di daerah kutub Laevastu dan Hela, 1970 dalam Paulus, 2006. Kondisi SPL dipengaruhi oleh dinamika massa air laut, yaitu : pola arus permukaan, upwelling,
divergensi dan konvergensi, turbulensi dan sirkulasi global lautan dari lintang tinggi ke lintang rendah dan sebaliknya Sverdrup, 1946. Distribusi SPL di
perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya seperti arah dan kecepatan angin serta pola arus.
2.3.1 Angin dan Perubahan Musim
Angin merupakan salah satu unsur meteorologi yang sangat penting diperhatikan dalam masalah kelautan. Pola angin yang sangat berperan
di Indonesia adalah angin Musim monsoon. Angin Musim bertiup secara mantap ke arah tertentu pada satu periode sedangkan pada periode lainnya angin
bertiup secara mantap pula dengan arah berlainan. Posisi Indonesia diantara benua Asia dan Australia membuat kawasan ini paling ideal untuk
berkembangnya angin Musim Nontji, 2002. Pada bulan Desember - Februari, terjadi musim Dingin di belahan BBU dan musim Panas di belahan BBS. Pada
saat itu terjadi pusat tekanan tinggi di atas Asia dan pusat tekanan rendah di atas daratan Australia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Asia menuju
Australia, sehingga pada bulan Desember- Februari di kawasan utara khatulistiwa bertiup angin Muson Barat Laut, di Indonesia umumnya dikenal sebagai angin
Musim Barat West Monsoon. Sebaliknya pada bulan Juni – Agustus , terjadi musim Dingin di belahan BBS
dan musim Panas di belahan BBU. Pada saat itu terjadi pusat tekanan tinggi di atas daratan Australia dan pusat tekanan rendah di atas daratan Asia hingga di
Indonesia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Australia menuju
Asia. Sehingga pada bulan Juli - Agustus di kawasan Khatulistiwa bertiup angin Muson Tenggara, di Indonesia umumnya dikenal sebagai angin Musim Timur
East Monsoon. Sistem tekanan itu ternyata begitu tetap hingga menyebabkan angin Musim bertiup stabil terutama di lautan Nontji, 2002.
Pada bulan Maret, angin Barat masih berhembus tetapi kecepatan dan kemantapannya berkurang. Pada bulan April dan Mei arah angin sudah tidak
menentu dan periode ini dikenal sebagai musim Peralihan atau Pancaroba. Sehingga, pada bulan Maret – Mei disebut sebagai musim Peralihan I. Demikian
pula terjadi pada bulan September - November, arah angin tidak menentu dan periode ini dikenal sebagai musim Pancaroba akhir tahun atau disebut sebagai
musim Peralihan II. Kekuatan angin umumnya lemah pada musim–musim Pancaroba sehingga laut pun umumnya tenang Nontji, 2002.
Selain angin Musim, di pesisir pantai dapat ditemukan pula angin Laut dan angin Darat dalam ukuran lebih kecil. Proses terjadinya sama dengan terjadinya
angin Musim yaitu karena perbedaan pemanasanpendinginan differential heating
antara daratan dan lautan. Angin Laut dan angin Darat terjadi karena perbedaan pemanasanpendinginan antara daratan dan lautan pada siang hari dan
malam hari, sedangkan angin Musim terjadi karena perbedaan pemanasan atau pendinginan antara benua dengan laut luas pada musim Panas dan musim Dingin.
Pada siang hari permukaan daratan menjadi lebih cepat panas. Akibatnya udara di atas permukaan daratan menjadi panas dan memuai serta mudah naik ke atas.
Kekosongan udara di dekat permukaan daratan akan diisi oleh udara dari laut yang suhunya lebih rendah. Udara yang naik di atas daratan kemudian menuju
ke laut. Selanjutnya udara naik ini akan turun lagi di laut hingga membentuk daur. Jadi yang dimaksud dengan angin Laut ialah angin permukaan dari laut ke
arah darat dan terjadi pada siang hari. Sebaliknya angin Darat ialah angin permukaan yang berhembus dari darat ke arah laut dan terjadi pada malam hari.
Biasanya angin Darat lebih lemah daripada angin laut Nontji, 2002. Ketinggian sel angin Laut dapat mencapai 3-4 km sedangkan jaraknya dari garis
pantai sering mencapai 20 km baik ke arah daratan maupun ke arah laut, meskipun jarak ini bisa pula melebar sampai 80 km dari pantai. Angin Laut mulai
berhembus sekitar jam 9-11 pagi sedangkan angin darat mulai jam 5-7 sore. Angin Musim dapat mempengaruhi angin Laut dan angin Darat. Sedangkan angin
rata-rata di Indonesia berkisar sekitar 2,5-3,5 mdetik Nontji, 2002.
2.3.2 Pola Arus