Cerai Gugat Terhadap Suami Pengguna Narkoba (Analisis Putusan Nomor 0338/Pdt.G/2013/Pajs )

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

ANITA ZHURIYAH AGUSTIN 1110044200025

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

i

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Anita Zhuriyah Agustin 1110044200025

Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A 195003061976031001

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H/2014 M


(3)

ii

dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Hukum Keluarga Islam.

Jakarta, 9 Mei 2014 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. H. JM. Muslimin. MA NIP. 196808121999031014

PANITIA UJIAN

1. Ketua Prodi : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (...) NIP: 195003061976031001

2. Sekretaris Prodi : Hj. Rosdiana, MA. (...) NIP: 19690610200312201

3. Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (...) NIP: 195003061976031001

4. Penguji I : Prof. Dr. H. Ahmad Sutarmadi (...) NIP: 194008051962021001

5. Penguji II : M. Yasir, S.H., M.H (...) NIP: 194407091966041003


(4)

iii

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 14 Maret 2014


(5)

iv

TERHADAP SUAMI PENGGUNA NARKOBA (Analisis Putusan Nomor 0338/Pdt.G/2013/PAJS )”, Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, Program

Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. ix + 67 halaman+halaman lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan perkara ini yang sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang melatar belakangi penelitian ini adalah alasan gugat cerai istri terhadap suami pengguna narkoba yang didalam Undang-Undang Perkawinan dan KHI tidak disebut secara

jelas kata “narkotika maupun prekursor narkotika”.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menekankan pada kualitas dengan pemahaman deskriptif pada putusan tersebut. Pendekatan yang penulis lakukan menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan melihat objek hukum berkaitan dengan undang-undang. Adapun bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun pengelolaan bahan hukum dilakukan dengan cara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret yang dihadapi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim dalam memutus perkara perceraian ketika alasan perceraian terutama terkait dengan narkoba tidak diatur dalam undang-undang maupun peraturan lainnya, maka hakim melandaskan putusan berdasarkan poin-poin lain yang berkaitan pada putusan tersebut.

Kata Kunci : Perceraian, Narkoba.

Pembimbing : Drs.H.A.Basiq Djalil, S.H, M.A Daftar Pustaka : Tahun1995 s.d. Tahun 2014


(6)

v

Segala puji, dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayat dan rahmat-Nya kepada seluruh hambanya. Shalawat serta salam semoga tercurah pada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya serta kaum muslimin yang senantiasa mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak:

1. Dr. H. JM. Muslimin, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H, M.A, selaku ketua Jurusan Prodi SAS sekaligus Dosen pembimbing skripsi, dan Ibu Hj. Rosdiana, M.A selaku sekretaris jurusan SAS yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag, M.Ag, Selaku Dosen Pembimbing Akademik dan seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak lupa juga kepada staf perpustakaan, karyawan.

4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menjadi objek penelitian skripsi ini yang telah membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Kedua orang tua Ayahanda tercinta Suwondo dan Ibunda tersayang

Siti Mu’minah, sujud abdiku kepada kalian atas doa, pengorbanan dan

memberikan motivasi terbesar kalian selama ini, “allahummagfirlii waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani sogiro”. Adikku

tersayang Idam Kholid Septian, Paman Tercinta Sungkono yang sudah mensupport, saudara-saudariku: Ka ana, Ka Ihda, serta keluarga besar


(7)

vi

Azhar, Dea, Syawal, Sasa, Dini, Dira, Salmi, Teh Ade, Wiwin, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, untuk para senior Ka Karim Munthe, Ka Zoeky Nasution, Ka Najwa, Ka Evi dan seluruh keluarga SAS Angkatan 2010 yang tak pernah lelah menyemangati dan membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

7. Keluarga besar Moot Court Community (MCC) yang telah berbagi ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan penyusunan skripsi lainnya di masa mendatang. Penulis pun sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.

Ciputat, 14 Maret 2014


(8)

vii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Batasan dan Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Review Studi Terdahulu... 10

E. Kerangka Teori... 11

F. Metode Penelitian... 13

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II: PERCERAIAN A. Pengertian Perceraian... 16

B. Sebab-Sebab Perceraian ... 17

C. Jenis Perceraian ... 20

D. Akibat Perceraian ... 22

BAB III: NARKOBA DALAM HUKUM POSITIF DAN FIKIH A. Pengertian Narkoba ... 27

B. Jenis Narkoba ... 29

C. Faktor Pendorong ... 31


(9)

viii

C. Analisis Putusan ... 54

D. Analisis Penulis... 60

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran... 66

DAFTAR PUSTAKA... 68

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Surat Bimbingan Skripsi... 71

2. Surat Wawancara ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan... 72

3. Tanda Penerimaan Surat Wawancara... 73

4. Salinan Putusan Nomor 0338/Pdt.G/2013/PAJS... 74

5. Surat Hasil Wawancara... 139


(10)

1

A. Latar Belakang Masalah

Kata “nikah atau zawaj” berasal dari bahasa Arab dilihat dari etimologi

(bahasa) berarti “berkumpul & menindih”, atau dengan ungkapan lain bermakna “aqad & setubuh” dalam arti yang sebenarnya & hubungan badan dalam arti majazi

(metafora). Dengan demikian itu berdasarkan firman Allah:







Artinya:“Sebagian kamu adalah dari sebagian yang lain”(Q.S An-Nisa:25)

Secara terminologi (istilah) “nikah atau zawaj” adalah:

1. Aqad yang mengandung kebolehan memperoleh kenikmatan biologis dari seorang wanita dengan jalan ciuman, pelukan dan persetubuhan.

2. Aqad yang ditetapkan Allah bagi seorang lelaki atas diri seorang perempuan atau sebaliknya untuk dapat menikmati secara biologis antara keduanya.1

Perkawinan merupakan pertemuan dua hati yang saling melengkapi satu sama lain dan dilandasi dengan rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang (warahmah). Pada dasarnya setiap calon pasangan suami isteri yang akan melangsungkan atau akan membentuk suatu rumah tangga akan selalu bertujuan menciptakan keluarga yang

1

Ahmad Sudirman,Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antar Madzhab,(PT. Prima Heza Lestari: 2006), Cet. Ke-1, h. 1


(11)

bahagia dan sejahtera serta kekal untuk selamanya, namun impian semua itu tak selamanya indah.

Agar cita-cita dan tujuan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka suami isteri yang memegang peranan utama dalam mewujudkan keluarga yang sakinah perlu meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntunan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Ruum ayat 21:

                                    

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(Q.S Ar-Rumm: 21)

Pernikahan seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 bab I adalah

“Ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.2

Untuk mengadakan ikatan suci dengan tujuan rumah tangga yang bahagia dan kekal itu harus dipenuhi prinsip-prinsip tertentu yang dinamakan keluarga adalah minimal terdiri atas seorang suami dan seorang istri yang selanjutnya muncul adanya anak atau anak-anak dan seterusnya.

2


(12)

Maka, sudah semestinya di dalam sebuah keluarga juga dibutuhkan adanya seorang pemimpin keluarga yang tugasnya membimbing dan mengarahkan sekaligus mencukupi kebutuhan baik itu kebutuhan yang sifatnya dhohir maupun yang sifatnyabathiniyahdi dalam rumah tangga tersebut supaya terbentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Ketika akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat rukunnya, maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akan menimbulkan hak dan kewajiban sebagai suami isteri dalam keluarga. Jika suami istri sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing, maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati, sehingga terwujudlah kebahagian hidup dalam berumah tangga. Dalam Kompilasi Hukum Islam kewajiban suami isteri dijelaskan di dalam pasal 77 dan pasal 78.3

Perkawinan juga bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek untuk membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran agama. Fungsi keluarga adalah menjadi pelaksana pendidikan yang paling menentukan. Sebab keluarga salah satu di antara lembaga pendidikan informal, ibu-bapak yang dikenal mula pertama oleh putra-putrinya dengan segala perlakuan yang diterima dan dirasakannya, dapat menjadi dasar pertumbuhan pribadi/kepribadian sang putra-putri itu sendiri. 4 Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad Saw:

3

Abdul Rahman Ghozali, fiqih munakahat,( Jakarta: Kencana, 2003), h.155,157.

