan persetujuan dari rakyat. Tentang jenis pajak apa saja yang dipungut serta berapa besar pemungutan pajak. Dan proses persetujuan itu dapat dilakukan dengan suatu undang-undang yang diatur dalam pasal 23 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang”.

2. Fungsi Pajak

Fungsi pajak sebagaimana dikemukakan oleh Siti Resmi (2005:2) dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan. Penerimaan rutin pemerintah berasal dari penerimaan sektor pajak, retribusi, bea dan cukai, hasil perusahaan negara denda dan sitaan. Penerimaan rutin adalah untuk membiayai pengeluaran rutin dari pemerintah seperti gaji pegawai, pembelian alat tulis menulis, ongkos pemeliharaan gedung pemerintah, bunga dan angsuran pembayaran utang-utang kepada negara lain, tunjangan sosial dan lain sebagainya.

b. Fungsi Regulerend (mengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Salah


(31)

satu contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah. Pajak penjualan atas barang mewah (PPn-BM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba untuk mengkonsumsi barang mewah.

c. Fungsi Demokrasi

Adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong termasuk kegiatan pemerintah dan

pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi sekarang ini sering dikaitkan dengan hak seseorang untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah.

d. Fungsi Distribusi

Yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya tarif progresif yang mengenakan tarif lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan sebaliknya.

3. Jenis Pajak

Terdapat berbagai macam jenis pajak, yang dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya.


(32)

a. Menurut Golongannya

Menurut golongannya, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung.

1) Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.

2) Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang dan jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun secara implisit (dimasukan dalam harga jual barang atau jasa).

b. Menurut Sifatnya

Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokan menjadi dua yaitu pajak subjektif dan pajak objektif.

1) Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi. Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang


(33)

memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan. Dalam Pajak Penghasilan terdapat subjek pajak (Wajib Pajak) orang pribadi. Pengenaan Pajak Penghasilan untuk oarang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (status perkawinan, banyaknya anak dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi Wajib Pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak.

2) Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.

c. Menurut Lembaga Pemungutnya

Menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu Pajak Negara (Pajak Pusat) dan Pajak Daerah.

1) Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: Pajak Penghasilan, PPn-BM, dan PBB.

2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh: Pajak


(34)

Daerah tingkat I (Propinsi): Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Izin Penangkapan Ikan di Wilayahnya.

4. Asas Pemungutan Pajak

Banyak pendapat ahli yang mengemukakan tentang asas-asas perpajakan yang harus ditegakkan dalam membangun suatu sistem perpajakan di antara pendapat para ahli tersebut, yang paling terkenal adalah four maxims dari Adam Smith. Menurut Adam Smith, pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas empat asas, yaitu equity, certainty, convenience dan economy. Berikut ini dijelaskan beberapa asas yang penting untuk diperhatikan dalam mendisain sistem pemungutan pajak:

a. Asas Domisili (asas tempat tinggal)

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun penghasilan yang berasal dari luar negeri.

b. Asas Sumber

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.


(35)

c. Asas kebangsaan

Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. .

5. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu: official assesment system, self assesment system, dan with holding system.

a. Official Assesment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Semua inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan.

b. Self Assesment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang bagi Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakanyang berlaku. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi,serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.


(36)

c. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.

6. Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenakan pajak, tanpa menunggu adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Surat Ketetapan Pajak hanya berfungsi sebagai surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah pengurangan pembayaran pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak tidak lagi berkewajiban untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas keseluruhan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas pada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran pengisian SPT atau ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.

Surat Ketetapan Pajak baru diterbitkan bila Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya menurut peraturan Perundang-undangan Perpajakan. Untuk mengetahui apakah Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak, adalah karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa pajaknya kurang dibayar dari jumlah yang


(37)

seharusnya terutang. Pemeriksaan dapat dilakukan ditempat Wajib Pajak dengan memeriksa pembukuan dengan melalui penelitian administrasi.

