strengthening community
conserved area. Turkey 1-5 October 2007.
Tiga Cara Untuk Memulihkan
Workbook Excel Yang Rusak
Ikut Tri Handoyo, A.Md, Puslit Limnologi-LIPI
ikuttri.handoyoyahoo.com
ungguh akan
menjadi mimpi yang sangat buruk bagi
pengguna Excel jika
mendapati workbook-nya rusak
corrupted atau
damaged. Kerusakan tersebut dapat terjadi
karena beberapa hal, namun yang menjadi berita baik adalah
bahwa kerusakan yang terjadi pada
workbook dapat diperbaiki atau dipulihkan. Jika suatu
workbook mengalami kerusakan maka Excel secara otomatis
melakukan
pemulihan automated
recoveryFile Recovery Mode, yaitu dengan
berusaha membuka ulang dan secara
serempak akan
memperbaiki workbook yang
rusak pada file tersebut. Excel
mengindentifikasi isi filedata
workbook yang rusak sambil memperbaikinya. Jika perbaikan
gagal, Excel akan berusaha kembali untuk membuka
S
workbook tersebut tapi bukan untuk berusaha memperbaiki,
namun Excel menyadap nilai cell
dan menampilkan data hasil formulanya saja.
Dalam keadaan tertentu Excel terkadang tidak melakukan
automated recovery, tapi pengguna Excel tidak perlu putus
asa karena ada langkah-langkah lain yang dapat membantu,
yaitu:
1. Memulihkan atau
Memperbaiki Workbook
File Excel Secara Manual
Pada menu File, klik
Open. Excel 2007: klik Tombol
Microsoft Office ,
kemudian klik Open.
Pada kotak dialog Open, pilih
fileworkbook yang rusak.
Klik tanda panah di
sebelah tombol
Open, kemudian klik Open and
Repair. Selanjutnya pilih metode yang digunakan
untuk
memperbaiki workbook
yang rusak.
Repair: untuk memulihkan data pada
workbook
5
Warta Limnologi – No. 45Tahun
XXIII
Desember 2010
sebanyak mungkin.
Extract Data: menyadap dan menampilkan nilai dan
formula dari workbook jika
pemulihan workbook tidak
berhasil.
Penting. Jika kerusakan workbook diakibatkan karena
disk error atau network error maka tidak mungkin untuk
membuka
workbook tersebut. Pindahkan lokasi
workbook tersebut ke tempat lain
sebelum menghabis-kan
waktu untuk mencoba pilihan- pilihan cara memulihkan
file pada langkah nomor 2 atau
nomor 3.
2. Menggunakan Versi File
yang Terakhir Disimpan
Jika saat bekerja dengan Excel tiba-tiba
file tersebut rusak
corrupt atau damaged sebelum data terakhir dapat
disimpan, maka worksheet
original dapat dipulihkan
dengan cara mengembalikan kondisi
file pada kondisi terakhir tersimpan.
Langlah-langkah untuk
mengembali-kan versi file
yang terakhir disimpan yaitu:
Pada menu File, klik
Open. Excel 2007: klik Tombol
Microsoft Office ,
kemudian klik Open.
Pilih nama
file yang sedang dikerjakan.
Muncul kotak dialog pesan
“Revert to Saved Data?”, klik Ok.
Excel 2007: klik Yes untuk membuka
kembali workbook.
Catatan:
Workbook yang
terbuka adalah kondisi workbook
tersebut yang terakhir tersimpan. Adapun
perubahan yang
menyebabkan rusaknya
workbook tersebut tidak
tersimpan.
3. Berusaha Membuka File
yang Rusak Dengan Program yang Lain
Jika Excel tidak dapat membuka
workbook yang rusak, ada beberapa program
yang lain yang dapat digunakan untuk mencoba
membukanya. Microsoft Tool adalah salah satu pilihannya,
cara yang digunakan adalah sebagai berikut:
Klik Start pada Windows XPtombol bulat
Start
pada windows Vista7, pilih All Programs.
Pilih Microsoft Office, kemudian
Microsoft Office
Tools dan
Microsoft Office
Application Recovery.
Pada kotak dialog yang
muncul, pilih Microsoft Office Excel.
Klik Recover Application.