4

H.M.A.Tihami, Sohari Sahrani, fikih munakahat kajian fikih nikah lengkap (Jakarta: Rajawali Pres, 2009), h. 16


(13)

:

:

(

)

5

Artinya: “Tiada bayi yang dilahirkan melainkan lahir di atas fitrah maka ayah dan ibundanya yang menjadikan ia yahudi, nasrani atau majusi”

(H.R. Bukhari dari Abu Hurairah)

Sebagai pemimpin keluarga, seorang suami atau ayah mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak ringan yaitu memimpin keluarganya. Allah menuntut kendali keluarga ditangan lelaki karena kekuatan dan kegigihan yang dikaruniakan Allah kepadanya, serta kemampuan mencari rezeki di muka bumi. Hal ini berarti mengharuskan lelaki bekerja keras, mendorongnya untuk berbuat, berjuang dan merupakan beban serta tanggung jawab, ia sejalan dan selaras dengan fitrahnya.6 Allah berfirman:                          

Artinya: ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”(Q.S Annisa: 34)

Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kenyataan hidup yang terdapat didalam masyarakat roda kehidupan berjalan dengan dinamis, tidak lepas dari perselisihan antara anggota keluarga tersebut terlebih antara suami dan istri.

5

M. Nashiruddin Al- Albani,Ringkasan Terjemah Shahih Bukhari, Penerjemah As’ad Yasin,

Elly Latifa (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 437

6

Abdul Hakam Ash-Sha’idi, Menuju Keluarga Sakinah,(Jakarta: Media Eka Sarana, 2005), h.88


(14)

Kenyataan hidup seperti itu menimbulkan bahwa memelihara kelestarian kesinambungan hidup bersama suami isteri itu bukanlah hal yang mudah.

Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga, maupun dalam pergaulan masyarakat. Dengan demikian, segala sesuatu dalam rumah tangga (keluarga) dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami dan istri. Adakalanya suatu halangan yang sangat besar sudah sangat sulit dicarikan jalan keluarnya, sehingga perceraian sebagai jalan akhir yang ditempuh untuk menghindari perselisihan di antara keduanya.

Salah satu munculnya permasalahan ketika suami sebagai seorang kepala keluarga yang mempunyai tanggungjawab yang besar akan tetapi berperilaku buruk seperti menggunakan obat-obatan terlarang atau narkoba. Para ulama telah sepakat bahwa menyalahgunakan narkoba itu haram, karena dapat merusak jasmani dan rohani umat manusia melebihi khamar.

Secara terminologi dalam kamus besar bahasa Indonesia, narkoba atau narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang. Orang yang mengkonsumsi narkoba akan mengalami gangguan mental dan perilaku, sebagai akibat dari ketergantungannya sistem neurotransmier tersebut mengakibatkan terganggunya fungsi kognitif, afektif, dan psikomotorik.7

7

Mardani, Penyalahgunaan narkoba dalam perspektif hukum islam dan hukum pidana nasional, ( Jakarta: Raja grafindo persada, 2008), h. 73, 177.


(15)

Pada awalnya, narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, peruntukan narkotika mengalami perluasan hingga kepada hal-hal yang negatif. Oleh karena itu, agar penggunaan narkotika dapat memberikan manfaat bagi umat manusia, peredarannya harus diawasi secara ketat. Sebagaimana dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang menyebutkan Pengaturan Narkotika bertujuan untuk:

a. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari

penyalahgunaan Narkotika.

c. Memberantas peredaran gelap Narotika dan Prekursor Narkotika.

d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu Narkotika.8

Pentingnya peredaran narkotika diawasi secara ketat karena saat ini pemanfaatannya banyak untuk hal-hal yang negatif. Harus diakui bahwa masalah penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu persoalan yang tidak mudah untuk ditemukan solusinya. Penggunaan narkotika sangat beragam dan menjangkau semua lapisan masyarakat. Efek negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan narkotika secara berlebihan dalam jangka waktu lama serta tidak diawasi oleh ahlinya, dapat

8


(16)

menimbulkan berbagai dampak negatif pada penggunanya, baik secara fisik maupun psikis.9

Ketika seorang suami menggunakan narkoba maka akan hilang rasa tanggungjawab terhadap keluarganya, maka akan berakibat hancurnya kehidupan rumah tangga. Selain itu akan berdampak pada timbulnya pengaruh negatif pada diri anak. Oleh karena itu, penulis berkeyakinan bahwa permasalahan yang akan diteliti layak untuk dilakukan dan penulis bermaksud mengangkat permasalahan tersebut kedalam sebuah skripsi yang berjudul Cerai Gugat Terhadap Suami Pengguna Narkoba (Analisis Putusan nomor: 0338/Pdt.G/2013/PAJS). Pada awalnya penulis menggunakan putusan nomor 1998/Pdt.G/2010/PAJS dengan subtansi yang sama mengenai narkoba namun dikarenakan Majelis Hakim yang memutuskan perkara tersebut telah dimutasi di luar Pulau Jawa sehingga penulis tidak dapat mewawancarai hakim tersebut.

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Masalah apa sajakah yang terkait dalam perceraian, berikut di bawah ini uraiannya:

1) Bagaimanakah tata cara perceraian?

2) Faktor apa saja yang menyebabkan perceraian? 3) Bagaimanakah cerai gugat karena narkoba?

9

Didik M Arief Mansur, Elisatris Gultom, Urgensi perlindungan korban kejahatan antara norma dan realita, ( Bandung: Raja Grafindo Persada, 2006 ), h. 100


(17)

4) Bagaimanakah pelaksanaan cerai gugat dan cerai talak? 5) Bagaimanakah cerai gugat menurut hukum positif? 6) Apa landasan hukum yang digunakan dalam cerai gugat? 2. Batasan Masalah

Agar penulisan skripsi ini tidak meluas dan tidak terarah pembahasannya, maka penulis membatasi lingkup penelitian yang berkenaan dengan perceraian yang disebabkan narkoba, dan putusan perkara nomor 0338/Pdt.G/2013/PAJS.

3. Rumusan Masalah

Dalam Undang-Undang Perkawinan, Peraturan Pemerintah dan KHI, tidak ditemukan secara jelas kata narkoba sebagai alasan perceraian. Namun

terdapat kata “pemadat” akan tetapi faktanya di dalam putusan ini hakim tidak menafsirkan kata “pemadat” sebagai narkoba. Adapun perumusan masalah diatas maka penulis merincikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1) Apakah suami pengguna narkoba dapat diajukan perceraian?

2) Apa dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan perkara No.0338/Pdt.G/2013/PAJS?

3) Apakah putusan No.0338/Pdt.G/2013/PAJS sudah sesuai dengan KHI dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan dan kegunaannya yang bermanfaat bagi pembacanya, oleh karena itu tujuan dan kegunaan dari penelitian ini, antara lain:


(18)

1. Untuk mengetahui duduk perkara perceraian akibat suami pengguna narkoba.

2. Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan perkara No.0338/Pdt.G/2013/PAJS.

3. Untuk mengetahui putusan No.0338/Pdt.G/2013/PAJS sudah sesuai dengan KHI dan Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang keperdataan islam

2. Segi Praktis

Memberikan penjelasan kepada masyarakat pada umumnya tentang ketentuan hukum dan perundang-undangan yang mengatur tentang gugat cerai istri kepada suami sebagai pengguna narkoba.

3. Segi Ilmu Pengetahuan

Untuk memberikan kajian dalam memperkaya literatur serta penelitian secara mendalam lebih lanjut dan sebagai kontribusi pemikiran terhadap kajian hukum keluaga Islam serta dijadikan bahan rujukan pada kajian-kajian ilmiah selanjutnya.


(19)

D. Riview Studi Terdahulu

Dalam karya ilmiah ini, penulis menemukan data yang berhubungan dengan bahasan mekanisme cerai gugat terhadap suami pecandu narkoba:

No Identitas Terdahulu Substansi Perbedaan

1 Zulfikar “Cerai

gugat suami

pemakai narkoba (studi atas putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tahun 2005-2008)”

Fakultas Syariah dan Hukum, 2009

1. Menjelaskan perkara gugat cerai yang terkait dengan unsur narkoba dari tahun 2005-2008. 2. Menjelaskan jenis-jenis perceraian

1. Menjelaskan perkara gugat cerai karena suami pemakai narkoba melalui analisis putusan nomor 0338/pdt.G/2013/PAJS 2. Menjelaskan jenis-jenis perceraian serta dampak suami pengguna narkoba terhadap keluarga.

2. Dwi Julianto,

“Perceraian karena

suami pengguna narkoba ( Analisis putusan pengadilan agama Jakarta

Timur)”, Fakultas

Syariah dan

1. Menjelaskan tentang jenis-jenis perceraian dan faktor terjadinnya perceraian.

2. Menjelaskan dampak narkoba bagi kehidupan rumah tangga

1. Menjelaskan hubungan perceraian dengan suami

pengguna narkoba

sebagai kepala rumah tangga.

