KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PENGGUNA NARKOBA KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014

(1)

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PENGGUNA

NARKOBA KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014

Oleh :

NELSON YUDHA HERDANTA

20120520244

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

ii HALAMAN JUDUL

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PENGGUNA NARKOBA KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh :

NELSON YUDHA HERDANTA 20120520244

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini benar-benar hasil karya sendiri, dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan pada suatu perguruan tinggi manapun. Sepanjang sepengatahuan saya juga tidak terdapat karya dan atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Selanjutnya apabila dikemudian hari terbukti terdapat duplikasi, serta ada pihak lain yang merasa dirugikan dan menuntut, maka saya akan bertanggungjawab serta menerima segala konsekuensi yang menyertainya.

Yogyakarta, 6 September 2016


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulisan dapat mnyelesaikan skripsi ini

dengan judul “KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN

PENGGUNA NARKOBA KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014”.Peneliti menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua Orang Tua Haidir Murni dan Zawiyah yang telah memberikan doa dan dukungan penuh dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bapak Ali Muhammad S.IP., MA., Ph.D Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Ibu Dr. Titin Purwaningsih, S.IP., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(5)

v 5. Bapak Dr. Zuly Qodir, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah dengan sabar dan ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

6. Bapak Dr. Inu Kencana Syafe’i, M.Si selaku dosen penguji proposal yang sangat membantu dalam penelitian ini.

7. Dosen-dosen Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, terimakasih atas segala ilmu yang bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis.

8. Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman yang telah bersedia menjadi tujuan dari penelitian ini.

9. Atin dan adikku Yoga Gautama Sinatra dan Irfan Tri Saputra yang menjadi semangat ku.

10. Sahabat – sahabat ku RAINTZ Yan, Dede, Adit, Eki, Dani, Erik, Yudi, Romario, Yuda, Mario yang membantu dan selalu memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Febyan Arum Sari yang selalu memberi semangat dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman – teman seperjuanganku Juju, Alfi, Aceng, Margo, Kak Mila dan lain – lain yang selalu memberi semangat.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, telah memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari dalam


(6)

vi skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 6 September 2016


(7)

vii

MOTTO

Hidup itu pilihan, maka beranilah memilih apa yang akan kita lakukan

(Penulis)

Beranilah untuk mencoba salah benar urusan belakang jalani prosesnya

dan nikmati hasilnya

(Penulis)

Tegar Dalam Iman

Yakin Dalam Melangkah

Cakap Dalam Tindakan

Wawasan Yang Menantang

(Mapala UMY)

Orang yang terlalu memikirkan akibat dari sesuatu keputusan atau

tindakan, sampai kapanpun dia tidak akan menjadi orang yang berani

(Ali bin Abi Thalib)

Ilmu menginginkan untuk diamalkan. Apabila orang mengamalkannya,

maka ilmu itu tetap ada. Namun sebaliknya, jika tidak diamalkan,maka

ilmu akan hilang dengan sendirinya

( Sufyan ats-Tsauri)

Urip iku urup

(Filosofi Jawa)


(8)

viii

PERSEMBAHAN

Saya persembahkan karya sederhana ini untuk:

 Kedua orang tua Haidir Murni SH dan IR Zawiyah yang tidak putus – putus memberikan doa dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini

 Alm H. Syamsudin dan Alm Hj. Aminah

 Alm H. Murni Alwi dan Alm Hj. Ani

 Kedua saudara ku Yoga Gautama Sinatra S.kom dan Irfan Tri Saputra

 Sahabat – sahabat Raintz ku Romario Simangunsong S.Ip. Dedi yuda irawan S,IP. Yan wijaya putra S,IP. Dede puja kusuma S,IP. Eki prandika S,Ip. Syafrizal haulussy S,Ip. Aditya pranata. Asa nusa erik. Yudiawan dwi

prasetya. Dani wardana. Krisna rettob S,Ip. Kita bukan tim kita saudara yang gak sedarah yang selalu senang, susah bersama kita lewati. Semoga kalian sukses semua dan kita bisa kumpul lagi.amin

 Keluarga kecil ku “Sosmas” bang nando, kak mila, kak mira, alfi, aceng kunyuk, margo, juju, singgih, ardy, mona, ayu, lukman, yuli, anti, dede, fifi, la ode, yuni tanjung, alifa, eka, ayun, yogi, woro, chairul dan lain – lain lah kalian banyak bener sampe gak tau siapa aja orangnya.

 Teman – teman KKN 31 dusun widoro febyan arum s, artika, marta, ririn, putri, puput, jucha, asri, mita, yanuar, damar, wahyu, irsyad, junior, hade dan elis

 Keluarga besar dusun widoro dan karang taruna “baskoro”

 Wanita spesial yang lahirnya Cuma beda sehari Febyan arum sari yang selalu menemani, membantu, memaksa, mendorong untuk menyelesaikan skripsi ini. Kamu yang terbaik jes pokoknya.

 BEM Fisipol 2012 tempat dimana pertama aku belajar organisasi dan banyak hal. Terima kasih untuk kalian semua yang pernah menjadi partner kerja.


(9)

ix

 Keluarga besar Korps mahasiswa ilmu pemerintahan “KOMAP” walaupun bukan organisasi pertama ku tapi disini aku mendapatkan keluarga baru dan teman gila terima kasih sudah mengajarkan ku banyak hal .

 Seniorku di KOMAP bang poltak, bang nando, mas rajib, bang ilka, mas eko, mas sakir dan mas – mas yang lain terima kasih telah mengajarkan banyak hal dari pertama masuk komap sampai sekarang.

 Keluarga besar MAPALA UMY bang pekli,bang bongkang, bang bolus, bang bolek, bang tong2, aak ilmi, bang dolet,bang sleme, bang jamal,mas caung dan abang-abang yang lain yang mengajarkan banyak hal, terima kasih Instruktur. Kiik!!!

 Saudara senesting Diksar XXV “legend” Lereng Lawu MAPALA UMY ocul,bolin,dila,gendes,srintil,cengir,iwa,celet,panda,unyil,komering,kunto,ko mat,tebe,ceceng,boma,morfin,bagel,aseng,papar,abeng,bopak,sukir,parnap,ny egut,cesar dll. Kiik!!!

 Untuk semua orang yang berperan langsung atau tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan semuanya. Terima kasih telah membantu selama aku kuliah di jogja dan menyelesaikan skripsi ini.


(10)

x

SINOPSIS

Penyalahgunaan Narkoba saat ini adalah salah satu problem yang dihadapi masyarakat indonesia, diketahui saat ini penyalahgunaan tidak lagi digunakan oleh orang – orang dewasa melainkan sudah sampai kegenerasi muda bangsa Indonesia, pada tahun 2014 tercatat bahwa pengguna Narkoba yang ada di Indonesia mencapai sekitar 4.022.702 jiwa, kemudian khususnya penyalahgunaan Narkoba yang ada di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 62.028 jiwa. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman, Kabupaten Sleman adalah sebuah daerah yang terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tetapi dengan adanya masalah tersebut tentu Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman dengan sigap mengambil langkah untuk menangani penyalahgunaan narkoba yang terjadi di Kabupaten Sleman. Salah satu langkah kebijakan yang dibuat oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman adalah merehabilitasi para pemakai narkoba, dengan cara memasukkan pemakai yang sudah tertangkap ke rumah sakit kemudian diberikan fasilitas rehabilitasi. Ternyata dengan cara tersebut sangat efektif hal tersebut terlihat dari data pada tahun 2012 terdapat 73 orang, tahun 2013 terdapat 67 orang dan 2014 terdapat 30 orang.

Penelitian ini dilakukan di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman. metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif Teknik – teknik pengumpulan data yang digunakan seperti interview yaitu memberikan secara langsung kepada informan dan narasumber dalam rangka mencari data tentang kebijakan pencegahan dan penanganan pengguna narkoba kabupaten sleman tahun 2014, kemudian wawancara kepada kepala BNNK Sleman dan dokumentasi. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif, dimana data yang diperoleh di klasifikasikan, digambarkan dengan kata – kata atau kalimat menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.

Hasil Peneliti mengemukakan bahwa narkoba sudah sangat besar jaringan penyebaran nya di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Sleman pada khususnya. Kebijakan yang di lakukan oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman untuk mencegah seseorang mengkonsumsi narkoba yaitu dengan cara Sosialisasi, Talk Show dan Training Of Trainer kepada masyarakat dan bekerjasama dengan satgas yang di bentuk oleh Pemerintah Daerah. Untuk kebijakan dalam merehabilitasi itu sendiri Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman bekerjasama dengan Kepolisian, Rumah sakit dan pondok Rehabilitasi. Faktor kendala yang berasal dari pengguna narkoba itu disebabkan para pengguna narkoba belum ada niat untuk bertobat atau berhenti mengkonsumsi narkoba. Selama para pengguna narkoba masih belum berhenti mau dilakukan rehabilitasi seperti apa mereka akan kembali mengkonsumsi setelah masa rehabilitasi habis.