7. Strategi Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut data yang diperoleh dari www.pajak.go.id (Inovasi online edisi vol.6/xiii/Maret 2006) Strategi yang ditempuh guna meningkatkan dan menjaga kepatuhan Wajib Pajak adalah:

a. Pembangunan pusat data dan pembentukan system nomor induk tunggal (sigle identification number). Upaya ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kemampuan Direktorat Jenderal Pajak untuk lebih efektif dalam melakukan pengawasan terhadap Wajb Pajak.

b. Pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka pembentukan pusat data secara nasional, koordinasi dengan lembaga keuangan dan otoritas moneter dalam rangka peningkatan akses informasi atas transaksi keuangan Wajib Pajak dan penyisiran wilayah-wilayah dimana banyak terdapat anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak. Strategi ini telah menghasilkan pertambahan jumlah Wajib Pajak dalam kurun waktu satu tahun.

Tabel 2.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Tahun 2002- Desember 2007 Tahun Jumlah Wajib Pajak (Badan dan Orang Pribadi)

2002 5.835.493

2003 6.603.479

2004 7.374.028

2005 8.090.140

2006 8.683.121


(38)

c. Perbaikan Manajemen Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Perbaikan manajemen pemeriksaan pajak, sebagai upaya peningkatan penegakan hukum (law enforcement) pajak, dilaksanakan dengan pengembangan risk analysis sebagai dasar pemeriksaan, pengembangan system administrasi pemeriksaan pajak, dan pengembangan data matching sebagai basis elektronik audit. Sementara itu, perbaikan manajemen penyidikan pajak dilaksanakan dengan pengembangan kegiatan intelijen sebagai dasar penyidikan, pengembangan kerja sama dengan instansi penegak hukum lainnya, dan pengembangan system administrasi penyidikan pajak. Pengembangan penegakan hukum pajak dari November 2004-September 2005 adalah sebanyak 20 Wajib Pajak disidik, 159 Wajib Pajak dicegah dan 4 Wajib Pajak disandera.

d. Peningkatan program penyuluhan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak, memperluas, dan meningkatkan pengetahuan pajak. Upaya penyuluhan pajak dilaksanakan dengan cara:

1) Penerapan pendidikan perpajakan kepada generasi muda, baik melalui jalur pendidikan formal maupun non formal,

2) Sosialisasi perpajakan kepada masyarakat, dan

3) Penyediaan hot line service bagi masyarakat untuk memperoleh pengetahuan tentang perpajakan, serta

4) Optimalisasi fungsi public relation juga dilaksanakan untuk dapat meningkatkan citra positif aparatur pajak.


(39)

8. Perlawanan Terhadap Pajak

Santoso R. Brotodiharjo (1995:13) menjelaskan, pada umumnya masyarakat cenderung untuk meloloskan diri dari pajak. Terdapat dua factor utama dalam usaha tersebut, yang dapat dibedakan kedalam bentuk

perlawanan pasif dan perlawanan aktif. Bentuk-bentuk perlawanan tersebut diuraikan sebagai berikut:

a. Rimsky K. Judisseno (1999:39), menyatakan bahwa perlawanan pasif merupakan produk dari ketidaktahuan masyarakat tentang pengetahuan perpajakan. Masyarakat secara tidak sadar melakukan suatu perlawanan dalam bentuk tidak membayar pajak. Dalam perlaawanan pasif ini tidak terlihat adanya unsur kesengajaan dari masyarakat untuk menghindari pembayaran pajak apalagi menghambatnya. Mereka tidak tahu untuk apa, bagaimana, kapan, dan kepada siapa pajak harus dibayarkan.

b. Brotodihardjo (1995:13), menjelaskan bahwa perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Perlawanan ini justru dilakukan oleh mereka yang mengetahui peraturan dan permainan pajak dengan baik. Sementara cara-cara perlawanan aktif yang ada secara umum dapat dibedakan atas:

1) Penghindaran diri dari pajak (tax avoidance), yaitu pembayaran pajak dengan mudah dapat dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak.

2) Penyelundupan pajak, apabila penghindaran diri dari pajak tidak dapat dilaksanakan, maka Wajib Pajak akan berusaha menggunakan cara lain yang disebut pengelakan pajak misalnya dengan penyelundupan pajak.


(40)

Pengelakan itu merupakan pelanggaran Undang-Undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasarnya.

3) Melalaikan pajak, yaitu menolak pajak-pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi olehnya.

