Management of Water Quality for Water Tourism Development of Small Lake Sawangan-Bojongsari at Depok
UPAYA UNT SITU SAWA
PENGELOLA
A PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRA NTUK PENGEMBANGAN WISATA AIR AWANGAN-BOJONGSARI DI KOTA DEP
AMANDA WINDYARANI
AAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGK SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
IRAN EPOK
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul Upaya Pengelolaan Kualitas Perairan untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2013
Amanda Windyarani NRP P052100041
(3)
ABSTRACT
AMANDA WINDYARANI. Management of Water Quality for Water Tourism Development of Small Lake Sawangan-Bojongsari at Depok. Supervised by ETTY RIANI and FREDINAN YULIANDA.
Development of situ into water tourism area is an effort to conserve situ from development activities damage, so that situ can generate ecological, economic, and aesthetic benefits. Situ Sawangan-Bojongsari is one of small lakes in Depok that is being developed into water tourism area. Accordingly, this research aimed to study the management, water quality, visitor perceptions, and the level of residents knowledge of small lake environmental material and water tourism development in Situ Sawangan-Bojongsari, and also make recommendation of water quality management strategies for water tourism development in Situ Bojongsari. The management of Situ Sawangan-Bojongsari must be improved by requiring cooperation and better coordinating between the stakeholders involved in: Center Government, Local Government, Working Group of Situ Sawangan-Bojongsari, Forum of Situ Working Groups in Depok, private sector, and NGOs. Water condition of this small lake tends to be good enough for the water tourism development, but some measurements of some parameters exceed or not conform with the water quality standard. The water quality of small lake can decrease more quickly because of anthropogenic activities. Perceptions of visitors to the condition of Situ Sawangan-Bojongsari and its tourism are good enough, but small lake management and water tourism facilities improvement should be performed. The levels of residents knowledge of the small lake environmental material and water tourism development are respectively quite good, but still need to be improved into good comprehension and attitudes. Based on hierarchy analysis, the community empowerment is an alternative to the highest priority, followed by socialization, and recommendation of area management.
(4)
RINGKASAN
AMANDA WINDYARANI. Upaya Pengelolaan Kualitas Perairan untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan FREDINAN YULIANDA.
Pengembangan situ menjadi kawasan wisata air merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan situ dari kerusakan akibat aktivitas pembangunan, sehingga situ dapat mendatangkan manfaat ekologis, ekonomi, dan estetika. Situ Sawangan-Bojongsari adalah salah satu situ yang tengah dikembangkan menjadi kawasan wisata air di Kota Depok. Pengelola Situ Sawangan-Bojongsari masih mengalami berbagai kendala dalam mengembangkan situ sebagai kawasan wisata air, yaitu kualitas perairan dirasakan belum mendukung kegiatan wisata air, pengelolaan situ belum berjalan secara terpadu, dan partisipasi masyarakat yang masih rendah dalam upaya pengelolaan situ. Oleh karena itu, pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air perlu dilakukan di Situ Sawangan-Bojongsari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari, kualitas perairan, persepsi pengunjung, dan pemahaman masyarakat sekitar situ tentang materi lingkungan situ dan pengembangan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari, serta menyusun rekomendasi strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kota Depok pada bulan Februari-Juni 2012. Data pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari diperoleh melalui wawancara dengan Pokja Situ setempat dan instansi berwenang terkait situ di Kota Depok. Sampel air diambil dari tujuh stasiun pengambilan sampel pada Situ Sawangan-Bojongsari setiap dua minggu sekali selama 4 minggu pada pagi hari. Pengukuran kualitas air dilakukan secara in-situ dan analisis laboratorium. Data responden pengunjung, masyarakat sekitar situ, dan para pakar diperoleh dengan metode purposive sampling dengan teknik wawancara dan menggunakan kuisioner. Data kualitas air dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan baku mutu air kelas dua berdasarkan PP No. 82 tahun 2001, sedangkan status trofik situ ditentukan berdasarkan kriteria status trofik pada Permen LH No. 28 tahun 2009. Data pengelolaan situ, responden pengunjung, dan responden masyarakat dianalisis secara deskriptif. Data responden pakar digunakan untuk menentukan strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari melalui model analytical hierarchy process (AHP). Data tersebut kemudian diolah menggunakan program Expert Choice 11 sehingga dihasilkan alternatif prioritas terpilih yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
Pengelolan Situ Sawangan-Bojongsari harus ditingkatkan melalui kerjasama dan koordinasi yang lebih baik lagi antar pihak-pihak yang terlibat, yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pokja Situ Sawangan-Bojongsari, Forum Pokja Situ Depok, Swasta, dan LSM. Pihak-pihak di luar pemerintah dan masyarakat, seperti Forum Pokja Situ dan LSM, terbukti telah memberikan pengaruh positif pada pengelolaan dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari, sedangkan peran pihak swasta perlu ditingkatkan.
(5)
Kegiatan antropogenik sekitar situ beraneka ragam dan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap situ ketika tidak memperhatikan kelestarian situ. Peralihan fungsi sempadan Situ Sawangan-Bojongsari menjadi lahan pertanian dan lahan terbangun, serta pembuangan limbah domestik ke perairan situ dapat menimbulkan pendangkalan situ dan pencemaran air situ. Upaya pengelolaan situ perlu memberikan perhatian terhadap penanganan kegiatan antropogenik yang berpotensi memberikan dampak negatif terhadap perairan situ.
Kondisi perairan Situ Sawangan-Bojongsari tergolong cukup baik bagi pengembangan wisata air, namun beberapa parameter kualitas air telah melebihi baku mutu air untuk rekreasi. Permasalahan penyuburan perairan Situ Sawangan-Bojongsari telah ditemukan sejak dahulu, dan kondisinya kini semakin dipercepat dengan berbagai kegiatan antropogenik sekitar situ. Situ Sawangan-Bojongsari diduga mengalami kondisi eutrofik yang mengarah kepada hipereutrofik saat ini. Oleh karena itu, pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari perlu dilakukan.
Persepsi pengunjung terhadap kondisi perairan dan wisata Situ Sawangan-Bojongsari secara umum telah cukup baik, namun perbaikan dan peningkatan terhadap kondisi beberapa aspek perlu dilakukan. Peningkatan perlu dilakukan terhadap kondisi fasilitas kebersihan dan penunjang wisata air pada situ. Selain itu, pengelola situ perlu melakukan pembersihan situ dari gulma air dan pengaturan jumlah dan lokasi keramba ikan pada situ agar nilai estetis situ tidak berkurang.
Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai materi situ dan pengembangan wisata air juga telah cukup baik, namun tetap perlu ditingkatkan. Warga masyarakat sekitar situ sebagian besar dinyatakan cukup tahu mengenai materi situ dan pengembangan wisata air yaitu masing-masing sebesar 50,94% dan 49,06%, tetapi jumlah warga yang tahu mengenai materi situ dan pengembangan wisata air tergolong sedikit yaitu masing-masing sebesar 18,87% dan 28,30%. Pengetahuan masyarakat juga perlu ditingkatkan menuju pemahaman yang baik dan tindakan-tindakan nyata.
Analisis hierarki menunjukkan elemen prioritas bagi kategori faktor, aktor, subtujuan, dan alternatif dari gol utama yaitu upaya pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari. Pemahaman tentang situ merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap upaya pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari. Pihak Pemerintah dianggap sebagai aktor yang paling berperan dalam pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari. Konservasi situ menjadi subtujuan dengan prioritas tertinggi dalam pelaksanaan pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari. Pemberdayaan masyarakat merupakan alternatif dengan tingkat prioritas tertinggi, diikuti dengan sosialisasi, dan rekomendasi pengelolaan kawasan. Langkah-langkah strategi yang dapat disusun berdasarkan elemen-elemen prioritas tersebut yaitu: 1) penguatan daya masyarakat melalui kelompok masyarakat; 2) penguatan hubungan kerjasama antar semua pihak terkait melalui forum diskusi; dan 3) penyusunan pedoman pengelolaan situ di Kota Depok, termasuk pedoman pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari.