(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

SINOPSIS ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan penelitian ... 6

D. Kerangka Teori... 7

5. Definisi konseptual... 22

6. Definisi Operasional... 24

BAB II ... 32

PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN ... 32

A. Profil Daerah Kabupaten Sleman ... 32

1. Letak dan Luas Wilayah ... 32

2. Karakteristik Wilayah ... 35

3. Wilayah Administratif ... 37


(12)

xii

5. Data Kehidupan Sosial Kabupaten Sleman ... 39

B. Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman ... 41

1. Dasar Keberadaan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman ... 41

2. Visi Misi Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman ... 43

3. Tugas Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman... 43

4. Susunan Organisasi dan Tugasnya Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman ... 44

5. Standar Operasional Prosedur Penanganan Pengguna Narkoba ... 47

BAB III ... 51

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Kebijakan Penanganan Penggunaan Narkoba Kabupaten Sleman ... 51

1. Data kasus Narkoba ... 52

2. Faktor Psikologi Sosial ... 53

3. Mengantisipasi dan Pencegahan ... 64

4. Pendekatan Organisasi ... 69

5. Narkotika ... 75

B. Kendala Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman Dalam Merehabilitasi Pengguna Narkoba ... 80

BAB IV ... 82

PENUTUP ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Kasus Narkoba di Kabupaten Sleman Tahun 2012 - 2014…………..8

Tabel 1.2 Definisi Konsep dan Operasional………...28

Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman……….….35

Tabel 2.2 Penduduk dan Angkatan Kerja………. ….39

Tabel 2.3 Data PMKS Kabupaten Sleman……….40

Tabel 3.1 Data Kasus Narkoba di Kabupaten Sleman Tahun 2012 –2014……...54

Tabel 3.2 Data kasus Narkoba di Kabupaten Sleman Tahun 2015 – 2016………...55

Tabel 3.3 Daftar Nama Sekolah……….57

Tabel 3.4 Daftar Tempat Kerja Yang Dilakukan Sosialisasi……….61


(14)

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PENGGUNA NARKOBA KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014

Oleh :

NELSON YUDHA HERDANTA

20120520244

Telah dipertahankan dan disahkan didepan Tim Penguji Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pada:

Hari/Tanggal : Jumat, 26 Agustus 2016 Tempat : Ruang Sidang FISIPOL UMY

Jam : 12:40 WIB

SUSUNAN TIM PENGUJI

Ketua Penguji

Dr. Zuli Qodir, M.Si.

Penguji I Penguji II

Dr. Inu Kencana Syafiie,M.Si. Ane Permatasi, S.IP., M.A Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan


(15)

ABSTRAK

Penyalahgunaan Narkoba saat ini adalah salah satu problem yang dihadapi masyarakat indonesia, diketahui saat ini penyalahgunaan tidak lagi digunakan oleh orang – orang dewasa melainkan sudah sampai kegenerasi muda bangsa Indonesia, pada tahun 2014 tercatat bahwa pengguna Narkoba yang ada di Indonesia mencapai sekitar 4.022.702 jiwa, kemudian khususnya penyalahgunaan Narkoba yang ada di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 62.028 jiwa. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman, Kabupaten Sleman adalah sebuah daerah yang terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tetapi dengan adanya masalah tersebut tentu Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman dengan sigap mengambil langkah untuk menangani penyalahgunaan narkoba yang terjadi di Kabupaten Sleman. Salah satu langkah kebijakan yang dibuat oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman adalah merehabilitasi para pemakai narkoba, dengan cara memasukkan pemakai yang sudah tertangkap ke rumah sakit kemudian diberikan fasilitas rehabilitasi. Ternyata dengan cara tersebut sangat efektif hal tersebut terlihat dari data pada tahun 2012 terdapat 73 orang, tahun 2013 terdapat 67 orang dan 2014 terdapat 30 orang. Penelitian ini dilakukan di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman. metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif Teknik – teknik pengumpulan data yang digunakan seperti interview yaitu memberikan secara langsung kepada informan dan narasumber dalam rangka mencari data tentang kebijakan pencegahan dan penanganan pengguna narkoba kabupaten sleman tahun 2014, kemudian wawancara kepada kepala BNNK Sleman dan dokumentasi. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif, dimana data yang diperoleh di klasifikasikan, digambarkan dengan kata – kata atau kalimat menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan narkoba yang saat ini sangat marak dan cepat perkembangannya ditengah masyarakat indonesia, seakan menjadi pekerjaan rumah yang harus dilakukan Pemerintah Indonesia dalam menangani perkembangan narkoba yang sekarang ini tengah berjamur dimasyarakat Indonesia khususnya di generasi bangsa. Perkembangan atau penyebaran Narkoba sangat cepat dan sulit untuk di hentikan. Narkoba saat ini sudah menjadi seperti kebutuhan untuk para pemakai atau pencandu dan telah banyak orang yang masuk penjara, di Rehabilitasi sampai meninggal dunia akibat mengkonsumsi narkoba secara berlebihan1. Pengguna narkoba pada akhir – akhir ini di rasa meningkat. Dapat kita lihat dari pemberitaan–pemberitaan baik di madia cetak maupun media elektronik yang hampir setiap hari memberitakaan penangkapan pelaku pengguna Narkoba oleh aparat keamanan.

Semua orang pasti sudah sering mendengar kata narkoba bahkan sudah banyak yang telah menggunakannya. Tapi banyak di antara kita yang belum mengerti apa penyebab seseorang mau menggunakan narkoba. Ada beberapa faktor yang membuat

1

http://djarum-neraka.blogspot.co.id/2013/12/narkoba-menjadi-kebutuhan-pokok.html (15 maret 2016 11:52)


(17)

seseorang ingin menggunakan Narkoba yaitu faktor diri sendiri, faktor lingkungan, dan adanya Narkoba di sekitar kita2.

Dalam hidup di dunia ini manusia pasti punya masalah tidak ada manusia yang tidak punya masalah. Salah satu masalah yang di hadapi adalah sebagian dari mereka banyak yang menjadi pengedar/penjual narkoba karena alasan ekonomi dan secara sadar melibatkan diri dalam pengguna dan peredaran gelap narkotika sampai pada tingkat yang lebih tinggi (pemakai-penjual). Disamping dirinya menjadi korban narkoba tersebut juga menjadi objek hukum yang artinya walaupun pelaku menderita akibat dari pengguna narkoba,maka yang bersangkutan juga diancam dengan hukuman sesuai undang-undang yang berlaku3.

Pengguna narkoba adalah pemakain obat-obatan atau zat-zat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar. Kondisi yang cukup wajar/sesuai dosis yang dianjurkan dalam dunia kedokteran saja maka penggunaan narkoba secara terus-menerus akan mengakibatkan ketergantungan, depedensi, adiksi atau kecanduan. Pengguna narkoba juga berpengaruh pada tubuh dan mental–emosional para pemakaianya. Jika semakin sering dikonsumsi, apalagi dalam jumlah berlebih maka akan mempengaruhi Fisik, psikologis, maupun lingkungan sosial. Di lingkungan remaja saat ini pun banyak yang

2https://jauhinarkoba.com/pemicu-terjadinya-penyalahgunaan-narkoba/ ( 15 maret 2016 12:35) 3 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50f7931af12dc/keterkaitan-uu-narkotika-dengan-uu-psikotropika (10 maret 2016 16:23)


(18)

memakai narkoba dan berakibat berubahnya fisik, psikologi dan prilaku sosial mereka di karenakan ketergantungan dari narkoba.

Pengaruh narkoba pada remaja bahkan dapat berakibat lebih fatal, karena menghambat perkembangan kepribadianya. Narkoba dapat merusak potensi diri, sebab dianggap sebagai cara yang wajar bagi seseorang dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan hidup sehari-hari. Banyak sekali jenis narkoba yang beredar di indonesia dengan berbagai macam bentuk dan berbagai tingkatan efeknya, jenis – jenis narkoba tersebut dimulai dari sabu–sabu, kokain, morfin, ganja dan lain– lain4.

Orang biasanya menjadi pengguna Narkoba mempunyai sebuah alasan mengapa dia ingin mengkonsumsi dan memakai Narkoba, itu biasanya akibat dari lingkungan sekitar, diri sendiri maupun penyebab lainnya, tentu inilah yang menjadi masalah besar bagi orang tua, pemerintah maupun aparat kepolisian untuk mengetahui apa penyebab orang menggunakan narkoba yang tentu hal tersebut tidak baik bagi kesehatan para pemakai.

Pengguna Narkoba saat ini adalah salah satu problem yang dihadapi masyarakat indonesia, diketahui saat ini penyalahgunaan tidak lagi digunakan oleh orang – orang dewasa melainkan sudah sampai kegenerasi muda bangsa Indonesia, pada tahun 2014 tercatat bahwa pengguna Narkoba yang ada di Indonesia mencapai sekitar 4.022.702


(19)

jiwa, kemudian khususnya pengguna narkoba yang ada di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 62.028 jiwa5.

Saat ini pemerintah dan kepolisian yang selama ini sudah banyak melakukan segala cara untuk mengatasi penyebaran Narkoba. Tetapi untuk penyebaran Narkoba sangat banyak. Peredaran dan penggunaan narkoba dilakukan dengan segala cara oleh seorang pengedar sehingga penyebaran narkoba masih banyak beredar di indonesia. Tentu hal ini jika tidak adanya penanganan serius dan cepat baik dari pemerintah, aparat kepolisian, maupun pihak lain yang terkait akan berdampak hancurnya generasi muda bangsa Indonesia. Bahaya dampak penyalahgunaan narkoba bagi tubuh dan kesehatan manusia bahwa dalam hal ini secara umum akibat penggunaan narkotika ini akan memberikan dampak sebagai berikut :

1. Depresan. Dalam hal ini para pemakai akan tertidur atau tidak sadarkan diri. 2. Halusinogen. Dalam hal ini para pemakai akan berhalusinasi (melihat sesuatu

yang sebenarnya tidak ada).

3. Stimulan. Akibat pengaruh stimulan pada narkotika dan obat-obatan terlarang bagi organ tubuh antara lain adalah mempercepat kerja organ tubuh seperti jantung dan otak sehingga pemakai merasa lebih bertenaga untuk sementara waktu. Karena organ tubuh terus dipaksa bekerja di luar batas normal, lama-lama saraf-sarafnya akan rusak dan bisa mengakibatkan kematian.

5

http://103.3.70.3/portal/_uploads/post/2015/03/11/Laporan_BNN_2014_Upload_Humas_FIX.pdf (5 maret 2016 23:34)


(20)

4. Adiktif (Kecanduan). Dampak pengaruh negatif kepada para pemakai dalam hal ini adalah akan merasa ketagihan sehingga akan melakukan berbagai cara agar terus bisa mengonsumsinya. Jika pemakai tidak bisa mendapatkannya, tubuhnya akan ada pada kondisi kritis (sakaw)6.

