Potensi sumberdaya hayati Kondisi sosial ekonomi

Sungai Kapuas adalah pemasok utama air untuk kawasan Danau Sentarum pada musim hujan. Namun, pada musim kemarau lahan basah dalam kawasan ini mengalirkan airnya ke dalam Sungai Kapuas. Yuliani et al. 2007 menyatakan bahwa pada saat musim hujan, kawasan ini menyerap 25 air Sungai Kapuas dan menyumbangkan 50 kandungan airnya ke Sungai Kapuas pada musim kemarau. Proses hidrologi ini didukung oleh curah hujan rata-rata yang berkisar sekitar 3.900 mm per tahun, sementara daerah tangkapan perbukitan dan kawasan pegunungan menerima 4.500-6.000 mm per tahun Aglionby, 2000. Secara umum kawasan perairan Danau Sentarum tergolong kawasan perairan mengalir lotic ecosystem. Kawasan lahan basah di Taman Nasional ini meliputi danaurawa musiman yang tersambung dengan lahan basah lain seperti hutan rawa gambut peat lands and tall swamp forest tanah gambut dan hutan berawa, fresh water swamp rawa air tawar dan stunteddwarf swamp forest hutan berawa yang mengalir atau tergenang, dan riparian swamp forest hutan berawa pinggiran. Selain itu juga terdapat hutan Dipterocarp sekunder hills and hill Forest. Kondisi Danau Sentarum saat musim hujan dan musim kemarau dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Kondisi Danau Sentarum saat musim hujan atas dan musim kemarau bawah. Sumber Dennis et al. 2000

C. Potensi sumberdaya hayati

Secara keseluruhan, di dalam kawasan ini terdapat 16 spesies yang terancam punah International Union for Conservation of Nature IUCN 2 Warta Limnologi – No. 45Tahun XXIII Desember 2010 list, 26 spesies yang tergolong dalam CITES Convention on International Trade in Endangered Species konvensi internasional tentang perdagangan spesies yang terancam punah, 143 mamalia 29 diantaranya endemik di Pulau Kalimantan dan populasi orang utan Pongo pygmaeus. Selain itu juga terdapat 282 spesies burung dan 26 spesies reptil, lebih dari 150 spesies anggrek dan 500 spesies tanaman telah diidentifikasi keberadannya di kawasan ini. Beberapa spesies ikan yang sangat penting dalam kehidupan penduduk lokal adalah Clown Loach dan Ithe Asian Arowana Schleropages formosus Marbled Goby Oxyeleotris marmorata, Sultan Fish Leptobarbus hoevenii, Featherback Chitala lopis, dan Giant Snakehead Channa micropeltes. Ikan Arwana menjadi sumber perhatian utama karena penurunan populasi besar- besaran yang terjadi akibat penangkapan berlebih karena nilai jualnya yang mencapai 3000 per ikan Dudley, 2000.

D. Kondisi sosial ekonomi

Dari hasil sensus penduduk pada tahun 1997 diperkirakan sekitar 8.480 penduduk tetap terdaftar di wilayah ini. Penduduk lokal digolongkan dalam dua suku yaitu Iban Dayak dan Malay. Suku Iban Dayak memenuhi kebutuhan hidup mereka melalui kegiatan perikanan tangkap, perkebunan, persawahan, dan agroforestry Sedangkan suku Malay melakukan kegiatan perikanan tangkap, pengumpulan kayu dan budidaya ikan. Industri yang sangat penting diwilayah ini adalah industri penghasil madu yang dimulai sejak tahun 1800 de Mol, 1933 dalam Aglionby, 2000. Sekitar 13 jumlah keluarga terlibat usaha ini. Total produksi madu di kawasan ini adalah sekitar 20-25 ton pada tahun 1993.

E. Upaya konservasi dan ancamannya