(6)
© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian penelitian karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya ilmiah dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB
(7)
UPAYA PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN UNTUK PENGEMBANGAN WISATA AIR SITU SAWANGAN-BOJONGSARI DI KOTA DEPOK
AMANDA WINDYARANI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
(8)
(9)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul penelitian : Upaya Pengelolaan Kualitas Perairan untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok Nama : Amanda Windyarani
NRP : P052100041
Disetujui Komisi Pembimbing
Diketahui Dr. Ir. Etty Riani, MS
Ketua
Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Anggota
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
(10)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan anugerah–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Upaya Pengelolaan Kualitas Perairan untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Juni 2012 di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS dan bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. selaku pembimbing atas semua saran yang diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si selaku dosen penguji tesis atas saran yang diberikan bagi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini, Forum Pokja Situ Kota Depok, Pokja Situ Sawangan-Bojongsari, Badan Lingkungan Hidup Kota Depok, Badan Perencanan Pembangunan Daerah Kota Depok, Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Seni Budaya Kota Depok, Dinas Bina Marga dan Sumberdaya Air Kota Depok, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok, serta Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Depok.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Direktur Bakrie Center Foundation atas beasiswa pendidikan yang diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman di Pondok Adinda, teman-teman PSL angkatan 2010, teman-teman BGF 2011, serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas dukungannya dalam masa penyelesaian studi penulis. Penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan kakak tercinta atas perhatian, kasih sayang, dan doanya.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan.
Bogor, Februari 2013
(11)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 November 1986 dari ayah Bambang Winarso dan ibu Pudya Saraswati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Ungaran 2 Yogyakarta dan kemudian dilanjutkan di SD Muhammadiyah 12 Pamulang hingga lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 1 Pamulang dan selesai pada tahun 2002, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Ciputat dan selesai pada tahun 2005.
Pada tahun 2005 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis menamatkan studi pada Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, pada tahun 2010, dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan pascasarjana pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Ekologi Situ ... 9
2.2. Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok ... 12
2.3. Kualitas Air ... 13
2.4. Kriteria Perairan untuk Wisata Air ... 17
2.5. Eutrofikasi pada Perairan ... 19
2.6. Situ sebagai Lokasi Tujuan Wisata ... 20
2.7.Analytical Hierarchy Process(AHP) ... 22
METODE PENELITIAN ... 25
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25
3.2. Alat dan Bahan ... 25
3.3. Data yang Dikumpulkan ... 25
3.4. Metode Pengumpulan dan Analisis Data ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
4.1. Gambaran Umum Kota Depok, Provinsi Jawa Barat ... 39
4.2. Situ di Kota Depok ... 44
4.3. Situ Sawangan-Bojongsari ... 49
4.4. Kegiatan Antropogenik Sekitar Situ Sawangan-Bojongsari ... 59
4.5. Permasalahan Kualitas dan Lingkungan Perairan Situ Sawangan-Bojongsari ... 62
4.6. Pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari ... 74
4.7. Masyarakat Sekitar Situ Sawangan-Bojongsari ... 93
4.8. Strategi Pengelolaan Kualitas Perairan untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari ... 106
KESIMPULAN DAN SARAN ... 124
5.1. Kesimpulan ... 124
(13)
DAFTAR PUSTAKA ... 127 LAMPIRAN ... 136
(14)
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Jenis, metode pengumpulan, dan analisis data penelitian ... 26 2 Jumlah dan kepadatan penduduk Kota Depok, tahun 2010 dan 2011 ... 42 3 Luasan beberapa tipe pemanfaatan lahan di Kota Depok
selama kurun waktu 2000-2010 ... 43 4 Rencana pemanfaatan ruang Kota Depok tahun 2010 ... 43 5 Kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari pada
beberapa stasiun pengambilan sampel air ... 62 6 Karakteristik pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari ... 75 7 Persepsi pengunjung mengenai kondisi Situ Sawangan-Bojongsari
sebagai kawasan wisata air... 79 8 Persepsi pengunjung mengenai fasilitas
di Situ Sawangan-Bojongsari... 82 9 Persepsi pengunjung mengenai keberadaan gulma air dan keramba
ikan di Situ Sawangan-Bojongsari ... 86 10 Persepsi pengunjung mengenai biaya berwisata
di Situ Sawangan-Bojongsari... 91 11 Persepsi pengunjung mengenai akan dilakukannya pengelolaan
kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari ... 92 12 Karakteristik masyarakat yang biasa beraktivitas di sekitar
Situ Sawangan-Bojongsari ... 94 13 Jumlah dan persentase responden masyarakat untuk tingkat
pengetahuan mengenai situ dan pengembangan wisata air... 99 14 Korelasi antara parameter karakteristik masyarakat sekitar situ
dengan skor pengetahuan situ dan pengembangan wisata air ... 102 15 Persepsi masyarakat mengenai Situ Sawangan-Bojongsari
dijadikan sebagai kawasan wisata air... 103 16 Kesediaan partisipasi masyarakat dalam pelestarian dan
pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Peta lokasi stasiun pengambilan sampel air
Situ Sawangan-Bojongsari ... 28
2. Hierarki strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari ... 30
3 Peta lokasi Situ Sawangan-Bojongsari ... 50
4 Padang golf di tepi selatan situ, kebun milik masyarakat, area wisata Situ Sawangan, dan permukiman yang berbatasan dengan situ... 50
5 Suasana pembangunan tanggul batu bronjong... 54
6 Penanaman pohon oleh Walikota dan Wakil Walikota Depok di Situ Sawangan-Bojongsari... 54
7 Area wisata Situ Sawangan dan armada sepeda air di Situ Sawangan .. 57
8 Area wisata Situ Bojongsari ... 57
9 Alih fungsi lahan situ menjadi perkebunan dan kegiatan menyiram tanaman perkebunan oleh masyarakat ... 60
10 Pembangunan di kawasan Telaga Golf Sawangan... 60
11 Tempat pembuangan sampah di area wisata Situ Sawangan ... 83
12 Ledakan populasi gulma air di Situ Sawangan ... 85
13 Keramba ikan yang dibiarkan terbengkalai di tepi situ... 85
14 Hierarki pengambilan keputusan strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari beserta hasil bobot... 106
15 Hasil pembobotan faktor pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari ... 107
16 Hasil pembobotan aktor pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari ... 109
17 Hasil pembobotan subtujuan pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari ... 112
(16)
18 Hasil pembobotan alternatif pengelolaan kualitas perairan untuk
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Kuisioner persepsi masyarakat... 137 2 Kuisioner pengetahuan masyarakat tentang situ
dan pengembangan wisata air situ... 141 3 Kuisioner strategi upaya pengelolaan kualitas perairan untuk
pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari
di Kota Depok ... 146 4 Peta liput lahan sekitar Situ Sawangan-Bojongsari ... 157 5 Skor pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang situ dan
pengembangan wisata air ... 158 6 Dokumentasi berbagai kondisi dan kegiatan
(18)
1.1. Latar Belakang
Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan dampak positif bagi pertumbuhan perekonomian Kota Depok. Kota Depok turut menjalankan perannya sebagai kota permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa, serta kota wisata bagi masyarakat ibukota pada perkembangan berikutnya. Namun, laju pembangunan yang terus meningkat dari waktu ke waktu berpotensi pula menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup di Kota Depok, terutama jika perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tidak dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Pertambahan jumlah permukiman dan penduduk serta penurunan jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Depok menimbulkan permasalahan lingkungan dan pada akhirnya mengganggu kenyamanan kehidupan masyarakat. Sumberdaya perairan seperti situ adalah salah satu komponen lingkungan yang terkena dampak negatif tersebut. Pencemaran perairan, sedimentasi dan pendangkalan situ, serta perubahan tata guna lahan sekitar situ merupakan beberapa contoh peristiwa yang ditemukan terjadi di situ-situ di Kota Depok.