Kabupaten Sleman adalah sebuah daerah yang terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Sleman yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta tentu rentan dengan adanya penyalahgunaan Narkoba baik itu pemakai dewasa hingga pemakai anak – anak yang dibawah umur. Tetapi dengan adanya masalah tersebut tentu Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman dengan sigap mengambil langkah untuk menangani pengguna narkoba yang terjadi di Kabupaten Sleman. Salah satu langkah kebijakan yang dibuat oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman adalah merehabilitasi para pemakai narkoba, dengan cara memasukkan pemakai yang sudah tertangkap ke rumah sakit kemudian diberikan fasilitas rehabilitasi.

Ternyata dengan cara tersebut sangat efektif bagi Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman dalam menangani atau meminimalisir pengguna Narkoba yang terjadi dimasyarakat kabupaten sleman. Hal tersebut terlihat dari data dibawah ini7 :

6http://hamizanupdate.blogspot.co.id/2014/02/bahaya-penyalahgunaan-narkotika-bagi.html (1 desember 2015 23:52)

7http://bnnp-diy.com/posting-234-data-ungkap-kasus-narkoba-di-diy-tahun-2008-sd-juli-2014.html (1 desember 2015 23:32)


(21)

Tabel 1.1

Data Kasus Narkoba di Kabupaten Sleman Tahun 2012 - 2014

NO TAHUN DATA

TERSANGKA

1 2012 73 Orang

2 2013 67 Orang

3 2014 30 Orang

Sumber: BNNP DIY

Terlihat pada tabel diatas terjadi penurunan pengguna narkoba yang cukup signifikan dari tahun ke tahunnya di Kabupaten Sleman tersebut tidak terlepas dari kebijakan yang dibuat oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman untuk menangani atau meminimalisir pengguna Narkotika yang ada di Sleman.

Oleh sebab itu dengan adanya penurunan tersebut sangat menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian tentang bagaimana penanganan pengguna narkoba di Kabupaten Sleman.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas penelitian akan melakukan penelitian tentang 1. BagaimanaBadan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman merehabilitasi

para pengguna atau pencandu Narkotika?

2. Apa kendala Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman dalam merehabilitasi para pengguna Narkotika?


(22)

1. Untuk Mengetahui bagaimana cara Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman dalam merehabilitasi para pengguna atau pencandu narkotika di Kabupaten Sleman.

2. Untuk mengetahui apa kendala Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman dalam merehabilitasi para pengguna Narkotika.

D. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan gambaran dari teori-teori yang berhubungan erat dengan masalah yang di teliti sehingga kegiatan menjadi jelas, sistematis dan ilmiah. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, abstrak, definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatian8. Sehingga teori menjadi titik tolak berpijak bagi langkah selanjutnya agar pembahasan tidak lepas dari topik yang akan di teliti. Unsur yang paling fital dalam penelitian yaitu terletak pada teori yang digunakan oleh peneliti yang bersangkutan. Karena melalui teori inilah peneliti dapat menjelaskan permasalahan yang terjadi. Adapun kerangka teori dalam penelitian skripsi ini sebagai berikut:

1. Kebijakan publik

a. Pengertian kebijakan publik


(23)

Menurut Harold Las Harold Laswell dan Abraham Kaplan mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang di proyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu dan praktik-praktik tertentu9.

Carl I. Friedrick mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang di usulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang di usulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu10.

Dalam bukunya, Riant Nugroho D memperkenalkan beberapa nilai pokok bagi kebijakan publik agar dapat di kategorikan sebagai kebijakan publik di antaranya:

1. Kebijakan bersifat cerdas, dalam arti memecahkan masalah pada inti permasalahannya.

2. Kebijakan bersifat kebijakan dalam arti tidak menghasilkan masalah dan yang lebih benar dari pada masalah yang di pecahkan.

3. Kebijakan publik tersebut memberikan harapan pada seluruh warga negara bahwa mereka dapat memasuki hari esok dan hari ini. 4. Kebijakan publik adalah kebijakan untuk kepentingan publik dan

kepentingan negara, pemerintah atau birokrasi. Ini dikarenakan pada masa lalu yang di kenal adalah hukum publik yaitu

9 Nugroho, Riant,2009.Public Policy.Jakarta Pusat,Hal 83 10 Nugroho, Riant,2009.Public Policy.Jakarta Pusat,Hal 83


(24)

hukum yang lebih berkenaan dan batas-batas karena mengatur ketertiban publik. Sementara pada saat ini dan kedepan lebih diperlukan kebijakan publik yaitu batas dan ruang bagi publik sebagai instrumen bagi publik untuk mengembangkan dirinya sebagai individu warga masyarakat dengan warga negara.

5. Kebijakan publik harus mampu memotivasi semua pihak yang terkait untuk melaksanakan kebijakan publik harus mendorong terbangunnya efisiensi dan efektivitas kehidupan bersama. Dalam bahasa manajemen muatan yang mendorong produktivitas kehidupan bersama karena produktivitas adalah ketika efisiensi dan efektivitasnya tercapai.

Dari definisi-definisi kebijakan publik di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat dimana penyusunannya melalui berbagai tahapan11.

b. Tahap – tahap kebijakan

Suatu kebijakan pemerintah atau negara menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai dampak positif bagi anggota masyarakat. Dengan kata lain tindakan atau perbuatan manusia yang menjadi anggota masyarakat itu sesuai dengan apa yang


(25)

di inginkan oleh pemerintah atau negara. Dengan demikian apabila apa yang di inginkan tidak sesuai dengan keinginan pemerintah maka kebijakan tersebut tidak efektif.

Ketidak efektifan dari sebuah kebijakan sebenarnya dapat di antisipasi oleh analisis kebijakan dengan melihat tahap – tahap dari kebijakan itu sendiri. Dimana tahap – tahap kebijakan menurut Budi Winarno adalah sebagai berikut:

1. Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang di pilih dan di angkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelum masalah – masalah ini berkompetensi terlebih dahulu untuk dapat masuk kedalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak di sentuh sama sekali dan beberapa pembahasan lain untuk masalah tersebut di tunda untuk waktu yang lama.

2. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian di bahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah – masalah tadi di definisikan untuk kemudian di cari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari alternatif yang ada. Sama halnya dalam berjuang suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan. Dalam tahap perumusan kebijakan masing – masing alternatif bersaing untuk dapat di pilih sebagai kebijakan yang di ambil untuk memecahkan


(26)

permasalahan. Pada tahap ini, masing – masing aktor akan bermain untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

3. Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang di tawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut di adopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Tahap implementasi kebijakan

Semua program kebijakan hanya akan menjadi catatan – catatan elit jika program tersebut tidak di implementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah di ambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus di implementasikan, yakni di laksanakan oleh badan – badan administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan di tentang oleh para pelaksana.


(27)

Pada tahap ini, kebijakan yang telah di jalankan akan di nilai atau di evaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang di buat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya di buat untuk meraih dampak masyarakat. Oleh karena itu, di tentukanlah ukuran – ukuran atau kriteria – kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang di inginkan12.

2. Psikologi Sosial

Perkataan Psikolgi berasal dari kata Yunani psycheyang berarti jwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari penghayatan serta tingkah laku manusia.

Pada definisi di atas terdapat kata penghayatan yang berarti sekumpulan gejala jiwa yang bersangkut paut dan saling bertalian.Gejala – gejala itu terwujud menanggapi, mengingat, memikir, merasa, menghendaki dan sebagainya.

Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa psikologi menyelidiki keseluruhan penghayatan manusia serta tingkah lakunya.

Objek psikologi ialah manusia serta kegiatan – kegiatan dalam hubungan dengan lingkungannya. Kegiatan tersebut di golongkan menjadi tiga, yaitu kegiatan yang bersifat individual, sosial dan berketuhanan.


(28)

Psikologi Sosial merupakan bagian dari cabang psikologi khusus, berarti ilmu ini secara teoritis mempelajari dan menerangkan kegiatan – kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi – situasi sosial. Situasi sosial adalah situasi tempat terdapat interaksi (hubungan timbal balik) antar manusia atau antara manusia dengan hasil kebudayaan.

Banyak definisi psikologi sosial dikemukakan oleh para ahli, namun disini diambil salah satu di antaranya yaitu pendapat W.A Gerungan.Psikologi sosial ialah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari dan menyelidiki pengalaman dan tingkah laku individu manusia seperti yang di pengaruhi atau di timbulkan oleh situasi – situasi sosial.

Setiap ilmu pengetahuan mempunyai dua macam objek yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang di bicarakan, di pelajari dan di selidiki oleh ilmu pengetahuan itu. Objek formal adalah objek yang di bicarakan khusus oleh ilmu tertentu dan yang dapat membedakan ilmu pengetahuan yang satu dengan yang lain. Jadi suatu ilmu pengetahuan dapat di bedakan dengan ilmu pengetahuan yang lain karena objek formalnya berbeda. Manusia dapat menjadi objek material ilmu Sosiologi, Psikologi sosial dan Ilmu hukum, tetapi objek formal sosiologi adalah tingkah laku manusia dalam kelompok dan antar kelompok.

W.A Gerungan dalam bukunya Psychologi Sosial merumuskan interaksi sosial sebagai suatu hubungan antara dua manusia atau lebih di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi yang lain atau sebaliknya. Manusia merupakan makhluk sosial


(29)

yang membutuhkan interaksi sosial dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan hidupnya.

Interaksi sosial yang dimaksud disini ialah interaksi sosial individu manusia bukan interaksi sosial hewan. Dalam pengertian ini yang menjadi titik tolak adalah manusia sebagai individu yang berinteraksi karena dengan interaksi sosial itu manusia mewujudkan sifat sosialnya.

Manusia senantiasa hidup dalam suatu lingkungan, baik lingkungan fisik, psikis maupun spiritual. Di dalam lingkungan – lingkungan itu, sejak dilahirkan manusia mengadakan hubungan timbal balik. Dalam hubungan timbal balik itu tentu terjadi saling mempengaruhi antara manusia dan lingkungannya. Faktor – faktornya ialah sebagai berikut:

1. Lingkungan Keluarga 2. Lingkungan Sekolah 3. Lingkungan Kerja

4. Lingkungan Kelompok Masyarakat

Penyalahgunaan Narkoba adalah termasuk masalah psikologi sosial yang perlu penanganan khusus dalam tingkah laku manusia.

Mengamati faktor bermacam – macam tingkah laku ialah berusaha mengetahui hal – hal yang bisa menentukan terjadinya bermacam – macam tingkah laku. Bermacam – macam tingkah laku inilah yang akan di bahas, oleh karena itu perlu dianalisis dan di identifikasi.


(30)

Menganalisis tingkah laku ialah mempelajari dengan mendalam sebab akibat dari tingkah laku seseorang untuk memperkirakan kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi agar hal – hal yang tidak di inginkan dapat di cegah.

Untuk mendapatkan gambaran mengenai bermacam – macam tingkah laku ini, kita perlu mengingat kembali definisi psikologi yang dikemukakan dimuka (psikologi ialah ilmu yang mempelajari penghayatan dan tingkah laku manusia). Penghayatan ialah kumpulan gejala psikis yang saling bersangkut paut. Gejala – gejala psikis ialah pernyataan atau ungkapan segala yang terjadi di dalam diri manusia seperti tanggapan, pengamatan, pemikiran, perasaan, kehendak, dan sebagainya.

G.W Allport di dalam bukunya yang berjudul personality mengartikan kepribadian kepribadian sebagai kesatuan dinamis individu sebagai sistem psikologi yang secara khas menentukan cara penyesuaian diri terhadap lingkungan.

R.S Woodworth, D.G Marquis dan I. Ruchimad dalam buku psychologi, suatu pengantar kedalam ilmu jiwa, mendefinisikan kepribadian sebagai keseluruhan kualitas tingkah laku individu seperti tampak dalam cara dan corak berpikir, merasa dalam sikap, minat dan cara bertindak serta dalam filsafat hidupnya.

Setiap orang yang berinteraksi sosial perlu mengetahui dan memahami bermacam – macam tingkah laku karena semua orang hidup didalam masyarakat dan tidak dapat lepas dari pergaulan. Agar kita tidak terisolasi atau terpencil di dalam masyarakat, kita perlu mengetahui cara menyesuaikan diri dengan bermacam – macam orang yang memiliki tingkah laku yang berbeda. Tetapi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan atau masyarakat kita tidak boleh terpengaruh oleh hal – hal yang


(31)

tidak baik. Disinilah kita perlunya kepribadian yang baik dan kokoh sebagai pegangan dan teladan bagi orang – orang yang tidak berkepribadian.

Masalah – masalah sosial ialah masalah yang timbul karena adanya kebutuhan – kebutuhan sosial yang tidak atau belum terpenuhi. Masalah–masalah tersebut antara lain kenakalan remaja, mencari pekerjaan. Untuk memecahkan masalah–masalah sosial ini perlu diperhatikan hal – hal berikut:

Secara garis besar dapat di katakan bahwa persiapan mental yang di maksud disini antara lain:

a. Memiliki mental yang sehat. Orang yang bermental sehat mempunyai beberapa ciri seperti:

1. Berpandangan yang sehat terhadap kenyataan dan mempunyai kecakapanmenyesuaikan diri terhadap segala kemungkinan dalam lingkungan. 2. Dapat mencapai kepuasaan pribadi, memiliki kesenangan tanpa merugikan orang lain

3. Bijaksana dalam memecahkan persoalan

b. Memahami dan mengerti secara sadar bahwa kita sedang menghadapi persoalan sehingga kita berusaha memecahkan atau mengatasinya.

c. Merumuskan secara teoritis langkah – langkah yang akan di tempuh dalam memecahkan persoalan. Usaha melaksanakan langkah – langkah yang tepat berdasarkan teori serta sistematis akan memberi hasil yang baik.


(32)

d. Jalan terakhir jika segala usaha ternyata gagal ialah mengakui realitas, menyerahkan persoalan itu kepada kekendak tuhan, tidak berputus-asa atau frustasi.

3. Pendekatan – Pendekatan

Pemahaman akan teori – teori organisasi, memungkinkan kita dapat secara lebih baik mempelajari bidang manajemen dan perilaku organisasional. Berikut ini sebagai rangkuman akan di bahas pendekatan – pendekatan manajemen, yaitu pendekatan – pendekatan proses, perilaku, kuantitatif, sistem dan contingency (situasional).

a. Pendekatan Proses

Pendekatan proses dalam manajeman juga di sebut pendekatan fungsional, operasional, universal, tradisional atau klasik. Hendri Fayol adalah ahli yang paling erat di hubungkan dengan proses klasik. Kemudian Fayol mengemukakan lima fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemberian perintah, koordinasi, dan pengawasan. Para ahli proses lainnya mengidentifikasi fungsi – fungsi yang secara esensial sama tetapi dengan nama sedikit berbeda. Sebagai contoh, Luther Gulick menguraikan proses manajemen sebagai POSDCORB. Akronim ini berarti Perencaaan (planning), Pengorganisasian (organizing), Penyusunan Personalia (staffing), Pengarahan (directing), Pengkoordinasian (coordinating), Pelaporan (reporting), dan Penganggaran (budgeting).


(33)

Dalam bukunya yang berjudul The Elements of Administration, Lyndall Urwick menyebutkan dua puluh sembilan prinsip, sedangkan Fayol mengemukakan empat belas prinsip.Prinsip – prinsip ini dinyatakan kedua tokoh ini hampir mencakup semua prinsip pendekatan klasik. Empat prinsip pendekatan proses klasik yang penting adalah : 1) kesatuan perintah, 2) persamaan wewenang dan tanggung jawab, 3) rentang kendali yang terbatas, dan 4) delegasi pekerjaan – pekerjaan rutin.

b. Pendekatan Keperilakuan

Pendekatan keperilakuan (behavior approach) muncul karena ketidakpuasan terhadap pendekatan klasik. Pendekatan ini sering disebut pendekatan hubungan manusiawi (human relation approach), mengemukakan bahwa pendekatan klasik tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi dan keharmonisan kerja, karena mengabaikan faktor perilaku masing – masing individu yang berbeda – beda dalam organisasi.

Pendekatan hubungan manusiawi, dalam usahanya melengkapi pendekatan klasik, banyak menggunakan pandangan sosiologi dan psikologi. Oleh karena itu, pusat bahas pendekatan ini adalah perhatian terhadap para karyawan secara individu dan kelompok kerja.

c. Pendekatan Kuantitatif

Pendekatan kuantitatif (quantitative approach) sering dinyatakan dengan istilah manajemen science atau operations research (OR). Pendekatan ini terutama


(34)

memandang manajemen dari perspektif model – model matematis dan proses – proses kuantitatif.

Menurut pendekatan kuantitatif, masalah – masalah manajemen dapat dirumuskan dan dijabarkan dalam berbagai bentuk model matematis dan kemudian dianalisis serta dipecahkan dengan menggunakan berbagai teknik atau metode kuantitatif untuk memperoleh hasil optimum. Penggunaan teknik – teknik kuantitatif untuk pemecahan masalah dan pembuatan keputusan telah terbukti banyak berguna dalam praktek manajemen, seperti dalam penyusunan anggaran, sceduling produksi, penentuan tingkat persediaan yang optimal, pemilihan lokasi dan sebagainya.

d. Pendekatan Sistem

Pendekatan ini memberikan kepada manajemen cara memandang organisasi sebagai keseluruhan dan sebagai bagian lingkungan eksternal yang lebih luas. Organisasi di pandang sebagai sistem terbuka dan pada hakekatnya merupakan proses transformasi berbagai masukan yang menghasilkan berbagai keluaran.

Sebagai suatu pendekatan dalam manajemen, sistem – sistem mencakup baik sistem umum dan terspesialisasi maupun anlisis terbuka dan tertutup. Analisis berbagai sistem manajemen khusus meliputi bidang – bidang seperti struktur organisasi, desain pekerjaan, akuntansi, sistem informasi dan mekanisme – mekanisme perencanaan dan pengawasan.


(35)

Pendekatan sistem tertutup ini memusatkan pada hubungan – hubungan dan konsistensi internal yang dicerminkan oleh prinsip – prinsip seperti kesatuan perintah, rentang kendali dan persamaan wewenang dan tanggung jawab.Pendekatan sistem tertutup mengabaikan pengaruh – pengaruh lingkungan.

e. Pendekatan Contingency (situasional)

Pendekatan contingency muncul karena ketidakpuasan atas anggapan keuniversalan dan kebutuhan untuk memasukkan berbagai variabel lingkungan ke dalam teori dan praktek manajemen.

Pendekatan contingency menggunakan hubungan – hubungan fungsional menunjukan variabel – variabel lingkungan dan terdiri atas konsep – konsep dan teknik – teknik manajemen yang mengarahkan kepencapaian tujuan organisasi. Ada tiga komponen pokok dalam kerangka konsepsual untuk pendekatan contingency :lingkungan, konsep – konsep dan teknik – teknik manajemen dan hubungan kontingensi antara keduanya13.

4. Pengertian Narkoba

Berdasarkan undang – undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkoba, pasal 1 angka 1 pengertian Narkoba adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik

13Sukanto Reksohadiprodjo, ORGANISASI PERUSAHAAN teori, struktur dan perilaku, BPFE-yogyakarta, BPFE-yogyakarta, 1987, hal 49 - 65


(36)

sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang di bedakan ke dalam golongan – golongan sebagaimana terlampir dalam undang – undang ini.

Dalam undang – undang No 35 tahun 2009, narkoba di golongkan dalam tiga golongan:

1. Narkoba golongan I

Narkoba ini hanya dapat di gunakan untuk ilmu pengetahuan dan tidak di gunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

2. Narkoba golongan II

Berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat di gunakan dalam terapi atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

3. Narkoba golongan III

Berkhasiat untuk pengobatan dan banyak di gunakan dalam terapi atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan14.

5. Definisi konseptual


(37)

Yang dimaksud dengan definisi konseptual adalah bahwa dalam tahapan ini berusaha untuk dapat menjelaskan mengenai pembatasan suatu konsep dengan yang lainnya yang merupakan suatu abstraksi dari hal – hal yang diamati agar tidak terjadi kesalahpahaman. Dengan demikian definisi konsepsional adalah definisi yang menggambarkan suatu abstraksi dari hal – hal yang perlu diamati.

1. Kebijakan Publik

kebijakan publik sebagai suatu program yang di proyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu dan praktik-praktik tertentu.

2. Psikologi Sosial

Psikologi sosial ialah ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari penghayatan serta tingkah laku manusia.

Dalam mempelajari ilmu tentang psikologi sosial ada beberapa hal yang perlu di amati. Hal ini sangat berguna untuk mengamati suatu prilaku yang dilakukan dan cara menyelesaikan suatu masalah yang di akibatkan dari psikologi sosial seseorang atau perilaku seseorang, yaitu:

a. Interaksi Sosial

b. Pengaruh Lingkungan Dan Individu Terhadap Perkembangan Sosial

c. Identifikasi Tingkah Laku Manusia Terhadap Masalah – Masalah Sosial Dan Cara Mengatasinya.


(38)

3. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika digolongkan kedalam tiga golongan:

1. Narkotika golongan I 2. Narkotika golongan II 3. Narkotika golongan II

6. Definisi Operasional

Pengertian definisi operasional menurut Koentjaraningrat adalah suatu usaha mengubah konsep yang berupa konstrak dengan kata – kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat di uji dan di tentukan kebenarannya oleh orang lain15.

Peneliti akan melakukan penelitian tentang kebijakan BNNK (badan narkotika nasional kabupaten) sleman bagaimana mereka membuat kebijakan untuk mengurangi kasus narkoba yang ada dikabupaten sleman. Target dari penelitian ini sendiri untuk mengetahui angka kasus narkoba dan kebijakan apa saja yang telah dilakukan untuk menangani pengguna narkoba di kabupaten sleman.


(39)

Dalam kasus Narkoba itu sendiri ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menggunakan narkoba seperti faktor lingkungan, faktor diri sendiri dan adanya Narkoba di sekitar kita. Penyebab seseorang menggunakan Narkoba dari segi lingkungan yakni karena lingkungan sekolah, pergaulan dan keluarga yang mengkonsumsi Narkoba, dari segi diri sendiri yakni keinginan yang ada dalam diri yang biasanya di mulai dengan mencoba yang kemudian menjadikan seseorang jadi pemakai Narkoba, dan adanya Narkoba di sekitar kita yang di maksud di sini adalah daerah atau lingkungan sosial kita banyak yang mengkonsumsi Narkoba yang menyebabkan seseorang ingin mengkonsumsinya.

Dalam Teori modern diberlakukan pendekatan a. Pendekatan Proses

Pendekatan proses dalam manajeman juga di sebut pendekatan fungsional, operasional, universal, tradisional atau klasik.

b. Pendekatan Keperilakuan

Pendekatan ini sering disebut pendekatan hubungan manusiawi (human relation approach).


(40)

Penggunaan teknik – teknik kuantitatif untuk pemecahan masalah dan pembuatan keputusan telah terbukti banyak berguna dalam praktek manajemen, seperti dalam penyusunan anggaran, sceduling produksi, penentuan tingkat persediaan yang optimal, pemilihan lokasi dan sebagainya.

d. Pendekatan Sistem

Sebagai suatu pendekatan dalam manajemen, sistem – sistem mencakup baik sistem umum dan terspesialisasi maupun anlisis terbuka dan tertutup. Analisis berbagai sistem manajemen khusus meliputi bidang – bidang seperti struktur organisasi, desain pekerjaan, akuntansi, sistem informasi dan mekanisme – mekanisme perencanaan dan pengawasan.

e. Pendekatan Contingency

Pendekatan contingency muncul karena ketidakpuasan atas anggapan keuniversalan dan kebutuhan untuk memasukkan berbagai variabel lingkungan ke dalam teori dan praktek manajemen.

Pendekatan contingency menggunakan hubungan – hubungan fungsional menunjukan variabel – variabel lingkungan dan terdiri atas konsep – konsep dan teknik – teknik manajemen yang mengarahkan kepencapaian tujuan organisasi. Ada tiga komponen pokok dalam kerangka konsepsual untuk pendekatan contingency :


(41)

lingkungan, konsep – konsep dan teknik – teknik manajemen dan hubungan kontingensi antara keduanya.

Untuk lebih jelasnya definisi konsep penulis operasionalkan sebagai berikut:

Tabel 1.2

Definisi Konsep Dan Operasional

No Definisi konsep Definisi operasional Instrumen Wawancara

1 Psikologi social 1.Pengaruh Lingkungan

2. Tingkah Laku

1. keluarga

2. lingkungan sekolah 3. lingkungan kerja 4. lingkungan masyarakat

1. perilaku ikut – ikutan 2. Perilaku ekonomi

W 1 W 2 W 3 W 4

W 5 W 6 2 Mengantisipasi dan

pencegahan

1. Sentralisasi

2. Impersonal

1. BNN 2. Polisi

1. Guru 2. Kerohanian

W 7 W 8

W 9 W 10


(42)

3. Situasional 1. Orang tua 2. Orang disegani

W 11 W 12 3 Pendekatan

organisasi

1. Pendekatan proses

2. Pendekatan perilaku

3. Pendekatan system

1. Bertahap 2. Langsung

1. Bakat sejak lahir

2. Dibentuk untuk bertobat

1. Input 2. Output 3. Proses W 13 W 14 W 15 W 16 W 17 W 18 W 19 4 Narkotika 1. Jenis ringan

2. Jenis sedang

3. Jenis berat

1. Pencegahan 2. Penanggulangan 1. Pencegahan 2. penanggulangan 1. Pencegahan 2. Penanggulangan W 20 W 21 W 22 W 23 W 24 W 25


(43)

Metode penelitian merupakan cara untuk melaksanakan taraf pengetahuan ilmiah yang menyimpulkan fakta – fakta atau prinsip – prinsip untuk mencapai kepastian mengenai suatu masalah.

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menjelaskan, menggambarkan secara sistematis faktual dan aktual mengenai fakta – fakta, sifat – sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki16.

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di BNNK (badan narkotika nasional kabupaten sleman). Hal ini dilakukan karena dari data yang diperoleh kalau kasus narkoba di kabupaten sleman dari tahun ketahun menurun dibandingkan kabupaten lain yang ada di provinsi DI. Yogyakarta

3. Unit analisis

Unit analisis diartikan sebagai obyek nyata yang akan diteliti, sesuai dengan permasalahan yang ada dan pokok pembahasan masalah dalam penelitian ini maka peneliti akan melakukan penelitian pada BNNK sleman. Yang merupakan pihak yang


(44)

paling relevan dan tepat dengan pembahasan untuk dijadikan sumber data yang diperlukan dalam menyusun penelitian ini.

4. Data yang dibutuhkan

Ada dua data yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan sumber data dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada Badan Narkotika Nasional kabupaten (BNNK) sleman.

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung dari penelitian yang dilakukan dan berupa informasi – informasi, dokumen, arsip, buku, dan dokumen lainya yang berkaitan dengan kabijakan penanganan pengguna narkoba di kabupaten sleman.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Interview

Interview merupakan salah satu cara mengumpulkan data dengan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan responden yang menjadi objek penelitian.


(45)

Interview dilakukan kepada Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman (BNNK sleman) yaitu Kepala Drs. Kuntadi, M.Si, Seksi Umum Dra Giyarni, Seksi Rehabilitasi dr. Sekar Larasati, Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat Laminem, SH.

b. Dokumentasi

Dalam teknik ini, peneliti berusaha mengumpulkan data yang berasal dari buku – buku, arsip – arsip, agenda, catatan – catatan maupun media online lainnya yang relevan dengan permasalahan penelitian. Dokumentasi tersebut berasal dari perpustakaan, instansi tempat penelitian dan dari berbagai literatulnya.

Peneliti akan melakukan pengumpulan data melalui dokumentasi yang ada di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman (BNNK Sleman) selaku institusi yang menjadi target penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Peneliti menggunakan metode deskriptif dalam menganalisis data. Data yang diperoleh melalui wawancara kepada Badan Narkotika Nasional Kabuopaten Sleman (BNNK Sleman) dalam penelitian ini di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan cara data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman (BNNK Sleman) dideskritifkan secara menyeluruh. Data wawancara dalam penelitian adalah sumber data utama yang menjadi bahan analisis data untuk menjawab masalah penelitian.


(46)

Analisis data dimulai dengan melakukan wawancara dengan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman (BNNK Sleman). Setelah melakukan wawancara, selanjutnya peneliti membuat reduksi data dengan cara abstraksi, yaitu mengambil data yang sesuai dengan konteks penelitian dan mengabaikan data yang tidak diperlukan. Penelitian deskriptif harus memiliki kredibilitas sehingga dapat dipertanggung jawabkan.


(47)

BAB II

PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN

NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN

A. Profil Daerah Kabupaten Sleman

1.

Letak dan Luas Wilayah a. Letak Wilayah

Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110° 33 00 dan 110° 13 00 Bujur Timur, 7° 34 51 dan 7° 47 30 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten

Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I.Yogyakarta.

b. Luas Wilayah

Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau 574,82 Km2 atau sekitar 18% dari luas Propinsi Daerah Istimewa Jogjakarta 3.185,80 Km2, dengan jarak terjauh Utara – Selatan 32 Km,Timur – Barat 35 Km. Secara administratif terdiri 17 wilayah Kecamatan, 86 Desa, dan 1.212 Dusun.


