Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan merupakan hal yang cukup sulit dan menantang tanpa disertai dengan pengelolaan bukan saja dapat
mengabaikan kemunduran kualitas sumber daya dan lingkungan tetapi juga berdampak dalam hal distribusi pendapatan dan kesejateraan masyarakat.
Tanpa pengaturan, sektor pembangunan yang tampaknya kuat dapat menjadi dominan, sebaliknya sektor yang tampaknya lemah akan makin berkurang dan
akhirnya hilang Nikijuluw 1995. Pengelolaan perikanan yang tidak bertanggungjawab juga akan mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan
perairan yang akan merugikan perikanan itu sendiri.
Dalam memahami sumber daya alam, terdapat dua pandangan yang umumnya digunakan. Pertama adalah pandangan konservastif atau sering
disebut juga pandangan pesimis atau Prespektif Malthusian. Dalam pandangan ini risiko akan terkurasnya sumber daya alam menjadi perhatian utama. Sumber
daya ini dianggap sebagai sumber daya tidak terpulihkan exhaustible dimana memiliki supply yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumber daya tersebut
akan menghabiskan cadangan sumber daya. Dengan demikian dalam pandangan ini, sumber daya alam harus dimanfaatkan secara hati-hati karena adanya faktor
ketidakpastian terhadap apa yang akan terjadi untuk generasi mendatang. Pandangan kedua adalah pandangan eksploitatif atau sering disebut sebagai
Prespektif Ricardian. Dalam pandangan ini dikenal dengan flow atau sumber daya yang dapat diperbaharui dimana sumber daya diasumsikan memiliki supply
yang infinite atau tak terbatas.
Dalam pandangan ini sumber daya ada yang tergantung pada proses biologi untuk regenerasinya dan ada yang tidak. meskipun demikian, untuk
sumber daya yang biasa melakukan proses regenerasi jika telah melewati batas titik kritis kapasitas maksimum secara diagramatik akan berubah menjadi sumber
daya yang tidak diperbaharui Anwar 2002; Fauzi 2000. Hal tersebut menunjukkan bahwa sumber daya perikanan merupakan salah satu sektor
ekonomi yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa. Sebagai salah satu sumber daya alam yang bersifat dapat diperbaharui
renewable, pengelolaan sumber daya ini memerlukan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati. Mengingat sifat dari sumber daya perikanan yang
dikenal dengan akses open access yang memberikan anggapan bahwa setiap orang atau individu merasa memiliki sumber daya tersebut secara bersama
common property. Menurut Anwar 2002, pada keadaan sumber daya yang bersifat open access resource akan terjadi pengurasan sumber daya yang pada
akhirya akan terjadi kerusakan sumber daya. Hal ini terjadi karena semua individu baik nelayan maupun pengusaha perikanan laut akan merasa
mempunyai hak untuk mengeksploitasi\sumber daya laut dan memberlakukannya sesuka hati dalam rangka masing-masing memaksimumkan bagian share
keuntungan, tetapi tidak seorangpun mau memelihara kelestariannya. Oleh karena itu, sifat open access resource tersebut dapat dikatakan tidak ada yang
punya atau sama saja dengan tidak ada hak yang jelas atas sumber daya yang bersangkutan res commune is res nullius.
2.3 Kebijakan Pembangunan Perikanan
Menurut Parsons 2001, kebijakan adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik, dan merupakan manivestasi dari penilaian yang
penuh pertimbangan. Pada dasarnya kebijakan dapat dibedakan menjadi 2 dua, yaitu kebijakan privat dan kebijakan publik Simatupang, 2001.
Kebijakan privat adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga swasta dan tidak bersifat memaksa kepada orang atau lembaga lain. Kebijakan
publik adalah tindakan kolektif yang diwujudkan melalui kewenangan pemerintah yang legitimate untuk mendorong, menghambat, melarang atau
mengatur tindakan privat individu maupun lembaga swasta. Dalam hal ini Hogwood and Gunn 1986 mengemukakan adanya 2 dua ciri dari kebijakan
publik, yaitu : 1 Dibuat atau diproses oleh lembaga pemerintahan atau berdasarkan prosedur
yang ditetapkan pemerintah. 2 Bersifat memaksa atau berpengaruh terhadap tindakan privat masyarakat
luas atau publik. Berangkat dari pemahaman diatas, maka kebijakan pembangunan
perikanan dapat dikelompokan kedalam kebijakan publik, yaitu suatu keputusan dan tindakan pemerintah untuk mengarahkan, mendorong,
mengendalikan dan mengatur pembangunan perikanan, guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu, kegiatan pembangunan perikanan
termasuk didalamnya pembangunan perikanan tangkap, merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Dalam pembangunan perikanan, keberadaan sumber daya ikan menjadi sangat penting, karena dia bersama sumber daya lingkungan dan sumber
daya buatan manusia termasuk manusianya merupakan unsur- unsur yang ada dalam sumber daya perikanan. Dengan demikian, pengelolaan sumber daya
perikanan meliputi penataan pemanfaatan sumber daya ikan, pengelolaan lingkungan serta pengelolaan kegiatan manusia Nikijuluw, 2002. Lebih lanjut
dapat dikemukakan bahwa, upaya mengelola sumber daya perikanan pada dasarnya secara implisit merupakan tindakan menyusun langkah - langkah untuk
membangun perikanan. Hal ini pula yang menyebabkan, sering kali tujuan pengelolaan sumber daya perikanan sama dengan tujuan pembangunan perikanan.
Tujuan pembangunan perikanan sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Republik Indonesia No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, adalah sebagai
berikut: 1 Meningkatkan taraf hidup ne layan kecil dan pembudidaya ikan kecil.
2 Meningkatkan penerimaan dan devisa negara. 3 Mendorong perluasan dan kesempatan kerja.
4 Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein hewani. 5 Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan.
6 Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing. 7 Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan.
8 Mencapai pemanfaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan
lingkungan sumber daya ikan secara optimal. 9 Menjamin kelestarian sumber daya ikan, l ahan pembudidayaan ikan dan tata
ruang. Disisi lain juga disadari bahwa dalam kegiatan perikanan tangkap,
pada umumnya terdapat adanya ketergantungan ekonomi nelayan terhadap pelaku ekonomi yang bermodal besar. Bentuk ketergantungan ini, menurut
Kusumastanto 2003 adalah berupa :
1 Ketergantungan finansial industri, artinya masyarakat nelayan menjadi
unsur utama dalam proses produksi, baik sebagai pelaku maupun tenaga kerja. Sementara disisi lain, aktivitas ekonomi secara dominan
dikuasai oleh kekuatan industri dan secara finansial dikendalikan oleh pemilik modal besar.
2 Ketergantungan teknologi industri, artinya unit bisnis dan industri
di wilayah nelayan bisa jadi dimiliki oleh nelayan lokal tradisional, kecil atau menengah, akan tetapi teknologinya dikuasai atau dimiliki oleh
perusahaan multinasional dengan modal besar.
2.4 Kesejahteraan Nelayan
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun
budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, yaitu sebuah lingkungan pemungkiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya Imron 2001.
Sementara dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan. Berbicara masalah kesejahteraan nelayan, pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dengan persoalan kemiskinan nelayan itu sendiri. Pakpahan et al.
1995 mengemukakan bahwa kemiskinan adalah masalah yang bersifat kompleks dan multi dimensional, baik dilihat dari aspek kultural maupun
struktural. Namun demikian, dalam teori Maslow dikemukakan bahwa manusia pada umumnya secara sadar maupun tidak didalam hidupnya akan
selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang bersifat berjenjang Hermanto et al., 1995. Dalam hal ini setelah satu jenjang kebutuhan terpenuhi,
maka manusia akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan yang berada pada jenjang diatasnya. Jenjang kebutuhan dasar manusia dimaksud ada 7 tujuh
macam, yang disusun secara berurutan dari yang paling bawah ke atas sebagai berikut :
1 Kebutuhan fisiologis. 2 Kebutuhan akan rasa aman dalam arti luas, yaitu selain kebutuhan rasa aman
secara fisik juga kebutuhan akan rasa keyakinan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasarnya pada masa yang akan datang.
3 Kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan rasa kasih sayang, dimana salah satu penjelasannya adalah keadaan dimengerti dan diterima dengan sepenuh
hati oleh pihak lain. 4 Kebutuhan akan penghargaan.
5 Kebutuhan akan aktualisasi diri. 6 Kebutuhan untuk mengetahui dan memahami sesuatu.
7 Kebutuhan akan estetika atau keindahan.
Lebih lanjut, Pakpahan et al. 1995 juga mengemukakan adanya 2 dua masalah utama yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, yaitu market
failure dan political failure. Market failure terjadi apabila sebagian besar kelompok miskin termasuk dalam angkatan kerja labor force memperoleh upah
yang tidak mencukupi kebutuhan dasar pangan, sandang, kesehatan, pendidikan mereka. Adapun political failure terjadi apabila struktur politik-
ekonomi yang ada telah menyebabkan terjadinya distorsi dalam penyampaian kepentingan kelompok miskin. Kombinasi keduanya akan lebih
memperparah keadaan dan lebih mempersempit ruang gerak untuk mengatasi masalah kemiskinan ini. Sementara Mulyadi 2005 menunjukkan adanya 4
empat masalah pokok yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu: 1 Kurangnya kesempatan lack of opportunit y.
2 Rendahnya kemampuan low of capabilities. 3 Kurangnya jaminan low of level-security.
4 Keterbatasan hak-hak sosial, ekonomi dan politik.
Disamping hal yang telah diuraikan diatas, untuk mengatasi persoalan kemiskinan pada masyarakat nelayan, adalah juga mengandung pengertian
berupaya meningkatkan kesejahteraan nelayan itu sendiri. Dalam konteks usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan, maka upaya yang dapat
dilakukan diantaranya adalah melalui peningkatan efisiensi usaha dan peningkatan pendapatan.