Situ merupakan sebutan bagi danau-danau kecil dan dangkal di daerah Jawa Barat. Situ dapat terbentuk secara alami maupun buatan dan memiliki sumber air berasal dari mata air, air hujan, sungai, dan/atau limpasan air permukaan (Natasaputra 2000). Menurut Puspita et al. (2005) ekosistem situ memiliki berbagai fungsi dan manfaat bagi makhluk hidup, diantaranya yaitu a) habitat bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan; b) pengatur fungsi hidrologis dan pencegah banjir; c) penghasil sumberdaya alam bernilai ekonomis; d) sarana wisata dan olahraga; dan e) sebagai sumber air untuk berbagai kebutuhan hidup manusia. Selain itu, situ juga merupakan ekosistem yang bermanfaat sebagai unsur alami yang mempengaruhi iklim mikro dan keseimbangan ekosistem di sekitarnya.
Pemanfaatan situ sebagai kawasan wisata merupakan salah satu bentuk upaya mempertahankan keberadaan serta fungsi dan manfaat situ di Kota Depok. Hal ini masih perlu dikembangkan, mengingat masih sedikit situ yang dikelola
(19)
untuk dijadikan sebagai kawasan wisata. Perwujudan hal tersebut memberikan harapan agar situ dapat tetap lestari dan masyarakat pun dapat memperoleh manfaat, baik ekonomi, ekologis, maupun kenyamanan wisata (estetis) dari keberadaan situ tersebut.
Pariwisata adalah salah satu sektor yang mampu menunjang perekonomian daerah di Indonesia, tidak terlepas bagi Kota Depok. Pernyataan ini semakin diperkuat oleh penetapan kebijakan mengenai otonomi daerah dimana setiap daerah diberikan kewenangan untuk mengembangkan kebijakan daerahnya sendiri sesuai dengan kebutuhan yang ada. Pengembangan pariwisata tidak sama di setiap daerah karena bergantung pada situasi dan kondisi setiap daerah. Potensi yang berbeda, baik itu potensi alam, ekonomi, adat budaya, maupun kependudukan, akan menimbulkan perbedaan pola pengembangan pariwisata setiap daerah. Situ yang dimiliki oleh Kota Depok merupakan potensi alam bagi pengembangan pariwisata daerah. Proses penentuan pola pengembangan ini haruslah melibatkan berbagai pihak agar dapat menghasilkan pola pengembangan pariwisata daerah yang terpadu.
Situ Sawangan-Bojongsari merupakan salah satu situ yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata di Kota Depok. Situ ini berlokasi di dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok. Situ Sawangan–Bojongsari adalah sebuah situ alami yang airnya berasal dari mata air alami. Situ tersebut telah mulai dikembangkan sebagai lokasi wisata air pada saat ini dimana pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat melalui Kelompok Kerja Situ (Pokja Situ). Fasilitas wisata telah disediakan oleh pihak pengelola, seperti sepeda air, wahana flying fox, pemancingan, serta warung-warung yang menyediakan berbagai makanan dan minuman.
Kelompok Kerja Situ merupakan suatu kelompok masyarakat sekitar situ yang peduli dengan keberadaan situ sebagai daerah konservasi sumberdaya alam. Tugas Pokja Situ diantaranya adalah menyelenggarakan penertiban, pengamanan, pemeliharaan, dan pemberdayaan fungsi situ secara tepat. Situ Sawangan– Bojongsari dikelola oleh dua Pokja, yaitu Pokja Situ Sawangan dan Pokja Situ Bojongsari. Pola pengelolaan dua Pokja Situ ini dipengaruhi oleh kebijakan pemekaran kecamatan di Kota Depok yang terjadi pada tahun 2009 berdasarkan
(20)
Peraturan Daerah Kota Depok No. 8 Tahun 2007. Pemekaran wilayah kecamatan telah menyebabkan situ terbagi ke dalam dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, dimana sebelumnya lokasi situ disebutkan berada di wilayah Kecamatan Sawangan.
Permasalahan kualitas perairan situ adalah hal yang masih harus dihadapi oleh pengelola untuk mewujudkan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air. Sebagian wilayah situ sering tertutup oleh gulma air, terdapat beberapa keramba ikan di beberapa sisi situ, dan dilaporkan pula bahwa telah terjadi pendangkalan di Situ Sawangan-Bojongsari, terutama pada bagian selatan situ. Pencemaran air oleh limbah kegiatan domestik dan wisata juga terjadi di sekitar situ. Ledakan populasi gulma air kapu-kapu (Salvinia molesta) diduga terjadi karena peningkatan nutrien perairan akibat limbah aktivitas masyarakat ke dalam situ maupun akibat keberadaan keramba ikan. Nurhakim (2004) memberikan informasi mengenai kondisi perairan Situ Babakan, Jakarta Selatan, yaitu rataan kandungan amonia, nitrit, nitrat, dan fosfat pada wilayah situ dimana terdapat keramba jaring apung milik masyarakat sekitar menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan keempat parameter tersebut pada wilayah situ yang tidak terdapat keramba jaring apung. Penggunaan pakan ikan yang berlebih dan berkepanjangan mampu meningkatkan kandungan nutrien dalam air. Pertumbuhan gulma air yang tidak terkontrol tersebut dapat mengganggu aktivitas wisata dan mengganggu keseimbangan ekosistem situ. Pencemaran air juga dapat menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia jika terjadi pemasukan bahan berbahaya atau akibat keberadaan bakteri pathogen. Hal-hal tersebut dapat memicu terjadinya penurunan kualitas perairan situ dan menurunkan potensi situ sebagai daerah tujuan wisata.
Penelitian terkait perairan situ di Kota Depok telah cukup banyak dilakukan. Hal yang dikaji beragam, mulai dari aspek kualitas perairan situ hingga aspek kelembagaan pengelolaan situ. Penelitian oleh Permana (2003), Susilowati (2004), dan Rosnila (2004) memberikan informasi bahwa perubahan penggunaan lahan di Kota Depok, terutama di sekitar situ, telah mempengaruhi kualitas air, keberadaan, dan fungsi situ. Menurut Listiani (2005) pengelolaan situ-situ di Kota Depok oleh Pemerintah Kota Depok belum mampu mengatasi berbagai
(21)
permasalahan yang dihadapi oleh situ-situ tersebut. Meskipun berbagai penelitian telah dilakukan, namun informasi mengenai pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai lokasi wisata air belum banyak tersedia. Oleh karena itu, penelitian mengenai hal tersebut perlu dilakukan untuk membantu tercapainya kelestarian situ dan perkembangan pariwisata di Kota Depok.
1.2. Perumusan Masalah
Situ Sawangan-Bojongsari membutuhkan pengelolaan yang menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup sebagai salah satu sumberdaya air permukaan. Hal ini bertujuan agar sumberdaya air tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kemakmuran generasi masa kini maupun masa yang akan datang. Namun, perwujudan hal tersebut masih mengalami berbagai kendala, salah satunya yang terkait dengan pengembangan pemanfaatan Situ Sawangan-Bojongsari untuk kegiatan wisata air. Kondisi yang berlangsung di Situ Sawangan-Bojongsari saat ini dapat dicermati berdasarkan beberapa aspek terkait pengelolaan kualitas perairan situ untuk menyederhanakan permasalahan tersebut.
Pemanfaatan Situ Sawangan-Bojongsari oleh masyarakat sekitar situ ditujukan untuk mendukung aktivitas masyarakat sehari-hari. Pemanfaatan situ yang masih berlangsung dari dulu hingga kini yaitu kegiatan perikanan seperti memancing, menjala ikan, dan memelihara ikan di keramba, sedangkan pemanfaatan air situ untuk irigasi pertanian telah banyak berkurang disebabkan oleh peralihan mata pencaharian masyarakat sekitar situ dari bertani atau berkebun menjadi bekerja sebagai karyawan perusahaan, guru, atau pekerjaan lainnya. Pemanfaatan air situ untuk keperluan rumah tangga seperti mencuci juga masih dapat ditemui di tepian situ. Situ tengah dikembangkan oleh masyarakat sekitar situ saat ini, terutama oleh Pokja Situ, sebagai satu lokasi wisata air selain dari sebagai sumber perikanan dan sumber air keperluan rumah tangga. Jenis-jenis pemanfaatan situ tentunya akan memberikan dampak pada komponen lingkungan hidup yang ada di situ. Kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari perlu dikelola dengan baik agar situ dapat terus dimanfaatkan secara optimal, salah satunya sebagai kawasan wisata air.