(48)

Tabel 2.1

Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman

No Kecamatan

Banyaknya

Luas

(Ha)

Jml

Penduduk Kepadatan

Desa Dusun (jiwa) (Km2)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Moyudan 4 65 2.762 33.595 1,216

2 Godean 7 57 2.684 57.245 2,133

3 Minggir 5 68 2.727 34.562 1,267

4 Gamping 5 59 2.925 65.789 2,249

5 Seyegan 5 67 2.663 42.151 1,583

6 Sleman 5 83 3.132 55.549 1,774

7 Ngaglik 6 87 3.852 65.927 1,712

8 Mlati 5 74 2.852 67.037 2,351

9 Tempel 8 98 3.249 46.386 1,428

10 Turi 4 54 4.309 32.544 0,755

11 Prambanan 6 68 4.135 44.003 1,064 12 Kalasan 4 80 3.584 54.621 1,524


(49)

13 Berbah 4 58 2.299 40.226 1,750 14 Ngemplak 5 82 3.571 44.382 1,243

15 Pakem 5 61 4.384 30.713 0,701

16 Depok 3 58 3.555 109.092 3,069

17 Cangkringan 5 73 4.799 26.354 0,549 Jumlah 86 1.212 57.482 850.176 1,479

Gambar 2.1


(50)

2. Karakteristik Wilayah

Berdasarkan karakteristik sumberdaya yang ada, wilayah Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4 wilayah, yaitu :

a. Kawasan lereng Gunung Merapi, dimulai dari jalan yang menghubungkan kota Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan (ringbelt) sampai dengan puncak gunung Merapi. Wilayah ini merupakan sumber daya air dan ekowisata yang berorientasi pada kegiatan gunung Merapi dan ekosistemnya.

b. Kawasan Timur yang meliputi Kecamatan Prambanan, sebagian Kecamatan Kalasan dan Kecamatan Berbah. Wilayah ini merupakan tempat peninggalan purbakala (candi) yang merupakan pusat wisata budaya dan daerah lahan kering serta sumber bahan batu putih.

c. Wilayah Tengah yaitu wilayah aglomerasi kota Yogyakarta yang meliputi Kecamatan Mlati, Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Depok dan Gamping. Wilayah ini merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan jasa.

d. Wilayah Barat meliputi Kecamatan Godean, Minggir, Seyegan dan Moyudan merupakan daerah pertanian lahan basah yang tersedia cukup air dan sumber bahan baku kegiatan industri kerajinan mendong, bambu serta gerabah.

Berdasar jalur lintas antar daerah, kondisi wilayah Kabupaten Sleman dilewati jalur jalan negara yang merupakan jalur ekonomi yang menghubungkan Sleman


(51)

dengan kota pelabuhan (Semarang, Surabaya, Jakarta). Jalur ini melewati wilayah Kecamatan Prambanan, Kalasan, Depok, Mlati, dan Gamping. Selain itu, wilayah Kecamatan Depok, Mlati dan Gamping juga dilalui jalan lingkar yang merupakan jalan arteri primer. Untuk wilayah-wilayah kecamatan merupakan wilayah yang cepat berkembang, yaitu dari pertanian menjadi industri, perdagangan dan jasa.

Berdasarkan pusat-pusat pertumbuhan wilayah Kabupaten Sleman merupakan wilayah hulu kota Yogyakarta. Berdasar letak kota dan mobilitas kegiatan masyarakat, dapat dibedakan fungsi kota sebagai berikut :

a. Wilayah aglomerasi (perkembangan kota dalam kawasan tertentu). Karena perkembangan kota Yogyakarta, maka kota-kota yang berbatasan dengan kota Yogyakarta yaitu Kecamatan Depok, Gamping serta sebagian wilayah Kecamatan Ngaglik dan Mlati merupakan wilayah aglomerasi kota Yogyakarta.

b. Wilayah sub urban (wilayah perbatasan antar desa dan kota). Kota Kecamatan Godean, Sleman, dan Ngaglik terletak agak jauh dari kota Yogyakarta dan berkembang menjadi tujuan/arah kegiatan masyarakat di wilayah Kecamatan sekitarnya, sehingga menjadi pusat pertumbuhan dan merupakan wilayah sub urban.

c. Wilayah fungsi khusus / wilayah penyangga (buffer zone). Kota Kecamatan Tempel, Pakem dan Prambanan merupakan kota pusat pertumbuhan bagi


(52)

wilayah sekitarnya dan merupakan pendukung dan batas perkembangan kota ditinjau dari kota Yogyakarta.

3. Wilayah Administratif

Secara administratif Kabupaten Sleman terdiri dari 17 kecamatan, yang memiliki 86 desa dan 1212 dusun. Wilayahnya berbatasan dengan semua kabupaten yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan juga Propinsi Jawa Tengah1.

4. Data Ketenagakerjaan Kabupaten Sleman

Tabel 2.2

Penduduk dan Angkatan Kerja

No Uraian 2009 2010 2011 2012 2013

1 Jumlah penduduk

Laki – laki 484.952 481.491 499.344 563.111 531.678 Perempuan 477.574 487.314 505.197 569.888 527.705 Jumlah 962.526 988.805 1.004.541 1.132.999 1.059.383 2 Jumlah angkatan kerja

Laki – laki 278.625 275.792 285.813 305.257 296.008 Perempuan 211.850 226.476 239.513 255.119 245.913


(53)

Jumlah 490.475 502.268 524.326 560.376 541.921 3 Angkatan kerja

Bekerja

Laki – laki 256.893 254.413 264.670 286.384 278.474 Perempuan 192.785 206.595 219.735 236.238 228.388 Jumlah 449.678 461.008 484.405 522.622 506.862 4 Tidak bekerja

Laki – laki 21.732 21.379 20.143 18.873 17.534

Perempuan 19.065 19.881 19.778 18.881 17.525

Jumlah 40.797 41.260 39.921 37.754 35.059 Sumber data: UPDATING DATA KETENAGAKERJAAN TAHUN 2009 – 2013.2

5. Data Kehidupan Sosial Kabupaten Sleman

Tabel 2.3

Data PMKS Kabupaten Sleman

No Jenis PMKS 2009 2010 2011 2012 2013

1 Anak balita terlantar 1.988 1.582 938 769 585

2 Anak terlantar 4.854 9.453 7.827 7.561 6.455

2http://nakersos.slemankab.go.id/page/75/data-ketenagakerjaan-2009-2013.aspx (09 juni


(54)

3 Anak dengan disabilitas

917

4 Anak nakal 70 180 133

5 Anak berhadapan hukum

64

6 Anak jalanan 68 50 19 91 19

7 Anak dengan kekerasan

939 939

8 Anak memerlukan perlingdungan

khusus

97 97

9 Korban tindak kekerasan (dewasa

dan LU)

105 1.568 1.104 735 890

10 Lanjut usia terlantar 3.741 5.647 5.536 6.017 6.245 11 Penyandang cacat 8.676 8.662 8.256 7.232 6.268

12 Tuna susila 31 22 23 24 8

13 Pengemis 47 42 26 31 25

14 Gelandangan 13 58 54 54 41

15 Pemulung 4 8


(55)

17 Pekerja migran bermasalah sosial

283 247 105 123

18 Wanita rawan sosial ekonomi

2.309 2.768 2.403 2.512 2.466

19 Rumah tak layak huni

4.662 4.787 5.075 4.533 4.211

20 Keluarga bermasalah sosial psikologi

1.007 1.026 1.166 1.016 1.009

21 Keluarga fakir miskin

5.109 5.109 76.356 60.485

22 Fakir

miskin/keluarga miskin

15.975 15.975

23 Rentan miskin 16.332 16.332

24 Korban bencana alam

20 101 1.545 275

25 Korban bencana sosial

2 4 56

26 ODHA (Orang dengan HIV AIDS)


(56)

27 Bekas warga binaan lembaga kemasyarakatan

1.442 1.182 1.286 1.353

Sumber: PEMUTAKHIRAN DATA PMKS DINAS SOSIAL DIY Tahun 20133

B. Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman

1. Dasar Keberadaan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman

Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman terletak di daerah perkantoran Pemerintah Kabupaten Sleman tepatnya di Jalan Candisari No. 14, Beran Tridadi Sleman Yogyakarta. Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman di bentuk berdasarkan:

a. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062).

b. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional.

c. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor : PER / 03 / V / 2015 / BNN tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi Dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota

3http://nakersos.slemankab.go.id/page/76/data-bidang-sosial-2009-2013.aspx (09juni 2016.


(57)

(58)

2. Visi Misi Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman

Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman juga memiliki Visi dan Misi untuk menjadi acuan dalam melaksanakan tugasnya:

a. Visi

“ Mewujudkan masyarakat Sleman bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dalam rangka mendukung terciptanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan kompetitif di segala bidang ”

b. Misi

“ Menyatukan dan Mengerakkan segenap potensi masyarakat Kabupaten Sleman dalam Upaya Pencegahan, Rehabilitasi dan Pemberantasan

Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba “

3. Tugas Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman

Sesuai Perka BNN No 3 Tahun 2015 Bab II Bagian Kesatu Pasal 23 dan 24 tentang tugas Badan Narkotika Nasional Kabupaten/kota sebagai berikut:

Pasal 23

BNN Kabupaten mempunyai tugas melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang BNN dalam wilayah Kabupaten/Kota.


(59)

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, BNNK/Kota menyelenggarakan fungsi:

a. pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan rencana kerja tahunan di bidang P4GN dalam wilayahKabupaten/Kota;

b. pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pencegahan, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi dan pemberantasandalam wilayah Kabupaten/Kota;

c. pelaksanaan layanan hukum dan kerja sama dalam wilayahKabupaten/Kota;

d. pelaksanaan koordinasi dan kerja sama P4GN denganinstansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalamwilayah Kabupaten/Kota;

e. pelayanan administrasi BNNK/Kota; dan

f. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan BNNK/Kota.