B. Pemeriksaan Pajak

1. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan Perubahan Ketiga atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang No. 16 Tahun 2000, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun1986 tentang tata cara pemeriksaan dibidang perpajakan, bahwa tujuan pemeriksaan pajak adalah menetapkan jumlah pajak terutang. Selain itu dasar hukum tindakan pemeriksaan dibidang perpajakan adalah Peraturan Menteri Keuangan RI No. 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas KMK RI No.545/KMK.04/2000 Tata Cara Pemeriksaan dibidang Perpajakan.


(41)

Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah sistem self assesment, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri pajak yang terutang dan menyetorkan ke kas negara. Dalam sistem ini tentu diperlukan kejujuran, dan tetap ada yang tidak jujur dalam menghitung pajaknya melalui Surat Pemberitahuan. Untuk itu fiskus diberikan wewenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran dari Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dari Wajib Pajak yang bersangkutan.

Pemeriksaan menurut Undang-undang No. 28/2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang No. 6/1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut:

“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Objek dari pemeriksaan adalah laporan keuangan Wajib Pajak yang menjadi dasar dari SPT Tahunan. Pemeriksaan Pajak adalah suatu kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini petugas pemeriksa pajak (fiskus) terhadap Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakannya berdasarkan undang-undang pajak untuk berbagai tujuan.

Tindakan pemeriksaan adalah tindakan yang dilakukan oleh petugas perpajakan (fiskus) dalam rangka melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak, untuk mencari bahan-bahan dalam menetapkan jumlah pajak yang terutang dan jumlah pajak yang harus dibayar.


(42)

Tujuan pemeriksaan pajak yang utama adalah untuk memperoleh / mengumpulkan bahan-bahan yang dijadikan dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Tambahan, dan Pemberitahuan, Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak, dan lain-lain yang berhubungan dengan administrasi perpajakan.

Tujuan lain dari pemeriksaaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakkan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak. Serta dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Untuk keperluan pemeriksaan tugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah pemeriksaan dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.

4. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari:

a. Pemeriksaan lapangan

1) Pemeriksaan lapangan meliputi suatu jenis pajak,beberapa jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan/atau tahun sebelumnya dan/atau untuk tujuan lain yang dilakukan ditempat Wajib Pajak dan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

2) Pemeriksaan Lapangan dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana lapangan.

3) Jangka waktu pemeriksaan sebagaimana PMK No.123/PMK.03/2006 pasal 3 ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


(43)

4) Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan ditemukan indikasi adanya transaksi yang mengandung unsur transfer pricing, maka lingkup pemeriksaan ditingkatkan menjadi Pemeriksaan Lapangan.

b. Pemeriksaan Kantor

1) Pemeriksaan kantor meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

2) Pemeriksaan kantor dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana kantor dan Pemeriksaan sederhana lapangan.

5. Petugas Pelaksana Pemeriksaan Pajak

Sesuai dengan PMK RI Nomor. 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas KMK RI No.545/KMK.04/2000 pasal 1 ayat (2), yang menjadi pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak.

Selain itu, berdasarkan Pasal 9 ayat (1), pemeriksaan pajak harus dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang:

a) Telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak.

b) Bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.


(44)

c) Menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang Wajib Pajak. Untuk melaksanakan suatu tugas pemeriksaan pajak dilakukan oleh pemeriksa pajak yang tergabung dalam suatu tim yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota. Penunjukan tim pemeriksa pajak ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak(SP3).

6. Tahap Pemeriksaan Pajak

Pengelompokan kegiatan dalam proses pemeriksaan pajak secara tersurat tidak dicantumkan dalam keputusan menteri keuangan maupun pada petunjuk pelaksanaanya. Namun secara tersirat tahapan proses pemeriksaan ini adalah sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan

1) Mempelajari berkas Wajib Pajak atau berkas data yaitu setelah diterbitkan SP3, maka pemeriksa pajak segera mempelajari berkas Wajib Pajak baik yang tersedia dalam program SIP (Sistem Informasi Pajak) maupun data-data dan informasi juga diperoleh dari pihak lain 2) Menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak, yaitu SPT

Tahunan dan lampirannya termasuk laporan keuangan yang dilaporkan oleh Wajib Pajak, dilakukan analisis untuk mencari adanya petunjuk awal yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan data-data yang ada pada SPT Wajib Pajak dengan data yang tersedia pada database SPT.