(22)
Potensi sumberdaya perikanan, sumberdaya air, dan keindahan panorama yang dimiliki oleh Situ Sawangan-Bojongsari dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, meskipun kini kondisinya cenderung mengalami penurunan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Berbagai jenis ikan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat hidup di situ ini, diantaranya ikan nila, lele, patin, gabus, bahkan dari jenis udang. Jumlah populasi ikan yang ada dirasakan oleh masyarakat telah berkurang saat ini dibandingkan dengan jumlah yang ada pada masa yang lalu. Masyarakat menyebutkan bahwa dahulu selalu dapat memperoleh ikan ketika menjaring di situ, namun kini ikan tidak selalu dapat diperoleh ketika masyarakat menjaring di situ. Hal ini diduga terkait dengan penurunan kualitas air yang terjadi. Sampah dan limbah hasil kegiatan antropogenik yang dibuang ke dalam situ atau yang terbawa oleh aliran air menuju situ telah mencemari dan mengurangi keindahan perairan situ. Belum lagi pendangkalan dan proses penyuburan perairan yang dipercepat oleh kegiatan antropogenik. Penyuburan perairan atau eutrofikasi menunjukkan bahwa telah terjadi pencemaran air oleh peningkatan kadar nitrogen dan fosfor dalam air (KLH 2011).
Kondisi kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari dirasakan belum cukup mendukung situ tersebut sebagai kawasan wisata air di Kota Depok. Air situ cenderung berwarna kehijauan, terutama di bagian sekitar outlet (pintu air) situ. Kekeruhan yang tinggi dapat terlihat pada bagian situ yang mengalami pendangkalan akibat pengurukan oleh masyarakat sekitar. Tumbuhan air yang mengapung, terutama kiambang (kapu-kapu), nampak tersebar tidak merata di seluruh permukaan situ. Populasi tumbuhan air ini seringkali juga menutup rapat sebagian permukaan situ sehingga nampak seperti daratan dan mengurangi keindahan situ serta mengganggu aktivitas wisata air seperti penggunaan sepeda air oleh pengunjung. Faktor lain yang juga menjadi penyebab berkurangnya keindahan Situ Sawangan-Bojongsari adalah posisi keramba ikan yang tidak teratur dan banyak pula yang sudah tidak digunakan namun tidak dibenahi sehingga terbengkalai di tepian situ. Permukaan air situ juga masih terkotori oleh sejumlah sampah yang mengapung, terutama dari jenis plastik. Faktor kedalaman situ yang cukup dalam pada bagian tengah situ diduga juga menjadi kendala dalam pengembangan wisata air situ karena menimbulkan kekhawatiran bagi para
(23)
pengguna jasa wisata air. Potensi perikanan Situ Sawangan-Bojongsari pun belum berkembang optimal, padahal hal tersebut dapat menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung untuk berwisata di Situ Sawangan-Bojongsari.
Aktivitas sekitar perairan Situ Sawangan-Bojongsari dapat memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas perairan situ. Wilayah sekitar Situ Sawangan-Bojongsari sebagian besar terdiri dari permukiman warga dan kebun milik warga. Limbah hasil kegiatan antropogenik akan memberikan dampak negatif terhadap kualitas perairan situ jika digelontorkan ke dalam perairan situ. Alih fungsi sempadan situ menjadi lahan terbangun dan area situ menjadi lahan pertanian juga dapat mempercepat terjadinya proses sedimentasi atau pendangkalan situ. Hal-hal tersebut dapat berdampak pada penurunan kualitas air dan menurunkan nilai estetika dari panorama situ yang penting bagi pengembangan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari. Kegiatan lain yang terdapat di sekitar Situ Sawangan-Bojongsari adalah kegiatan pertanian, yang terdiri dari kebun-kebun milik masyarakat setempat seperti kebun jambu, pepaya, pisang, dan singkong, serta terdapat pula beberapa usaha budidaya tanaman hias yang dilakukan oleh masyarakat. Usaha budidaya tanaman hias tersebut dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok tani tanaman hias kegiatan ini tetap perlu diawasi agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi kualitas perairan situ terkait penggunaan pupuk dan pestisida untuk tanaman. Selain itu, situ berbatasan dengan lahan milik pihak swasta Telaga Golf Sawangan pada salah satu sisi situ, dimana terdapat lapangan golf dan beberapa cottage atau vila milik pihak swasta pada lahan tersebut.
Kendala-kendala terkait pengelolaan situ juga harus dihadapi oleh Pokja Situ, diantaranya yaitu status Pokja Situ yang dirasakan belum jelas, koordinasi antara Pokja Situ dengan pemerintah yang kurang baik, pendanaan pengelolaan, kebijakan pemerintah yang dirasa kurang efektif, dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian situ. Masyarakat yang merupakan anggota Pokja Situ merasa status Pokja Situ belum diakui sepenuhnya sebagai perwakilan masyarakat yang berhak memberikan aspirasi bagi perencanaan pembangunan daerah, terutama terkait pemanfaatan potensi situ di daerahnya. Sosialisasi mengenai tugas dan wewenang Pokja Situ kepada Pokja Situ dirasakan masih
(24)
kurang optimal dilakukan oleh pemerintah. Pokja Situ juga sering menghadapi kesulitan dalam hal birokrasi ketika berusaha mengajukan anggaran pengelolaan situ ke Pemerintah Kota Depok dengan alasan yang diberikan yaitu dana yang dimiliki oleh pemerintah terbatas dan masih terdapat kerancuan tanggung jawab pengelolaan situ di Kota Depok. Pihak Pokja Situ sering dibingungkan dengan status tanggung jawab pengelolaan situ di Kota Depok, apakah berada di tangan Pemerintah Kota Depok atau Pemerintah Pusat. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang ada pun dirasakan belum dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh situ. Tingkat partisipasi masyarakat sekitar situ juga tergolong rendah. Hal ini terkait dengan tingkat pemahaman masyarakat akan fungsi dan manfaat situ serta persepsi masyarakat akan keberadaan situ.
Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari tidak jauh berbeda dari permasalahan pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari secara umum. Pihak Pokja Situ berpendapat bahwa perhatian dan dukungan pemerintah terhadap upaya pengembangan situ menjadi kawasan wisata air masih kurang. Pengetahuan masyarakat yang masih rendah, khususnya Pokja Situ, tentang strategi pengelolaan kegiatan wisata juga menjadi kendala untuk mewujudkan pengelolaan wisata air yang baik. Partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan wisata air belum terwujud secara maksimal, sehingga berdampak pada berkurangnya sumberdaya manusia yang mengupayakan pengembangan wisata air situ. Hal ini terkait dengan tingkat pemahaman dan persepsi masyarakat akan keberadaan situ. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya atau tidak adanya rasa kepemilikan dan kepentingan akan situ pada masing-masing individu dalam masyarakat dan minimnya kegiatan sosialisasi.
Permasalahan terkait pengelolaan dan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari yang dapat dirumuskan berdasarkan uraian di atas yaitu kualitas perairan dirasakan belum cukup mendukung kegiatan wisata air, pengelolaan situ yang belum berjalan secara terpadu, dan masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan situ yang dapat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman dan persepsi masyarakat akan keberadaan situ. Hal tersebut dapat diatasi dengan menciptakan pengelolaan kualitas perairan Situ
(25)
Sawangan-Bojongsari yang terpadu yang mampu mendukung pengembangan wisata air di situ tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Yaping (1998) yaitu peningkatan kualitas perairan suatu badan air dipercaya dapat meningkatkan nilai ekonomi dari badan air tersebut sebagai kawasan rekreasi.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari hingga saat ini. 2. Mengkaji kegiatan antropogenik sekitar Situ Sawangan-Bojongsari.
3. Menganalisis kualitas air Situ Sawangan-Bojongsari berdasarkan beberapa parameter kualitas air yang ditetapkan oleh Pemerintah yang dapat mendukung kegiatan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari.
4. Mengkaji persepsi pengunjung situ dan tingkat pengetahuan masyarakat sekitar situ mengenai kondisi situ dan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
5. Menyusun rekomendasi strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola dalam evaluasi penentuan kebijakan pengelolaan dan pengembangan pariwisata situ di Kota Depok, khususnya Situ Sawangan-Bojongsari.
(26)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekologi Situ
Air merupakan bagian terbesar dari planet bumi karena jumlahnya yang melimpah. Sebagian besar air di dunia (99%) berupa air asin di laut dan hanya sebagian kecil yang merupakan air tawar yang ada dalam bentuk es, salju, dan gletzer (Reid 1961). Selain itu, sisanya adalah berupa air tanah, air danau, dan air sungai. Hanya sebagian kecil saja dari jumlah air yang terdapat di bumi yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh manusia.
Perairan laut Indonesia membentang seluas 5,8 juta km2, menutupi hampir 70% dari sekitar 7,8 juta km2 wilayah Indonesia. Lautan tropis tersebut bersentuhan dengan 17.480 pulau besar dan kecil yang membentuk bibir pantai sepanjang 95.186 km (Mulyana & Dermawan 2008). Indonesia memiliki 6% dari persediaan air dunia atau sekitar 21% dari persedian air Asia Pasifik, namun kenyataannya selalu terjadi kelangkaan dan kesulitan air di berbagai daerah di Indonesia dari tahun ke tahun. Konsumsi air cenderung naik secara eksponensial, sedangkan ketersediaan air bersih cenderung berkurang akibat kerusakan dan pencemaran lingkungan yang diperkirakan sebesar 15-35% per kapita per tahun (KLH 2010). Penurunan kuantitas air lebih banyak disebabkan oleh rusaknya daerah tangkapan air. Hal ini menyebabkan air tidak dapat meresap ke tanah sehingga terjadi banjir pada musim hujan dan persediaan air menjadi berkurang pada musim kemarau. Selain itu, penurunan kualitas air juga terjadi yang disebabkan oleh pencemaran berbagai limbah industri, rumah tangga, atau pertanian.
Air adalah kebutuhan pokok bagi kelangsungan kehidupan dan merupakan bagian terbesar dari tubuh makhluk hidup. Selain fungsi biologis, air juga memiliki berbagai manfaat lain, khususnya bagi manusia. Sumberdaya air bagi manusia dapat dipandang dari beberapa sisi manfaat, yaitu (a) sebagai tempat, terutama untuk perjalanan/perhubungan, (b) sebagai bahan untuk keperluan hidup dan berbagai usaha, dan (c) sebagai substratum untuk kehidupan flora dan fauna perairan (Soerianegara 1977). Meskipun air mampu mendatangkan manfaat, air juga dapat memberikan dampak perusak, seperti terjadinya banjir bandang yang
(27)
disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi. Banjir terjadi ketika volume genangan air meningkat sehingga debit alirannya meningkat, sedangkan daerah resapan atau penampung air seperti waduk dan situ tidak memadai, belum lagi sistem drainase yang tidak berfungsi dengan baik.
Perairan tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi jika dibandingkan dengan perairan asin/laut dan daratan, namun kepentingan keberadaannya bagi manusia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan luasan maupun jumlahnya (Odum 1994). Hal tersebut didasari oleh alasan bahwa perairan tawar merupakan sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan manusia. Ekosistem air tawar juga menawarkan sistem pembuangan yang paling mudah dan murah. Kesalahan dalam penggunaan sumberdaya ini dapat memperpendek umur pemanfaatan sumberdaya dan menambah upaya yang harus dilakukan untuk memperbaikinya.
Situ sebagai salah satu bentuk perairan tawar yang bersifat tergenang atau tenang, biasa disebut dengan habitat lentik, memiliki peranan yang cukup besar di dalam ekosistem daratan. Situ adalah sebutan yang umum digunakan oleh masyarakat di Jawa Barat untuk menggambarkan danau berukuran kecil. Di Jawa Barat, perairan situ memiliki ukuran dan kedalaman yang bervariasi yakni luas mulai dari 1 sampai 160 hektar dan kedalaman berkisar antara 1 sampai 10 meter (Sulastri 2003). Fungsi ekologis situ diantaranya ialah:
1. Habitat bagi berbagai jenis hewan dan tumbuhan
Situ merupakan tempat hidup, berlindung, mencari makan, dan berkembang biak bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan, bahkan beberapa adalah jenis endemik pada daerah tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa situ adalah sebagai salah satu sumber keanekaragaman hayati di bumi. 2. Pengatur fungsi hidrologis
Keberadaan situ juga sangat erat kaitannya dengan siklus hidrologis di bumi. Situ dapat menampung air hujan dan limpasan air permukaan sehingga banjir dan intrusi air laut dapat dicegah. Air situ bahkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber air cadangan ketika musim kemarau.
(28)
3. Penjaga sistem dan berbagai proses alami.
Keberadaan situ juga dapat mempertahankan pasokan air tanah di areal sekitarnya. Kelangsungan berbagai proses alami seperti siklus geomorfologi maupun biogeokimia di alam dapat terjaga oleh keberadaan situ.
4. Penjaga keseimbangan iklim mikro
Udara di sekitar situ akan terasa lebih nyaman dan sejuk ketika musim kemarau dan cuaca panas. Hal ini disebabkan oleh penguapan air situ sehingga kelembapan udara meningkat.
Situ dapat digolongkan ke dalam kelompok lahan basah daratan atau air tawar yang terbentuk secara alami maupun buatan (Pramudianto 1994, Sulastri 2003). Hasil Konvensi Ramsar menyatakan bahwa lahan basah adalah daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan alami maupun buatan, tetap maupun sementara, perairan tergenang maupun mengalir yang airnya tawar, payau, atau asin, termasuk di dalamnya wilayah perairan laut yang kedalamannya pada waktu air surut tidak lebih dari enam meter (Millenium Ecosystem Assessment 2005). Lahan basah dijadikan oleh masyarakat di beberapa daerah sebagai tempat untuk menggantungkan kebutuhan hidupnya. seperti situ yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memancing ikan atau mengairi lahan pertanian.
Manfaat yang dapat diperoleh oleh manusia selain dari manfaat ekologis keberadaan situ meliputi manfaat ekonomi, manfaat pariwisata atau estetika, dan manfaat ilmiah. Situ adalah sumber penghasil berbagai jenis sumberdaya alam bernilai ekonomis, seperti ikan, udang, dan kerang. Keindahan situ adalah potensi bagi bidang pariwisata. Pengembangan situ sebagai kawasan wisata menyebabkan situ menjadi terpelihara sehingga fungsi ekologisnya pun dapat terjaga. Selain itu, hal tersebut dapat mendatangkan keuntungan secara ekonomi kepada masyarakat. Keanekaragaman plasma nutfah yang terkandung di dalam kawasan situ merupakan objek penelitian yang selalu menarik perhatian kaum peneliti sehingga situ dikatakan memiliki manfaat dalam bidang ilmiah atau ilmu pengetahuan.
(29)
2.2. Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok
Situ Sawangan-Bojongsari adalah salah satu dari 26 situ yang terdapat di Kota Depok (BLH Kota Depok 2011). Situ ini terletak di dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari. Situ Sawangan-Bojongsari merupakan situ alami dan dikenal juga dengan nama situ tujuh muara (teluk). Situ ini termasuk dalam lingkup administratif DAS Angke yang masing-masing muaranya terletak di dukuh/desa yang berbeda (Purnama 2008). Situ Sawangan-Bojongsari memiliki luas perairan + 28,25 ha dan kedalaman rata-rata 3-4 m (BLH Kota Depok 2011). Fakhruddin (1989) menyebutkan Situ Sawangan-Bojongsari berada pada ketinggian 70 m dari permukaan air laut, dengan luas permukaan air tertinggi 29,74 ha, kedalaman maksimum 8 m, volume air rata-rata 1,43 x 106m3, fluktuasi permukaan air situ antara musim kemarau dengan musim penghujan kurang lebih 1,2 m, dan hydraulic retention time sebesar 27 hari. Penelitian oleh Effendiet al. (1996) memberikan informasi bahwa indeks kualitas air Situ Sawangan-Bojongsari menunjukkan nilai yang cukup baik. Namun, diduga saat ini kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari mulai menurun. Hal ini terlihat dari berkurangnya luas perairan dan tekanan jumlah penduduk yang meningkat. Jumlah penduduk Kecamatan Sawangan dan Bojongsari memperlihatkan kecenderungan peningkatan jumlah dari tahun 2006 – 2011 (BPS Kota Depok 2010, 2011). Jumlah penduduk Kecamatan Sawangan dan Bojongsari pada tahun 2010 masing-masing adalah 123.356 jiwa dan 99.768 jiwa, sedangkan pada tahun 2011 masing-masing berjumlah 128.905 jiwa dan 104.040 jiwa. Jumlah penduduk kedua wilayah tersebut juga cenderung meningkat dari tahun 2006 – 2009, yaitu ketika wilayah Sawangan dan Bojongsari masih tergabung dalam satu wilayah kecamatan.
Situ Sawangan-Bojongsari berbatasan dengan pemukiman penduduk sekitar dan padang golf (Telaga Golf Sawangan). Pihak Telaga Golf Sawangan juga memiliki beberapa vila ataucottagedi tepi situ dengan memanfaatkan keindahan alam Situ Sawangan-Bojongsari sebagai daya tariknya. Bangunan-bangunan tidak permanen berupa warung-warung yang menjual makanan dan minuman bagi pengunjung juga terdapat di salah satu sisi situ. Selain itu, areal perkebunan milik masyarakat juga terdapat di sekitar situ dan mendapatkan air dari situ. Keramba
(30)
ikan milik masyarakat sekitar dijumpai pada situ ini dan terdapat pemancingan ikan di salah satu sisi situ.
Penyuburan perairan atau eutrofikasi diduga telah terjadi di Situ Sawangan-Bojongsari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hartoto dan Lubis (1989) bahwa Situ Sawangan-Bojongsari tergolong ke dalam perairan yang subur atau eutrofik. Hal ini dibuktikan salah satunya oleh keberadaan populasi tumbuhan air kapu-kapu (Salvinia molesta) yang selalu tumbuh menutupi sebagian permukaan situ dalam jangka waktu yang lama. Tingkat trofik situ dapat dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat sekitar terhadap situ dari waktu ke waktu. Beberapa tumbuhan air tercatat tumbuh di perairan Situ Sawangan-Bojongsari, yaitu Eichhornia crassipes,S. molesta,Nelumbo nucifera, dan Sagittaria sp. (Kunii et al. 2000).
2.3. Kualitas Air
Makhluk hidup menjaga keberlangsungan hidupnya dengan memanfaatkan unsur-unsur lingkungan hidupnya: udara untuk bernapas, air untuk minum, hewan dan tumbuhan lain untuk makanan, dan lahan untuk tempat tinggal. Unsur-unsur di dalam lingkungan hidup tersebut terintegrasi menjadi satu dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Lingkungan dikatakan sebagai sumberdaya ketika lingkungan didefinisikan sebagai pemenuh kebutuhan dasar bagi makhluk hidup. Mutu lingkungan semakin tinggi, maka derajat pemenuhan kebutuhan dasar pun semakin tinggi sehingga mutu hidup akan meningkat. Sebaliknya, jika mutu lingkungan menurun, mutu hidup pun akan ikut memburuk.
Air adalah sumberdaya esensial yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, termasuk manusia. Soemarwoto (2008) mengelompokkan air ke dalam kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati. Kebutuhan dasar ini bersifat mutlak. Kebutuhan makhluk hidup akan air tidak hanya menyangkut kuantitasnya, namun juga kualitas atau mutunya. Kualitas air yang baik tentunya akan memberikan daya dukung yang tinggi terhadap kehidupan. Pencemaran air merupakan bagian dari pencemaran lingkungan hidup. Pencemaran tersebut akan mengurangi pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar makhluk hidup oleh lingkungan sebagai sumberdaya.
(31)
Kualitas perairan berkaitan erat dengan pencemaran, sebab pencemaran dapat menyebabkan penurunan kualitas suatu perairan. Pencemaran air berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Odum (1994) menyatakan bahwa perubahan yang tidak diinginkan akibat pencemaran dapat terjadi secara fisik, kimiawi maupun biologi sehingga menimbulkan bahaya atau kerugian bagi kehidupan manusia dan jenis lainnya. Bahan pencemar sebenarnya adalah sisa-sisa benda yang dimanfaatkan oleh manusia yang kemudian dibuang ke lingkungannya. Peningkatan pencemaran tidak terjadi semata-mata karena penggunaan sumberdaya yang semakin meningkat, namun juga disebabkan oleh peningkatan tuntutan manusia dari waktu ke waktu.
Situ sebagai salah satu bentuk perairan danau dangkal memiliki karakteristik sistem perairan tersendiri terkait dengan komponen fisik dan keseimbangan ekologinya. Ekosistem situ terdiri dari komponen-komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar sistem perairan. Berikut ini adalah beberapa sifat fisik, kimia, dan biologi air yang umum dicermati dalam pengukuran kualitas air :
1. Suhu
Perubahan dan variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, namun dapat mempengaruhi proses fisik, kimia, dan biologi dalam air. Sejumlah besar panas dibutuhkan untuk mengubah suhu air, yaitu satu gram kalori (gkal) panas dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius (Odum 1994). Meskipun begitu, suhu merupakan faktor pembatas utama bagi organisme akuatik yang memiliki toleransi sempit untuk suhu (stenothermal). Ikan jenis stenothermal berpotensi punah ketika terjadi perubahan suhu air di luar toleransi suhu yang dimilikinya, sedangkan jenis eurythermal (toleransi luas) akan lebih mampu beradaptasi terhadap kondisi suhu yang baru (Lappalainen & Lehtonen 1997). Perubahan suhu pada perairan menyebabkan pola sirkulasi yang khas dan stratifikasi yang dapat mempengaruhi kehidupan
(32)
akuatik. Suhu bersama ion-ion terlarut mempengaruhi berat jenis air dan kemudian mampu mengatur perilaku fisik air di perairan sehingga terbentuklah formasi lapisan yang disebut stratifikasi (Dodds 2002).
Stratifikasi suhu yang stabil jarang dijumpai pada ekosistem danau dangkal seperti situ sehingga pada umumnya sering terjadi sirkulasi pada kolom air (Sulastri 2003). Faktor yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah kedalaman perairan atau situ yang cenderung dangkal. Pada danau yang lebih dalam terjadi stratifikasi yang bersifat lebih permanen dibandingkan dengan danau dangkal. Panas akan lebih cepat merambat dari permukaan ke dasar perairan pada danau yang dangkal. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi suhu di suatu badan air ialah musim, angin, garis lintang, absorpsi cahaya, radiasi sinar matahari, ketinggian air dari permukaan laut, dan sirkulasi udara. 2. Kecerahan
Kecerahan merupakan pengukuran transparansi perairan yang menggambarkan penetrasi cahaya pada perairan. Cakram secchi merupakan alat sederhana namun masih sering digunakan untuk mengukur parameter kecerahan dan hasil pengukurannya disebut kecerahan cakram secchi. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kecerahan yaitu padatan terlarut dan padatan tersuspensi (kekeruhan), organisme (fitoplankton), musim, dan intensitas cahaya (Reid 1961). Selain itu, nilai kecerahan juga dapat dipengaruhi oleh cuaca, warna perairan, waktu pengukuran, dan ketelitian orang yang melakukan pengukuran.
Pengukuran nilai kecerahan dan suhu perairan adalah kombinasi sederhana yang dapat menggambarkan tingkat trofik suatu perairan (Goldman & Horne 1983). Nilai pengukuran kecerahan secchi untuk danau oligotrofik lebih besar dibandingkan pada danau eutrofik. Hasil pengukuran yang rendah tersebut didapatkan karena terjadi pertumbuhan massal (blooming) fitoplankton di dalam perairan (Reid 1961; Odum 1994).
3. Oksigen
Kadar oksigen terlarut seringkali terbatas di dalam perairan tawar, berbeda dengan di lingkungan laut. Oksigen memiliki peran penting sebagai pengatur berbagai proses metabolisme organisme dan dapat dijadikan sebagai
(33)
indikator kondisi perairan. Menurut Reid (1961) jumlah oksigen terlarut di dalam suatu perairan bergantung pada:
1. Suhu perairan
2. Tekanan pasrsial gas-gas di atmosfir yang kontak dengan air 3. Konsentrasi garam terlarut (salinitas)
Kadar oksigen terlarut menurun seiring dengan meningkatnya suhu. Selain itu, kadar oksigen terlarut yang rendah juga dapat disebabkan oleh tekanan parsial oksigen yang rendah di udara. Kadar oksigen di dalam perairan akan menurun seiring dengan meningkatnya salinitas.
Sumber oksigen terlarut perairan dapat berasal dari proses fotosintesis dan difusi gas dari udara. Oksigen terlarut pada danau dangkal berasal terutama dari sintesis karbohidrat oleh fitoplankton atau tumbuhan air yang karena pada ekosistem tersebut tidak terjadi stratifikasi dan pengadukan oleh arus yang signifikan. Udara yang kontak dengan air sebenarnya merupakan sumber oksigen yang tidak terbatas bagi perairan. Keberadaan oksigen di udara adalah sebesar 20,99% atau setara dengan 210 ml oksigen per liter udara dan jumlah ini sama dengan 25 kali konsentrasi oksigen di dalam air tawar pada volume yang sama.
Dekomposisi bahan organik terlarut dalam air mampu mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Bahan organik dalam perairan dapat berasal dari sumber alami seperti kematian organisme perairan maupun dari limbah hasil kegiatan antropogenik. Proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme membutuhkan oksigen sehingga terjadi persaingan pemanfaatan oksigen dengan kebutuhan respirasi organisme air. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk proses dekomposisi bahan organik disebut dengan biological oxygen demand (BOD). Nilai BOD sering diperhitungkan untuk menilai beban pencemaran air. Perubahan kondisi perairan menuju kondisi anoksia dapat menyebabkan kematian beberapa jenis organisme, seperti ikan-ikan yang tidak bersifat toleran terhadap kekurangan oksigen.
(34)
4. Padatan
Terdapat dua kelompok padatan (zat padat) di dalam air, yaitu padatan terlarut (total dissolved solid) dan padatan tersuspensi (total suspended solid). Masing-masing padatan dari kedua kelompok tersebut dapat dibagi lagi ke dalam dua kelompok, yaitu padatan organis dan non-organis. Gambaran padatan total dalam air dapat diperoleh dengan menjumlahkan padatan terlarut dengan padatan tersuspensi (Alaerts & Santika 1984). Zat padat dalam air dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan dan reaksi fotosisntesis karena terkait dengan kemampuan sinar untuk menembus zat padat tersuspensi.
5. BakteriColiform
Bakteri coliform adalah jenis bakteri yang biasa digunakan sebagai organisme indikator bagi keberadaan bakteri-bakteri pathogen di dalam air. Bakteri coliform dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) fecal coliform, misalnya Escherichia coli, dan (2) non-fecal coliform, misalnya Enterobacter aerogenes. Bakteri fecal coliform berasal dari tinja manusia dan hewan, sedangkan bakteri non-fecal coliform berasal dari jasad hewan atau tanaman-tanaman yang telah mati. Keberadaan baktericoliform, terutamafecal coliform, berkorelasi positif dengan keberadaan pathogen dalam air. Bakteri-bakteri colifrorm lebih mudah dideteksi melalui analisis mikrobiologi dibandingkan dengan bakteri-bakteri pathogen. Oleh karena itu, bakteri coliform dijadikan sebagai organisme indikator pencemaran tinja yang berasal dari manusia maupun hewan yang dapat membawa bakteri pathogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia (Alaerts & Santika 1984; Madigan et al. 2009).
2.4. Kriteria Perairan untuk Wisata Air
Kriteria kualitas perairan untuk kepentingan pariwisata meliputi pemenuhan standar estetika dan rekreasi, disamping sebagai sumber air bersih. Standar kualitas air digunakan untuk memberikan batasan kehadiran bahan-bahan pencemar sampai pada batas yang diperbolehkan. Menurut Suprijadi (1997) standar ini mencakup sifat fisik, kimia, dan biologi perairan yang dimanfaatkan sebagai sarana wisata air.
(35)
a. Sifat fisik
1. Memenuhi pertimbangan estetika dalam warna, bau, rasa, dan kekeruhan 2. Menghindari kehadiran benda-benda yang terapung dan melayang serta
partikel solid yang dapat menimbulkan endapan (sedimen berupa lumpur) 3. Menghindari kandungan minyak, lemak, dan senyawa-senyawa lain yang
dapat menutupi permukaan air
4. Menghindari kondisi fisik yang dapat merugikan kehidupan dalam air. b. Sifat kimia
1. Tidak mengandung nutrien berlebih yang dapat menyuburkan pertumbuhan tanaman air tertentu (eutrofikasi), seperti eceng gondok ataupun jenis makroalga
2. Tidak mengandung senyawa-senyawa beracun yang dapat menyebabkan iritasi apabila termakan atau kontak dengan kulit
3. Tidak mengandung senyawa-senyawa lain yang dapat mengganggu kehidupan air
c. Sifat biologi
1. Mencegah hal yang dapat menurunkan nilai estetika dan pemanfaatan air, seperti terjadinya eutrofikasi yang ditunjukkan oleh percepatan pertumbuhan tanaman (gulma) air tertentu ataupun alga.
2. Menghindari kandungan mikroorganisme dalam badan air yang dapat membahayakan kesehatan, seperti dari jenis bakteri dan mikroorganisme pathogen lainnya,
United States Environmental Protection Agency (USEPA) merekomendasikan kriteria perairan tawar untuk rekreasi yang melibatkan kontak dengan air dari aspek biologi yaitu parameter Escherichia coli dan enterococci. Batas jumlah E. coli yang dapat dikulturkan adalah 126 cfu/100 ml dalam nilai GM (geometric mean) atau nilai rata-rata geometrik dan 235 cfu/100 ml dalam STV (statistical threshold value) atau nilai ambang statistik yang diukur dengan Metode EPA 1603 atau metode lain yang ekuivalen, sedangkan jumlah bakteri jenis enterococci dapat dikulturkan yang diperbolehkan adalah 33 cfu/100 ml untuk nilai GM dan 61 cfu/100 ml untuk STV yang diukur menggunakan metode
(36)
EPA 1600 atau metode lain yang ekuivalen (USEPA 2012). Kriteria air untuk pemanfaatan rekreasi di Indonesia dituangkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Kriteria penetapan zonasi perairan danau baik untuk fungsi lindung maupun fungsi budidaya dapat didasarkan pada pendekatan ekologi, biologi, dan ekonomi (KLH 2011). Kriteria-kriteria yang menjadi prioritas utama yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan fungsi wisata perairan meliputi pemenuhan kualitas air sesuai baku mutu pada PP No. 82 tahun 2001, daya tampung beban pencemaran, dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi rekreasi, pariwisata, dan estetika, serta kemudahan mencapai lokasi. Kriteria kedalaman dan luasan area, status kesuburan, serta keanekaragaman hayati berada pada tingkat prioritas sedang, sedangkan sumber mata air adalah kriteria dengan prioritas rendah.
2.5. Eutrofikasi pada Perairan
Eutrofikasi merupakan suatu bentuk pencemaran air akibat munculnya nutrien yang berlebihan di dalam suatu ekosistem perairan. Eutrofikasi sebenarnya dapat terjadi secara alami seiring dengan bertambahnya umur suatu perairan. Oleh karena itu, eutrofikasi merupakan istilah untuk menggambarkan “penuaan” perairan (Henderson-Sellers & Markland 1987). Danau yang masih muda biasanya bersifat oligotrofik, kemudian menua dan berubah menjadi danau eutrofik. Penambahan nutrien ke dalam danau alam terjadi melalui proses erosi oleh angin dan pencucian oleh air hujan. Proses eutrofikasi ini seringkali dipercepat oleh aktivitas manusia.