2. dalam skripsi ini penulis menjelaskan jenis-jenis narkoba berdasarkan


(20)

Hukum, 2012 Undang-undang Narkotika terbaru dan efek negative yang ditimbulkan.

E. Kerangka Teori

Bila istri melihat sesuatu pada diri suaminya sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah SWT untuk melanjutkan perkawinan, seperti halnya istri mengetahui bahwa suaminya menggunakan narkoba dan suami tidak bisa lagi diingatkan dengan usaha yang telah dilakukan istri kepada suaminya untuk berhenti menggunakan narkoba, maka istri bisa mengajukan gugatan cerai kepada suami. Karena efek yang ditimbulkan akibat penggunaan narkotika dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada penggunanya.

Islam memberikan jalan keluar ketika suami istri yang tidak dapat lagi meneruskan perkawinan, dalam artian ketidak cocokan pandangan hidup dan perselisihan rumah tangga yang tidak bisa didamaikan lagi, maka diberikan jalan keluar yang dalam istilah fiqih disebut dengan thalaq (Perceraian). Agama islam membolehkan suami istri bercerai, tentunya dengan alasan-alasan tertentu, walaupun perceraian itu sangat dibenci oleh Allah SWT.10

10

Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2002), Cet. Ke-2, h. 102.


(21)

Mengenai Putusnya perkawinan, Undang-Undang No. 1 tahun 1974 BAB VIII pasal 38 dikenal adanya tiga macam cara putusnya perkawinan, yaitu: kematian, perceraian dan keputusan pengadilan. Pasal 39 UU No. 1 tahun 1974 menegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan dengan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan antara kedua belah pihak, dan untuk melakukan perceraian harus ada alasan yang cukup sehingga dapat dijadikan landasan yang wajar bahwa suami dan istri tidak ada harapan lagi untuk hidup bersama sebagai suami istri.11

Alasan dimaksud dalam Pasal 39 UU No.1 tahun 1974 ini diperinci lebih lanjut dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975, yaitu ada enam alasan untuk perceraian, sebagai berikut:

1. Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabuk, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahu berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

11

Republik Indonesia,Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 38, 39


(22)

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.

6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.12

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu menggunakan metode-metode pada umumnya berlaku pada penelitian, yaitu:

1) Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini menekankan pada kualitas dengan pemahaman deskriptif. Selain itu penelitian ini berupa analisis putusan Nomor 0338/Pdt.G/2013/PAJS di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

2) Kriteria dan Sumber Data

Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer: Wawancara mendalam dengan hakim yang memutus perkara ini.

b. Data skunder: Untuk melengkapi atau mendukung analisis, tetap diperlukan analisis data sekunder yaitu dengan penelitian kepustakaan (Library Search) dengan cara mengkaji buku-buku,

12


(23)

literatur-literatur, maupun artikel-artikel yang berkaitan baik dari surat kabar, jurnal yang masih berhubungan dengan judul penelitian. 3) Pendekatan

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatanYuridis-normatif. Pendekatan yuridis penting digunakan dalam melihat objek hukum berkaitan dengan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA dan UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012” dengan

sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut

BAB PERTAMA Tentang Pendahuluan, memuat: Latar Belakang

Masalah, Identifikasi Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi

Terdahulu, Kerangka Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB KEDUA Tentang Gambaran Umum Perceraian pada bab ini penulis membahas tentang: Pengertian Perceraian,


(24)

Penyebab Perceraian, Jenis Perceraian, Akibat Perceraian

BAB KETIGA Tentang Narkoba Dalam Pandangan Hukum Positif dan Fikih. Pada bab ini penulis membahas tentang: pengertian narkoba, jenis narkoba dan dampak negatif narkoba

BAB KEEMPAT Analisis Putusan Perkara: Profil Pengadilan, analisis duduknya perkara, analisis putusan, analisis penulis. BAB KELIMA Penutup, bab ini merupakan bab terakhir dari

penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian,

disamping itu pula penulis memberikan saran dan kritik yang dianggap perlu pada permasalahan yang diteliti.


(25)

16

A. Pengertian Perceraian

Akad perkawinan dalam hukum Islam bukanlah perkara perdata semata, melainkan ikatan suci (misaqan galiza) yang terkait dengan keyakinan dan keimanan kepada Allah. Namun sering kali apa yang menjadi tujuan perkawinan kandas di perjalanan yang mengakibatkan putusnya perkawinan baik karena sebab kematian, perceraian ataupun karena putusnya pengadilan berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang.1

Perceraian didefinisikan sebagai melepas tali perkawinan dengan kata talak atau kata yang sepadan artinya dengan talak. Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu isteri tidak lagi halal

bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak ba’in, sedangkan arti mengurangi

pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dan dua menjadi satu, dan satu menjadi hilang hak talak itu, yaitu terjadi dalam

talak raj’i.2

1

Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, hukum perdata islam di indonesia (studi kritis perkembangan hukum islam dari fikih UU No 1/1974 sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. Ke-3, h. 206, 216.

2

Hotnidah Nasution,ed., Relalsi Suami Istri Dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h. 16


(26)

Perceraian dalam hukum positif ialah suatu keadaan di mana antara seorang suami dan seorang isteri telah terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat pada putusnya suatu perkawinan, melalui putusan pengadilan setelah tidak berhasil didamaikan. Sebagaimana dikatakan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 38 dikatakan bahwa perkawinan dapat putus karena:

a. Kematian b. Perceraian

c. Keputusan Pengadilan.3

KHI Instruksi Presiden RI Nomor 1 tahun 1991 juga memuat masalah Putusnya Perkawinan pada Bab XVI pasal 113 dinyatakan Perkawinan dapat putus karena:

a. Kematian b. Perceraian, dan

c. Atas putusan Pengadilan.4

B. Sebab-Sebab Perceraian

Pembagian peran secara kaku tanpa disadari atau tidak, selain dinilai diskriminatif, dalam banyak kasus sering kali menyebabkan kekerasan terhadap perempuan. Otoritas suami sebagai pemimpin seringkali mengantar mereka kepada tindakan sewenang-wenang. Kemudian, keikut sertaan istri mencari nafkah baik

3

Yayan Sopyan, Islam-Negara (transformasi hukum perkawinan islam dalam hukum nasional), (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) cet. Ke-1, h. 174

4


(27)

secara terpaksa maupun karena motivasi yang lain, pada umumnya melahirkan peran ganda bagi istri. Dalam bahasa Wahbah Zuhaili selain mengais rejeki dengan tangan kanannya, ia juga harus mengguncang ayunan dengan tangan kirinya. Rumah tangga yang semestinya dibangun laksana surga bagi semua penghuninya justru terwujud bagai neraka bagi seorang istri.5

Untuk melakukan perceraian harus memiliki cukup alasan yang kuat dan dibenarkan oleh Undang-Undang, sebagaimana termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dalam pasal 19 menyebutkan alasan bagi suami istri untuk bercerai ialah perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berrturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.

5

Alimin, ed., Relasi Suami Istri Dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarfif Hidayatullah, 2004), h.40


(28)

f. Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.6

Karena masalah perceraian akan merugikan semua pihak, baik suami, isteri, anak-anak, maupun kehidupan masyarakat. Salah satu aturan yang mengatur dipersulitnya perceraian adalah termuat dalam pasal 39 Undang-Undang Perkawinan, bahwa:

1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.7

Berkenaan dengan sebab-sebab terjadinya perceraian KHI Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 juga mengatur pada pasal 116 yang berbunyi:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin peihak lain di luar kemampuannya.

6

Republik Indonesia,Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU

Nomor 1 Tahun 1974,pasal 19

7

Mona Eliza,pelangaran terhadap UU perkawinan dan akibat hukumnyai,(Ciputat: Adelina Bersaudara, 2009), Cet. Ke- 1, h.72


(29)

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.

f. Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak,

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.8

Dari pasal 116 KHI Instruksi Presiden RI Nomor 1 tahun 1991 ini ada tambahan dua sebab terjadinya perceraian dibanding dengan pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yaitu suami melanggar taklik talak dan murtad, tambahan ini relatif penting karena sebelumnya tidak ada yang mengatur tentang hal tersebut.9

C. Jenis Perceraian

Sejalan dengan prinsip atau asas undang-undang perkawinan untuk mempersulit terjadinya perceraian, maka perceraian hanya dapat dilakukan di depan

8

Ibid, h. 73

9

Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, hukum perdata islam di indonesia (studi kritis perkembangan hukum islam dari fikih UU No 1/1974 sampai KHI), h.221


(30)

sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian di pengadilan dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Cerai Talak (Permohonan)

Talak terambil dari kata “ithlaq” menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan”. Menurut istilah syara’ “melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”. Jadi talak itu adalah menghilangkan tali perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak halal lagi bagi suaminya.10

Sebagaimana dalam Hadits Ibnu Umar menyatakan, Rasulullah Saw, bersabda: þ

)

(

11

Artinya: “Talak merupakan perbuatan halal yang sangat dibenci Allah Swt”.(HR Abu Daud dan Hakim)

Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama islam, yang akan menceraikan istrinya mengajukan surat ke pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.12

10

Abdul Rahman Ghozali,fiqih munakahat,h.155,157 11

Terjemahan Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits Hukum, Penerjemah Mu’al Hamidy, dkk, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2001), Cet. Ke-3, h. 2311

12

Hasanudin AF, Perkawinan dalam perspektif Al-Qur’an (nikah, talak, cerai, ruju’), (Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011), h. 57


(31)

Menurut Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989

tentang Peradilan Agama menyatakan “Seorang suami yang beragama

Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak”.13 b. Cerai Gugat

Perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau iwad kepada dan atas persetujuan suaminya.14Hal ini dijelaskan di dalam Al-Qur’ansurat al-Baqarah ayat 229:

 ð               

Artinya:“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.”

(Q.S. Al-Baqarah: 229 )

Gugatan perceraian yang diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada pengadilan harus menyangkut alasan-alasan dan dukungan alat bukti yang berdasar pada pasal 74, 75 dan 76 UU Nomor 7 tahun 1989 dan pasal 133, 134 dan 135 KHI.15

D. Akibat Perceraian

Apabila perkawinan yang diharapkan tidak tercapai dan perceraian yang diambil sebagai jalan keluarnya maka akan timbul akibat dari perceraian itu. Dalam

13

Dedi Supriyadi, mustofa, Perbandingan hukum perkawinan di dunia islam (Bandung: pustaka al-fikriis, 2009) Cet. Ke-1, h. 193

14

Hasanudin AF,Perkawinan dalam perspektif Al-Qur’an (nikah, talak, cerai, ruju’), h. 75

15


(32)

hal ini baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau Kompilasi Hukum Islam (KHI) Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 mengatur hal tersebut pada pasal-pasal berikut ini, yaitu:

a. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974

Pasal 41: Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.

b) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.

c) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.16

b. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 Pasal 149: Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

16

Reny Verawati, Perceraian Karena Istri Riddah (Analisis Pengadilan Putusan Agama Jakarta Timur Nomor 114/Pdt.G/2009/PAJT), (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 29


(33)

a) Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa

uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul.

b) Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah di jatuhi talak ba’in atau

nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.

c) Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla al dukhul.

d) Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.

Pasal 150: Bekas suami berhak melakukan ruju’ kepada bekas istrinya

yang masih dalam iddah.

Pasal 151: Bekas istri selama dalam iddah, wajib menjaga dirinya, tidak menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain.

Pasal 152: Bekas istri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia nusyuz.

Pasal 156: Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a) Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh:

1) wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu. 2) ayah.


(34)

4) saudara perempuan dari anak yang bersangkutan

5) wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah b) Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan

hadhanah dari ayah atau ibunya

c) Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula

d) Semua biaya hadhanah dan nafkah menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun)

e) Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, penngadilan agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a),(b), dan (d)

f) Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.17

Bila hubungan perkawinan putus, maka mempunyai akibat hukum sebagai berikut:

17


(35)

a. Hubungan antara keduanya adalah asing dalam arti harus berpisah dan tidak boleh saling memandang, apalagi bergaul sebagai suami istri, sebagaimana yang berlaku antara dua orang yang saling asing.

b. Keharusan memberi mut’ah, yaitu pemberian suami kepada istri yang diceraikannya sebagai suatu kompensasi. (Jumhur berpendapat bahwa

mut’ah itu hanya untuk perceraian yang inisiatifnya berasal dari suami, seperti thalaq, kecuali bila jumlah mahar telah ditentukan dan bercerai sebelum bergaul).

c. Melunasi hutang yang wajib dibayarnya dan belum dibayarnya selama masa perkawinan, baik dalam bentuk mahar maupun nafaqah.

d. Berlaku atas istri yang dicerai ketentuan iddah. e. Pemeliharaan terhadap anak atau hadhanah.18

18

Mardani,Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern,(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), Cet. Ke-1,h. 30


(36)

27 A. Pengertian Narkoba

a. Menurut Hukum Pidana Islam

Istilah narkoba dalam konteks hukum Islam tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an maupun dalam Sunnah. Dalam Al-Qur’an hanya

menyebutkan istilah khamar. Secara etimologis, narkotika diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan kata ت ا ر ّﺪ ﺨ ﻤ ﻟ ا (al-mukhhaddirat) yang berasal dari kata ﺧ (khaddara yukhaddiru takhdir) yang berarti hilang rasa, bingung, membius, tidak sadar, menutup, gelap dan mabuk.1

Melihat dari pengaruh yang ditimbulkan maka narkoba dapat disejajarkan hukumannya dengan khamar bahkan lebih berat lagi tingkat keharamannya. Islam telah menjelaskan walaupun khamar memiliki manfaat terhadap kita namun bahayanya juga sangat besar terhadap kita.2Maka dari itu Al-Quran mengharamkan khamar tersebut sebagaimana Allah berfirman:

               !

"

#

$%

&

' 

!

"

     1

Mardani, penyalahgunaan narkoba dalam perspektif hukum islam dan hukum pidana nasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 76

2

Vinieska Rahayu,Penyalahgunaan Narkoba Oleh Anak (Kajian Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.18/Pid.Anak/2010/PN.JKT.Sel), (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), h. 52


(37)

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".

(Q.S Al-Baqarah: 219)

Para ulama sepakat bahwa para konsumen khamar ditetapkan sanksi hukum had, yaitu hukum dera sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang. Terhadap pelaku pidana yang mengonsumsi minuman memabukkan dan/atau obat-obatan yang berbahaya menurut pendapat Hanafi dan Malik akan dijatuhkan hukuman cambuk sebanyak 80

kali, sedangkan menurut Syafi’I hukumannya hanya 40 kali.3

b. Menurut Hukum Pidana Nasional

Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris

narcose atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia narkoba atau narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.4

Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan terutama rasa sakit dan nyeri yang berasal dari daerah viresal atau alat-alat rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek

3

Zainuddin Ali,Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet.Ke-1, h. 101 4


(38)

stupor atau bengong yang lama dalam keadaan masih sadar serta menimbulkan adiksi atau kecanduan.5

Yang dimaksud narkotika menurut Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika ”Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.6

B. Jenis Narkoba

Secara umum narkoba dapat dibedakan dalam beberapa jenis:

a. Alami adalah jenis obat atau zat yang diambil langsung dari alam, tanpa adanya proses fermentasi atau produksi, misalnya: ganja, opium, kokain, kafein, dan lain-lain.

b. Semisintesis adalah jenis obat atau zat yang diproses sedemikian rupa melalui proses fermentasi seperti: morfin, kodein, heroin, dan lain-lain. c. Sintesis adalah jenis obat atau zat yang mulai dikembangkan untuk

keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit (analgesik) dan penekan batuk (antitusif) seperti: amfetamin, deksamfetamin, petidin,

5

Ibid, h. 79

6

AR. Sujono, Bony Daniel, Komentar dan pembahasan undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang NARKOTIKA, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), Cet. Ke-1, h. 63


(39)

meperidin, metadon, dipipanon, dekstropropokasifein, dan LSD. Zat-zat sintesis juga dipakai oleh dokter untuk terapi penyembuhan kepada para pecandu.7

Zat atau obat yang dikategorikan sebagai narkotika dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang NARKOTIKA digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu sebagai berikut:

a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.8

Selain golongan narkotika diatas menurut UU Nomor 35 Tahun 2009 ditambahkan istilah prekursor narkotika yang mana menurut penjelasan umum di

7

Eny Kusmiran, Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita, (Jakarta: Salemba Medika, 2011), h. 63

8

Republik Indonesia,Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang NARKOTIKA, pasal 6 ayat (1)


(40)

dalam undang-undang tersebut adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika yang mana prekursor narkotika ini hanya diperuntukkan bagi industri farmasi.9

C. Faktor Pendorong

Penyalahgunaan narkoba juga disebabkan oleh adanya faktor pendorong yang dimana dalam hal ini dibedakan menjadi beberapa faktor:

a. Faktor individu

Penyalahgunaan obat dipengeruhi oleh keadaan mental, kondisi fisik, dan psikologis seseorang. Eksplorasi seksual bisa mendorong penyalahgunaan zat baik untuk mengurangi hambatan psikologis, meningkatkan fantasi, sensasi, dan mengatasi rasa bersalah. Nurco mengemukakan enam faktor yang dapat berdiri sendiri atau bergabung satu sama lain untuk menjelaskan mengapa seseorang bisa menjadi penyalahgunaan obat terlarang sedangkan orang lain tidak, yaitu:

a) Kebutuhan untuk menekan frustasi dan dorongan agresif. b) Ketidak mampuan menunda kepuasan.

c) Tidak ada indentifikasi seksual yang jelas.

d) Kurang kesadaran dan upaya untuk mencapai tujuan-tujuan yang bisa diterima secara sosial.