(45)

3) Berdasarkan hasil analisa terhadap SPT Wajib Pajak, pemeriksa pajak melakukan identifikasi permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian dan penekanan khusus, agar pemeriksaan dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam jangka waktu yang tersedia relatif singkat.

4) Melakukan pengenaan lokasi Wajib Pajak, yaitu pada langkah ini pemeriksa pajak melakukan peninjauan kealamat tempat tinggal dan usaha Wajib Pajak beserta anggota keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pemeriksaan dan menentukan ruang lingkup pemeriksaan.

5) Menyusun program pemeriksaan, yaitu program pemeriksaan diperlukan untuk memberikan arahan dan petunjuk mengenai langkah dan tindakan yang harus diambil, agar pemeriksaan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan.

6) Menentukan buku dan dokumen yang akan dipinjam, yaitu buku, catatan, dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan disusun berdasarkan program pemeriksa dan dibuat dalam formulir yang telah ditentukan. Formulir yang dimaksud adalah surat permintaan peminjaman buku, catatan, dokumen serta daftar peminjaman buku dan dokumen.


(46)

7) Menyediakan sarana pemeriksaan, yaitu beberapa formulir yang harus tersedia dalam rangka pemeriksaan sebagaimana diatur dalam KEP.17/PJ./2002 tanggal 29 Januari 2002 antara lain:

a) Kartu Tanda Pengenal Pemeriksaan Pajak b) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3)

c) Surat Pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak (kepada Wajib Pajak)

d) Surat Pernyataan Penolakan membantu kelancaran pemeriksaan pajak

e) Berita acara penolakan membantu kelancaran pemeriksaan pajak f) Daftar kesimpulan hasil pemeriksaan

g) Lembar pernyataan persetujuan h) Berita acara hasil pemeriksaan b. Tahap Pelaksanaan

1) Memeriksa ditempat Wajib Pajak

Tujuannya adalah mengumpulkan data-data dan informasi yang belum ada pada SPT Wajib Pajak maupun database aplikasi Sistem Informasi Perpajakan

2) Melakukan penilaian atas pengendalian intern perlu dilakukan terhadap unsur-unsur pokoknya, agar pemeriksa pajak dapat mengukur keandalan yang dihasilkannya.

Unsur-unsur pokok dari sistem pengendalian intern menurut Mulyadi dalam bukunya Sistem Akuntansi adalah:


(47)

a) Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.

b) Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.

c) Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap organisasi.

d) Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya. 3) Memutahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan

Jika dirasa perlu, ruang lingkup pemeriksaan dan program pemeriksaan yang telah disusun dan ditetapkan dapat dilakukan penyesuaian berdasarkan pengamatan terhadap kondisi fisik usaha dan praktik perlakuan yang dilakukan Wajib Pajak.

4) Melakukan pemeriksaan terhadap buku, catatan, dokumen dan lainnya.

5) Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga

Konfirmasi perlu dilakukan terutama terhadap kredit pajak yang dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT untuk menguji apakah benar telah dilakukan penyetoran PPh untuk pihak lain atas nama Wajib Pajak. 6) Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak.

7) Melakukan sidang penutup (closing conference). c. Tahap Pembuatan Laporan


(48)

Pedoman yang harus diperhatikan dalam penyusunan laporan pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut:

1) Laporan pemeriksaan pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, membuat kesimpulan pemeriksaan pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan dan memuat pula pengungkapan informasi lalu yang terkait.

2) Laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan SPT harus memperhatikan kertas kerja pemeriksaan antara lain mengenai:

a) Berbagai faktor perbandingan b)Nilai absolut dari penyimpangan c) Sifat dari penyimpangan

d)Petunjuk atau temuan adanya penyimpangan e) Pengaruh penyimpangan

f) Hubungan dengan permasalahan lainya

g) Laporan pemeriksaan pajak didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.

7. Jenis Pemeriksaan Pajak

Ada beberapa jenis pemeriksaan yang dilakukan terhadap pemeriksaan pajak antara lain yaitu:


(49)

a. Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannnya.

b. Pemeriksaan Kriteria Seleksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak tertentu berdasarkan skor otomatis secara komputerisasi. c. Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terutama terhadap

wajib pajak sehubungan dengan adanya keterangan atau masalah yang berkaitan dengannya.

d. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan atas cabang, perwakilan, pabrik, dan tempat usaha dari Wajib Pajak domosili. e. Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak

yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak dan mengumpulkan data dan keterangan untuk tujuan tertentu.

f. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindakan pidana dibidang perpajakan.

g. Pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan data harta Wajib Pajak yang merupakan objek pajak sita sehubungan dengan adanya tunggakan pajak sesuai dengan undang-undang penagihan.

Adapun mengenai ruang lingkup pemeriksaan dan jangka waktu penyelesaiannya, terdiri dari:


(50)

a. Pemeriksaan Lapangan.

b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Dirjen Pajak.

8. Tehnik dan Metode Pemeriksaan Pajak

PMK RI No.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas KMK RI Nomor 545/KMK.04/2000 Pasal 8, menyatakan bahwa “ Pelaksanaan pemeriksaan pajak yang meliputi pedoman umum pemeriksaan pajak, pedoman pelaksanaan pemeriksaan pajak, dan pedoman laporan pemeriksaan pajak”.

PMK RI No.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas KMK RI Nomor 545/KMK.04/2000 Pasal 10, menjelaskan tentang pedoman pelaksanaan pemeriksaan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pemeriksaan yang seksama.

b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan.

c. Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Adapun metode-metode pemeriksaan yang dapat digunakan terdiri dari dua jenis yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung digunakan


(51)

dengan cara menguji secara langsung angka dalam SPT dengan laporan keuangan dan pembukuan yang diselenggarakan oleh wajib pajak. Metode tidak langsung dengan cara melalui pendekatan penghasilan biaya dengan perhitungan tertentu. 9. Prosedur Pemeriksaan

Mardiasmo (1997:35-36), menjelaskan tentang prosedur pemeriksaan untuk memeriksa pajak adalah sebagai berikut:

a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.

b. Wajib Pajak yang diperiksa harus:

1) Memperlihatkan dan / meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terhutang pajak.

2) Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 3) Memberikan keterangan yang diperlukan

4) Apabila dalam pengungkapan hal-hal dalam angka (1) Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban itu tidak berlaku untuk keperluan pemeriksaan tersebut

c. Dirjen Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban huruf b diatas.


(52)

1. Pengertian dan Fungsi SPT

Surat Pemberitahuan adalan surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Fungsi SPT menurut penjelasan Pasal 3 ayat (1) Perubahan ketiga UU Nomor. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor. 16 Tahun 2000, adalah:

a. Bagi Wajib Pajak penghasilan, SPT PPh berfungsi sebagai sarana untuk: 1) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak

yang sebenarnya terutang.

2) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

3) Melaporkan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak, harta dan kewajiban.

4) Melaporkan pembayaran pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak.


(53)

1) Melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terutang.

2) Melaporkan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran 3) Melaporakan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah

dilaksanakan sendiri oleh pengusaha kena pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak.

4) Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.

c. Pemotong atau pemungut pajak, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan, mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.

2. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat pemberitahuan berdasarkan periode waktu pelaporannya, ada dua macam SPT, yaitu:

a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa pajak yang dilaporkan setiap bulan,

b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun pajak atau Bagian Tahun pajak yang dilaporkan setiap tahun. Sedangkan berdasarkan subjek pajaknya, ada SPT Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Adapun SPT yang sesuai dengan topik pembahasan skripsi ini adalah SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan.


(54)

Bentuk dan isi SPT serta keterangan dan atau dokumen yang harus dilampirkan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Bentuk SPT Tahunan PPh Wajib Badan (1771) sendiri yaitu:

a. Yang wajib mengisi SPT PPh Badan adalah seluruh Wajib Pajak Badan yang telah terdaftar dan telah mempunyai NPWP.

b. Bentuk formulir dan isi SPT PPh Badan ini diatur dengan keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor: KEP.394 PJ/2002 Tanggal 30 Agustus 2002.

c. Dokumen yang harus dilampirkan adalah:

1) Neraca dan Laporan Rugi-Laba tahun pajak yang bersangkutan beserta rekonsiliasi laba-rugi fiskal.

2) Daftar perhitungan penyusutan dan atau amortisasi fiskal.

3) Perhitungan kompensasi kerugian, jika ada kompensasi kerugian yang masih dapat dikompensasikan.

4) SSP PPh Pasal 29 dalam hal adanya kekurangan pajak yang terhutang. 5) Surat Kuasa Khusus dalam hal SPT ditandatangani oleh bukan Wajib

Pajak .

6) Lampiran-lampiran yang dianggap perlu untuk menjelaskan perhitungan besarnya penghasilan kena pajak atau besarnya PPh Pasal 25.


(55)

Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahan dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh pengurus atau direksi. Yang termasuk Wajib Pajak Badan adalah semua Wajib Pajak Badan dengan nama dalam bentuk apapun termasuk badan koperasi yang dalam hal ini dibedakan atas badan yang dalam usahanya mengadakan pembukuan dan yang menggunakan norma penghitungan.

5. Batas Waktu Penyampaian dan Perpanjangan Penyampaian SPT Batas waktu penyampaian SPT diatur sebagai berikut:

a. Untuk SPT Masa, harus disampaikan paling lambat 20 hari (dua puluh hari) setelah masa pajak berakhir.

b. Untuk SPT Tahunan, harus disampaikan paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak.

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dalam jangka waktu paling lama enam bulan. Permohonan perpanjangan SPT tersebut disampaikan secara tertulis disertai surat pernyataan mengenai perhitungan sementara pajak terhutang dalam satu tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak terhutang. Bila SPT tidak disampaikan seusai batas waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, akan diterbitkan Surat Teguran.


(56)

1. Pengertian Pajak

Siti Resmi (2003:74) menyatakan bahwa pengertian Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atau penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.

2. Subjek Pajak Penghasilan

Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Subjek pajak penghasilan menurut Perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa yang menjadi subjek adalah:

a. Orang Pribadi

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak

c. Badan. Pengertian badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi, Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara, atau Daerah. Dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun, Yayasan dan bentuk badan lainnya.

d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat


(57)

kedudukan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor pewakilan, dan lain sebagainya.

3. Objek Pajak Penghasilan

Objek pajak penghasilan yang dimaksud adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik berasal dari dalam maupun luar negeri, yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau untuk menabah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan bentuk apapun.

Jenis penghasilan yang dikenakan pajak atau disebut objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UU PPh dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pegantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Ditentukan lain dalam undang-undang.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. c. Laba usaha

d. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

e. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang.

f. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi pada pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi, g. Royalti


(58)

h. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. i. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

j. Premi asuransi.

E. Wajib Pajak Badan dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

1. Wajib Pajak Badan

Pengertian Wajib Pajak sebagaimana diterangkan dalam Undang-undang KUP Pasal 1 adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, frma, kongsi, kopeasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.

2. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

Pengertian dari SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan periode waktu pelaporannya ada dua macam SPT yaitu SPT Masa yang dilaporkan setiap bulan, dan SPT Tahunan


(59)

yang dilaporkan setiap tahun. Sedangkan berdasarkan subjek pajaknya ada SPT awjib pajak orang pribadi dan SPT Wajib Pajak Badan. Adapun SPT yang sesuai dengan topik bahasan skripsi ini adalah SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan.

a. Ketentuan formal SPT

Ketentuan mengenai formulir SPT yang digunakan beserta lampiran dan petunjuk pengisiannya, diatur dalam keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor:KEP-185/PJ./2003 Tanggal 19 Juni 2003, yang berlaku mulai tahun pajak 2003. batas waktu penyampaian SPT yaitu bulan setelah akhir tahun pajak. Sehubungan dengan laporan dalam SPT ini jenis formulir SPT yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan adalah:

1) Formulir SPT 1771, yaitu SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan. 2) Formulir SPT 1771-I, yaitu penghasilan neto dalam negeri dari usaha

dan dari luar usaha.

3) Formulir SPT 1771-II, yaitu daftar pemotongan / pemungutan PPh oleh pihak lain dan PPh yang ditanggung pemerintah.

4) Formulir SPT 1771-III, yaitu penghasilan neto dan pajak atas penghasilan yang dibayar/ terutang di luar negeri.

5) Formulir SPT 1771-IV, yaitu daftar penerimaan dividen, bonus, tantiem dan gratifikasi.

6) Formulir SPT 1771-V, yaitu daftar susunan pengurus/komisaris/badan pemeriksa, daftar pemegang saham/pemilik modal, daftar cabang/badan anggota koperasi.


(60)

7) Formulir SPT 1771-VI, yaitu penghasilan yang tealah dikenakan pajak bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

b. Kelengkapan SPT

SPT yang dilaporkan ke KPP oleh wajib pajak harus memenuhi syarat kelengkapan sebagaima telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak. SPT lengkap adalah SPT yang semua elemen SPT induk dan lampirannya telah diisi lengkap, SPT induk telah ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya, serta dilampiri dengan lampiran khusus dan atau lampiran yang telah disyaratkan.

c. Ketentuan Pembukuan

Untuk dapat mengisi SPT, maka Wajib Pajak yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas berkewajiban untuk melakukan pencatatan atau pembukuan.

Pengertian pembukuan secara fiskal yaitu sebagai berikut:

“Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan arang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan rugi-laba pada setiap tahun pajak berakhir”.

Adapun syarat-syarat minimal pembukuan fiskal adalah:

1) Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.


(61)

2) Pembukuan harta meliputi seluruh kegiatan usaha serta pekerjaan bebas yang dilakukan Wajib Pajak.

3) Pembukuan harus dilakukan secara teratur, tepat waktu, terinci dan taat asas.

4) Pembukuan harus didukung dengan bukti-bukti transaksi yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan keabsahannya.

5) Pembukuan harus dapat ditelusuri kembali apabila diperlukan.

6) Pembukuan harus ditutup dengan membuat neraca dan perhitungan rugi-laba pada setiap akhir tahun pajak.

F. Kerangka Pemikiran

Ada dua variabel yang diuji dalam penelitian ini yaitu hubungan antara variabel independen (Pemeriksaan Pajak) dengan variabel dependen (SPT Tahunan PPh WP Badan) yang disajikan dalam bentuk diagram:

(Gambar 2.1): Kerangka Pemikiran

Pemeriksaan pajak merupakan variabel yang diduga secara logis menjelaskan atau mempengaruhi variabel SPT Tahunan PPh WP Badan (Gambar 2.1).

Pemeriksaan Pajak (variabel independen)

SPT Tahunan PPh WP Badan (variabel dependen)


(1)

Perpajakan, masyarakat umumnya dan Wajib Pajak Badan khususnya kini telah mendapat kepastian hukum dan kejelasan informasi mengenai hak-hak dan kewajibannya serta perlakuan yang sama dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan baru.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di seksi PPh Badan di KPP Jakarta Kebayoran baru satu yang diobservasi selama 3 tahun yaitu dari tahun 2004 sampai dengan 2006. Dari hasil penelitian, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan adalah sebagai berikut:

1.Wajib Pajak Badan pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu relatif mau melaporkan SPT Tahunannya, akan tetapi cenderung menurun dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari semakin rendahnya persentase penyerahan SPT Tahunan ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, yaitu sebesar 31,7% pada tahun 2004, berangsur menurun pada tahun 2005 sebesar 30,6% dan sebesar 28,5% pada tahun 2006.

2.Pada KPP Jakarta Kebayoran Baru satu jenis ruang lingkup pemeriksaan yang dilakukan atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan adalah dalam bentuk Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL), pemeriksaan sederhana lapangan tersebut akan memberikan hasil pemeriksaan yang lengkap dan dapat mencapai hasil pemeriksaan yang lebih efektif. Pelaksanaan pemeriksaan pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu yang dilakukan oleh seksi PPh Badan telah memenuhi ketentuan peraturan yang telah


(3)

ditetapkan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan No.545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, dan sarana yang telah diberikan oleh KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu juga sudah cukup memadai.

3.Menurut Ditjen Pajak, dengan adanya kebijakan Sunset Policy yang berakhir Desember tahun 2008 sejauh ini berjalan sangat efektif yang dampak pelaksanaannya bisa dilihat dari penerimaan bulanan 2008 dimana mulai 1 Januari sampai dengan September 2008 pertumbuhan penerimaan pajak semakin meningkat, serta dapat meningkatkan jumlah Wajib Pajak pada tahun ini sebanyak 2 juta Wajib Pajak, para investor mulai memiliki NPWP agar transaksi mereka pada waktu mendatang menjadi lebih mudah.

B. Implikasi

Hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi, yaitu sebagai berikut: 1. Walaupun tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam melaporkan SPT

Tahunannya di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu terus mengalami penurunan, hal ini tidak pula ikut menyebabkan turunnya jumlah penerimaan pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu tersebut. Dan untuk terus meningkatkan penerimaan pajaknya KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu berusaha mengefektifkan Wajib Pajak Badan yang selama ini belum terdaftar.

2. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak yang dilakukan di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu menjadi lebih efektif dengan menggunakan Pemeriksan


(4)

Sederhana Lapangan, hal ini dapat dilihat dari tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan yang tanggapannya untuk diperiksa cukup tinggi, sehingga pemeriksa pajak dapat segera menyelesaikan pemeriksaan tepat pada waktunya dan sesuai dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3). C. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diajukan beberapa saran yaitu: 1.Pemeriksaan pajak perlu terus ditingkatkan sehingga efektifitas dan manfaatnya dapat tercapai serta diharapkan dapat berimplikasi pada optimalisasi penerimaan pajak dan sikap kejujuran serta rasa keadilan bagi para Wajib Pajak. Upaya peningkatan kepatuhan terutama dalam hal melaporkan SPT hendaknya dapat terus ditingkatkan, baik oleh pihak aparatur pajak maupun Wajib Pajak sebagai langkah utama mendorong Wajib Pajak menuju masyarakat yang sadar akan pajak dan peduli pajak. 2.Adanya faktor lain diluar pelaksanaan pameriksaan pajak yang perlu terus

ditingkatkan, misalnya saja di tahun 2009 diharapkan dilakukannya peningkatan program penyuluhan perpajakan kepada pembayar pajak, dilakukannya sosialisasi secara besar-besaran dengan langsung kepada masyarakat untuk memperlihatkan lebih jelas kemana larinya uang pajak yang dibayar masyarakat, peningkatan profesionalisme serta integritas para aparat pemerintah khususnya para petugas pemeriksa pajak di KPP sehingga dapat memberikan pelayanan dengan lebih baik kepada masyarakat, serta dapat meningkatkan motivasi para Wajib Pajak itu sendiri agar dapat terus memenuhi kewajiban perpajakannya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid, “Panduan Penulisan Skripsi”, Cetakan Pertama, Grafika Karya Utama, Jakarta, 2004.

Bwoga Hanantha, Yoseph Agus dan Tony Marsyahrul, “Pemeriksaan Pajak di Indonesia”, PT. Grasindo, Jakarta, 2005.

Chaidir Ali, “Hukum Pajak Elementer”, 1993.

Consuelo G. Sevilla dkk, “Pengantar Metode Penelitian”, Penerjemah Alimuddin Tuwu, UI Press, Jakarta, 1993.

Departemen Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, tanggal 7 Desember 2006.

Departemen Keuangan Republik Indonesia. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Tentang Petunjuk Pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.

Eko Novianto Nugroho, ”Pelanggaran di Bidang Perpajakan”, Indonesian Tax Review Volume IV/ Edisi50, 2005.

Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, “Perpajakan Teori dan Aplikasi”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Iis Rahmawati. “Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pelaporan SPT Masa PPN Dikaitkan Dengan Rencana Penerimaan PPN Pada KPP Jakarta Cilandak”, 2006.

Kompas. ”Kenaikan Jumlah Wajib Pajak”, Jakarta,2008.

Mardiasmo. Drs., Akt., MBA, “Perpajakan”, Edisi ke-5, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta,1997.

Nur Indriantoro. Dr., M.Sc., Akt, dan Bambang Supomo. Drs., M.Si., Akt, “Metodologi Penelitian Bisnis”, Edisi pertama, BPFE Yogyakarta.

Rimsky K. Judisseno, “Pajak dan Strategi Bisnis”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.

Santoso Brotodihardjo, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, Edisi ke tiga, PT. Eresco, Bandung, 1995.


(6)

Siti Resmi, “Perpajakan: Teori dan Kasus”, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta, 2003.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000, Tanggal 17 Juli 2007.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-123/PJ/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, Tanggal 15 Agustus 2006.

Wira Sakti, “Menyimak Permasalahan Pajak Dalam Meningkatkan Jumlah Wajib Pajak”, Inovasi Online Edisi vol.6/xiii/ Maret 2006.

Wirawan dan Waluyo, “Perpajakan Indonesia”, Salemba Empat, Jakarta, 1999. www.pajak.go.id.