Environmental management strategy based on water quality modelling at Tallo Estuary, South of Sulawesi
STRATEGI PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERDASARKAN
PEMODELAN KUALITAS AIR DI PERAIRAN ESTUARIA TALLO
SULAWESI SELATAN
RASTINA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(2)
tinggi mana pun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di akhir disertasi
Bogor, September 2012
NRP. P062080041 Rastina
(3)
ABSTRACT
RASTINA. Environmental Management Strategy Based on Water Quality Modelling at Tallo Estuary, South of Sulawesi. Supervised by I WAYAN NURJAYA, TRI PRARTONO and HARPASIS S. SANUSI.
Tallo River is one of the rivers in the northern city of Makassar, exists many activities, such as, industrial, aquaculture, agriculture, transportation area. The domestic activities have contributed of solid and liquid waste on Tallo river and Tallo estuary. The previous studies indicated that the activities at the river area have influenced on water quality Tallo rivers and Tallo estuary. To decrease the effect of the activities on sustainability of estuary and river functions, a model design of the water quality management that involves of many elements based on simulation of water quality models is required. This model can be used as a recomendation for local government policies to conserve the aquatic environment in the future. The aim of research were: a) to determine the environmentaly existing conditions of Tallo estuary; b) to describe the Tallo estuary condition based on hydrodynamic and water quality models; d) to determine the strategies of estuary environmental management based on modelling of water quality. The research was carried out in two seasons, such as, tide period in wet and dry season. The parameters measured included determinate physical parameter (current, temperature, sediment, TSS), chemical parameter (DO, salinity, pH, BOD,TOC, BOT, phosphate, nitrate, Cd, Pb and Zn), and biological (makrozoobhentos). Method that was utilized for measured the exist condition, which is, to compare the parameter that was measured with water quality standard; to determine index pollution with use index pollution method. The water quality modeling was constructed by 2-D hydrodynamic model and MIKE 21 program and to determine of environmental management strategy on Tallo estuary utilizes to methodic Analytical Hierarchy Process (AHP). The existing condition was determinate by comparing the parameter observed with then listed in water quality standard. Environmental existing condition of Tallo Estuary showed some chemical parameter (TSS, DO, phosphate, nitrate, Pb, and Cd) higher than treshold standard of marine water quality. The pollution category of Tallo estuary that be counted by Pollution Index (IP) was a medium chategory of pollution with IP value was 7,03-9,05. Stream patterns of Tallo estuary at west season and dry season were influced by tidal direction and speed of the wind. The stream moved to the west. When the highest tide, the stream pattern moved from west to east along beach to river direction. The simulation of BOD5 and Pb pattern was influenced by the pattern of marine hydrodynamic motion. The model result shown that the estuary has a potency of polution accumulation, such as, organic waste or/and anorganic waste. The result of Analytical Hierarchy Process (AHP) shown that the strategy of estuary environment management needed 5 level strategy, such as, focus, factor, stakeholders, purpose, and alternative. On the focuses of the strategy of estuary environment management was human resources and estuary ecosystems with AHP value 0.34. The stakeholders level e.g. community had AHP value was 0.36. The purpose that must be achieved was estuary environment maintained that is had 0.60 AHP value. The regulation and standard quality control had AHP value was 0.667.
Key words : Water quality model, MIKE 21, Index pollution, management strategy, estuary
(4)
Staf Pengajar Departemen MSP, FPIK IPB
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc
Guru Besar Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP,UNHAS
Dr. Ir. Enan . Adiwilaga, M.Sc
(5)
RINGKASAN
RASTINA.
Strategi Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan Pemodelan Kualitas Air Di Perairan Estuaria Tallo Sulawesi Selatan. Dibawah bimbingan I WAYAN NURJAYA, TRI PRARTONO dan HARPASIS.S.SANUSI.Sungai Tallo adalah salah satu sungai yang terletak di bagian Utara Kota Makassar. Sepanjang aliran sungai ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai daerah permukiman, daerah industri, pertambakan dan pertanian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada wilayah tersebut menghasilkan limbah baik berupa limbah padat maupun limbah cair yang sebagian besar dibuang ke sungai sehingga memberikan beban ancaman terhadap perairan di sepanjang sungai hingga ke muara bahkan sampai ke laut. Beberapa penelitian terdahulu mengindikasikan terjadinya penurunan kualitas air Sungai Tallo akibat semakin meningkatnya aktivitas di sepanjang DAS Tallo.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah : a) Menentukan kondisi eksisting lingkungan perairan Estuaria Tallo, b) Menggambarkan kondisi lingkungan perairan Estuaria Tallo berdasarkan model hidrodinamika dan kualitas air perairan Estuaria Tallo, c) Menentukan strategi pengelolaan lingkungan Estuaria berdasarkan pengembangan pemodelan kualitas perairan.
Penelitian ini dilakukan selama 2 periode musim yaitu musim Barat dan musim Timur pada kondisi pasang dan surut. Parameter yang diukur adalah : parameter fisika (arus,suhu,sedimen,TSS), parameter kimia (DO, salinitas, pH, BOD,TOC, BOT, fosfat, nitrat, logam berat Cd, Pb dan Zn), dan parameter biologi (makrozoobentos). Selain itu juga dilakukan wawancara dengan masyarakat dan pakar yang terlibat dalam pengelolaan Estuaria Tallo. Metode yang digunakan untuk kondisi eksisting yaitu membandingkan parameter yang diukur dengan baku mutu air laut untuk biota laut; penentuan tingkat pencemaran dengan metode indeks pencemaran. Model kualitas air dibangun berdasarkan model hidrodinamika 2-D dengan bantuan program MIKE 21 dan penentuan strategi pengelolaan lingkungan Estuaria Tallo menggunakan metode Analytical Hierarchy Process AHP.
Hasil penelitian menunjukkan sebaran suhu di Estuaria Tallo menunjukkan nilai yang bervariasi dimana pada musim Barat kisaran suhu 27,8-32,7 oC sedangkan pada musim Timur 28,10-31,70 oC. Nilai pH perairan Estuaria Tallo pada saat musim Barat berkisar antara 5,62-7,75, dimana pada saat pasang nilai pH berkisar 6,19-7,45 dan pada saat surut nilai pH 5,62-7,75. Nilai pH pada musim Timur berkisar 7,05-7,85 dan kisaran pH di perairan pada saat pasang dan surut masing-masing antara 7,23-7,85 dan 7,05-7,84. Kisaran salinitas pada saat musim barat dan musim timur di lokasi penelitian sangat bervariasi antara 0-35 ‰ dan 7-35 ‰. Pada musim Barat nilai salinitas cenderung lebih rendah baik pada saat pasang maupun pada saat surut yaitu berkisar 0-35. Sedangkan pada musim Timur salinitas perairan pada saat pasang 7-35 ‰ dan pada saat surut 15-35 ‰.
Pada kondisi eksisting ini menunjukkan pula bahwa beberapa parameter air terukur di Estuaria Tallo seperti TSS, DO, fosfat, nitrat, logam Pb dan logam Cd telah melampaui baku mutu air laut untuk biota laut. Nilai total padatan tersuspensi (TSS) pada beberapa stasiun penelitian berkisar 21,00-143,00 mg/l. Kandungan oksigen terlarut (DO) cukup bervariasi pada musim barat dan pada musim timur yaitu 2,75-6,21 mg/l dan 3,70-6,16 mg/l. Pada musim barat kandungan oksigen terlarut saat pasang yaitu 3,50-6,21 mg/l sedangkan pada saat surut 2,75- 6,77 mg/l. Sedangkan pada musim timur kandungan oksigen pada saat
(6)
pasang berkisar 0,66-1,15 mg/l dan pada saat surut 0,28-1,21 mg/l. Kandungan logam berat Pb pada Estuaria Tallo pada musim Barat menunjukkan konsentrasi Pb berkisar <0,002-0,219 mg/l saat pasang dan <0,002-0,492 mg/l pada saat surut. Pada musim Timur kisaran nilai Pb pada saat pasang dan surut masing-masing 0,066 – 0,389 mg/l dan 0,088-0,370 mg/l. Hasil pengukuran logam cadmium (Cd) diperoleh konsentrasi Cd pada perairan Estuaria Tallo pada musim Barat 0,006-0,109 mg/l saat pasang dan 0,006- 0,104 mg/l pada saat surut. Sedangkan hasil pengukuran pada musim Timur pada saat pasang dan saat surut masing-masing 0,010-0,058 mg/l dan 0,010-0,082 mg/l
Status Pencemaran Estuaria Tallo berdasarkan perhitungan Pollution Index menunjukkan tingkat pencemaran di wilayah Estuaria Tallo berada pada status tercemar sedang dengan nilai IP berkisar 7,03-9,05
Tipe pasang surut di lokasi penelitian adalah campuran ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal) yang menunjukkan bahwa terjadi satu kali pasang dan surut dalam sehari dengan periode pasang yang lebih panjang dibanding surut. Pola arus di muara Sungai Tallo pada musim Barat dan musim kemarau tidak hanya di pengaruhi oleh pasang surut tetapi juga dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin. Pada saat surut arus bergerak kearah Barat dan pada saat menuju ke pasang tertinggi pola arus bergerak dari Barat ke Timur menyusuri pantai menuju kearah sungai.
Hasil simulasi Pola sebaran BOD5 dan logam Pb mengikuti pola gerakan hidrodinamika perairan. Hasil model menunjukkan pada daerah muara potensial terjadi akumulasi polutan baik yang bersifat organik maupun yang anorganik.
Berdasarkan hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) diperoleh lima level yaitu fokus, faktor, stakeholder, tujuan dan alternatif. Pada fokus strategi pengelolaan lingkungan Estuaria Tallo faktor yang dominan adalah sumber daya manusia dan ekosistem perairan dengan nilai 0,34. Kemudian pada level stakeholder masyarakat yang paling dominan dengan nilai 0,36 dan tujuan yang hendak dicapai adalah terpeliharanya kualitas lingkungan Estuaria dengan bobot 0,60. Adapun Alternatif strategi yang hendak di terapkan adalah regulasi dan control baku mutu dengan bobot nilai 0,667.
Kata kunci : Pemodelan kualitas air, MIKE 21, Indeks pollution, strategi pengelolaan, AHP, estuaria
(7)
©Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor,Tahun 2012
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah ; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh katya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
(8)
RASTINA
Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(9)
Disetujui Komisi Pembimbing
Ketua
Dr.Ir.I Wayan Nurjaya, M.Sc
Dr.Ir.Tri Prartono, M.Sc
Anggota Anggota
Prof. Dr.Ir. H.S. Sanusi, M.Sc
Mengetahui
Ketua Program Studi/Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup
Prof.Dr.Ir.Cecep Kusmana, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian : 10 Agustus 2012 Tanggal Lulus : Judul : Strategi Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan
Pemodelan Kualitas Air di Perairan Estuaria Tallo Sulawesi Selatan
Nama : Rastina
NIM : P062080041
(10)
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr.Ir. I Wayan Nurjaya, MSc, sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Dr.Ir.Tri Prartono, MSc, dan Bapak Prof.Dr.Ir.H.Sanusi, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, arahan, saran, koreksi yang kritis, nasehat, dan dorongan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini;
2. Bapak Prof.Dr.Ir.Cecep Kusmana, MSc selaku ketua program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan beserta staf yang telah memberikan dukungan, motivasi, nasehat, dan layanan akademik selama masa studi;
3. Rektor Institut Pertanian Bogor dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di IPB, demikian pula kepada dosen dan staf akademik yang telah memberikan bantuan akademik bagi penulis dalam menempuh pendidikan doktor;
4. Rektor Universitas Hasanuddin dan Dekan FIKP UNHAS yang telah memberikan izin bagi penulis untuk mengikuti program pendidikan doktor di IPB;
5. Rekan staf pengajar jurusan kelautan FIKP, yang telah memberikan saran dalam penulisan disertasi ini;
6. Departemen Pendidikan Nasional dan program COREMAP II yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPS dan biaya penulisan disertasi;
7. Saudara Benny Gosary ST,MSi, Isyianita SSi.MSi dan Ramli S.Kel., yang telah membantu selama penelitian baik di lapangan maupun di laboratorium; Andri Purwandani MS., yang telah membantu penulis dalam pengolahan data pemodelan kualitas air;
8. Para narasumber dari akademisi, LSM, dan tokoh masyarakat yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk berdiskusi dengan penulis, pengisian kuesioner serta sebagai pakar dalam analisis data strategi pengelolaan;
9. Rekan-rekan mahasiswa PSL 2008 terkhusus kepada Dr. Nurlita Pertiwi, MT., Siti Wirdhana Ahmad, SSi, MSi., Dewi Sartika, SSi. MSi yang atas segala dukungannya dalam penyelesaian disertasi;
10.Orangtuaku, mertua, suamiku tercinta Ir. Mahmudin Rachman dan anak-anakku tersayang: Septian Fakhrulwahid M., Farham R.M., dan Shiddiqa Maharani yang senantiasa mendoakan, memberikan dukungan, semangat dan bantuan yang tak ternilai dengan penuh kesabaran dan pengertian hingga penyelesaian disertasi ini ; serta seluruh keluarga dan kerabat yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan doktor di IPB.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2012 Rastina
(11)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 4 September 1971 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan H.A.Rachim Syukur dan Hj.Hasnah. Pendidikan dasar dimulai dari SDN. Pongtiku Makassar dan lulus pada tahun 1984. Pada tahun yang sama melanjutkan ke SMP Negeri IV Makassar dan lulus pada tahun 1987. Setelah menamatkan SMA pada tahun 1990 dari SMA Negeri V Makassar, penulis melanjutkan studi pada Program Ilmu Kelautan FIKP Universitas Hasanuddin yang pada saat itu bernama Fakultas Ilmu dan Teknologi Kelautan dan lulus pada tahun 1995.
Pada tahun 1997 melalui program URGE dari DIKTI mendapat kesempatan melanjutkan studi S2 pada Fakultas Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung dengan judul penelitian Pemodelan Logam Cd dalam Sedimen di Estuaria Banjir Kanal Timur Semarang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diangkat menjadi staf pengajar pada jurusan Ilmu Kelautan FIKP UNHAS. Penulis melanjutkan pendidikan S3 tahun 2008 pada Program Studi Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB.
(12)
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Kerangka Pemikiran ... 6
1.4. Tujuan Penelitian ... 8
1.5. Manfaat Penelitian ... 8
1.6. Novelty ... 8
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Estuaria ... 11
2.2. Kualitas Perairan ... 13
2.2.1. Parameter Fisika... 13
2.2.2. Parameter Kimia ... 16
2.2.3. Parameter Biologi ... 18
2.2.4. sedimen ... 19
2.3. Model Kualitas Air di Estuaria ... 21
2.4. Pengelolaan Lingkungan Estuaria ... 27
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu ... 34
3.2. Desain Penelitian ... 34
3.2.1. Kajian Kondisi Eksisting Lingkungan Perairan Estuaria Tallo ... 35
3.2.2. Penentuan Status Pencemaran Estuaria Tallo ... 39
3.2.3. Desain Model Kualitas Air Estuaria ... 40
3.2.4. Kajian Strategi Pengelolaan Lingkungan Estuaria ... 42
4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis ... 45
4.2. Iklim ... 46
4.3. Hidrografi ... 47
4.4. Kependudukan ... 47
4.5. Perekonomian Kota Makassar ... 49
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Estuaria Tallo ... 52
5.1.1. Parameter Fisika Kimia Perairan ... 52
(13)
5.1.3. Struktur Komunitas Makrozoobentos ... 65
5.1.4. Status Pencemaran Estuaria Tallo ... 67
5.2. Model Hidrodinamika dan Model Kualitas Air Estuaria Tallo ... 68
5.2.1. Model Hidrodinamika ... 68
5.2.2. Model Kualitas Air ... 70
5.3. Arahan Strategi Pengelolaan Lingkungan Estuaria Tallo ... 77
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 86
6.2. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA
(14)
1. Kerangka Pemikiran... 7
2. Sistem Aliran Air di Estuaria ... 22
3. Skema Perilaku Bahan Pencemar Pada Badan Air ... 23
4. Skema Aliran Air di Estuaria ... 24
5. Hasil Transformasi Matriks Pendapat ... 31
6. Peta Lokasi Penelitian ... 34
7. Bagan Alir Analisa AHP ... 44
8. Peningkatan Jumlah Industri di Kota Makasssar…...…...…...…………50
9. Rerata Suhu di Estuaria Tallo ... ...52
10. Rerata pH di Estuaria Tallo ... ………...…….53
11. Nilai Salinitas pada Setiap Stasiun Pengamatan ... …...…53
12. Konsentrasi Oksigen Terlarut di Perairan Estuaria Tallo ... 54
13. Konsentrasi BOD5 di Perairan Estuaria Tallo ... 55
14. Sebaran Nilai TSS Pada Musim Barat dan Musim Timur ... 56
15. Konsentrasi TOC di Perairan Estuaria Tallo ... 57
16. Konsentrasi BOT di Perairan Estuaria Tallo ... 58
17. Konsentrasi Nitrat di Perairan Estuaria Tallo ... 59
18. Konsentrasi Fospat di Perairan Estuaria Tallo ... 60
19. Konsentrasi Logam Pb di Perairan Estuaria Tallo ... 61
20. Konsentrasi Logam Cd di Perairan Estuaria Tallo ... 62
21. Konsentrasi Logam Zn di Perairan Estuaria Tallo ... 62
22. Konsentrasi Logam dalam Sedimen di Perairan Estuaria Tallo ... 64
23. Komposisi Jenis Makrozoobentos ... 66
24. Struktur Komunitas Makrozoobentos pada Musim Barat ... 66
25. Struktur Komunitas Makrozoobentod pada Musim Timur ... 67
26. Pola Arus Pada Saat Musim Barat ... 69
27. Pola Pasang Surut Pada Musim Barat ... 69
(15)
29. Pola Sebaran Pb pada Musim Barat ... 72
30. Pola Sebaran BOD5 pada Musim Timur ... 74
31. Pola Sebaran Pb pada Musim Timur ... 75
32. Perbandingan Konsentrasi Hasil Model ... 76
33. Struktur Hirarki Perumusan Kebijakan Pengelolaan Estuaria ... 78
34. Nilai Bobot Prioritas pada Level Faktor ... 79
35. Nilai Bobot Prioritas pada Level Stakeholders ... 81
36. Nilai Bobot Prioritas pada Level Tujuan ... 83
(16)
1. Penelitian Terdahulu ... 9
2. Kriteria Pencemaran Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut ... 18
3. Klasifikasi Partikel Sedimen Menurut Skala Wenworth ... 21
4. Skala Perbandingan Berpasangan ... 30
5. Nilai Indeks Acak Rata-rata Berdasarkan Orde Matriks ... 32
6. Nilai Rentan Penerimaan Bagi CR ... 32
7. Jenis dan Sumber Data yang Diperlukan Dalam Penelitian ... 35
8. Parameter Kualitas Air yang Diteliti, Metode Analisis dan Pengukurannya ... 37
9. Data dan Sumber Data Pembangun Model Kualitas Air ... 41
10. Data Curah Hujan dan Hujan Bulanan Tahun 2010-2011 ... 46
11. Jumlah Penduduk Kota Makassar Tahun 2009 ... 48
12. Perkembangan dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Makassar Tahun 2005-2009 ... 49
13. Perbandingan Konsentrasi Logam dalam Sedimen di Estuaria ... 65
14. Indeks Pencemaran Estuaria Tallo ... 68
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil pengamatan parameter oseanografi Perairan Estuaria Tallo Pada Musim Barat (2010) dan Musim Timur (2011)... 94
2. Parameter Oseanografi Kimia Estuaria Tallo Pada Musim Barat (2010) dan
Musim Timur (2011)……...………... 95
3. Kandungan Logam di Perairan Estuaria Tallo Pada Musim Barat (2010) dan
Musim Timur (2011)...………...……….….... 96
4. Ukuran Butiran Sedimen (Oktober 2010 dan September 2011)…………...… 97
5. Parameter Kimia Sedimen Estuaria Tallo Pada Musim Barat (2010) dan
Musim Timur (2011)…………..……….…..…... 98
6. Komposisi Makrozoobenthos Estuaria Musim Barat (2010) dan Musim
Timur (2011)... 99
7. Contoh Perhitungan Indeks Pencemaran ( IP) Perairan Estuaria Tallo
(Oktober 2010)... 103
8. Contoh Perhitungan Indeks Pencemaran ( IP) Perairan Estuaria Tallo
(September 2011)... 104
9. Kelimpahan (ind/m2), keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominasi (C) makrozoobentos para perairan Estuaria Tallo (Oktober 2010)... 105
10. Kelimpahan (ind/m2), keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominasi (C) makrozoobentos para perairan Estuaria Tallo
(September 2011)... ... 107
11. Pola arus Pada Musim Barat ... 109
12. Pola arus Pada Musim Timur ... 110
13. Jawaban Pakar dan Analisis AHP... 111
(18)
(19)
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu wilayah pesisir yang paling rawan mendapatkan beban pencemar yang bersumber dari daratan adalah daerah estuaria. Estuaria merupakan badan air tempat terjadinya percampuran massa air laut yang dipengaruhi oleh pasang surut dengan air tawar yang berasal dari daratan. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya air payau dengan salinitas yang meningkat kearah mulut sungai. Pada musim kemarau volume air sungai berkurang dan air laut dapat masuk sampai ke arah hulu sehingga salinitas di wilayah estuaria meningkat, sebaliknya pada musim penghujan volume air tawar dari sungai sangat besar dan mengalir ke wilayah estuaria sehingga salinitas menjadi rendah.
Wilayah estuaria meliputi muara sungai dan delta-delta besar, hutan mangrove dekat estuaria dan hamparan lumpur dan pasir yang luas. Wilayah ini dapat dikatakan sebagai wilayah yang sangat dinamis karena terjadi proses dan perubahan pada lingkungan fisik, kimia dan biologi (Supriadi, 2001).
Menurut UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER 16/MEN/2008 pasal 1 menyatakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Menurut undang-undang ini perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuaria, teluk, perairan dangkal, rawa, payau dan laguna.
Kawasan estuaria yang berada di kawasan pesisir ini tak luput dari pengembangan dan pembangunan kota. Hal ini memungkinkan terjadinya kerusakan ekosistem estuaria dan munculnya konflik kepentingan. Sebagai contoh di beberapa wilayah di Indonesia terjadi konflik antara konservasi dengan pengembang reklamasi pantai di Manado (Sulawesi Utara), konflik antara industri dan masyarakat pesisir atau konflik antara lahan konservasi mangrove dengan pembangunan perumahan di Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Kerusakan ekosistem yang mungkin ditimbulkan dari adanya
(20)
konflik kepentingan tersebut adalah meningkatnya konsentrasi limbah yang masuk ke perairan, volume sedimen, penurunan biomassa dan keanekaragaman hayati.
Pencemaran pantai dan laut telah menjadi penyebab utama perubahan struktur dan fungsi dari fitoplankton, zooplankton, bentos dan komunitas ikan pada area yang luas, termasuk dampak terhadap kesehatan masyarakat, khususnya pada perikanan dan penggunaan komersil habitat pantai dan laut (Tanaka, 2004).
Beberapa kasus pencemaran yang terjadi di muara sungai di Indonesia telah dilaporkan seperti pencemaran bahan organik dan anorganik di perairan di perairan pesisir Semarang (Sulardiono, 1997). Menurunnya kualitas perairan pantai Jakarta, Semarang, dan Jepara akibat limbah domestik (Suhartono, 2004). Pencemaran bahan organik di muara Sungai Cisadane (Saputra, 2009).
Pada perairan bagian Utara Kota Makassar, terdapat muara Sungai Tallo yang merupakan salah satu muara sungai terbesar di Kota Makassar. Berbagai aktivitas di sepanjang perairan muara Sungai Tallo seperti keberadaan PT. Industri Kapal Indonesia
yang kegiatannya berhubungan dengan docking kapal-kapal, kawasan industri di
sepanjang aliran sungai dan sekitar muara, pemukiman padat penduduk, dan di sepanjang perairan Sungai Tallo juga terdapat beberapa areal pertambakan yang diduga membuang limbah pestisida ke sungai ini. Padatnya aktivitas sepanjang Sungai Tallo mengakibatkan aliran sungai ini banyak membawa limbah yang akhirnya menumpuk dan mencemari daerah muara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perairan pantai kota Makassar mengalami peningkatan kekeruhan, kadar nitrat dan fosfat serta kandungan bahan organik (Samawi, 2001). Sepanjang pantai Utara Kota Makassar sudah mengandung limbah yang berasal dari penguraian bahan-bahan organik yang berasal dari limbah rumah sakit, rumah tangga, perhotelan, dan pedagang kaki lima. Kondisi ini secara fisik ditandai dengan perubahan warna air laut dan bau yang tak sedap. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa sumber pencemar yang dominan di perairan Sungai Tallo berasal dari limbah industri dan domestik dari kawasan Industri Makassar dan limbah pemukiman. Jenis limbah yang paling dominan adalah bahan organik, padatan tersuspensi dan logam berat.
(21)
Penelitian Roem (2006) tentang logam berat Pb di muara Sungai Tallo menunjukkan bahwa konsentrasi logam Pb pada sedimen dan air berturut-turut adalah 18,01 mg/kg berat kering dan 0,8 mg/l . Konsentrasi ini menunjukkan nilai yang telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu 0,008 mg/l untuk logam Pb. Roem (2006) membandingkan dua lokasi muara sungai yang berada di kota besar, yaitu muara Sungai Karajae (Pare-Pare) dan muara Sungai Tallo (Makassar). Hasil analisis menunjukkan bahwa di muara Sungai Karajae konsentrasi Pb di sedimen dan air jauh lebih kecil (8,7 mg/kg bk dan 0,2 mg/l). Somba (2006) menyebutkan besarnya beban limbah yang masuk ke Sungai Tallo mengindikasikan Sungai Tallo telah mengalami penurunan kualitas perairan (tercemar).
Samawi (2007) mengemukakan bahwa daerah Estuaria Tallo pada saat ini telah mengalami pendangkalan di muara akibat pencemaran. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan jenis organisme yang ditemukan dominan adalah bivalvia dan polichaeta
yang mengindikasikan bahan organik yang tinggi. Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa pencemaran pantai perlu ditangani secara serius dan sistemik dari hulu ke hilir agar tidak meluas dan semakin parah dikemudian hari.
Kondisi Estuaria Tallo sudah mengalami sedimentasi. Berdasarkan laporan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Makassar (2005), proses sedimentasi di Sungai Tallo yang bermuara pada Estuaria Tallo yang memiliki debit alir 143,07 liter/ detik, dengan kecepatan sedimentasi Sungai Tallo berkisar antara 29,6 cm hingga 76,1 cm maka rata-rata kecepatan sedimentasi 52,85 cm/tahun. Lambatnya kecepatan aliran Sungai Tallo dengan laju sedimentasi yang cukup tinggi, menimbulkan kecenderungan mengalami perubahan alur dengan membentuk meander. Kondisi kemiringan yang landai (1/10.000) dan pasang surut air laut yang dapat menjalar hingga jarak 20 km, kecepatan sedimentasi seperti ini menjadi rawan bagi daerah pelabuhan tradisional Paotere, daerah pemukiman dan termasuk Kawasan Industri Makassar (BAPEDALDA, 2004). Kerusakan ini semakin meningkat oleh semakin banyaknya penduduk yang bermukim di sepanjang aliran Sungai Tallo yang cenderung membuang limbah ke sungai.
Beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Makassar terkait dengan pengendalian kualitas lingkungan di wilayah Estuaria antara lain adalah diterbitkannya
(22)
Peraturan Daerah No. 14 tahun 1999 tentang larangan membuang sampah ke perairan, program kali bersih (PROKASIH), pembuatan tanggul dan penataan pemukiman sepanjang aliran sungai. Namun demikian upaya tersebut belum dilaksanakan secara optimal dan kurang mendapat tanggapan dari masyarakat secara serius. Disamping itu kurangnya kerja sama antara pemerintah dan kalangan industri, dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan mengakibatkan semakin menurunnya kualitas perairan di wilayah ini.
Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan kota Makassar berkelanjutan memerlukan upaya keseimbangan antara dimensi sosial-ekonomi-budaya, dimensi lingkungan, dimensi sosial politik dan dimensi hukum kelembagaan dalam setiap
kegiatan pembangunan (Dahuri et al., 2001).
Konsep pembangunan berkelanjutan pada pengelolaan kawasan estuaria yang bersifat holistik dapat dilakukan dengan mempertimbangkan dinamika kualitas perairan karena tekanan eksternal dan internal estuaria itu sendiri. Dinamika perairan dapat dipahami dan dipelajari dengan pendekatan model dan beberapa pendekatan matematik untuk melihat perubahan fenomena kualitas perairan pada saat ini dan masa yang akan datang. Beberapa pendekatan model dinamik yang digunakan untuk menggambarkan kualitas perairan di estuaria adalah dengan menggunakan pendekatan model hidrodinamik, model transport senyawa terlarut, dan transport sedimen (Brebbia, 1995).
Model kualitas perairan dapat dikembangkan menjadi dasar pengelolaan estuaria dengan mempertimbangkan kondisi kualitas perairan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan khususnya wilayah perairan yang lestari. Konsep ini meliputi dimensi sosial, ekonomi, dan ekologi yang nantinya diharapkan mampu menghasilkan suatu model pengelolaan secara menyeluruh dan berkelanjutan serta dapat diterapkan dan diaplikasikan secara nyata di lapangan oleh berbagai pihak yang terkait.
1.2. Perumusan Masalah
Sungai Tallo merupakan sungai yang membelah Kota Makassar dan memanjang hingga Selat Makassar. Sungai ini bermuara di bagian Utara Kota Makassar. Sepanjang aliran sungai ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat
(23)
sebagai daerah permukiman, daerah industri, pertambakan dan pertanian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada wilayah tersebut menghasilkan limbah baik berupa limbah padat maupun limbah cair yang sebagian besar dibuang ke sungai sehingga memberikan beban ancaman terhadap perairan di sepanjang sungai hingga ke muara bahkan sampai ke laut. Wahab (2009) mengemukakan bahwa aliran Sungai Tallo membawa limbah yang berasal dari kawasan industri, pabrik seng sermani, limbah PLTU, limbah rumah sakit , dan limbah rumah tangga yang pada akhirnya menumpuk dan mencemari daerah muara. Selain itu keberadaan PT. Industri Kapal Indonesia di wilayah muara sungai yang aktivitasnya berkaitan dengan docking kapal-kapal turut memberikan masukan limbah ke perairan ini.
Pemerintah Kota Makassar Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar No.6 Tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang Kota Makassar 2005-2015 diatur bahwa Strategi Pengembangan Kawasan Khusus Pengembangan Sungai Tallo yaitu menata kawasan koridor Sungai Tallo sebagai upaya pengendali banjir dan penyedia ruang terbuka hijau, mendorong program peremajaan lingkungan kawasan hilir Sungai Tallo menjadi kawasan konservasi dengan peremajaan terbatas terhadap beberapa kegiatan pembangunan yang direncanakan didalamnya.
Namun pada kenyataannya di sepanjang bantaran sungai Tallo telah banyak terjadi alih fungsi lahan yang tidak sesuai peruntukannya sehingga memberikan dampak negatif terhadap ekosistem di sepanjang aliran sungai khususnya masalah kualitas air di perairan tersebut yang pada akhirnya juga berdampak pada daerah muara sungai hingga ke laut lepas. Hasil penelitian Samawi (2007) mengemukakan bahwa adanya aliran dari beberapa sungai yang bermuara di pantai Kota Makassar mengakibatkan perairan ini dikategorikan tercemar ringan. Beban pencemaran terbesar yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar adalah dari jenis bahan organik sebesar 4.170.995,4 ton per tahun yang sebagian besar berasal dari Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang.
Menurunnya kualitas air di sepanjang DAS hingga ke muara Sungai Tallo pada dasarnya disebabkan karena lemahnya struktur kelembagaan dalam pengelolaan dan pengawasan serta faktor ekologis yang sensitif. Selain itu semakin padatnya penduduk yang bermukim di sepanjang DAS dan diikuti dengan pemanfaatan SDA yang tidak
(24)
berkelanjutan serta semakin bertambahnya industri yang membuang limbah ke sungai ini juga menambah tekanan ekologi terhadap perairan ini.
Berdasarkan hal tersebut di atas, untuk menekan ancaman terhadap keberlanjutan fungsi perairan ini perlu dibuat rancangan model pengelolaan lingkungan estuaria yang melibatkan semua elemen yang terkait berdasarkan simulasi model kualitas air yang dapat diprediksi beberapa tahun ke depan, sehingga diharapkan dapat menjadi arahan bagi kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pelestarian lingkungan perairan pada masa yang akan datang.
Untuk dapat merancang strategi pengelolaan berkelanjutan pada perairan estuaria, terdapat beberapa permasalahan yang perlu dirumuskan yaitu;
- Bagaimana kondisi terkini lingkungan di estuaria dan berapa besar dampak
lingkungan serta tekanan yang muncul akibat menurunya kualitas perairan di wilayah ini.
- Mengidentifikasi bahan polutan yang masuk ke lingkungan sungai sebagai
masukan model.
- Bagaimana model hidrodinamika perairan estuaria dan perubahan kondisi
lingkungan perairan Estuaria Tallo berdasarkan model kualitas air.
- Bagaimana kondisi kualitas perairan estuaria pada musim barat dan musim
timur dengan skenario yang berbeda (kondisi pasang dan surut) .
- Bagaimana strategi pengelolaan lingkungan estuaria berdasarkan model kualitas
perairan .
1.3. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, pengelolaan lingkungan perairan Estuaria perlu memperhatikan kondisi kualitas perairan. Semakin meningkatnya beban limbah yang dibuang ke Sungai Tallo dapat mengakibatkan perubahan kondisi fisik, kimia dan biologi perairan. Perubahan tersebut tentunya lambat laun akan mengganggu kestabilan ekosistem estuaria. Terganggunya kestabilan ekosistem estuaria dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem pesisir dan laut.
Untuk dapat memprediksi beberapa tahun kedepan mengenai kondisi kualitas perairan estuaria, diperlukan suatu simulasi model matematik yang diharapkan mampu
(25)
memberikan gambaran kondisi ke depan agar dapat dijadikan pertimbangan dalam merumuskan strategi pengelolaan. Hasil model matematis dibandingkan dengan baku mutu perairan yang berlaku.
Upaya pengelolaan lingkungan perairan estuaria merupakan suatu masalah
kompleks dan melibatkan berbagai komponen dan stakeholders terkait. Metode
pendekatan sistem merupakan salah satu metode yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penyelesaian masalah pengelolaan lingkungan estuaria.
Penyusunan skenario untuk melihat berbagai fenomena kondisi perairan yang akan terjadi di masa depan didasarkan pada hasil simulasi model dengan program
MIKE 21. Hasil ini kemudian akan dijadikan rekomendasi sebagai dasar menyusun strategi pengelolaan yang akan diterapkan. Bantuan pakar (expert judgment) juga ditentukan untuk menyusun strategi pengelolaan yang dilaksanakan saat ini dan pada masa yang akan datang. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran - Peraturan dan UU
Lingkungan - Manajemen dan
Perubahan regulasi - Strategi alternatif
manajemen lingkungan - Eksploitasi SDA yang
berkelanjutan
Strategi pengelolaan Lingkungan Estuaria yang terpadu dan berkelanjutan
Baku Mutu Lingkungan Kondisi Lingkungan
Perairan Estuaria
Model Kualitas Air Perairan Estuaria
Model Hidrodinamika Kondisi Eksisting
(26)
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mendesain model pengelolaan lingkungan perairan estuaria khususnya Estuaria Tallo Sulawesi Selatan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berdasarkan model interaksi antar berbagai variabel dalam sistem kualitas air perairan estuaria. Adapun tujuan operasional dari penelitian ini adalah :
a. Menentukan kondisi eksisting lingkungan perairan Estuaria Tallo
b. Menggambarkan kondisi lingkungan perairan Estuaria Tallo berdasarkan model
hidrodinamika dan kualitas air perairan Estuaria Tallo
c. Menentukan strategi pengelolaan lingkungan Estuaria berdasarkan
pengembangan pemodelan kualitas perairan.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Bagi ilmu pengetahuan sebagai masukan konsep model kualitas perairan
Estuaria Tallo yang dapat dimanfaatkan untuk upaya pengelolaan lingkungan
b. Sebagai bahan informasi dalam membuat penilaian dampak menurunnya
kualitas air di lingkungan perairan estuaria
c. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah kota Makassar dalam pengelolaan
dan penanggulangan pencemaran di Sungai Tallo.
1.6. Kebaruan (Novelty)
Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan kualitas air di estuaria disajikan pada Tabel 1.
(27)
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
NO PENELITIAN PENELITI
1 Pendekatan model kualitas air pada estuaria Worall et al., 1998
2 Perencanaan Pengelolaan Kawasan Konservasi Estuaria
Dengan Pendekatan Tata Ruang dan Zonasi (studi kasus Segara Anakan, Kbupaten Cilacap)
Murni,2000
3 Analisis Fungsi Ekosistem Dan Sumber Daya Estuaria
Sebagai Penunjang Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus Sungai Sembilang Musi Banyuasin Sumatera Selatan)
Ginting, 2002
4 Perbandingan model kualitas air di estuaria untuk total
buangan limbah harian
Stow et al., 2003
5 Kualitas Air Sungai Tallo Ditinjau dari Parameter Fisik
dan Kimia, Kota Makassar
Rasyid et al., 2003
6 Fungsi model hidrodinamika estuaria dalam pengelolaan
ekosistem mangrove
Soedradjad, 2003
7 Membangun model kualitas air DO dan SOD pada
estuaria
Zheng et al.,2004
8 Pendekatan model untuk evaluasi dampak kualitas air Santhi et al., 2005
9 Pengembangan model kualitas perairan di estuaria
khususnya logam berat
Wu et al., 2005
10 Model Penyebaran Logam Berat Akibat
Cemaran Industri Pada Perairan Umum Dan Pengaruhnya Terhadap Nilai Ekonomi Air
(Studi Kasus Pada Kali Cakung Dalam Di Rorotan-Marunda, Jakarta Utara)
Mastaruddin, 2005
11 Pendekatan model ekologi untuk manajemen kualitas air Lee et al.,2005
12 Model hidrodinamika di estuaria dengan menggunakan
pendekatan kecepatan dan persamaan Euler
Novikov et al.,2006
13 Distribusi logam berat dalam air dan sedimen di perairan
muara Sungai Cisadane
Rochyatun et al.,
2006
14 Desain Sistem Pengendalian Pencemaran Pantai Kota
(Studi Kasus Perairan Pantai Kota Makassar)
Samawi, 2007
15 Pengembangan model nutrient berdasarkan variasi
pasang surut di estuaria
Neto et al., 2008
16 Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya
Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi
Pengembangan Budidaya
Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi Kasus Di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan)
Noor, 2009
17 Model transformasi flux massa dan nutrien Hu et al., 2009
(28)
Berdasarkan uraian diatas bahwa penelitian yang telah dilakukan umumnya masih bersifat parsial dan hanya melihat kondisi wilayah pada suatu periode untuk suatu peruntukan tertentu. Keterbaruan dalam penelitian ini adalah dihasilkannya profil hidrodinamika perairan yang berperanan dalam penyebaran suatu substansi terlarut dalam penentuan tingkat kualitas perairan baik pada kondisi pasang dan surut pada musim barat dan musim timur, selanjutnya hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk menyusun strategi dalam pengelolaan lingkungan estuaria secara berkelanjutan.
(29)
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Estuaria
Estuaria adalah ekosistem perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut dan masih mendapat pengaruh air tawar dari sungai sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Perairan ini juga masih mendapat pengaruh dari pasang dan surut. Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, karena kondisi lingkungan yang bervariasi, antara lain : 1) tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang dari laut, yang berlawanan menjadikan pola sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya . 2). Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut. 3). Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya. 4) Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasangsurut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lain, serta topografi daerah estuaria tersebut (Wolanski, 2007).
Estuaria merupakan suatu habitat yang bersifat unik karena merupakan tempat pertemuan antara perairan laut dan perairan darat. Adanya aliran air tawar yang terus menerus dari hulu sungai dan adanya proses gerakan air akibat arus pasang surut yang mengangkat mineral-mineral, bahan organik dan sedimen merupakan bahan dasar yang dapat menunjang produktifitas perairan di wilayah estuaria yang melebihi produktifitas laut lepas dan perairan air tawar. Hal ini mengakibatkan estuaria mempunyai peran ekologis penting karena : sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari
makanan (feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat
tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang.
Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri (Bengen, 2004).
(30)
Estuaria sering mendapat tekanan ekologis berupa pencemar yang bersumber dari aktifitas manusia, yang menjadi ancaman serius terhadap kelestarian perikanan laut. Menurut Dahuri (1996) akumulasi limbah yang terjadi di wilayah pesisir, terutama diakibatkan oleh tingginya kepadatan populasi penduduk dan aktifitas industri. Aktifitas pemanfaatan wilayah pesisir seringkali saling tumpang tindih, sehingga tidak jarang pemanfaatan potensi sumberdayanya menurun dan rusak. Hal ini karena aktifitas-aktifitas yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mengubah tatanan lingkungan di wilayah pesisir sehingga mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah pesisir. Sebagai contoh, adanya limbah buangan baik dari pemukiman maupun aktifitas industri, walaupun limbah ini mungkin tidak mempengaruhi tumbuhan atau hewan utama penyusun ekosistem pesisir yang bertahan, namun kemungkinan akan mempengaruhi biota penyusun lainnya yang sensitif. Logam berat, misalnya mungkin tidak berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan bakau (mangrove), tetapi sangat berbahaya bagi kehidupan ikan dan udang-udangnya (krustasea) yang hidup di hutan tersebut (Bryan, 1976).
Selain dari itu penggundulan hutan juga akan menyebabkan bertambahnya aliran air permukaan dari daratan dimana akan menambah sedimentasi di sungai-sungai dan akhirnya mengakibatkan pendangkalan estuaria/perairan pantai. Pendalaman estuaria karena pengerukan akan menambah volume estuaria dan pembukaan (reklamasi) daerah pasang surut akan mengurangi aliran pasut, mengubah proses pencampuran dan pola sirkulasi serta mengurangi waktu kuras estuaria. Dengan berkurangnya waktu kuras estuaria, maka sirkulasi di estuaria tidak dapat menanggulangi dan mengatur pencemar dalam jumlah besar.
Kerusakan ekosistem estuaria tentunya akan menurunkankan peranan ekologi ekosistem estuaria. Bengen (2004) mengemukakan peran ekologi ekosistem estuaria diantaranya:
1. Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang
surut (tidal circulation),
2. Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria
(31)
sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang.
3. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman.
4. Tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan,
5. Jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri.
2.2. Kualitas Perairan
Kualitas air merupakan sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan tersuspensi, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan dan kelimpahan makrozoobentos, plankton, bakteri, dan sebagainya).
Ada 3 hal penting dalam mempelajari manajemen kualitas air yaitu : 1) observasi, 2) analisa teori dan 3) model numerik. Observasi adalah satu-satunya cara yang digunakan untuk dapat mengetahui karakteristik nyata dari suatu ekosistem dan merupakan dasar dari analisa suatu teori dan model numerik (Gang Ji, 2007). Setelah melakukan observasi di lapangan dengan analisa teori, maka model numerik akan membantu memahami hidrodinamika dan proses-proses kualitas air dan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk mengambil suatu keputusan.
Parameter kunci dalam penentuan kualitas air dan hidrodinamika air pada suatu perairan adalah : 1) Temperatur, 2) salinitas, 3) Arus, 4) Sedimen, 4) Bakteri, 5) Bahan beracun, 6) DO, 6) Alga dan 7) Nutrient (Gang Ji, 2007).
2.2.1. Parameter Fisika 2.2.1.1. Suhu.
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu, peningkatan suhu air juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4 (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003). Suhu
(32)
air merupakan parameter penting dalam menentukan kondisi badan air karena berpengaruh terhadap pertumbuhan dari tumbuhan dan hewan, reproduksi dan migrasinya (Gang Ji, 2007).
Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal yang lebih besar daripada laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air yang datang (pada saat pasang-naik) ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah yang substratnya terekspos (Kinne, 1964). Parameter ini sangat spesifik di perairan estuaria. Ketika air tawar masuk estuaria dan bercampur dengan air laut, terjadi perubahan suhu. Akibatnya, suhu perairan estuaria lebih rendah di musim dingin dan lebih tinggi di musim panas daripada suhu air laut didekatnya. Skala waktu perubahan suhu ini menarik karena dapat dilihat dengan perubahan pasang surut, dimana suatu titik tertentu di estuaria akan memperlihatkan variasi suhu yang besar sebagai fungsi dari perbedaan antara suhu air laut dan air sungai. Kenaikan suhu di atas kisaran toleransi organisme dapat meningkatkan laju metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktifitas ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran suhu.
2.2.1.2. Gelombang.
Gelombang merupakan gerakan naik turunnya muka air laut yang dibarengi perpindahan partikel air dipermukaan sehingga mempengaruhi kondisi fisik suatu perairan. Pada umumya gelombang dibangkitkan oleh angin yang bertiup di atas permukaan air laut. Sifat –sifat gelombang dipengaruhi oleh tiga bentuk angin, yaitu :
1. Kecepatan angin : umumnya makin kencang angin yang bertiup, maka makin
besar gelombang yang akan terbentuk dan gelombang ini mempunyai kecepatan yang tinggi dan panjang gelombang yang besar.
2. Waktu dimana angin sedang bertiup. Tinggi, kecepatan dan panjang gelombang
seluruhnya cenderung untuk meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat angin pembangkit gelombang mulai bertiup.
3. Jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup (dikenal dengan fetch). Gelombang yang terbentuk di danau fetchnya kecil, biasanya mempunyai
(33)
kemungkinan fetchnya lebih besar sehingga mempunyai panjang gelombang sampai beberapa ratus meter.
2.2.1.3. Arus
Sirkulasi air merupakan mekanisme utama yang menyebabkan terjadinya proses percampuran di estuaria. Sirkulasi air merupakan fenomena yang kompleks dipengaruhi oleh angin di atmosfer dan perbedaan panas di lautan. Di estuaria sirkulasi air umumnya dipengaruhi oleh aliran air tawar yang bersumber dari badan sungai, pasang surut, hujan dan peguapan, angin dan peristiwa upwelling di pantai (Mukhtasor, 2007; Wolanski, 2007).
Arus pasang surut yang terjadi di estuaria berperan penting sebagai pengangkut zat hara dan polutan, mengencerkan dan membawa polutan sampai ke laut.
2.2.1.4. Padatan Tersuspensi (TSS)
Padatan tersuspensi total (total suspended solid) adalah bahan-bahan tersuspensi
(diameter >1 m) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 m.
TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).
Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang akhirnya mengganggu keseluruhan rantai makanan. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan nilai TSS di Estuaria Tallo cukup bervariasi namun secara umum telah melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 80 mg/l (Bapedalda, 2006; Bapedalda 2008; Widyasari, 2007)
Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan.
(34)
2.2.2. Parameter Kimia 2.2.2.1. Salinitas
Salinitas perairan menggambarkan kandungan garam dalam suatu perairan. Garam yang dimaksud adalah berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk garam dapur (NaCl). Pada umumnya salinitas disebabkan oleh 7 ion utama yaitu : natrium
(Na), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), klorit (Cl), sulfat (SO4) dan
bikarbonat (HCO3). Salinitas dinyatakan dalam satuan gram/kg atau permil (o/oo
Fluktuasi salinitas adalah merupakan kondisi umum dari daerah estuaria. Secara defenitif, suatu gradien salinitas akan tampak pada saat tertentu, tetapi pola gradien bervariasi, bergantung pada musim, topografi estuaria, pasang-surut dan jumlah air tawar misalnya estuaria Sungai Donan salinitasnya 26,8-32,1
) (Effendi, 2003).
o/
oo, dan Estuaria Percut
Sei Tuan kisaran salinitasnya 0,50-10 o/oo
Proses pergerakan massa air laut dan air tawar menyebabkan terjadinya stratifikasi yang menjadi dasar terjadinya klasifikasi estuaria berdasarkan salinitas. Gross (1987), mengklasifikasi estuariaa berdasarkan struktur salinitas yaitu :
(Soedradjad, 2003; Mutiah, 2007).
1. Estuariaa berstratifikasi sempurna atau estuariaa baji garam (salt wedge
estuary); jika aliran lebih besar daripada pasang surut sehingga mendominasi sirkulasi estuariaa.
2. Estuariaa berstratifikasi sebagian atau parsial (moderately stratified estuary) ;
jika aliran sungai berkurang, dan arus pasang surut lebih dominan maka akan terjadi percampuran antara sebagian lapisan massa air.
3. Estuariaa campuran sempurna atau estuariaa homogeny vertical (well-mixed
estuariaes), jika aliran sungai kecil atau tidak sama sekali, dan arus serta pasang surut besar, maka perairan menjadi tercampur hampir keseluruhan dari atas sampai dasar .
Variasi salinitas di daerah estuaria menentukan kehidupan organism laut/payau.
Hewan-hewan yang hidup di perairan payau (salinitas 0,5-30 o/oo ), hipersaline
(salinitas 40-80 o/oo ) atau air garam (salinitas >80 o/oo ), biasanya mempunyai toleransi
terhadap kisaran salinitas yang lebih besar dibandingkan dengan organisme yang hidup di air laut atau air tawar.
(35)
2.2.2.2. Derajat Keasaman (pH)
Nilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan (Saeni, 1989). Effendi (2003) menyatakan bahwa derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa . Nilai pH di Sungai Tallo berada pada kisaran 6-8 (Bapedalda 2008; Widyasari 2007; Balai Besar K3 2010). Masuknya limbah indutri dan rumah tangga ke perairan akan mempengaruhi derajat keasaman ekosistem estuaria. Kebasaan perairan meningkat akibat adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida. Adanya asam mineral bebas dan asam karbonat menyebabkan tingkat keasaman perairan (Mahida, 1993)
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003). Nilai pH juga dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh
H2S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai
pH rendah. Selain itu, pH juga mempengaruhi nilai BOD5, fosfat, nitrogen dan nutrien
lainnya (Dojildo and Best, 1992).
2.2.2.3. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolism tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi dan hasil proses fotosintesis fitoplankton pada siang hari. Faktor-faktor yang menurunkan kadar oksigen dalam air laut adalah kenaikan suhu, respirasi (khususnya malam hari), adanya lapisan minyak di atas permukaan laut dan masuknya limbah organik yang mudah terurai ke lingkungan laut.
Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen terlarut menurun di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan biota. Penyebab utama
(36)
berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam suatu perairan adalah adanya bakteri aerob dari bahan-bahan buangan yang mengkonsumsi oksigen (Fardiaz, 1992).
Kandungan oksigen terlarut dapat dijadikan indikator kualitas air sebagaimana diuraikan pada Tabel 2.
Sedangkan menurut baku mutu air laut yang ditetapkan oleh pemerintah tahun 2004 kandungan oksigen terlarut yang yang sesuai untuk kehidupan biota perairan adalah >5 mg/l.
Tabel 2. Kriteria Pencemaran Perairan berdasarkan Kandungan Oksigen Telarut
Kandungan Oksigen Terlarut (ppm)
Kriteria Kualitas Air
- 8 – 9
- 6,7 – 7,9 - 4,5 – 6,6
- <4,5
Baik Agak tercemar Tercemar Sedang
Tercemar Berat Sumber: Dojlido dan Best (1993).
2.2.2.4. Nitrat
Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan
salah satu nutrien senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrient (Alaerst dan Sartika, 1987). Konsentrasi ammonia untuk keperluan budidaya laut adalah 0,3 mg/l (KLH, 2004). Sedangkan untuk nitrat adalah berkisar antara 0,9 – 3,2 mg/l (KLH, 2004; DKP, 2002).
2.2.3. Parameter biologi
Pemantauan kualitas perairan selalu menggunakan kombinasi komponen fisika, kimia dan biologi. Penggunaan salah satu komponen saja sering tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa
(37)
penggunaan komponen fisika dan kimia saja hanya akan memberikan gambaran kualitas lingkungan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan penafsiran dan kisaran yang luas. Oleh sebab itu penggunaan komponen biologi juga sangat diperlukan karena fungsinya yang dapat mengantisipasi perubahan pada lingkungan kualitas perairan.
Parameter biologi yang digunakan dalam kualitas air adalah makrozoobentos. Makrozoobentos memiliki peranan dalam ekosistem perairan, yaitu berperan dalam proses mineralisasi dan pendaurulangan bahan organik serta menduduki beberapa posisi penting dalam rantai makanan. (Lind, 1979). Selain itu, sifat makrozoobentos yang hidup menetap atau bergerak lambat, sehingga jika ada bahan pencemar memasuki suatu perairan, maka hewan itu yang paling merasakan dampaknya. Perubahan pada struktur komunitas tersebut dapat menggambarkan proses yang terjadi dalam suatu lingkungan perairan.
Untuk mengetahui tingkat pencemaran suatu perairan digunakan indeks keragaman makrozoobentos. Perubahan pada struktur komunitas makrozoobentos ditandai dengan perubahan pada indeks keragamannya. Odum (1993) mengemukakan indeks keragaman komunitas 0,60-0,80 adalah standar untuk ekosistem yang tidak menerima masukan bahan organik dan anorganik yang tinggi.
2.2.4. Sedimen
Sedimen adalah kerak bumi yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari satu tempat ke tempat lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal (Friedman dan Sanders, 1978). Menurut Barnes (1986) sedimen terdiri atas dua kelompok, yaitu
sediment of inlet dan pyroclastic sediment. Sediment of inlets berasal dari limpasan air sungai, jenis sedimen ini banyak mempengaruhi proses pembentukan pinggir pantai di
sekitar muara sungai. Pyroclastic sediment berasal dari daratan (angin atau drainase)
atau penguraian bahan organik. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat berlumpur, yang seringkali sangat lunak. Substrat ini berasal dari sedimen yang dibawa ke dalam estuaria baik oleh air laut maupun air tawar.
Pengendapan partikel juga bergantung pada arus dan ukuran partikel. Partikel yang lebih besar mengendap lebih cepat daripada partikel yang lebih kecil dan arus
(38)
yang kuat mempertahankan partikel dalam suspensi lebih lama dari arus yang lemah. Oleh karena itu substrat pada tempat yang arusnya kuat cenderung bersubstrat kasar (pasir atau kerikil) karena hanya partikel berukuran besar yang akan mengendap. Jadi, baik air tawar maupun air laut mempunyai tendensi pertama kali melepas sedimen yang kasar, air laut melepasnya pada mulut estuaria, sedangkan air tawar akan melepasnya pada bagian hulu estuaria atau bahkan pada sungai itu sendiri. Dengan demikian, daerah tempat pencampuran didominasi oleh endapan halus (lumpur), sebagai akibat berkurangnya gerakan air dan pada penggumpalan karena penggumpalan karena percampuran kedua massa air. Di antara partikel yang mengendap di estuaria kebanyakan bersifat organik. Akibatnya substrat ini sangat kaya akan bahan organik. Bahan inilah yang menjadi cadangan makanan yang besar bagi organisme yang hidup di estuaria. Besarnya luas permukaan relatif terhadap volume partikel yang sangat kecil berarti tersedia daerah yang sangat luas untuk pertumbuhan bakteri.
Daerah estuaria yang memiliki arus yang kuat, umumnya memiliki substrat berpasir. Hal ini terjadi akibat pengaruh arus sehingga partikel-partikel yang berukuran besar akan mengendap lebih cepat, sedangkan partikel yang berukuran lebih kecil akan lama dipertahankan dalam suspensi dan terbawa ke suatu tempat mengikuti pengaruh arus dan gelombang. Endapan lumpur banyak mengendap di pantai, terutama jika air laut terdorong ke luar estuaria karena aliran air tawar yang besar. Pembentukan endapan juga mendapat pengaruh dari laut, karena pada air laut juga banyak terdapat parikel tersuspensi. Ketika partikel tersuspensi yang dibawa oleh sungai bercampur dengan air laut, kehadiran ion-ion dalam air laut akan menyebabkan lmpur menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar melalui proses konglomerasi (Nybakken, 1988).
Senyawa-senyawa kimia di sedimen dipengaruhi oleh faktor lingkungan Kondisi utama lingkungan yang merubah komposisi senyawa di sedimen antara lain
pH, redoks potensial, interstitial water (IW), bahan-bahan alami yang berasal dari
sistem itu sendiri (autothonous inputs), dan kegiatan yang dilakukan oleh hewan-hewan
akuatik (Chester 1990; Mllero dan Sohn 1992). Faktor lain yg mmperngaruhi adalah
produktifitas primer dan sekunder perairan (allochthonous inputs), limbah yg berasal
(39)
Karakteristik sedimen akan mempengaruhi morfologi, fungsional, tingkah laku serta nutrien hewan benthos. Hewan benthos seperti bivalva dan gastropoda beradaptasi sesuai dengan tipe substratnya. Adaptasi terhadap substrat ini akan menentukan morfologi, cara makan dan adaptasi fisiologis organisme terhadap suhu, salinitas serta faktor kimia lainnya (Razak, 2002). Disamping tipe substrat, ukuran partikel sedimen juga berperan penting dalam menentukan jenis benthos laut (Levinton, 1982). Partikel sedimen mempunyai ukuran yang bervariasi, mulai dari yang kasar sampai halus. Menurut Buchanan (1984) berdasarkan skala Wenworth sedimen di klasifikasikan berdasarkan ukuran partikelnya (Tabel 3).
Tabel 3. Klasifikasi partikel sedimen menurut skala Wenworth (Buchanan, 1984)
No Partikel mm µm
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Boulder (batuan) Cobble (batuan bulat) Pebble (batu kerikil) Granule (butiran)
Very coarse sand (pasir sangat kasar) Coarse sand (pasir kasar)
Medium sand (pasir sedang) Fine sand (pasir halus)
Very fine sand (pasir sangat halus) Silt (Lumpur) Clay (liat) > 256 64-256 4,0-64 2,0-4,0 1,0-2,0 0,5-1,0 0,25-0,5 0,125-0,25 0,0625-0,125 0,0039-0,0625 < 0,0039 > 256x103 64x103-256x103 4000-64000 2000-4000 1000-2000 500-1000 250-500 125-250 62,5-125 3,9-62,5 < 3,9
2.3. Model Kualitas Air di Estuaria
Kondisi wilayah estuaria berbeda dari kondisi wilayah sungai dan danau baik dari segi hidrodinamika, proses kimia maupun dari segi biologi. Jika dibandingkan dengan sungai dan danau estuaria memiliki karakteristik yang unik antara lain :
1. Di estuaria pasang surut sebagai penggerak utama
2. Salinitas bervariasi yang ditentukan oleh proses hidrodinamika kualitas
(40)
3. Terdapat dua aliran yaitu aliran permukaan dari laut, dan aliran pada lapisan air bagian bawah yang berasal dari daratan dan seringkali membawa polutan
4. Kondisi syarat batas yang diperlukan dalam model numerik.
Faktor utama yang menentukan proses transport di estuaria adalah pasang surut dan aliran air tawar dari sungai. Untuk muara sungai yang besar kecepatan angin juga berpengaruh signifikan terhadap proses transport tersebut. Kebanyakan estuaria yang panjang dan sempit dianggap sebagai satu saluran. Sungai sebagai sumber utama air tawar dan pada saat kondisi pasang membawa air asin dari laut (Gambar 2).
Gambar 2. Sistem Aliran Air di Estuaria
Pendekatan model untuk menggambarkan kondisi suatu bahan polutan di perairan estuaria membutuhkan keterkaitan antara beberapa faktor fisika, kimia dan proses biologi. Aliran air dan persamaan angkutan polutan di estuaria sebenarnya merupakan suatu yang sangat kompleks, karena terjadinya percampuran antara air tawar (berasal dari sungai) dan air asin (yang berasal dari laut) (Cahyono, 1993). Hal ini menjadi semakin kompleks dalam system hidrodinamik dimana terjadi proses-proses pertukaran antara air-sedimen, proses-proses perubahan senyawa kimia antara air tawar dengan air laut dan proses biologi lainnya.
Beberapa fenomena fisika-kimia yang penting untuk suatu senyawa atau polutan di badan air dan sedimen yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Sorpsi dan desorpsi antara larutan dan bentuk partikel dalam kolom air dan
sedimen
2. Mekanisme pengendapan dan resuspensi partikulat antara sedimen dan
badan air
3. Pertukaran difusi antara sedimen dan air kolum
M uar a E st uar ia Pes isi r P an ta i Pes isi r P an ta i Air tawar Sungai
Sungai pasang surut Air tawar/payau
Estuaria Air garam
(41)
4. Kehilangan bahan kimia akibat biodegradasi, volatilasi, photolysis dan reaksi dengan bahan kimia lain serta reaksi biokimia
5. Transport bahan pencemar akibat mekanisme dispersi dan adveksi
6. Pengendapan dan kehilangan bahan kimia ke sedimen lapisan dalam
(Gambar 3)
Faktor-faktor tersebut diatas adalah merupakan hal yang saling berkaitan dalam mendesain suatu model polutan dalam suatu perairan, hal lain yang juga dapat membantu suatu penyederhanaan suatu model adalah menganggap bahwa estuaria ditinjau dalam keadaan steady state, luas, aliran dan reaksi-reaksi yang terjadi adalah konstan dan seimbang.
Gambar 3. Skema perilaku bahan pencemar pada badan air (Modifikasi ; Thomann, 1987)
Gang Ji (2008), mengemukakan bahwa faktor utama yang mengontrol proses hidrodinamika di estuaria adalah : 1) pasang surut, 2) input air tawar, 3) angin yang
Input polutan desorpsi sorpsi Pertukaran scr difusi resuspensi mengendap Polutan dlm btk partikel Polutan dlm btk terlarut Polutan partikel sedimen Polutan terlarut dlm air intrstisial
sorpsi biodegradasi
desorpsi biodegradasi Biodegradasi Photolisis sedimentasi Input polutan Biodegradasi Photolisis Volatilzation
(42)
berkaitan dengan proses evaporasi dan presipitasi serta pertukaran dengan atmosfer, 4) bentuk geometri dan batimetri estuaria.
Pada perairan estuaria dimana terjadi percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai akan menghasilkan pelapisan (stratifikasi) dua massa air. Pada Gambar 4 dapat dilihat gambaran secara umum sirkulasi air di perairan estuaria.
Gambar 4. Skema aliran air di Estuaria (Thomann, 1987)
Berbagai pendekatan model kualitas air di estuaria telah dikembangkan dalam 1D-3D. Hu et al. (2009) melakukan pengembangan model kualitas air –2D di estuaria
Delta Sungai Pearl berdasarkan program sistem model lingkungan ekologi (
Row-column AESOP), model 3D yang dimodifikasi dengan model ECOM dan WASP 5
(Zheng et al., 2004), pengembangan model MIKE 11 (Neto, 2007), pendekatan dengan metode empiris dan teknik regresi (Worall et al., 1998), pengembangan model 2D dengan metode euler (Novikof, 2005) dan dengan metode SWAT (Santhi et al.,2005).
2.3.1. Persamaan Pembangun Model
Distribusi kualitas air yang merupakan substansi dalam bentuk larutan dan partikel dapat diketahui dengan pendekatan model kualitas air.
Beberapa pendekatan model dinamik yang digunakan untuk menggambarkan
kualitas perairan di estuaria mengacu pada DHI (2011).
Pengembangan model 2-D untuk kualitas air berdasarkan persamaan momentum dan persamaan kontinuitas dengan mempertimbankan kedalaman dimana
h= η + d adalah :
Partikel resuspensi
Partikel pengendapan
Transport vertikal
Garam dasar aliran
Pertukaran
Aliran keluar
(43)
(1)
Selanjutnya persamaan transport 2D dikembangkan dalam Spherical
Co-ordinates dengan skala kuantitas :
(2)
dimana :
, = kecepatan berdasarkan kedalaman rata-rata arah x dan y
t = waktu
= rata-rata kedalaman skala kuantitas
Fc = difusi secara horizontal
Cs = konsentrasi dari sumber
kp = laju decay
S = jarak point source
Pada Spherical Co-ordinates kecepatan arah horizontal sebagai berikut :
(3)
(4)
Dimana :
R = radius pada bumi
λ = bujur Ø = lintang
Substitusi persamaan (2), (3) dan (4) diperoleh persamaan sebagai berikut :
(5)
Faktor gesekan dasar dinyatakan dalam formula Chezy number (C) dan Manning number (M)
(44)
(7) dimana:
Cf
g = percepatan grafitasi (m/dt
= koefisien gesekan dasar
2
)
Manning number dapat dihitung berdasarkan dari pajang kekasaran dasar yaitu :
(8)
Secara umum dalam membangun model transport suatu substansi dibutuhkan nilai decay, dimana nilai ini spesifik untuk masing-masing komponen.
Untuk menghitung laju decay linear digunakan formula :
(9) Dimana;
C = konsentrasi polutan
k = decay (detik-1
Transpor suatu komponen diperairan tergantung pada arus, dimana pada estuaria arus yang dominan dibangkitkan oleh pasang surut dan kecepatan angin.
)
Kondisi pasang surut disimulasikan berdasarkan hasil prediksi DHI dan data lapangan. Kecepatan angin dihitung berdasarkan persamaan empiris :
dimana;
= densitas udara
= koefisien tarikan udara
(45)
Interaksi kecepatan gesekan dengan tegangan permukaan dihitung berdasarkan formula;
(11)
Koefisien tarikan udara merupakan nilai konstan atau tergantung pada kecepatan angin. Persamaan empiris untuk koefisien tarikan dibangun oleh Wu(1980, 1994) :
(12)
dimana :
ca, cb, wa dan wb
w10 = kecepatan angin 10 m diatas permukaan laut = faktor empiris
nilai untuk faktor empiris ca = 1,255.10-3, cb = 2,425.10-3, wa = 7 m/dt dan wb = 25
m/dt.
2.4. Pengelolaan Lingkungan Estuaria
Definsi wilayah pesisir memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil (Bengen, 2002),
Menurut Dahuri et al. (1996) pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah
suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan (sustainable). Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga dimensi yaitu dimensi sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggungjawab antar
(1)
……lanjutan lampiran 9
STASIUN 7
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Cellana testudinaria 3 0,027778 -3,5835189 -0,099542193 0,000771605 1,238437444 0,440500686 0,156744252 75
Sunetta truncata 2 0,018519 -3,988984 -0,073870075 0,000342936 50
Barbatia decussata 2 0,018519 -3,988984 -0,073870075 0,000342936 50
Tellina virgata 69 0,638889 -0,4480247 -0,286238017 0,408179012 1725
Ensis ensis 4 0,037037 -3,2958369 -0,122068032 0,001371742 100
Balanus balanoides 12 0,111111 -2,1972246 -0,244136064 0,012345679 300
Lingula sp 14 0,12963 -2,0430739 -0,264842913 0,016803841 350
Portunus sp 2 0,018519 -3,988984 -0,073870075 0,000342936 50
JUMLAH 108 -1,238437444 0,440500686 2700
Tellina virgata 134 0,985294 -0,0148151 -0,014597217 0,970804498 3350
Ensis ensis 2 0,014706 -4,2195077 -0,062051584 0,000216263 50
JUMLAH 136 -0,076648801 9,71021E-01 3400
STASIUN 9
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Tellina virgata 89 0,956989 -0,0439631 -0,042072236 0,915828419 0,201583646 0,916984622 0,026005842 2225
Siliqua winteriana 3 0,032258 -3,4339872 -0,110773781 0,001040583 75
Portunus sp 1 0,010753 -4,5325995 -0,048737629 0,00011562 25
JUMLAH 93 -0,201583646 0,916984622 2325
STASIUN 10
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Cellana testudinaria 2 0,105263 -2,2512918 -0,236978084 0,011080332 1,410258099 0,368421053 0,228814874 50
Strombus labiatus 2 0,105263 -2,2512918 -0,236978084 0,011080332 50
Sunetta truncata 1 0,052632 -2,944439 -0,154970473 0,002770083 25
Barbatia decussata 1 0,052632 -2,944439 -0,154970473 0,002770083 25
Conus glaucus 1 0,052632 -2,944439 -0,154970473 0,002770083 25
Sternaspis scutata 11 0,578947 -0,5465437 -0,316420041 0,335180055 275
Ophiura texturata 1 0,052632 -2,944439 -0,154970473 0,002770083 25
JUMLAH 19 -1,410258099 0,368421053 475
STASIUN 11
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Barbatia decussata 7 0,7 -0,3566749 -0,249672461 0,49 0,801818553 0,54 0,145218551 175
Siphonaria javanica 2 0,2 -1,6094379 -0,321887582 0,04 50
Astropecten aurantiacus 1 0,1 -2,3025851 -0,230258509 0,01 25
JUMLAH 10 -0,801818553 0,54 250
STASIUN 12
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Sunetta truncata 2 0,086957 -2,442347 -0,212378003 0,007561437 0,740011666 0,584120983 0,116457125 50
Barbatia decussata 4 0,173913 -1,7491999 -0,30420867 0,030245747 100
Tellina virgata 17 0,73913 -0,3022809 -0,223424992 0,5463138 425
JUMLAH 23 -0,740011666 0,584120983 575
STASIUN 13
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Strombus labiatus 2 0,076923 -2,5649494 -0,197303797 0,00591716 0,618977214 0,671597633 0,095565826 50
Barbatia decussata 3 0,115385 -2,1594842 -0,24917126 0,013313609 75
Tellina virgata 21 0,807692 -0,2135741 -0,172502158 0,652366864 525
(2)
LAMPIRAN 10. Kelimpahan (ind/m2), keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominasi (C) makrozoobentos para perairan Estuaria
Tallo (September 2011)
STASIUN 1
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Terebralia sulcata 1 0,333333333 -1,098612289 -0,366204096 0,111111111 1,0986123 0,333333333 0,014648164 25
Peristernia incarnata 1 0,333333333 -1,098612289 -0,366204096 0,111111111 25
Modiolus micropterus 1 0,333333333 -1,098612289 -0,366204096 0,111111111 25
JUMLAH 3 -1,098612289 0,333333333 75
STASIUN 2
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Terebralia sulcata 1 0,142857143 -1,945910149 -0,277987164 0,020408163 0,4101163 0,755102041 0,002343522 25
Cellana testudinaria 6 0,857142857 -0,15415068 -0,132129154 0,734693878 150
JUMLAH 7 -0,410116318 0,755102041 175
STASIUN 3
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Terebralia sulcata 6 0,666666667 -0,405465108 -0,270310072 0,444444444 0,6365142 0,555555556 0,002828952 150
Nerita undata 3 0,333333333 -1,098612289 -0,366204096 0,111111111 75
JUMLAH 9 -0,636514168 0,555555556 225
STASIUN 4
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Terebralia sulcata 1 0,076923077 -2,564949357 -0,197303797 0,00591716 1,7118451 0,218934911 0,005267216 25
Nassaria pusilla 1 0,076923077 -2,564949357 -0,197303797 0,00591716 25
Turbo reevei 4 0,307692308 -1,178654996 -0,362663076 0,094674556 100
Placuna ephippium 4 0,307692308 -1,178654996 -0,362663076 0,094674556 100
Nereis sp 1 0,076923077 -2,564949357 -0,197303797 0,00591716 25
Amphitrite sp 1 0,076923077 -2,564949357 -0,197303797 0,00591716 25
Pagurus sp 1 0,076923077 -2,564949357 -0,197303797 0,00591716 25
JUMLAH 13 -1,711845135 0,218934911 325
STASIUN 5
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Tellina palatam 106 0,972477064 -0,027908788 -0,027140656 0,94571164 0,1260233 0,946469152 4,6247E-05 2650
Nereis sp 3 0,027522936 -3,592735594 -0,098882631 0,000757512 75
JUMLAH 109 -0,126023287 0,946469152 2725
STASIUN 6
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Terebralia sulcata 3 0,027272727 -3,601868077 -0,098232766 0,000743802 0,762168 0,640661157 2,7715E-04 75
Nassaria pusilla 7 0,063636364 -2,754570217 -0,175290832 0,004049587 175
Codakia punctata 2 0,018181818 -4,007333185 -0,072860603 0,000330579 50
Tellina palatam 87 0,790909091 -0,234572247 -0,185525323 0,62553719 2175
Nereis sp 11 0,1 -2,302585093 -0,230258509 0,01 275
JUMLAH 110 -0,762168033 0,640661157 2750
STASIUN 7
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Clithon oualaniensis 4 0,4 -0,916290732 -0,366516293 0,16 1,6094379 0,24 6,4378E-03 100
Codakia punctata 1 0,1 -2,302585093 -0,230258509 0,01 25
Pagurus sp 1 0,1 -2,302585093 -0,230258509 0,01 25
Cancer pagurus 1 0,1 -2,302585093 -0,230258509 0,01 25
Talitrus sp 2 0,2 -1,609437912 -0,321887582 0,04 50
Ophiura sp 1 0,1 -2,302585093 -0,230258509 0,01 25
(3)
..lanjutan Lampiran 10
STASIUN 8NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Terebralia sulcata 16 0,48484848 -0,723918839 -0,350990952 0,235078053 1,14874586 0,37741047 0,001392419 400
Cellana testudinaria 1 0,03030303 -3,496507561 -0,105954775 0,000918274 25
Nassaria pusilla 12 0,36363636 -1,011600912 -0,367854877 0,132231405 300
Barbatia decussata 3 0,09090909 -2,397895273 -0,217990479 0,008264463 75
Vepricardium sinense 1 0,03030303 -3,496507561 -0,105954775 0,000918274 25
JUMLAH 33 -1,148745858 0,377410468 825
STASIUN 9
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Clithon oualaniensis 11 0,84615385 -0,167054085 -0,141353456 0,715976331 0,53596105 0,72781065 0,001649111 275
Siliqua winteriana 1 0,07692308 -2,564949357 -0,197303797 0,00591716 25
Pagurus sp 1 0,07692308 -2,564949357 -0,197303797 0,00591716 25
JUMLAH 13 -0,53596105 0,727810651 325
STASIUN 10
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Terebralia sulcata 23 0,40350877 -0,907557052 -0,366207231 0,162819329 1,69784653 0,25084641 0,001191471 575
Nerita undata 3 0,05263158 -2,944438979 -0,154970473 0,002770083 75
Cellana testudinaria 3 0,05263158 -2,944438979 -0,154970473 0,002770083 75
Nassaria pusilla 14 0,24561404 -1,403993938 -0,344840616 0,060326254 350
Clithon oualaniensis 8 0,14035088 -1,963609726 -0,275594348 0,019698369 200
Gafrarium tumidum 2 0,03508772 -3,349904087 -0,117540494 0,001231148 50
Vepricardium sinense 1 0,01754386 -4,043051268 -0,070930724 0,000307787 25
Nereis sp 1 0,01754386 -4,043051268 -0,070930724 0,000307787 25
Amphitrite sp 1 0,01754386 -4,043051268 -0,070930724 0,000307787 25
Ophiura sp 1 0,01754386 -4,043051268 -0,070930724 0,000307787 25
JUMLAH 57 -1,697846531 0,250846414 1425
STASIUN 11
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Terebralia sulcata 2 0,25 -1,386294361 -0,34657359 0,0625 1,55958116 0,21875 0,007797906 50
Nassaria pusilla 2 0,25 -1,386294361 -0,34657359 0,0625 50
Thais kieneri 2 0,25 -1,386294361 -0,34657359 0,0625 50
Gafrarium tumidum 1 0,125 -2,079441542 -0,259930193 0,015625 25
Vepricardium sinense 1 0,125 -2,079441542 -0,259930193 0,015625 25
JUMLAH 8 -1,559581156 0,21875 200
STASIUN 12
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Terebralia sulcata 1 0,2 -1,609437912 -0,321887582 0,04 1,05492017 0,36 0,008439361 25
Nassaria pusilla 2 0,4 -0,916290732 -0,366516293 0,16 50
Pagurus sp 2 0,4 -0,916290732 -0,366516293 0,16 50
1 JUMLAH 5 -1,054920168 0,36 125
STASIUN 13
NO JENIS ORGANISME ni ni/N ln(ni/N) ni/N*(ln(ni/N) (ni/N)2 H' C' E Kelimpahan
Terebralia sulcata 1 0,125 -2,079441542 -0,259930193 0,015625 1,66746193 0,21875 0,00833731 25
Clithon oualaniensis 1 0,125 -2,079441542 -0,259930193 0,015625 25
Codakia punctata 1 0,125 -2,079441542 -0,259930193 0,015625 25
Barbatia decussata 1 0,125 -2,079441542 -0,259930193 0,015625 25
Pagurus sp 3 0,375 -0,980829253 -0,36781097 0,140625 75
Leander sp 1 0,125 -2,079441542 -0,259930193 0,015625 25
(4)
LAMPIRAN 13. Jawaban Pakar dan Analisis AHP
Faktor
Pakar
ke
Jawaban
CR
Ket
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
5
9
9
5
5
5
1
5
0.33
0.20
0.095
Konsisten
2
1
3
3
1
3
3
3
1
1.00
1.00
0.033
Konsisten
3
1
9
5
5
5
5
5
5
5.00
5.00
0.223
4
5
1
3
3
1
5
3
5
3.00
0.20
0.145
5
1
7
5
5
3
5
5
3
5.00
1.00
0.080
Konsisten
6
1
1
5
5
1
5
5
5
5.00
0.20
0.075
Konsisten
7
1
3
5
5
5
5
3
5
1.00
0.20
0.079
Konsisten
Stakeholders
Pakar
ke
Jawaban
CR
Ket
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
1
5.00
5.00
3.00
5.00
0.20 1.00
0.33
3
0.11
0.20
3
0.11
5
1.00
0.11 0.083
Konsisten
2
1.00
3
1
5
1
1
0.33
1
0.20
0.20
1.00 0.20
5.00
1.00
0.33 0.036
Konsisten
3
5.00
5
0.2
5
0.20
0.20
3
0.20
0.20
3
0.20
5
0.33
0.20 0.148
4
5.0
5.00
5
7.00
1
5
0.33
7
0.33
0.20
1.00 0.14
5.00
0.33
0.20
0.09
Konsisten
5
1.00
1.00
1
5
0.20
1
0.20
1.00
0.11
1.00
3
0.20
3
0.11
0.11 0.076
Konsisten
6
5.00
0.33
3
5.00
1
0.20
0.20
1
0.20
7.00
5.00 1.00
5.00
0.20
0.20 0.091
Konsisten
(5)
Tujuan
Pakar
ke
Jawaban
CR
Ket
26
27
28
1
9.00 3.00
0.2
0.025
Konsisten
2
1.00
1
1
0.000
Konsisten
3
5.00
5
0.333 0.116
4
5.00 1.00
0.333 0.025
Konsisten
5
1.00
1
1
0.000
Konsisten
6
1
5.00
3
0.116
7
1
1
0.33
0.116
Matriks Pendapat Gabungan
Alternatif
Pakar ke
Jawaban
29
1
1.00
2
0.33
3
1.00
4
0.20
5
1.00
6
0.20
7
1.00
Faktor
1
1
3
5
3
1.00
1
3
5
3
0.33
0.33
1
3
1.00
0.20
0.20
0.33
1
0.33
0.33
0.33
1
3
1
Stakeholder
1
3.00
1.00
1
5
1
0.33333
1
1
0
1
0.2
1
1
1
0
3
0.2
1.00
3
3.00
1
5
0.333
0.2
1
0.33333
0.2
1
0.14286
1
5
5
3.003
3.003
1
Tujuan
1.00
3.00
3.00
0.33
1.00
1.00
0.33
1.00
1.00
Alternatif
1
0.33
(6)