4. Susunan Organisasi dan Tugasnya Badan Narkotika Nasional Kabupaten

Sleman

Susunan Organisasi dan Tugasnya Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman sesuai dengan Perka BNN No 3 tahun 2015 Bab II Bagian Kedua Pasal 25, 26, 27, 28, 29 dan 30 sebagai berikut:


(60)

a. Susunan Organisasi

BNNK/Kota terdiri atas: 1. Kepala;

2. Subbagian Umum;

3. Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat; 4. Seksi Rehabilitasi; dan

5. Seksi Pemberantasan.

b. Tugas Susunan Organisasi

 Kepala BNNK/Kota mempunyai tugas :

1. Memimpin BNNK/Kota dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang BNN dalam wilayah Kabupaten/Kota; dan

2. Mewakili Kepala BNN dalam melaksanakan hubungan kerja sama P4GN dengan instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam wilayah Kabupaten/Kota.

 Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana program dan anggaran, pengelolaan sarana prasarana dan urusan rumah tangga, pengelolaan data informasi P4GN, layanan hukum dan kerja sama, urusan tata persuratan, kepegawaian, keuangan, kearsipan, dokumentasi, hubungan masyarakat, dan penyusunanevaluasi dan pelaporan dalam wilayah BNNK/Kota.


(61)

 Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan rencana kerja tahunan P4GN, kebijakan teknis P4GN, diseminasi informasi dan advokasi, pemberdayaan alternatif dan peran serta masyarakat, dan evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan pemberdayaan masyarakat dalam wilayah Kabupaten/Kota.

 Seksi Rehabilitasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan rencana kerja tahunan, kebijakan teknis P4GN, asesmen penyalah guna dan/atau pecandu narkotika, peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial penyalah guna dan/atau pecandu narkotika baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat, peningkatan kemampuan layanan pasca rehabilitasi dan pendampingan, penyatuan kembali ke dalam masyarakat, dan evaluasi dan pelaporan di bidang rehabilitasi dalam wilayah Kabupaten/Kota.

 Seksi Pemberantasan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan rencana kerja tahunan, kebijakan teknis P4GN, administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana narkotika, pengawasan distribusi prekursor sampai pada pengguna akhir, dan evaluasi dan pelaporan di bidang pemberantasan dalam wilayah Kabupaten/Kota.


(62)

5. Standar Operasional Prosedur Penanganan Pengguna Narkoba

Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional nomor 11 tahun 2014 tentang tata cara penanganan tersangka atau terdakwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi.

a. Prosedur Kerja Tim Asesmen Terpadu

 Pasal 14

1. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) diajukan oleh penyidik paling lama 1 x 24 jam setelah penangkapan.

2. Tim asesmen terpadu melakukan asesmen setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3. Tim asesmen terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melaksanakan tugasnya dan memberikan rekomendasi hasil asesmen dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari kepada penyidik untuk dilaporkan secara tertulis kepada pengadilan negeri setempat.

 Pasal 15

1. Asesmen sebagaimana di maksud dalam pasal 12 ayat (1) huruf a, meliputi: a. Wawancara, tentang riwayat kesehatan, riwayat penggunaan narkotika,

riwayat pengobatan dan perawatan, riwayat psikiatris, serta riwayat keluarga dan sosial tersangka atau terdakwa.

b. Observasi atas perilaku tersangka c. Pemeriksaan fisik dan psikis


(63)

2. Asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan ditandatangani minimal oleh 2 orang anggota Tim Medis.

 Pasal 16

1. Asesmen sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) huruf b, meliputi: a. Pencocokan identitas tersangka, antara lain: photo, sidik jari, ciri – ciri fisik,

dan nama/alias, dengan data jaringan narkotika yang ada di database BNN dan polri

b. Analisis data intelijen terkait, jika ada

c. Riwayat keterlibatan pada tindak kriminalitas

d. Telaahan berita acara pemeriksaan tersangka yang terkait dengan perkara lainnya; dan

e. Telaahan penerapan pasal – pasal undang – undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dan surat edaran mahkamah agung nomor 4 tahun 2010 tentang penempatan penyalah guna narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dan surat jaksa agung nomor SE-002/A/JA/02/2013 tentang penempatan korban penyalahgunaan narkotika ke lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

2. Asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan ditandatangani minimal oleh 2 orang anggota tim hukum.


(64)

1. Dalam melakukan asesmen sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 dan 16, Tim Asesmen Terpadu dapat meminta keterangan kepada tersangka dan pihak lain yang terkait.

2. Setiap pelaksaan asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh anggota tim asesmen.

 Pasal 18

1. Tim Asesmen Terpadu memberikan rekomendasi pelaksaan rehabilitas . 2. Dalam hal kepentingan pemulihan tersangka, rekomendasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah Tim Asesmen Terpadu melakukan asesmen.

3. Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam bentuk surat keterangan yang ditandatangani oleh ketua Tim Asesmen Terpadu. 4. Rekomendasi sebagaimana dimaksud ayat (3) disampaikan kepada penyidik

yang meliputi:

1. Peran tersangka sebagai:

a. Pencandu dengan tingkat ketergantungan terhadap narkotika;

b. Pencandu merangkap sebagai pengedar atau terlibat dalam jaringan peredaran gelap narkotika ; dan

c. Korban penyalahgunaan narkotika.

2. Rencana rehabilitasi sesuai dengan tingkat ketergantungan narkotika;

b. Penempatan


(65)

1. Penempatan dalam lembaga rehabilitasi merupakan kewenangan penyidik setelah setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Asesmen Terpadu.

2. Penempatan ke dalam lembaga rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyidik ke dalam rehabilitasi yang di tunjuk oleh pemerintah, dengan dilengkapi berita acara penempatan di lembaga rehabilitasi.

 Pasal 20

Keamanan tersangka yang ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi dilaksanakan oleh rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi yang memenuhi standar keamanan tertentu serta dalam pelaksanaannya dapat berkoordinasi dengan pihak Polri.

c. Pembiayaan

 Pasal 21

Biaya pelaksaan asesmen dalam proses peradilan yang dilakukan oleh Tim Asesmen Terpadu dibebankan pada anggaran Badan Narkotika Nasional.


(66)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kebijakan Penanganan Penggunaan Narkoba Kabupaten Sleman

Kebijakan merupakan solusi ataupun tujuan tertentu yang dibuat oleh Pemerintah sebagai pembuat kebijakan kepada masyarakat untuk menghadapi persoalan yang ada di masyarakat dan bersifat positif. Dalam hal ini Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman memiliki Kebijakan, yaitu kebijakan Penanganan Penyalahgunaan Narkoba yang mana kebijakan ini dilakukan kepada pecandu narkoba agar dapat direhabilitasi oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman.Penyalahgunaan narkoba sendiri merupakan pemakain obat–obatan atau zat-zat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar.

Penyalahgunaan narkoba saat ini adalah salah satu problem yang dihadapi masyarakat indonesia, diketahui saat ini penyalahgunaan tidak lagi digunakan oleh orang–orang dewasa melainkan sudah sampai kegenerasi muda bangsa Indonesia, pada tahun 2014 tercatat bahwa pengguna Narkoba yang ada di Indonesia mencapai sekitar


(67)

4.022.702 jiwa, kemudian khususnya penyalahgunaan Narkoba yang ada di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 62.028 jiwa1.

Inilah yang dihadapi oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman dimana instansi ini berkaitan langsung dan memiliki kebijakan terhadap penyalahgunaan narkoba. Penulis akan menganalisis bagaimana Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman merehabilitasi para pengguna atau pecandu narkotika serta menganalisa apa saja kendala Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman dalam merehabilitasi para pengguna narkotika.

1. Data kasus Narkoba

Data terkait narkoba yang Peneliti dapatkan bahwa pengguna narkoba di Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun menurun, dilihat dari tabel dibawah, yaitu:

Tabel 3.1

Data Kasus Narkoba di Kabupaten Sleman Tahun 2012 - 2014

NO TAHUN DATA

TERSANGKA

1 2012 73 Orang

2 2013 67 Orang

3 2014 30 Orang

Sumber: BNNP DIY

1

http://103.3.70.3/portal/_uploads/post/2015/03/11/Laporan_BNN_2014_Upload_Humas_FIX.pdf (5 maret 2016 23:34)


(68)

Menurut Sekar Larasati selaku perwakilan dari seksi rehabilitasi yang saya wawancarai dalam penelitian ini, kasus penyalahgunaan narkoba yang telah ditangani oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman pada tahun 2015 dan 2016 hingga bulan mei adalah sebagai berikut:2

Tabel 3.2

Data kasus Narkoba di Kabupaten Sleman tahun 2015 – 2016

No Tahun Data Tersangka

1 2015 23 Orang

2 2016 13 Orang

Sumber: BNNK Sleman

2. Faktor Psikologi Sosial

Dalam penelitian ini peneliti memakai Faktor Psikologi Sosial untuk melakukan penelitian tentang penyalahgunaan narkoba. Kemudian ada beberapa faktor psikologi sosial yang mempengaruhi seseorang mengkonsumsi narkoba yaitu Pengaruh Lingkungan dan Tingkah laku.