6
Warta Limnologi – No. 45Tahun
XXIII
Desember 2010
Workbook yang rusak juga dapat dibuka dengan
menggunakan Microsoft
WordPad. Satu-satunya
alternatif adalah WordPad akan mengkonversi seluruh
data ke dalam bentuk teks, dan
WordPad tidak
memulihkan formula-
formulanya. Walaupun
demikian, dengan WordPad setidaknya
akan mengembalikan data yang
penting. WordPad juga akan memulihkan prosedur
Visual Basic Script VBS pada
Macros yang dapat dicari pada recovered text for “Sub” and
“Function” untuk mencarinya.
File .xls yang rusak
memungkinkan juga untuk dibuka dengan Word, namun
sekali lagi data adalah satu- satunya yang dapat dipulihkan
walaupun
hasil yang
ditampilkan tidak beraturan. Jadi lakukan hanya sebagai
usaha terakhir.
Diterjemahkan dari:
“3 ways to recover a corrupted Excel
workbook“, HP Technology at Work Index –
Articles Archive. Homepage Online. Available from
http:h30458.www3.hp.com aprensmb902514.html;
Internet; Diakses pada 20 Januari 2010.
“Repairing corrupted files in Excel” – Applies to: Microsoft
Office Excel 2003, Microsoft Office Online. Available from
http:office.microsoft.comen- us
excelHA010346561033.aspx; Internet; Diakses pada 21
Januari 2010.
“Repairing a
corrupted workbook” – Applies to:
Microsoft Office Excel 2007, Microsoft Office Online.
Available from http:office. microsoft.comen-usexcel
HA100970171033.aspx; Internet; Diakses pada 21
Januari 2010.
SEDIMENTASI DI WADUK GAJAH
MUNGKUR
Dini Daruati, Puslit Limnologi-LIPI dini_daruyahoo.com
aduk Gajah Mungkur di
Wonogiri merupakan
bangunan pengendali banjir di DAS
W
7
Warta Limnologi – No. 45Tahun
XXIII
Desember 2010
Bengawan Solo Hulu. Dengan adanya waduk tersebut maka
masalah banjir di Bengawan Solo dapat dikurangi. Masalah yang
timbul adalah bahwa umur waduk yang direncanakan 100
tahun kemungkinan tidak dapat tercapai
karena tingkat
sedimentasinya yang cukup tinggi. Umur waduk 100 tahun
tersebut didasarkan pada asumsi tingkat sedimentasi dapat
ditekan menjadi 1,2 mmtahun. Hasil studi yang pernah dilakukan
oleh peneliti dari Universitas Gadjah Mada menyebutkan
bahwa selama periode 1981- 1985 tingkat sedimentasinya
mencapai 5,3 mmtahun. Berdasarkan angka tersebut
maka diperkirakan Waduk Gajah Mungkur hanya berumur 27
tahun.
Daerah Tangkapan Waduk DTW Gajah Mungkur secara
geografis terletak pada 7
o
23’- 8
o
15’LS dan 110
o
4’-111
o
18’BT. Secara administratif sebagian
besar terletak di Kabupaten Wonogiri dan sebagian lainnya di
Kabupaten
Pacitan dan
Karanganyar. Luas DTW Gajah Mungkur 135.000 ha dengan
genangannya flooding area
seluas 13.600 ha Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah DAS Solo Hulu, 1985. Daerah Tangkapan Waduk
Gajah Mungkur terbagi atas enam sub DAS, yaitu Keduang
42.664 ha, Wiroko 20.580 ha, Temon 6.935 ha, Solo Hulu
19.976 ha, Alang Unggahan 23.528 ha dan Wuryantoro
7.333 ha. Curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2.584 mm
dengan musim hujan terjadi pada bulan November-April dan musim
kemarau pada bulan Mei- Oktober. Kondisi geologi yang
ada berupa daerah dengan formasi vulkanik pada bagian
sebelah Utara-Timur, campuran vulkanik dengan batuan sedimen
di sebelah Timur dan Barat dan batuan kapur di bagian Selatan.
Jenis tanah yang dijumpai terdiri atas Litosol 29,05 , Grumusol
31,40 , Latosol 11,37 , dan Mediteran 40,70 . Kondisi
topografi umumnya berbukit dan bergunung. Penggunaan lahan
yang dominan adalah tegal 38,57 , sawah 36,43 ,
pekarangan 23,86 , hutan 10,90 , dan lainnya 6,67 .
Sukresno dan Rahardyan, 2001
Menurut penelitian Pramono et al., 2001, sedimentasi di
DTW Gajah Mungkur mulai turun sejak tahun 1991 dari 29
tonhatahun menjadi
8 tonhatahun. Hal ini diakibatkan
oleh adanya kegiatan rehabilitasi lahan yang telah dimulai sejak
tahun 1989 dan rendahnya curah hujan tahun 1997. Tingkat
sedimentasi mulai naik lagi pada tahun 1998, dari 8 tonhatahun
pada tahun 1997 menjadi 33 tonhatahun pada tahun 1998.
Adanya El-Nino tahun 1997 yang menyebabkan kekeringan dan
adanya La-Nina pada tahun 1998 yang menyebabkan curah hujan
yang terjadi berada di atas rata- rata normal, sehingga besar
erosivitas hujan juga meningkat. Tingkat sedimentasi sejak tahun
1998 sampai tahun 2000 sudah melebihi tingkat sedimentasi
tahun
1991 sehingga
dikhawatirkan umur waduk akan lebih pendek lagi.
Penelitian tersebut
menganalisis kecenderungan
8
Warta Limnologi – No. 45Tahun
XXIII
Desember 2010
perubahan kondisi hidrologi di empat Sub DAS Wuryantoro,
Alang, Temon, dan Keduang yang masuk ke Waduk Gajah
Mungkur. Analisis tersebut meliputi
data tingkat
sedimentasi, hasil air, dan koefisien regim sungai pada
masing-masing Sub DAS. Bahan dan alat yang diperlukan berupa
Automatic Water Level Recorder AWLR,
Automatic Rainfall Recorder ARR, Ombrometer,
Suspended sediment sampler, dan Peta Topografi. Data yang
diperlukan adalah data curah hujan, data Tinggi Muka Air TMA
dan data sampel sedimen. Data curah hujan diolah menjadi hujan
rata-rata dengan metode
polygon Thiesen, data TMA diolah menjadi
debit dengan
menggunakan stage-discharge
rating curve, dan data sampel sedimen diolah menjadi tingkat
sedimentasi dengan
menggunakan suspended-
discharge rating
curve. Perubahan
debit sungai
m
3
detik menjadi
debit limpasan dilakukan dengan
mengubah satuan m
3
dtk menjadi mmtahun, dengan
demikian data debit dapat dibandingkan antara Sub DAS
yang satu dengan lainnya tanpa terpengaruh oleh luas Sub DAS.
Pengukuran sedimen dilakukan pada masing-masing
outlet dari empat Sub DAS yang masuk ke
Waduk Gajah Mungkur. Koefisien aliran
menunjukkan perbandingan antara debit
dengan curah hujan yang menyebabkannya. Koefisien ini
menggambarkan kondisi hidrologi suatu DAS. Menurut Cook dan
Bansby-Williams dalam Suyono 1996 DAS yang baik
mempunyai koefisien aliran 0,50, DAS yang cukup
mempunyai koefisien antara 0,50 – 0,75 dan DAS yang buruk
koefisien alirannya 0,75. Jika hanya dilihat dari koefisien aliran
tersebut, Sub DAS yang ada di Daerah Tangkapan Air DTA
Waduk Gajah Mungkur masih relatif baik dengan nilai koefisien
rata-rata berkisar antara 0,22 sampai 0,48. Selain itu koefisien
alirannya juga cenderung semakin membaik.
Sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur masih tetap terjadi
walaupun telah dilakukan upaya Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
Tanah RLKT secara luas di DTW Gajah Mungkur pada periode
1988-1994. Hal tersebut memperlihat-kan
bahwa penanganan RLKT yang dilakukan
kemungkinan masih belum sesuai
dengan sasaran
penanganan yang seharusnya dilakukan,
yaitu dalam
mengidentifikasi sumber-sumber erosi di DTW Gajah Mungkur
sebagai asal
terjadinya sedimentasi.
Permasalahan tersebut
melatarbelakangi Sukresno dan Rahardyan 2001
untuk mengevaluasi sumber- sumber erosi-sedimentasi di
Waduk Gajah Mungkur dengan metode korelasi ukuran butir
tanah asli di DTW Gajah Mungkur dengan ukuran butir sedimen di
Waduk Gajah Mungkur.
Tanah asli yang mewakili untuk tiap jenis tanah yang ada
di masing-masing enam sub DAS di DTW Gajah Mungkur diambil
sebagai
sampel untuk
mendeteksi karakteristik ukuran butir asal sedimen, sedangkan
9
Warta Limnologi – No. 45Tahun
XXIII
Desember 2010
sampel endapan sedimen diambil dari muara sungai di enam sub
DAS tersebut. Pengambilan sampel tanah asli asal sedimen
dan endapan sedimen dilakukan pada musim kemarau tahun 1994
dengan menggunakan bor tanah untuk sampel tanah dan sedimen
lapisan permukaan 0-10 cm. Selanjutnya sampel tanah dan
sedimen tersebut dianalisis ukuran butir untuk fraksi liat
0,002 mm, debu dan pasir halus 0,1-0,002 mm dan pasir kasar
0,1-2,0 mm penggolongan berdasarkan USDA. Untuk
mengetahui hubungan antara tanah asal sedimen dengan
sedimen dilakukan dengan membandingkan antara ukuran
butir tanah asli dan endapan sedimennya pada ke enam sub
DAS Keduang, Wiroko, Temon, Solo Hulu, Alang Unggahan dan
Wuryantoro di DTW dan Waduk Gajah Mungkur.
Hasil penelitian Pramono et
al., 2001 tersebut menunjukkan
bahwa sebagian besar sedimen di Waduk Gajah Mungkur bukan
berasal dari hasil erosi ditempat
sheet-rill erosion namun dapat berasal dari erosi tebing sungai,
erosi tebing jalan, erosi parit dan erosi jurang
gully, terutama di sub DAS Wiroko, Temon, Solo
Hulu dan Alang Unggahan. Hal ini karena ukuran butir material
sedimen di waduk pada sub DAS tersebut lebih kasar dibanding
tanah aslinya. Kondisi ini mencerminkan
bahwa penanganan erosi lahan dengan
praktek konservasi tanah seperti terasering dan lain-lain telah
dilakukan dengan tepat, namun penangan erosi pada
offsite pada alur-alur sungai belum
tepat sasaran. Pada sub DAS Keduang dan Wuryantoro
menunjukkan bahwa ada korelasi yang sama antara besar ukuran
butir material tanah asli di DTW dengan ukuran butir sedimen di
waduk. Hasil sedimen yang berada di muara sungai Keduang
dan Wuryantoro ukuran butirnya masih memiliki karakteristik yang
sama dengan sumbernya tanah asli di DTW, hal ini
memperlihatkan bahwa sedimen tersebut merupakan hasil
langsung dari erosi
sheet-rill, maupun tanah longsor dan erosi
jurang yang terutama banyak
terjadi pada lahan-lahan garapan tegal.
Kondisi ini
memperlihatkan bahwa
penanganan konservasi tanah yang
ditujukan untuk
mengendalikan baik erosi onsite
maupun erosi offsite belum
dilakukan sesuai sasaran. Hal tersebut mengakibatkan hasil
erosi yang berada di DTW terutama di sub DAS Keduang
dan Wuryantoro hampir semua menjadi sedimen di waduk.
Muara kedua sub DAS tersebut sangat dekat dengan tubuh
bendung Waduk Gajah Mungkur.
Berdasarkan analisis sumber erosi-sedimentasi di atas,
penanganan RLKT di sub DAS Wiroko, Temon, Solo Hulu dan
Alang Unggahan perlu lebih diarahkan untuk mengendalikan
erosi tebing sungai, erosi tebing jalan, erosi parit dan erosi jurang.
Untuk sub DAS Keduang dan Wuryantoro penanganan RLKT-
nya lebih diarahkan untuk mengendalikan erosi
sheet-rill, tanah longsor dan erosi jurang.
Pengerukan Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri akan sia-sia
10
Warta Limnologi – No. 45Tahun
XXIII
Desember 2010
bila tidak diikuti dengan usaha menahan laju erosi. Erosi yang
berlebihan dari bagian hulu sungai akan menyebabkan
pengendapan di waduk lebih cepat bertambah. Hal itu
diungkapkan oleh Kepala Badan Penelitian Teknologi Daerah
Aliran Sungai DAS Nugroho Sulistyo Priyono, Pengerukan
tidak akan efektif kalau penahan erosi di bagian hulu tidak
diperhatikan, terutama erosi dari Sungai Keduang yang cukup
tinggi, jelas Nugroho Kompas, 2009. Pengerukan lumpur di
Waduk Gajah Mungkur Wonogiri telah dimulai sejak bulan Mei
2003. Proses pengerukan ini merupakan bantuan dari Japan
International Cooperation Agency JICA sebanyak Rp 60 miliar.
Menurut Nugroho, sebenarnya sudah
ada beberapa
pembangunan pengendali erosi, tetapi oleh pemerintah daerah,
bangunan tersebut tidak dipelihara. Misalnya di hulu
Sungai Keduang yang terdapat beberapa bangunan pengendali
erosi. Bangunan pengendali erosi itu bisa dibangun dari bambu
atau batu. Mengendalikan laju erosi juga bisa dilakukan dengan
membuat terasering pada permukaan tanah. Ia juga
mengusulkan, pemerintah dapat membuat bangunan penahan
erosi dari bambu yang langsung ditanam karena bambu tahan
lama. Bupati Wonogiri H. Begug Poernomosidi mengemukakan
bahwa seharusnya tidak hanya dilakukan pengerukan lumpur
yang telah terlihat di dekat bendungan. Perlu juga dilakukan
pembuatan cek dam pada anak- anak Sungai Bengawan Solo dan
perbaikan hutan-hutan yang ada di daerah hulu, baik itu milik
rakyat maupun Perhutani yang sekarang telah rusak berat akibat
banyaknya penjarahan kayu Surat Kabar Kompas, 2009.
Daftar Pustaka Pramono I.B, Sukresno dan U.H.
Murtiono. 2001. Evaluasi
Kondisi Hidrologi di Daerah Tangkapan Air Waduk Gadjah
Mungkur, Wonogiri. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Pengelolaan Das Surakarta,
hal 75-84.
Sukresno dan Rahardyan, N.A. 2001. Evaluasi Sumber-
Sumber Erosi-Sedimentasi di Waduk Wonogiri. Prosiding
Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Pengelolaan Das Surakarta, hal 51-59
Suyono. 1996. Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Dalam Kontek Hidrologi dan
Kaitannya dengan
Pembangunan Berkelanjutan. Pidato pada Pengukuhan
Jabatan Lektor Kepala Madya di Fakultas Geografi UGM.
Surat Kabar Kompas. 5 Februari 2009.
Pendangkalan Waduk Gajah Mungkur
Mengkhawatirkan.
PRESERVASI MIKROBA UNTUK PELESTARIAN DAN
STABILITAS PLASMA
Muhammad Badjoeri, Puslit Limnologi-LIPI
mbadjoeriyahoo.com
I
11
Warta Limnologi – No. 45Tahun
XXIII
Desember 2010
ndonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman
hayati mikroba. Berbagai jenis mikroba telah dimanfaatkan
manusia sebagai penghasil antibiotik pada industri obat-
obatan dan kedokteran, probiotik pada
industi makanan,
biofertilizer pada industri pertanian dan perikanan, agen
bioremedasi pada pengolahan limbah dan penanganan
pencemaran lingkungan. Mikroba selain sangat beragam jenisnya
juga sangat dipengaruhi faktor lingkungan sehingga dapat
mengalami perubahan karakter, baik fisiologis maupun genetik.
Karena itulah para peneliti berupaya mencari berbagai
teknik untuk menyimpan dan mengawetkannya
agar ketersediaan isolat mikroba yang
stabil dan pemanfaatannya dapat berkelanjutan.
Preservasi mikroba adalah upaya
penyimpanan dan pemeliharaan koleksi atau
plasma nutfah mikroba dalam jangka waktu tertentu dan
apabila suatu saat diperlukan dapat dengan mudah diperoleh
kembali dengan kondisi yang relatif stabil. Keberhasilan
preservasi mikroba ditentukan oleh: 1 penguasaan teknologi, 2
ketersediaan fasilitas dan 3 ketersediaan tenaga yang
terampil. Tujuan preservasi: 1. menahan
laju aktivitas
metabolisme mikroba sehingga viabilitas daya tumbuh nya
dapat dipertahankan,
2 memelihara isolat mikroba
sehingga mempunyai recovery
daya tumbuh kembali dan kelangsungan hidup yang tinggi
dengan perubahan karakter yang minimum Machmud, 2001.
Berbagai cara atau teknik preservasi mikroba telah banyak
dikembangkan Howard 1955, Davis 1975, Fletcher and Young
1997, Obara
et al. 1981, Badjoeri dan Widiyanto 1999, Machmud
2001, Kusmiati dan Priyadi 2003, dan Yuniarti
et al. 2003 yaitu :
1. Preservasi mikroba untuk jangka waktu pendek: