19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Kondisi Daerah Penelitian
Daerah aliran sungai DAS Saba secara geografik terletak pada 8
O
10’30” – 8
O
2 0’30” LS dan
114
O
55’30” – 115
O
4’30” BT dan termasuk pada zona 50S UTM. DAS Saba termasuk dalam Wilayah Sungai WS Bali-Penida dan termasuk dalam Sub Satuan Wilayah Sungai SWS 03.01.09 dengan
DAS Banyuaras dan DAS Gemgem. DAS Saba memiliki luas sebesar ±14,393.20 ha dan merupakan DAS yang mendominasi pada Sub SWS 03.01.09. Secara administratif, DAS Saba berada di
Kabupaten Buleleng. DAS Saba termasuk ke dalam beberapa desa, yaitu Desa Umeanyar, Desa Seririt, Desa Patemon, Desa Ringdikit, Desa Ularan, Desa Rangdu, Desa Bestala, Desa Busungbiu,
Desa Titab, Desa Gunungsari, Desa Pelalpuan, Desa Kekeran, Desa Kedis, Desa Banyatis, Desa Subuk, Desa Puncaksari, Desa Gobleg, Desa Tinggarsari, Desa Munduk, Desa Kayuputih, Desa
Bengkel, Desa Gesing, Desa Umejero, Desa Pujungan, Desa Sengganan, Desa Pancasari, Desa Mayong, dan Desa Bantiran. Lokasi DAS Saba dapat dilihat pada pada Gambar 10.
Gambar 10. Posisi DAS Saba sumber: peta Bakosurtanal tahun 2000
Pada penelitian ini, outlet yang digunakan adalah outlet yang berada di Desa Kalopaksa. Desa Kalopaksa merupakan daerah yang berbatasan dengan Laut Bali sebagai hilir dari DAS Saba.
Data debit observasi diperoleh dari hasil record AWLR pada tahun 2009. Berdasarkan peta tanah tinjau Pulau Bali skala 1:250.000 terdapat beberapa jenis tanah yang
dominan di DAS Saba yaitu Latosol, Andosol, dan Regosol. Masing-masing jenis tanah tersebut dapat diurai menurut karakteristiknya sebagai berikut:
20
1. Latosol
Tanah latosol berwarna merah kecoklatan, memiliki profil tanah yang dalam, mudah menyerap air, memiliki pH 6-7 netral hingga asam, memiliki zat fosfat yang mudah
bersenyawa dengan unsur besi dan alumunium, dan kadar humusnya mudah menurun. 2.
Andosol Istilah andosol berasal dari kata Jepang ando yang berarti hitam atau kelam. Tanah
andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat jarang porous, mengandung bahan organik dan lempung clay tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silica, alumina atau
hidroxida besi. Tanah ini tersebar di daerah vulkanik sekitar Samudra Pasifik, mulai dari kepulauan Jepang, Filipina, Indonesia, Papua Nugini, Selandia Baru, Pantai Barat Amerika
Selatan, Amerika Tengah, kepulauan Hawaii, sampai Alaska Darmawijaya, 2009. 3.
Regosol Jenis tanah regosol umumnya belum jelas membentuk diferensiasi horizon meskipun
pada tanah regosol tua, horizon sudah mulai membentuk horizon A
1
lemah berwarna kelabu, mengandung bahan yang belum atau masih baru mengalami pelapukan. Tekstur tanah biasa
kasar, struktur keras, atau remah, konsistensi lepas sampai gembur pada pH 6-7. Makin tua umur tanah, struktur dan konsistensi padat, bahkan seringkali membentuk padas dengan
drainase dan prositas terhambat. Umumnya jenis tanah ini belum membentuk agregat sehingga peka terhadap erosi. Umumnya cukup mengandung unsure P dan K yang masih
segar dan belum siap diserap tanaman tapi kekurangan unsur N Darmawijaya, 2009. Jenis tanah yang ada pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan peta yang diperoleh dari
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Bappeda Provinsi Bali dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup PPLH Universitas Udayana Tahun 1970. Jenis tanah dan proporsi luasnya pada
DAS Saba dapat dilihat pada Tabel 1. Sebaran jenis tanah yang berada di DAS Saba berdasarkan hasil simulasi MW-SWAT dapat dilihat pada Gambar 11.
Tabel 1. Jenis Tanah di DAS Saba
No. Jenis Tanah
Luas ha
1 Latosol Coklat Kekuningan 2798
19 2 Latosol Coklat Kemerahan
3127 22
3 Latosol Coklat 3013
21 4 Andosol Coklat Kelabu
4158 29
5 Regosol Kelabu 1297
9 Total
14,393 100
21
Gambar 11. Jenis Tanah di DAS Saba sumber: hasil simulasi MW-SWAT
Hasil overlay antara peta batas DAS dengan peta DEM pada proses deliniasi, maka ketinggian DAS saba ada pada ketinggian 1 m sampai dengan 2248 m di atas permukaan laut.
Besarnya nilai elevasi pada tiap daerah DAS dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Hasil Delineasi DAS Saba menggunakan MWSWAT
Keadaan topografi pada daerah DAS Saba didominasi oleh kelas lereng landai hinga curam. Dimana kelas lerengnya adalah datar dengan slope kemiringan 0-3 6.33 dari luas DAS hasil
deliniasi, agak landai dengan kemiringan 3-8 11.41 dari luas DAS hasil deliniasi, landai dengan slope 8-15 19.04 dari luas DAS hasil deliniasi, agak curam dengan kemiringan 15-30
22
35.61 dari luas DAS hasil deliniasi, curam dengan kemiringan 30-45 17.32 dari luas DAS hasil deliniasi, dan sangat curam dengan kemiringan 45 10.29 dari luas DAS hasil deliniasi.
Berdasarkan pengolahan dengan menggunakan SWAT di DAS Saba hasil deliniasi, maka DAS tersebut didominasi oleh perkebunan, sawah, dan hutan Berdasarkan hasil simulasi SWAT yang
dilakukan, terdapat delapan jenis tutupan lahan pada DAS Saba, yaitu tubuh air sebesar 150.92 ha 1.05 watershed, hutan sebesar 1811.94 ha 12.59 watershed, semak belukar sebesar 995.27 ha
6.91 watershed, rumputtanah kosong sebesar 28.51 ha 0.20 watershed, perkebunan sebesar 8256.43 ha 57.36 watershed, ladangtegalan sebesar 680 ha 4.72 watershed, sawah sebesar
1831.22 ha 12.72 watershed, dan permukiman 638.92 ha 4.44 watershed. Sebaran land use yang berada di DAS Saba seperti terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Peta Penggunaan Lahan di DAS Saba sumber: hasil simulasi MW-SWAT
Secara umum kondisi cuaca dan iklim daerah Bali sangat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti interaksi laut-atmosfer, aktivitas konvergensi, pertemuan massa udara dari belahan bumi utara
dan selatan, tumbuhnya pusat tekanan rendah dan pengaruh kondisi lokal setempat. Berdasarkan data rata-rata curah hujan bulanan, daerah Bali memiliki pola curah hujan monsoon. Pola monsoon terjadi
akibat proses sirkulasi udara yang berganti arah setiap enam bulan sekali yang melintas di wilayah Indonesia, yang dikenal dengan monsoon barat dan monsoon timur. Monsoon barat umumnya
menimbulkan banyak hujan musim hujan yang terjadi sekitar bulan Januari, monsoon timur umumnya menyebabkan kondisi kurang hujan musim kemarau yang terjadi sekitar bulan Agustus
Laporan KLHS Bali. Berdasarkan klasifikasi Schmidt-Ferguson, daerah Bali khususnya daerah DAS Saba
mempunyai sebaran tipe iklim dari tipe iklim C sampai F. Masing-masing tipe iklim diklasifikasikan
23
berdasarkan nilai Q yaitu perbandingan antara bulan kering BK dan bulan basah BB dikalikan 100 Q=BKBB x 100. Dari persamaan tersebut, dapat digolongkan iklim sebagai berikut:
≤ Q 0.143 …………………………………………… A = sangat basah, 0.143
≤ Q 0.333 …………………………………………… B = basah, 0.333
≤ Q 0.600 …………………………………………… C = agak basah, 0.600
≤ Q 1.000 …………………………………………… D = sedang, 1.000
≤ Q 1.670 …………………………………………… E = agak kering, 1.670
≤ Q 3.000 …………………………………………… F = kering, 3.000
≤ Q 7.000 …………………………………………… G = sangat kering, 7.000
≤ Q - …………………………………………… H = luar biasa kering. Unsur iklim yang digunakan sebagai input dari software MW SWAT yang mempengaruhi
transformasi hujan menjadi debit dalam siklus hidrologi adalah curah hujan, temperatur, kelembaban udara, radiasi matahari, dan kecepatan angin. Data iklim yang digunakan untuk simulasi debit pada
penelitian ini yaitu tahun 2009 berupa data curah hujan harian .pcp dan temperatur harian .tmp. Stasiun atau pos pengamatan yang digunakan yaitu stasiun Busungbiu.
Gambar 14 .
Curah Hujan stasiun Busungbiu Tahun 2009 Curah hujan maksimum diperoleh sebesar 90 mmhari dengan curah hujan minimum sebesar
0 mmhari dan suhu harian maksimum rata-rata diperoleh sebesar 30.65
O
C dan suhu harian minimum rata-rata sebesar 24.29
O
C. Grafik curah hujan pada stasiun Busungbiu dapat dilihat pada Gambar 14. Untuk weather generator .wgn, data iklim yang digunakan yaitu data iklim selama empat tahun
periode 2005-2008 berupa data curah hujan, temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin, dan radiasi surya. Stasiun atau pos pengamatan yang digunakan yaitu stasiun Ngurah Rai. Curah hujan
maksimum harian selama empat tahun diperoleh sebesar 133.1 mmhari dengan curah hujan minimum harian sebesar 0 mmhari. Suhu harian maksimum rata-rata sebesar 30.17
O
C dengan suhu harian minimum rata-rata sebesar 24.30
O
C. Radiasi surya rata-rata tahunan sebesar 15 MJm
2
hari, kecepatan angin rata-rata tahunan sebesar 2,78 mdt, dan kelembaban udara rata-rata tahunan sebesar 91.
4. 2. Pembentukan HRU
MapWindow merupakan software aplikasi untuk Sistem Informasi Geografis SIG yang berbasis open source. MapWindow dapat digunakan untuk mendistribusikan data ke bentuk lain dan
untuk mendefinisikan sistem proyeksi. Dalam menjalankan MWSWAT, peta yang digunakan adalah peta penggunaan lahan dan peta jenis tanah dalam bentuk Tagged Image File TIF yang telah digrid
dan di-reprojected terlebih dahulu ke dalam Universal Transverse Mercator UTM. Tahapan-tahapan
24
yang dilakukan dalam menjalankan MWSWAT adalah Proses DEM Watershed Delineation, Pembentukan HRU, dan SWAT Setup dan Run.
1 Proses DEM Watershed Delineation
Pada tahap ini, pengolahan DEM dan batas DAS Saba untuk delineasi DAS Saba secara otomatis akan diperoleh pehitungan topografi secara lengkap, peta jaringan sungai,
peta batas DAS, peta sub DAS dan outlet yang pada tahap ini harus dipastikan bahwa unit elevasi dalam satuan meter.
Gambar 15. Hasil Delineasi DAS Saba dengan Model MW-SWAT
Hasil delineasi dengan menggunakan peta DEM yang berasal dari SRTM US Geological Survey dengan penambahan satu titik outlet yakni di koordinat pengukuran
debit aktual, maka terbentuk 228 Sub-DAS dengan total luasan sebesar ±14,393.20 Ha. Pada penelitian ini, digunakan DEM SRTM ukuran 90 m x 90 m. Semakin kecil resolusi DEM
yang digunakan, maka akan meningkatkan ketelitian. Akan tetapi, pada DEM ukuran 30 m 30 m yang telah dilakukan, diperoleh hasil yang sebaliknya sehingga digunakan DEM ukuran
90 m x 90 m. Outlet yang digunakan pada penelitian ini yaitu outlet yang berada di Desa Kalopaksa yang berbatasan dengan Laut Bali sebagai hilir DAS Saba. Pada Gambar 15,
outlet DAS Saba terletak pada Sub-DAS 228. 2
Pembentukan HRU Untuk mendapatkan Hidrological Response Unit HRUs sebagai unit analisis
dilakukan tumpang tindih overlay antara peta penggunaan lahan dengan peta tanah. Jumlah HRU yang terbentuk oleh model dengan menggunakan threshold by percentage. Pada
penelitian ini digunakan Network Delineation by Threshold Method sebesar 29 sehingga terbentuk sebanyak 2321 HRU dalam 228 sub-basin seperti terlihat pada Gambar 16.
25
Gambar 16. Pembentukan HRU sumber: hasil simulasi MW-SWAT
HRU merupakan unit analisis hidrologi yang mempunyai karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, sehingga dapat dipisahkan antara satu HRU dengan HRU
yang lainnya. Dari hasil HRU yang dibentuk, diketahui bahwa oulet DAS Saba berada di subbasin 228 dan pada subbasin 228 terbentuk 5 HRU. Terbentuknya HRU berdasarkan
perbedaan landuse, jenis tanah, dan kemiringan slope. HRU yang terbentuk oleh model untuk Sub-DAS 228 pada DAS Saba dapat dilihat pada Tabel 2.
4. 3. Debit Sungai