Dalam penelitian ini pengaruh lingkungan sangat berpengaruh dalam seseorang untuk mengkonsumsi narkoba seperti keluarga, lingkungan sekolah,

2Sumber hasil wawancara Sekar Larasati seksi rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman, 9 Mei 2016


(69)

lingkungan kerja dan lingkungan masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Kuntadi selaku kepala dari Badan Narkotika Nasional kabupaten Sleman yang peneliti wawancarai, yaitu:

“Penyebab seseorang memakai narkoba yaitu disebabkan oleh faktor keluarga dan lingkungan itu sendiri. Faktor keluarga yang mengakibatkan seseorang mengkonsumsi narkoba itu sendiri adalah karena kurangnya komunikasi dalam keluarga mungkin disebabkan terlalu sibuk dalam mencari nafkah untuk keluarga yang mengakibatkan seseorang kekurangan nafkah batin yang menjadi penyebab seseorang mengkonsumsi narkoba3”

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Kuntadi, bahwa faktor keluarga sangat penting untuk mencegah seseorang tidak mengkonsumsi narkoba karena keluarga merupakan tempat yang memiliki hubungan sangat dekat yang bisa membuat seseorang untuk tidak mengkonsumsi narkoba jika di dalam keluarga tersebut memiliki hubungan yang sangat dekat dan baik kemungkinan seseorang untuk mengkonsumsi narkoba bisa dikatakan tidak ada.

Menurut Kuntadi selaku kepala Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman tentang peredaran narkoba di dalam sekolah yaitu:

“peredaran narkoba di dalam lingkungan sekolah itu ada tapi tingkat presentase nya kecil tidak terlalu besar. Maka Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman mengadakan sosialisasi terhadap sekolah-sekolah untuk mencegah peredaran narkoba itu masuk kedalam lingkungan sekolah.”4

3Sumber hasil wawancara Kuntadi kepala Badan narkotika Nasional Kabupaten Sleman, 11 Mei 2016 4Sumber hasil wawancara Kuntadi kepala Badan narkotika Nasional Kabupaten Sleman, 11 Mei 2016


(70)

Ada pun sekolah – sekolah yang dilakukan sosialisasi oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman:

Tabel 3.3

Daftar Nama Sekolah

No Tempat dan waktu Tema dan narasumber Sasaran dan jumlah peserta Keterangan 1 SMK Cendekia, Turi

13 Mei 2014

Tema: Penyuluhan Bahaya Narkoba dan HIV (KKN PPM UGM).

Narasumber: BNNK Sleman

Sasaran: Siswa-Siswi SMK Cendekia.

Jumlah Peserta: 40 Orang.

Materi: Mengenal bentuk, jenis, bahaya, dan cara penanggulangan Narkoba 2 SMP Kanisius,

Sleman 24 Juli 2014

Tema: Mengenal Bentuk dan Jenis-jenis Narkoba beserta penanggulangannya.

Narasumber: BNNK Sleman

Sasaran: Siswa kelas VII, VIII, IX

Jumlah Peserta: 102 orang

Asal Undangan: SMP Kanisius Sleman. Materi: Narkoba dan bahayanya

3 SMK Kesehatan Binatama, Sleman 27 Juli 2014

Tema: Narkoba dan pendidikan remaja.

Narasumber: BNNK Sleman

Sasaran: Siswa kelas X. Jumlah Peserta:

98 siswa

Asal Undangan: SMK Kesehatan Binatama Sleman.

Materi:

Dampak buruk Narkoba dan sex seducation 4 SMAN 1 Ngaglik

27 Juli 2014

Tema:

Bahaya Narkoba.

Narasumber: BNNK Sleman

Sasaran: Siswa kelas X. Jumlah Peserta: 192 siswa

Asal Undangan: SMAN 1 Ngaglik

Materi: Narkoba dan

Penyalahgunaannya 5 SMAN 1 Ngemplak

27 Juli 2014

Tema:

Pemantapan Karakter

Narasumber: BNNK Sleman

Sasaran:

Siswa kelas XI dan XII Jumlah Peserta:

160 orang

Asal Undangan: SMAN 1 Ngemplak

Materi: NAPZA 6 SMP Muhamadiyah

1 Mlati 27 Juli 2014

Tema:

Penyuluhan P4GN bagi siswa.

Narasumber: BNNK Sleman

Sasaran:

Siswa kelas VII. Jumlah Peserta: 160 siswa

Asal Undangan: SMP Muhamadiyah 1 Mlati. Materi:

Penanggulangan penyalahgunaaan Narkoba

7 SMPN 3 Kalasan 27 Juli 2014

Tema: Penyuluhan P4GN bagi siswa.

Sasaran: Kelas VII. Jumlah Peserta:

Asal Undangan: SMPN 3 Kalasan.


(1)

(3) Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melaksanakan tugasnya dan memberikan rekomendasi hasil asesmen

dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari kepada Penyidik untuk dilaporkan secara tertulis kepada Pengadilan Negeri setempat.

Pasal 15

(1) Asesmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, meliputi:

a. Wawancara, tentang riwayat kesehatan, riwayat penggunaan Narkotika, riwayat pengobatan dan perawatan, riwayat psikiatris,

serta riwayat keluarga dan sosial Tersangka dan/atau Terdakwa; b.

c. (2)

(3)

Observasi atas perilaku Tersangka; dan Pemeriksaan fisik dan psikis.

Asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan ditandatangani minimal oleh 2 (dua) orang anggota Tim Medis.

Format asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam

Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

Pasal 16

(1) Asesmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, meliputi:

a. pencocokan identitas Tersangka, antara lain : photo, sidik jari, ciri- ciri fisik, dan nama/alias, dengan data jaringan Narkotika yang ada di database BNN dan Polri;

b. c. d.

e.

analisis data intelijen terkait, jika ada;

riwayat keterlibatan pada tindak kriminalitas;

telaahan Berita Acara Pemeriksaan Tersangka yang terkait dengan perkara lainnya; dan

telaahan penerapan pasal-pasal Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4

Sosial

Tahun 2010 tentang

Surat Edaran

Penempatan Penyalah Guna

Jaksa Agung Nomor SE- Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi

dan

002/A/JA/02/2013 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.


(2)

(2)

(3)

Asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan ditandatangani minimal oleh 2 (dua) orang anggota Tim Hukum. Format asesmen, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

Pasal 17

(1) Dalam melakukan asesmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16, Tim Asesmen Terpadu dapat meminta keterangan kepada Tersangka dan pihak lain yang terkait.

(2) Setiap pelaksanaan asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani oleh anggota Tim Asesmen Terpadu.

(3) Format Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

Pasal 18

(1)

(2)

Tim Asesmen

hal Terpadu kepentingan memberikan pemulihan rekomendasi Tersangka, pelaksanaan rekomendasi rehabilitasi. Dalam

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah Tim Asesmen Terpadu melakukan asesmen.

(3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam bentuk Surat

(4)

Keterangan yang ditandatangani oleh Ketua Tim Asesmen Terpadu.

Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Penyidik yang meliputi:

1. peran tersangka sebagai: a) Pecandu

Narkotika;

b) Pecandu merangkap sebagai pengedar atau terlibat dalam jaringan peredaran gelap Narkotika; dan

c) Korban Penyalahgunaan Narkotika.

2. rencana rehabilitasi sesuai dengan tingkat ketergantungan Narkotika;

dengan tingkat ketergantungannya terhadap


(3)

(5) Contoh Format rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

BAB V PENEMPATAN

Pasal 19

(1) Penempatan dalam lembaga rehabilitasi merupakan kewenangan penyidik setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Asesmen Terpadu.

(2) Penempatan ke dalam lembaga rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik ke dalam lembaga rehabilitasi

yang ditunjuk oleh pemerintah, dengan dilengkapi Berita Acara Penempatan di lembaga rehabilitasi.

Pasal 20

Keamanan Tersangka oleh

yang ditempatkan sakit dan/atau

dalam lembaga rehabilitasi yang

dilaksanakan rumah lembaga rehabilitasi

memenuhi standar keamanan tertentu serta dalam pelaksanaannya dapat berkoordinasi dengan pihak Polri.

BAB VI PEMBIAYAAN

Pasal 21

Biaya pelaksanaan asesmen dalam proses peradilan yang dilakukan oleh

Tim Asesmen Terpadu dibebankan pada anggaran Badan Narkotika Nasional.


(4)

BAB VII KETENTUAN LAIN

Pasal 22

(1) Jaksa Penuntut Umum untuk kepentingan penuntutan dan Hakim untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, dapat meminta bantuan kepada Tim Asesmen Tepadu setempat untuk melakukan asesmen terhadap Terdakwa.

(2) Bantuan asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Peraturan ini dan hasilnya diserahkan kepada Jaksa

Penuntut Umum atau Hakim dengan Berita Acara penyerahan rekomendasi hasil asesmen.

Pasal 23

(1)

(2)

Tersangka yang diduga sebagai pengedar Narkotika ditahan di dalam Lapas, Rutan, atau Cabang Rutan.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula terhadap Tersangka yang terbukti memiliki Narkotika melebihi jumlah tertentu dan terbukti positif memakai Narkotika.

(3) Tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tetap mendapatkan pengobatan dan perawatan dalam rangka pemulihan baik secara medis maupun sosial.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24

(1) Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak peraturan ini diundangkan, setiap BNN Provinsi dan BNN Kabupaten/Kota telah memiliki Tim Dokter yang sudah bersertifikat asesor dari Kementerian Kesehatan dan Klinik Pratama yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan setempat.

(2) Dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak peraturan ini diundangkan, database jaringan peredaran gelap Narkotika sudah dapat diakses oleh Penyidik yang ditetapkan sebagai Tim Hukum dalam Tim Asesmen Terpadu.


(5)

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 25

Dengan berlakunya Peraturan Kepala ini maka Peraturan Kepala Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka atau Terdakwa Penyalah Guna, Korban Penyalahgunaan Narkotika, dan Pecandu Narkotika dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 26

Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar Setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik

Indonesia.

Ditetapkan Pada tanggal

KEPALA

di Jakarta 17 Juni

NARKOTIKA

ttd

2014

NASIONAL BADAN

ANANG ISKANDAR

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 19 Juni 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

ttd

AMIR SYAMSUDIN


(6)

LAMPIRAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

NOMOR

11

TAHUN 2014

TENTANG

TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA DAN/ATAU

TERDAKWA PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA