73
pelaksana Pemeriksaan.
92
F. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
1. Hak Wajib Pajak
Dalam pelaksanaan
Pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak berhak: a. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal
Pemeriksa Pajak dan SP2; b. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan;
c. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa
Pajak mengalami perubahan; d. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang
alasan dan tujuan Pemeriksaan; e. menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
f. menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan;
g. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang
belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
h. memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.
93
2. Kewajiban Wajib Pajak
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak wajib:
1 Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib:
92
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17PMK.032013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, Pasal 12.
93
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17PMK.032013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, Pasal 13.
Universitas Sumatera Utara
74
a. memperlihatkan danatau meminjamkan buku, catatan, danatau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
b. memberikan kesempatan untuk mengakses danatau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
c. memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak danatau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga
digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, danatau barang yang dapat
memberi petunjuk
tentang penghasilan
yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta
meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak; d. memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, yang dapat berupa:
1 menyediakan tenaga danatau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan
peralatan danatau keahlian khusus; 2 memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang
bergerak danatau tidak bergerak; danatau 2 menyediakan
ruangan khusus
tempat dilakukannya
Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak;
e. menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP; dan f. memberikan keterangan lisan danatau tertulis yang diperlukan.
2 Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib:
a. memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan;
b. memperlihatkan danatau meminjamkan buku, catatan, danatau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk
data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak;
c. memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan; d. menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP;
e. meminjamkan Kertas Kerja Pemeriksaan KKP yang dibuat oleh akuntan
publik; dan f.
memberikan keterangan lisan danatau tertulis yang diperlukan.
94
94
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17PMK.032013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, Pasal 14.
Universitas Sumatera Utara
75
G. Upaya Hukum Wajib Pajak Badan atas Surat Ketetapan Pajak tanpa Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan SPHP atau Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan
Closing Conference
Setelah dilakukan pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak, maka hasil pemeriksaan wajib disampaikan kepada wajib pajak melalui penyampaian Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan SPHP beserta lampirannya, dan kepada wajib pajak diberikan hak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan closing
conference. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan tersebut disampaikan oleh pemeriksa pajak secara langsung atau melalui kurir, faksimili, pos, atau jasa
pengiriman lainnya. Setelah SPHP diterbitkan oleh pemeriksa, maka wajib pajak diberikan
kesempatan untuk memberi tanggapan. Setelah surat tanggapan selesai, kemudian disampaikan ke KPP atau unit yang melaksanakan pemeriksaan. Setelah tanggapan
wajib pajak diterima oleh KPP atau jangka waktu 7 tujuh hari kerja sudah habis dan wajib pajak tidak memberikan tanggapan, maka 3 tiga hari kerja kemudian tetap
akan ada undangan untuk melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Apapun yang terjadi dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib membuat
risalah pembahasan. Jika wajib pajak tidak hadir, maka selain risalah pembahasan, juga ditambah
dengan berita acara ketidakhadiran wajib pajak. Jika tanggapan wajib pajak setuju atas hasil pemeriksaan, baik persetujuan tersebut disebutkan dalam surat tanggapan
mapun persetujuan tersebut setelah ada pembahasan, maka dibuat berita acara
Universitas Sumatera Utara
76
pembahasan akhir hasil pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa dan wajib pajak.
Apabila pemeriksa pajak langsung menerbitkan SKP tanpa memberikan SPHP dan Closing Conference terlebih dahulu, maka tentu saja akan mengakibatkan
ketidakadilan bagi Wajib Pajak karena Wajib Pajak tidak mengetahui apa yang seharusnya dibahas dalam SPHP, maka UU KUP melindungi Wajib Pajak dari
ketidakadilan yang diakibatkan dari tidak adanya SPHP dan Closing Conference seperti disebutkan dalam UU KUP, bahwa Direktur Jenderal Pajak karena jabatan
atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa :
1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau 2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
95
Proses pemberitahuan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir merupakan bagian yang harus dilakukan oleh pemeriksa pajak, apabila hal itu tidak dilakukan
oleh pemeriksa pajak, maka hasil pemeriksaan menjadi tidak sah dan dapat dibatalkan, artinya hak wajib pajak tidak dipenuhi untuk bisa melakukan pembahasan
atas pemeriksaan yang dilakukan dan produk hukum ketetapan pajak bisa dimintakan untuk dibatalkan. Hal ini dengan tegas diatur dalam ketentuan Pasal 13 Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, upaya hukum yang ditempuh adalah melalui
95
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 36 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
77
mekanisme pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana yang diatur Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pembatalan surat ketetapan pajak diatur dalam ketentuan Pasal 36 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pembatalan dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan wajib pajak
berlandaskan unsur keadilan karena adanya surat ketetapan pajak yang tidak benar.
96
Selanjutnya di dalam
Pasal 2 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
8PMK.032013 tentang Tata
Cara Pengurangan
atau Penghapusan Sanksi
Administrasi dan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak
dinyatakan bahwa
Direktur Jenderal
Pajak berdasarkan permohonan Wajib
Pajak dapat: a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda,
dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan
Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang KUP yang tidak benar; atau
d. membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
1 penyampaian surat
pemberitahuan hasil
pemeriksaan atau
surat pemberitahuan hasil verifikasi; danatau
2 pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi dengan Wajib Pajak.
97
96
Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Op.Cit., hal 69.
97
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8PMK.032013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak, Pasal 2.
Universitas Sumatera Utara
78
Adanya pembatalan surat ketetapan pajak akibat pemeriksaan yang
dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa pembahasan akhir hasil pemeriksaan, menjadi amat penting untuk diketahui waijb
pajak. Oleh karena pemberitahuan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan merupakan wujud transparansi proses pemeriksaan yang harus
dilaksanakan.
98
Untuk memperoleh pembatalan surat ketetapan Pajak, wajib pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 1 satu permohonan untuk 1 satu surat tagihan pajak atau surat ketetapan pajak, termasuk surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang
dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
b. Diajukan tertulis dalam bahasa Indonesia. c. Mencantumkan jumlah pajak yang seharusnya terutang menurut perhitungan
wajib pajak disertai alasan yang mendukung permohonannya. d. Disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar.
e. Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan wajib pajak, permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
99
Setelah diajukan
permohonan pembatalan
oleh wajib pajak, Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas permohonan wajib pajak
98
Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Op.Cit., hal 69
99
Ibid., hal 70.
Universitas Sumatera Utara
79
dalam jangka waktu paling lama 6 enam bulan sejak tanggal diterimanya permohonan wajib pajak. Apabila dalam jangka waktu dimaksud telah lewat
dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan wajib pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus
menerbitkan suatu keputusan sesuai permohonan yang diajukan wajib pajak.
100
Wajib Pajak hanya dapat mengajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebanyak 2 dua kali ke Direktorat Jenderal Pajak,
sebagaimana diatur
dalam Pasal
14 Peraturan
Menteri Keuangan
Nomor 8PMK.032013
tentang Tata
Cara Pengurangan
atau Penghapusan
Sanksi Administrasi dan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak.
Kemudian, apabila wajib pajak tetap tidak puas atas keputusan pembatalan dimaksud, wajib pajak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak.
Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagai salah satu upaya hukum untuk mencari keadilan bagi Wajib Pajak hendaknya dapat diwujudkan sebagai akibat dari
diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak
tanpa Surat
Pemberitahuan Hasil
Pemberitahuan atau tanpa Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Berdasarkan teori keadilan, bahwa keadilan itu tidak berat sebelah tidak memihak,
antara wajib pajak dengan fiskus. Wajib pajak mencari keadilan dengan mendapatkan SPHP dan diberi kesempatan pada saat Closing Conference, sementara fiskus juga
harus mendapatkan keadilan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
100
Ibid., hal 70.
Universitas Sumatera Utara
80
Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan tanpa Surat Pemberitahuan Hasil Pemberitahuan atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan wajib pajak
terlebih dahulu akan menimbulkan ketidakadilan bagi wajib pajak. Ketidakadilan bagi wajib pajak tentu saja sangat merugikan Wajib Pajak, mengingat Wajib Pajak
tidak dilibatkan secara langsung dalam pembahasan hasil pemeriksaan yang berupa pos-pos yang telah dikoreksi pokok pajak yang terutang baik yang disetujui maupun
yang tidak disetujui serta penghitungan sanksi administrasi setelah Wajib Pajak diperiksa. Wajib Pajak yang merasa tidak adil terhadap Surat Ketetapan Pajak yang
diterbitkan atau Closing Conference dapat menuntut pembatalan terhadap Surat Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan. Dalam hal ini, hak Wajib Pajak merupakan
jaminan hukum yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk dapat menjalankan dan bahkan menuntut apa yang merupakan hak mereka yang diberikan Undang-Undang
kepada Pemerintah. Disamping teori keadilan, adapun teori tujuan hukum yang digunakan untuk
menjawab permasalahan dalam hal ini. Tujuan hukum harus memenuhi 3 tiga hal pokok yang sangat prinsipil yang hendak dicapai yaitu keadilan, kepastian hukum dan
kemanfaatan. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisebel terhadap
tindakan sewenang-wenang, dalam hal ini yaitu Direktorat Jenderal Pajak yang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak tanpa pembahasan akhir terlebih dahulu kepada
Wajib Pajak. Setiap masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas
menciptakan kepastian hukum. Kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
81
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM WAJIB PAJAK BADAN ATAS SURAT
KETETAPAN PAJAK YANG DIHASILKAN DARI PEMERIKSAAN PAJAK TIDAK SESUAI KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PERPAJAKAN
Dalam setiap pemeriksaan pajak, produk hukum Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan seringkali terjadi perbedaan perhitungan antara fiskus dengan wajib
pajak. Perbedaan perhitungan antara Wajib Pajak dan Fiskus dikarenakan tidak adanya titik temu dalam persepsi penafsiran peraturan perundang-undangan
perpajakan, penghitungan serta penerapan peraturan perundang-undangan secara jelas. Perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Fiskus inilah yang dapat
menyebabkan terjadinya sengketa pajak.
A. Sengketa Pajak
Dalam praktek seringkali terjadi wajib pajak tidak menyetujui besarnya jumlah pajak yang dipergunakan sebagai dasar pengenaan pajak sebagaimana yang
tertuang dalam SKP. Perbedaan perhitungan antara fiskus dan wajib pajak inilah merupakan salah satu sebab timbulnya suatu sengketa pajak.
Sengketa pajak merupakan sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang fiskus
sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan,
termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan pajak berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa. Pengadilan pajak yang dibentuk berdasarkan
81
Universitas Sumatera Utara
82
undang-undang nomor 14 tahun 2002 merupakan badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud undang-undang tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Teori demokrasi deliberatif menyatakan penyusunan suatu hukum peraturan yang demokratis menjamin semua kepentingan masyarakat, bila dalam proses
penyusunannya memberi
akses dan
membuka komunikasi
dengan semua
masyarakat
101
. Teori ini digunakan untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan materi perundang-undangan perpajakan khususnya yang berkaitan dengan
penyelesaian sengketa pajak. Pajak meskipun dijadikan sebagai sumber penerimaan utama negara tetapi dalam pemungutannya tidak boleh sewenang-wenang dan
mengorbankan kepentingan yang lain. Pengenaan sanksi administrasi yang tinggi dalam keberatan dan banding pada dasarnya dimaksudkan agar lembaga keberatan
dan banding tidak dijadikan alasan penundaan pembayaran pajak tetapi disisi lain bagi wajib pajak sanksi tersebut, dianggap sebagai suatu ancaman dan hambatan
dalam proses pencarian keadilan. Teori ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk membuat suatu ketentuan yang mengatur penyelesaian sengketa pajak yang
tetap menyeimbangkan kepentingan wajib pajak dengan kepentingan fiskus. Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam penyusunan peraturan
merupakan salah satu ciri dari teori ini sehingga tercipta suatu peraturan yang sesuai dengan aspirasi rakyat.
101
Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,1999, hal 23.
Universitas Sumatera Utara
83
Sengketa pajak terjadi karena perbedaan cara pandang antara Wajib Pajak dan fiskus tentang jumlah pajak, oleh karena itu terdapatlah dua pihak yang berada dalam
posisi yang berlawanan. Mereka adalah Wajib Pajak yang diberi beban untuk membayar pajak dan Petugas Pajak yang merupakan pihak yang berwenang dalam
mengawasi pemenuhan kewajiban pajak serta diberi target untuk mengumpulkan pajak untuk membiayai pengeluaran negara.
Dalam posisi yang saling berlawanan kepentingan ini, kedua pihak seringkali berbeda pendapat dalam hal-hal tertentu. Perbedaan inilah yang biasa disebut
sengketa pajak. Sengketa pajak biasanya terjadi ketika Wajib Pajak keberatan atas produk hukum yang diterbitkan oleh otoritas pajak fiskus baik melalui pemeriksaan
dengan Surat Ketetapan Pajak maupun Surat Tagihan Pajak. Dalam kerangka negara hukum wajib pajak berhak diberi perlindungan
hukum, yang salah satu bentuknya adalah perlindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa. Menurut sifat sengketa pajak dan upaya hukumnya,
sengketa pajak dibagi atas 2 dua, yaitu :
1. Sengketa Pajak Formal