9

AR. Sujono, Bony Daniel, Komentar dan pembahasan undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang NARKOTIKA, h. 48, 49


(41)

e) Menggunakan perilaku yang menyerempet bahaya untuk menunjukkan kemampuan diri.

f) Menekan rasa bosan. b. Faktor Zat

Di samping pengaruh dari pengalaman, harapan pemakai, serta dosis yang digunakan, hanya zat yang mempunyai khasiat tertentu dapat menyebabkan gangguan penyalahgunaan obat terlarang. Hal ini menunjukkan bahwa suatu prasyarat keadaan psikopatologi tidak selalu harus ada, baik pada pemakai pertama atau lanjutan.

c. Faktor Lingkungan

Faktor sosiologis yang dianggapa dapat menyebabkan penyalahgunaan zat antara lain sebagai berikut:

a) Hubungan dalam keluarga, kualitas hubungan anggota keluarga yang tidak harmonis dapat menyebabkan penyalahgunaan obat/zat terlarang dan meningkatkan prevalensi depresi serta aktivitas seksual.

b) Pengaruh teman, bagi terjadinya penyalahgunaa zat/obat terlarang sangat penting. Hukuman oleh kelompok teman bagi mereka yang mencoba menghentikan pemakaian zat/obat terlarang tentu dirasakan lebih berat dari bahaya penyalahgunaan zat itu sendiri. c) Pengaruh lingkungan, penyalahgunaan zat/obat terlarang sejak lama


(42)

seseorang di lingkungan tertentu, dan selanjutnya akan diperkuat oleh budaya penggunaan yang ada dilingkungan tersebut.10

D. Dampak Negatif Narkoba

Obat-obatan untuk tujuan medis secara ilegal diresepkan oleh dokter atau apoteker terdidik, guna mencegah dan mengobati penyakit. Namun, pemakaian obat tanpa petunjuk medis merupakan penyalahgunaan. Seorang yang sudah ketergantungan atau kecanduan berarti tidak dapat hidup tanpa obat karena ia tidak dapat hidup secara normal. Orang tersebut akan bertingkah laku aneh dan menciptakan ketergantungan fisik dan psikologis pada tingkat yang berbeda-beda.11

Hal ini dikarenakan ketergantungan fisik menyebabkan timbulnya rasa sakit bila ada usaha untuk mengurangi pemakaiannya bila pemakaiannya dihentikan. Ketergantungan secara psikologis menimbulkan tingkah laku yang kompulsif untuk memperoleh obat-obatan tersebut. Keadaan ini semakin memburuk jika tubuh sang pemakai menjadi kebal akan narkoba, sehingga kebutuhan tubuh akan narkoba menjadi meningkat untuk dapat sampai pada efek yang sama tingginya. Dosis yang tinggi dan pemakaian yang sering, diperlukan untuk menenangkan keinginan yang besar. Dan hal ini dapat menyebabkan kematian.12

10

Eny Kusmiran,Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita, h. 75

11

Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama (BERSAMA),Pengawasan serta peran aktif orang tua dan aparat dalam penanggulangan dan penyalahgunaan narkoba, (Jakarta: Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama (BERSAMA), 2005), h. 5

12


(43)

Narkoba yang disalahgunakan dapat membawa efek-efek terhadap tubuh si pemakai yang dapat diklasifikasikan tahapannya sebagai berikut:

a. Euphoria

Suatu perasaan yang riang gembira yang dapat ditimbulkan oleh narkoba yang abnormal dan tidak sepadan dan sesuai terhadap tubuh si pemakai yang sebenarnya. Efek ini ditimbulkan oleh dosis yang tidak begitu tinggi. b. Delirium

Menurunnya kesadaran mental si pemakai disertai kegelisahan yang agak hebat yang terjadi secara mendadak, yang dapat menyebabkan gangguan koordinasi otot-otot gerak motorik. Efek delirium ini ditimbulkan oleh pemakai dosis yang lebih tinggi di banding dosis pada euphoria.

c. Halusinasi

Suatu kesalahan persepsi panca indera, sehingga apa yang dilihat, apa yang didengar tidak seperti kenyataan sesungguhnya.

d. Weakness

Suatu kelemahan jasmani atau rohani atau keduanya yang terjadi akibat ketergantungan dan kecanduan narkoba.

e. Drowsiness

Kesadaran yang menurun, atau keadaan antara sadar dan tidak sadar, seperti keadaan setengah tidur disertai fikiran yang sangat kacau dan kusut.


(44)

f. Collapse

Keadaan pingsan dan jika si pemakai over dosis, dapat mengakibatkan kematian.13

Tanpa bahan narkotik, hidup terasa gelap, tidak lengkap, serasa dunia mau tenggelam. Baru apabila orang tersebut mendapatkan supply bahan narkotika lagi, dia

merasa “hidup kembali”, dan merasa jadi makhluk yang paling bahagia serta paling

tinggi derajatnya. Gejala umum secara psikologis yang terjadi pada peristiwa kecanduan yaitu: menjadi pembohong, pemalas, daya tangkap otak makin melemah, fungsi inteleknya semakin rusak, tidak bisa berinteraksi dengan cepat, semua tugas dan pekerjaan disia-siakan, mudah tersinggung, mudah marah, semua tingkah lakunya hampir tidak terkendali oleh kesadarannya.14

Bagi orang yang sudah mengkonsumsi narkoba secara berlebihan akan beresiko sebagai berikut:

a. Narkotika dapat menyebabkan kematian karena zat-zat yang terkandung dalamnya mengganggu sistem kekebalan tubuh sehingga dalam waktu yang relatif singkat bisa merenggut jiwa si pemakai.

b. Pengguna narkotika dapat bertindak nekat/bunuh diri karena pemakai cenderung memiliki sifat acuh tak acuh terhadap lingkungannya. Ia

13

Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam hukum pidana untuk mahasiswa dan prkatisi serta penyuluh masalah narkoba, (Bandung: Mandar Maju, 2003), h. 24

14

Kartino Kartono, Patologi Sosial 3: Gangguan-gangguan Kejiwaan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-4, h. 66


(45)

menganggap dirinya tidak berguna bagi lingkungannya ini yang memacunya untuk bertindak nekat.

c. Setelah mengkonsumsi narkoba, si pemakai dapat hilang kontrol karena zat-zat yang terkandung didalamnya langsung menyerang syaraf otak yang cenderung menjadikan orang tidak sadar dan hilang kontrol.

d. Narkotika menimbulkan penyakit bagi pemakainya. Karena di dalam narkotika mengandung zat yang mempunyai efek samping yang menimbulkan penyakit baru.15

Bila seorang anggota keluarga terkena narkoba, berbagai masalah akan muncul dalam keluarga. Seperti gangguan keharmonisan rumah tangga, masalah ekonomi karena untuk berobat dalam jangka waktu lama, selain itu sering hilangnya uang yang dicuri untuk membeli narkoba, munculnya kekerasan dalam rumah tangga.16

Di samping itu pemakaian narkoba juga berpengaruh pula bagi masyarakat luas. Akibat-akibat adanya pemakaian narkoba antara lain:

a. Meningkatnya kriminalitas atau gangguan kamtibmas.

b. Menyebabkan timbulnya kekerasan baik terhadap perorangan atau antar kelompok.

15

Vinieska Rahayu, Penyalahgunaan Narkoba Oleh Anak (Kajian Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.18/Pid.Anak/2010/PN.JKT.Sel), h. 48

16

Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya, ( Jakarta: Erlangga, 2011), h. 29


(46)

c. Timbulnya usaha-usaha yang bersifat ilegal dalam masyarakat, misalnya pasar gelap narkotika dan sebagainya.

d. Banyaknya kecelakaan lalu lintas

e. Menyebarkan penyakit tertentu lewat jarum suntik yang dipakai pecandu. Misalnya hepatitis B, hepatitis C dan HIV/AIDS.17

Penyalahgunaan narkotika di Tanah Air ini sangat memprihatinkan sehingga menimbulkan dampak negatif baik perseorangan maupun negara. BNN menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2005-2010) jumlah kasus tindak pidana narkoba di Indonesia mengalami peningkatan dengan kenaikan rata-rata 26% setiap kasusnya.18

Selain itu menurut catatan BNN sekitar 70% dari jumlah tersebut adalah pengguna dari golongan pekerja, 22% kelompok pelajar atau mahasiswa, 8% pengangguran. Bila kerusakan tatanan kehidupan ini meluas ke seluruh pelosok negeri, pembangunan akan terhambat, kemiskinan meluas, kekacauan merata, dan kejahatan muncul dimana-mana.19

.

17

Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam hukum pidana untuk mahasiswa dan prkatisi serta penyuluh masalah narkoba, h. 24

18

www.jurnas.com/news/44066 diakses pada 16 Januari 2014 19


(47)

38

A. Profil Pengadilan

1. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama JAKSEL

Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai salah satu instansi yang melaksanakan tugasnya memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 6. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 7. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 9. Peraturan/Instruksi/Edaran Mahkamah Agung RI 10. Instruksi Dirjen Bimas Islam/Bimbingan Islam

11. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963 tentang Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan


(48)

12. Peraturan-Peraturan lain yang berhubungan dengan Tata Kerja dan Wewenang Pengadilan Agama.1

2. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1963. Pada mulanya Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat tiga kantor yang dinamakan Kantor Cabang, yaitu:

1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara 2. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah

3. Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai Induk

Semua Pengadilan Agama tersebut di atas termasuk Wilayah Hukum Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya Cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan Menteri Agama Nomor 71 tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976. Semua Pengadilan Agama di Provinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan Agama yang berada dalam Wilayah Hukum Mahkamah Tinggi Cabang Bandung. Dalam perkembangan selanjutnya istilah Mahkamah Tinggi menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 61 tahun 1985 Pengadilan Tinggi Agama Surakarta dipindah di Jakarta, akan tetapi realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan secara otomatis Wilayah Hukum Pengadilan Agama di

1


(49)

wilayah DKI Jakarta adalah menjadi Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.

PA. Jakarta Selatan Berkantor di Gedung Sendiri

Pada bulan September 1979 Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke gedung baru di Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan menempati gedung baru dengan tanah yang masih menumpang pada areal tanah PGAN Pondok Pinang dan pada tahun 1979 pada saat pengadilan Agama Jakarta Selatan dipimpin oleh Bapak H. Alim BA diangkat pula Hakim-Hakim honorer untuk menangani perkara-perkara yang masuk.

Pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa kepemimpinan Drs. H. Djabir Mansur, S.H., Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke Jl. Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan dengan menempati gedung baru. Di gedung baru ini meskipun tidak memenuhi syarat untuk sebuah Kantor Pemerintah setingkat Walikota, karena gedungnya berada di tengah-tengah penduduk dan jalan masuk kelas jalan III C. Namun sudah lebih baik ketimbang masih di Pondok Pinang, pembenahan-pembenahan fisik terus dilakukan terutama pada masa kepemimpinan Drs. H. Jayusman, S.H., begitu pula pembenahan-pembenahan pada masa kepemimpinan Bapak Drs. H. Ahmad Kamil, S.H., pada masa ini pula Pengadilan Agama Jakarta Selatan mulai mengenal Komputer hanya sebatas


(50)

pengetikan dan ini terus ditingkatkan pada masa kepemimpinan Bapak Drs.

Rif’at Yusuf.

Pada masa perkembangan selanjutnya tahun 2000 ketika kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs. H. Zainuddin Fajari, S.H., pembenahan-pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik diadakan sistem komputerisasi dengan komputer online dan ini tetrus dibenahi sampai sekarang oleh Ketua Pengadilan Agama Drs. H. Syed Usman, S.H., yang tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan dan menciptakan peradilan yang mandiri dan berwibawa.

Perkembangan selabjutnya tahun 2007- 2008 ketika kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs. H. A. Choiri, S.H., M.H. pembenahan-pembenaan semua bidang, baik fisik maupun non fisik sudah terintegrasi dengan online komputer, pada periode ini juga Pengadilan Agama Jakarta Selatan berhasil pengadaan Agama Jakarta Selatan berhasil pengadaan tanah untuk bangunan gedung baru seluas ± 6000 m2 yang terletak di Jl. Harsono RM, Ragunan, Jakarta Selatan.

Selanjutnya sejak tahun 2008 telah dibangun gedung baru yang sesuai dengan purwarupa Mahkamah Agung RI. Pembangunan dilaksanakan 2 tahap, tahap pertama tahun 2008 dan tahap kedua tahun 2009 pada saat itu Pengadilan Agama Jakarta Selatan diketahui oleh Bapak Drs. H. Pahlawan Harahap S.H., M.A. Selanjutnya pada akhir April 2010, gedung baru Pengadilan Agama Jakarta Selatan diresmikan bersama-sama dengan


(51)

gedung-gedung baru lainnya di Pontianak (Kalimantan Barat) oleh Ketua Mahkamah Agung RI. Kemudian pada awal Mei 2010 diadakan tasyakuran dan sekaligus dimulainya aktifitas perkantoran di gedung baru tersebut, pada saat itu Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan dijabat oleh Drs. H. Ahsin A. Hamid, S.H. sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representatif tersebut di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan dalam segala hal, baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan maupun dalam hal peningkatan T.I ( Teknologi Informasi).

3. Visi dan Misi

Visi : Mewujudkan badan peradilan yang agung Misi : Peningkatan Pelayanan Penerimaan Perkara

1) Membuka akses publik seluas-luasnya sesuai dengan ketentuan KMA. 144 Tahun 2008.

2) Meningkatan sistem pelayanan yang cepat dan berkualitas melalui peningkatan website dan SIADPA.

3) Mewujudkan putusan/penetapan yang memenuhi rasa keadilan, kepastian hukum dan dapat dilaksanakan (Eksekutabel).

4) Menyiapkan informasi tentang prosedur berpekara, biaya perkara dan cara mendapatkan informasi dan dokumen pengadilan.


(52)

5) Meningkatkan pelaksanaan pengawasan terhadap kinerja dan perilaku aparat Pengadilan Agama Jakarta Selatan.2

4. Tugas Pokok dan Fungsi

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan dalam pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer, merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama Jakarta Selatan mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:

2

http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/visi-dan-misi-pa-jaksel.html


(53)

1) Fungsi mengadili (Judicial Power), yakni menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006)

2) Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknik yudisisal, administrasi peradilan, maupun pembangunan (vide: Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006). 3) Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas

pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya (vide: Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan (vide: KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

4) Fungsi Nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta (vide: Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006).


(54)

5) Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan dan umum/perlengkapan) (vide: KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

6) Fungsi lainnya: Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-lain (vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006). Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan transparansi informasi peradilan sepanjang diatur dalam keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan informasi di Pengadilan.3

5. Wilayah Yuridiksi

No. Kecamatan Kelurahan

1. Kebayoran Lama

a. Kebayoran Lama Utara

d.

Cipulir

b.

Kebayoran Lama Selatan

e.

Grogol Selatan

3


(55)

c. Pondok Pinang f.

Grogol Utara

2. Pesanggrahan a.

Pesanggrahan d.

Petukangan Selatan

b.

Bintaro

e.

Ulujami

c.

Petukangan Utara

3.

Pasar Minggu a.

Pasar Minggu e.

Cilandak Timur

b. Kebagusan f. Pejaten Timur

c. Jati Padang g. Pejaten Barat

d. Ragunan

4. Jagakarsa

a. Ciganjur d. Lenteng Agung

b. Srengseng Sawah e. Tanjung Barat

c. Jagakarsa f. Cimpedak

5. Mampang Prapatan

a. Mampang Prapatan d. Pela Mampang


(56)

c. Tegal Parang

6.

Pancoran

a. Pancoran d. Duren Tiga

b. Kalibata e. Pengadegan

c. Rawajati f. Cikoko

7. Kebayoran Baru

a. Gandaria Utara f. Rawa Barat

b. Cipete Utara g. Gunung

c. Pulo h. Selong

d. Petogogan i. Senayan

e. Kramat Pela j. Melawai

8. Tebet

a. Menteng Dalam e. Bukit Duri

b. Tebet Barat f. Manggarai

c. Tebet Timur g. Manggarai Selatan

d. Kebon Baru

9. Setiabudi

a. Setiabudi e. Karet Kuningan

b. Guntur f. Kuningan Timur

c. Karet g. Menteng Atas

d. Karet Semanggi h. Pasar Manggis


(57)

b. Cipete Selatan e. Pondok Labu c. Cilandak Barat


(58)

(59)

B. Analisis Duduknya Perkara

Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 27 Januari 2013 telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 0338/Pdt.G/2013/PAJS. Mengemukakan hal-hal yang pada pokoknya sebagai berikut: 1. Bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah melakukan perkawinan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Padang Utara, Padang, Sumatera Barat pada tanggal 11 Maret 2005, dengan kutipan Akta Nikah Nomor 98/12/III/2005;

2. Bahwa, antara Penggugat dan Tergugat telah memiliki tiga anak sah perempuan yang ketiganya lahir pada tanggal 11 Januari 2011 (kembar tiga);

3. Bahwa, sebelum perkawinan tersebut, Tergugat telah memiliki anak laki-laki dari perkawinan Tergugat terdahulu sebelum menikah dengan Penggugat yang lahir pada tanggal 8 Oktober 1988, dan hingga saat ini tinggal bersama Penggugat dan Tergugat;

4. Bahwa pada saat gugatan ini dibuat, Penggugat telah melaporkan Tergugat pada pihak kepolisisan resort Jakarta Selatan di unit PPA, tepatnya pada tanggal 7 Januari 2013 dengan laporan nomor LP/49/K/I/2013/Resto Jaksel atas kekerasan yang dilakukan Tergugat pada Penggugat. Dan hal ini menjadi salah satu penyebab dibuat dan diajukannya gugatan ini. Dan dengan sangat terpaksa, untuk menyelamatkan dan mengamankan diri, Penggugat pergi meninggalkan apartemen yang merupakan kediaman


(60)

bersama dengan membawa ketiga putri kembar Penggugat dan Tergugat. Saat gugatan ini dibuat, Penggugat dan ketiga putrinya dengan penuh kecemasan dan kekhawatiran terpaksa menyembunyikan keberadaannya dari Tergugat karena takut dan khawatir adanya pengambilan dan pemisahan paksa antara Penggugat dan ketiga putrinya, oleh Tergugat. Bahkan Tergugat telah menutup salon kecantikan Penggugat secara paksa dengan mengancam para karyawannya, untuk memancing kemunculan Penggugat, sedangkan salon kecantikan ini merupakan sumber penghasilan Penggugat;

5. Bahwa, sejak sangat awal sebelum masa pernikahan, semasa berpacaran, Penggugat mengetahui dan mengenal Tergugat sebagai seorang pengguna narkoba, dimana setelah mengetahui hal tersebut Penggugat dengan sepenuh hati berjuang membebaskan Tergugat dari kesukaannya terhadap barang-barang haram tersebut. Dan setelah Penggugat pada saat itu berhasil membebaskan Tergugat dari kebiasaan buruk tersebut, Tergugat beranggapan jika Penggugat bagaikan sosok angel (malaikat) yang telah menolongnya. Dan selama masa putus-sambung pacaran, bahkan karena masalah ketidak-setiaan Tergugat selama masa pacaran, bahkan tega menduakan Penggugat tersebut juga sahabat dari Tergugat sendiri. Namun demikian setelah Tergugat meminta maaf dengan sungguh-sungguh pada masa itu dan berjanji tidak akan mengulangi, Penggugat memaafkan Tergugat dan akhirnya Penggugat dan Tergugat menikah;


(61)

6. Bahwa Penggugat juga mendengar kabar jika Tergugat berhubungan dengan seorang model, Penggugat tidak dapat lagi mencegah kebiasaan Tergugat menjalani kehidupan malam seperti clubbing, discotik, bahkan pemakaian narkoba, semua dengan alasan, tidak enak terhadap teman-temannya. Karena Tergugat berpendapat jika dirinya sebagai suami juga harus memiliki suatu pendirian agar tidak dinilai sebagai seorang suami takut istri, dan berpendapat hal-hal itu sebagai suatu kewajaran, namun demikian ironisnya, Tergugat secara keras melarang Penggugat menjalani kehidupan malam seperti itu;

7. Bahwa, pada periode pernikahan Penggugat dan Tergugat sebelum kelahiran ketiga putri kembar, Penggugat sering sekali menemukan narkoba (shabu) maupun alat hisapnya (bong) di kediaman bersama, dan Pengggugat selalu membuangnya ke WC, yang akhirnya menimbulkan pertengkaran dengan Tergugat, dimana seringkali Tergugat berjanji untuk tidak menggunakannya lagi. Penggugat seringkali mengingatkan Tergugat bahkan dengan ancaman akan menggugat cerai karena Penggugat tidak mau hidup dengan seorang pemakai narkoba;

8. Bahwa, semasa Pengguat hamil pun Tergugat beberapa kali tetap berpamitan pergi ke klub malam atau discotheque dengan beberapa temanya, hingga suatu saat meskipun Penggugat sedang hamil besar, karena kesalnya Penggugat juga pergi dengan seorang teman yang juga sedang hamil, duduk makan berdua hingga malam di suatu mall di Jakarta.


(62)

Pada masa itu, Penggugat seringkali menemukan obat kuat di tas kerja milik Tergugat seperti Cialis dan Levitha serta narkoba sejenis Extacy; 9. Bahwa, dengan demikian seiring waktu berjalan ternyata perilaku

Tergugat tidak berubah. Semasa ketiga Putri Penggugat dan Tergugat berusia sekitar 7 bulan, Penggugat sering dipamiti Tergugat untuk pergi ke kediaman mereka, padahal saat itu Penggugat dan Tergugat untuk sementara waktu sedang tinggal di kediaman orang tua Tergugat, karena curiga Penggugat mendatangi dan memeriksa kediaman bersama, dan Penggugat kembali menemukan narkoba (shabu), padahal saat itu dalam bulan Ramadhan 2011. Kejadian itu membuat Penggugat pindah ke kediaman orang tua Penggugat sendiri. Penggugat pun sempat bersungguh-sungguh akan menggugat cerai karena tidak mau hidup dengan seorang suami dan bapak dari anak-anak Penggugat yang merupakan pemakai narkoba, tapi seperti biasa Tergugat memohon dan meminta maaf dan berjanji tidak akan menggunakannya lagi;

10. Bahwa merupakan suatu fakta yang tidak dapat dibantah lagi, akan perilaku Tergugat seperti perselingkuhan dan perzinahan, pemakaian narkoba, makanan haram, bahkan mengajarkan kepada anaknya dari perkawinan yang terdahulu, untuk menghalalkan perjudian dan perzinahan, kebohongan dan semua hal buruk yang telah diuraikan diatas, maka Penggugat merasa tidak sanggup lagi mendampingi, melayani dan menghormati Tergugat. Demikian pula gugatan cerai ini merupakan suatu


(63)

upaya menyelamatkan baik dunia maupun akhirat bagi ketiga putri Penggugat dan Tergugat dari semua ajaran dan pengaruh buruk Tergugat;4

C. Analisis Putusan

Sebelum Hakim menjatuhkan putusannya dalam perkara ini, hakim mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berupaya memberikan nasehat dan pandangan kepada Penggugat untuk bersabar tetapi tidak berhasil hal ini telah sesuai dengan ketentuan pasal 82 (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan yang kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, jo pasal 130 HIR jo PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

Menimbang, bahwa Penggugat mengajukan gugatan cerai terhadap Tergugat pada pokoknya disebabkan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa rumah tangga awalnya rukun dan harmonis sebagai mana layaknya suami isteri pada umumnya, sehingga dikaruniai anak kembar 3 (tiga); 2. Bahwa dalam hitungan bulan sejak pernikahan, Penggugat mulai

merasakan keganjilan-keganjilan dari perilaku Tergugat, baik yang disebabkan karena adanya kehadiran wanita lain, kehidupan malam seperti clubbing, diskotik, ataupun karena narkoba;

4


(64)

3. Bahwa akibat dari itu Penggugat dan Tergugat kerap kali terjadi keributan dan pertengkaran terus menerus sampai kepada adanya kekerasan dalam rumah tangga, karena tidak ada lagi kecocokan dan keharmonisan dalam rumah tangga;

4. Bahwa akhirnya dengan tingkah laku Tergugat tersebut mengakibatkan rumah tangga ini tercerai berai;

5. Bahwa dengan situasi yang demikian Penggugat tidak sanggup lagi untuk melanjutkan rumah tangga dengan Tergugat;

Menimbang, bahwa tanggapan Tergugat atas gugatan Penggugat dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Bahwa benar adanya rumah tangga rukun dan damai, sehingga dikaruniai anak kembar 3 (tiga);

2. Bahwa benar kehidupan rumah tangga Penggugat dengan Tergugat sering diwarnai dengan perselisihan dan pertengkaran tapi bukan disebabkan karena ulah Tergugat, namun lebih disebabkan karena Penggugat selaku isteri sudah tidak lagi kepada Penggugat selaku suaminya;

3. Bahwa penyebab lain munculnya perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dengan Tergugat adalah karena Penggugat memiliki kebiasaan hidup yang hedonis atau kebiasaan menghambur-hamburkan uang atau boros;


(1)

65 A. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan dapat penulis kemukakan beberapa kesimpulan, antara lain sebagai berikut:

1. Perceraian yang diajukan oleh istri kepada suami dapat diajukan namun alasan suami sebagai pengguna narkoba tidak menjadi alasan cerai karena narkoba bukan hal yang esensial, maka dari itu yang harus dibuktikan bukan narkobanya akan tetapi perselisihan dan pertengkarannya. Maka hakim tidak menggunakan dasar hukum pasal 19 huruf (a) Peraturan Pemerintah tahun 1975 jo pasal 116 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991.

2. Dasar Hukum pertimbangan hakim, berdasarkan ketentuan pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991. Selain itu pertimbangan hakim juga berdasar pada Q.S Ar-Rum ayat 21 yang artinya:

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptaka nuntukmu istri dari jenismu sendiri , supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih dan sayang.”

Alasan hakim menggunakan pertimbangan ini karena ikatan perkawinan antara keduanya sedemikian rapuh, tidak ada lagi rasa sakinah


(2)

(ketenangan) dan telah luput dari rasa mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang) dan bahkan mungkin melahirkan mudharat yang lebih besar bagi keduanya, maka dari itu hakim mengabulkan gugatan, menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat terhadap Penggugat.

3. Dalam memutuskan perkara ini Majelis Hakim sudah sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, karena hakim melihat bahwa alasan perceraian karena adanya pertengkaran yang terus menerus, pemicu hal tersebut karena suami merupakan pengguna narkoba yang sejak awal sudah diketahui oleh istri sebelum mereka menikah. Kemudian didukung dengan keterangan saksi dari pihak Penggugat dan Tergugat, dengan demikian Majelis Hakim menilai gugatan telah memenuhi ketentuan pasal 22 ayat (1) Peraturan Pemerintah tahun 1975 oleh karena itu gugatan Penggugat dikabulkan. B. Saran

Berdasarkan informasi dan data yang penulis dapatkan serta analisis penulis skripsi ini, maka ada beberapa hal yang ingin disarankan penulis, diantaranya adalah:

1. Bagi pasangan suami istri hendaknya memahami secara benar makna, tujuan, dan hikmah pernikahan yang akan mereka jalani. Dalam sebuah pernikahan harus memiliki tujuan hidup. Oleh karenanya, kepada para pasangan agar betul-betul mengenal satu sama lain, secara fisik maupun non fisik sebelum menikah atau pun setelah menikah. Karena ini dapat menumbuhkan rasa cinta, saling menerima kelebihan dan kekurangan satu


(3)

sama lainnya, serta dapat menciptakan keluarga yang harmonis dan bahagia.

2. Pemerintah harus lebih gencar lagi dalam hal memberantas narkoba, karena narkoba merupakan salah satu kejahatan yang mengancam stabilitas negara ini yang akan memunculkan dampak kemiskinan, pembangunan terhambat, kekacauan dimana-mana, dan lain sebagainya. 3. Untuk para pembaca semampu mungkin untuk tidak mendekati dan

mencoba narkoba, sebab apabila sudah terkena narkoba maka akan sangat sulit untuk kembali kekehidupan yang normal.


(4)

62

DAFTAR PUSTAKA

AF, Hasanudin. Perkawinan dalam perspektif Al-Qur’an (nikah, talak, cerai, ruju’). Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011.

Al- Albani, M. Nashiruddin. ShahihBukhari, PenerjemahAs’ad Yasin, EllyLatifa. Jakarta: GemaInsani Press, 2003.

Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam danPeradilan Agama. Jakarta: Raja Grafindopersada, 2002.

Ali, Zainuddin.Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2007. Cet. Ke-1. Alimin, ed. Relasi Suami Istri Dalam Islam. Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarfif Hidayatullah, 2004.

Ash-Sha’idi, Abdul Hakam. Menuju Keluarga Sakinah, Jakarta: Media Eka Sarana, 2005.

Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama (BERSAMA), Pengawasan serta peran aktif orang tua dan aparat dalam penanggulangan dan penyalahgunaan narkoba. Jakarta: Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama (BERSAMA), 2005.

Djaelani, Abdul Qadir.Keluarga Sakinah. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995. Cet. Ke-1.

Eliza,Mona. Pelangaran Terhadap UU Perkawinan dan Akibat Hukumnya. Ciputat: Adelina Bersaudara, 2009. Cet. Ke- 1.

Ghozali, Abdul Rahman.fiqihmunakahat.Jakarta: Kencana, 2003. http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/sejarah-pa-jaksel.html

http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/tupoksi.html http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/visi-dan-misi-pa-jaksel.html

Kartono, Kartino. Patologi Sosial 3: Gangguan-gangguan Kejiwaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003. Cet. Ke-4.


(5)

Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Fokus Media.

Kusmiran, Eny. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika, 2011.

Mansur, Didik M Arief, Elisatris Gultom. Urgensi perlindungan korban kejahatan antara norma dan realita. Bandung: Raja Grafindo Persada, 2006.

Mardani. Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. Cet. Ke-1.

Mardani.Penyalahgunaan narkoba dalam perspektif hukum islam dan hukum pidana nasional. Jakarta: Raja grafindo persada, 2008.

Nasution, Hotnidah,ed. Relalsi Suami Istri Dalam Islam. Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004.

Nuruddin, Amiur, Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia (studi kritis perkembangan hukum islam dari fikih UU No 1/1974 sampai KHI). Jakarta: Kencana, 2006. Cet. Ke-3.

Partodiharjo, Subagyo. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya. Jakarta: Erlangga, 2011.

Putusan Nomor 0338/pdt.G/2013/PAJS.

Rahayu, Vinieska. Penyalahgunaan Narkoba Oleh Anak (Kajian Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.18/Pid.Anak/2010/PN.JKT.Sel). Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang NARKOTIKA.

Saifuddin, Ketua Majelis Hakim PA Jakarta Selatan, Wawancara Pribadi, 20 Februari 2014.


(6)

Sasangka, Hari. Narkotika dan Psikotropika dalam hukum pidana untuk mahasiswa dan prkatisi serta penyuluh masalah narkoba. Bandung: Mandar Maju, 2003.

Sopyan, Yayan Islam-Negara (transformasi hukum perkawinan islam dalam hukum nasional). Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Cet. Ke-1.

Sudirman, Ahmad. Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antar Madzhab.PT. Prima Heza Lestari, 2006. Cet. Ke-1.

Sujono, AR, Bony Daniel. Komentar dan pembahasan undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang NARKOTIKA. Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Cet. Ke-1.

Supriyadi,Dedi, Mustofa Perbandingan hukum perkawinan di dunia islam. Bandung: pustaka al-fikriis, 2009. Cet. Ke-1.

Suri, Sofyan. Hiperseksual Suami Sebagai Alasan Perceraian (Analisis Yurisprudensi No: 630/Pdt.G/2009/PA.JT di PA Jakarta Timur. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Terjemahan Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits Hukum. Penerjemah Mu’al Hamidy, dkk. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2001. Cet. Ke-3.

Tihami, H.M.A., Sohari Sahrani. fikih munakahat kajian fikih nikah lengkap. Jakarta: RajawaliPres, 2009.

Verawati, Reny Perceraian Karena Istri Riddah (Analisis Pengadilan Putusan Agama Jakarta Timur Nomor 114/Pdt.G/2009/PAJT). Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

www.jurnas.com/news/44066diakses pada 16 Januari 2014. www.republika.co.iddiakses pada 16 Januari 2014.