Menurut UNEP-IETC/ILEC (2001) eutrofikasi adalah salah satu masalah lingkungan yang paling umum terjadi di ekosistem perairan darat, disebabkan oleh pengayaan yang tidak wajar oleh dua nutrien penting bagi tumbuhan, yaitu fosfor dan nitrogen. Tumbuhan air dan fitoplankton sebagai produsen primer perairan mengasimilasi nutrien anorganik dan menggunakannya dalam proses metabolisme mereka dan mengubahnya menjadi bentuk organik. Tumbuhan dan fitoplankton yang mati akan didekomposisikan oleh mikroorganisme sehingga
(37)
nutrien dilepaskan kembali ke dalam bentuk anorganik; proses dekomposisi ini membutuhkan oksigen dan akan melepaskan karbondioksida.
Suatu danau dikatakan telah mengalami eutrofikasi jika telah menunjukkan beberapa kriteria berikut (Henderson-Sellers & Markland 1987; UNEP-IETC/ILEC 2001) :
1. Penurunan jumlah oksigen terlarut pada lapisan dalam (hypolimnion), bahkan dapat mencapai kondisi anoksia
2. Peningkatan jumlah nutrien dan padatan tersuspensi, terutama bahan organik
3. Pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan air yang tidak terkontrol, bahkan beberapa jenis fitoplankton dapat menghasilkan toksin
4. Kematian massal organisme air, seperti ikan dan invertebrata air, akibat kekurangan oksigen
5. Penurunan penetrasi cahaya
2.6. Situ sebagai Lokasi Tujuan Wisata
Wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang mengunjungi tempat tertentu secara sukarela dan bersifat sementara dengan tujuan berlibur atau tujuan lainnya bukan untuk mencari nafkah (Warpani & Warpani 2007). Pada hakikatnya perjalanan wisata yaitu perubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan upah (Suwantoro 2004). Dorongan kepergian tersebut antara lain karena ingin mendapatkan kesenangan, memenuhi hasrat ingin tahu, berolahraga untuk kesehatan, keagamaan, dan lain sebagainya.
Pengunjung (visitor) adalah setiap orang yang datang ke suatu daerah atau negara dan biasanya dengan maksud tertentu kecuali untuk melakukan pekerjaan yang menerima upah. Menurut The International Union of Official Travel Organization (IUOTO) terdapat dua kategori dari sebutan pengunjung (Suwantoro 2004) :
a. Wisatawan (tourist), yakni pengunjung yang tinggal sementara, sekurang-kurangnya 24 jam di daerah atau negara yang dikunjunginya.
(38)
b. Pelancong (excursionist), yaitu pengunjung yang tinggal dalam waktu kurang dari 24 jam di daerah atau negara yang dikunjunginya.
Wisata rekreasi/pelesir/pelancongan adalah salah satu kategori wisata. Wisata jenis ini lebih kurang sama dengan wisata santai yaitu kegiatan wisata yang ditujukan untuk berlibur, mencari suasana baru, memuaskan rasa ingin tahu, menikmati keindahan alam, dan melepaskan ketegangan atas kesibukan sehari-hari (Warpani & Warpani 2007). Tempat tujuan jenis wisata ini biasanya adalah tempat dengan iklim berbeda dari iklim tempat tinggal wisatawan/pengunjung, atau setidaknya memiliki suasana khas yang diinginkan. Daerah yang menjadi tujuan jenis wisata rekreasi dapat berupa daerah yang memiliki objek peninggalan bersejarah, budaya masyarakat, atau keindahan alam seperti danau, situ, pantai, dan pegunungan. Pemanfaatan situ sebagai daerah tujuan wisata juga dikemukakan dalam Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, yaitu salah satu hal yang dapat diterapkan pada situ sebagai salah satu sumberdaya air permukaan adalah dengan memanfaatkan situ sebagai kawasan wisata yang berwawasan lingkungan.
Situ memiliki karakteristik khas sebagaimana situs alam lainnya seperti kawasan pegunungan, air terjun, ngarai, dan pantai yang memiliki nuansa keindahan. Situ sebagai salah satu daerah tujuan wisata memiliki kriteria daya tarik yang tergolong ke dalam benda-benda alam, yaitu seperti iklim yang sejuk, pemandangan yang indah, dan keragaman flora dan fauna. Pemanfaatan potensi tersebut untuk pengembangan wisata situ akan menghasilkan situ sebagai satu kawasan wisata dimana masyarakat dapat merelaksasikan diri dan melepaskan penat dari kesibukan sehari-hari.
Situ merupakan salah satu bentuk kawasan lindung berdasarkan Inmendagri No. 14 tahun 1998 tentang Pembinaan Pengelolaan Situ-situ di Wilayah Jabotabek. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung adalah bagian dari lingkungan hidup yang pengelolaannya diatur dengan peraturan perundang-undangan. Meskipun begitu, bukan berarti kawasan lindung tidak dapat dimanfaatkan untuk
(39)
kepentingan lain. Kegiatan-kegiatan yang tidak mengancam kelestarian lingkungan dapat dilakukan di kawasan ini, seperti kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan. Menurut Sulastri (2003) sistem pengelolaan situ secara terpadu dapat dilakukan melalui pendekatan ekosistem dan sosial-ekonomi dengan tetap mengarah kepada tujuan konservasi situ untuk mempertahankan fungsinya. Hal ini disebabkan karena situ terdiri dari berbagai komponen, antara lain: flora, fauna, air, tanah, dan manusia, sehingga perlu dipertimbangkan peranan dan kepentingan masing-masing komponen terhadap situ.
Perwujudan situ sebagai kawasan wisata yang menjanjikan membutuhkan pengelolaan kualitas perairan yang baik. Beberapa parameter yang dapat dijadikan sebagai bahan penilaian potensi wisata dari sebuah situ antara lain adalah kondisi lingkungan, keragaman atraksi, keunikan objek wisata, jumlah pengunjung, luas jangkauan, ketersediaan transportasi dan kemudahan pencapaian, ketersediaan infrastruktur dan fasilitas penunjang, keberadaan lembaga pengelola (sumberdaya manusia), dan kegiatan promosi (Rahman 2010). Kondisi lingkungan perairan situ yang baik tentu akan meningkatkan daya tarik wisata situ. Beberapa situ di kawasan Jabodetabek telah berhasil dijadikan sebagai objek wisata. Situ Babakan yang berlokasi di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan adalah salah satu objek wisata yang cukup diminati di Provinsi DKI Jakarta, sedangkan Situ Pengasinan adalah kawasan wisata situ yang telah lebih dulu dikembangkan menjadi kawasan wisata di Kota Depok sebelum Situ Sawangan-Bojongsari.
2.7.Analytical Hierarchy Process(AHP)
Model proses hierarki analitik (analytical hierarchy process) merupakan model pengambilan keputusan dan perencanaan strategis yang diperkenalkan pertama kali oleh Thomas L. Saaty pada era 1970-an (Dermawan 2005). Suatu persoalan yang kompleks dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Model AHP juga mampu menyederhanakan persoalan yang kompleks dan mempercepat pengambilan keputusan atas persoalan tersebut (Marimin 2008).
(40)
Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan persoalan yang kompleks menjadi bagian-bagian yang tertata dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variabel dibandingkan dengan variabel lain secara subjektif dan kemudian diberikan nilai atau bobot numerik. Sintesa terhadap bobot variabel-variabel tersebut akan menghasilkan variabel dengan prioritas tertinggi dan berperan dalam mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin & Maghfiroh 2010).
Analytical hierarchy process sebagai sebuah model analisis memiliki beberapa kelebihan dalam sistem analisisnya. Keuntungan penggunaan model AHP menurut Saaty (1993) dalam Tantyonimpuno dan Retnaningtias (2006) adalah sebagai berikut:
c. Kesatuan (unity)
Model AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur.
d. Kompleksitas (complexity)
Model AHP memecahkan persoalan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian deduktif.
e. Saling ketergantungan (interdependence)
Model AHP menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan hubungan linier.
f. Struktur hierarki (hierarchy structuring)
Model AHP mewakili pemikiran alami manusia yang cenderung memilah-milah elemen sistem ke dalam berbagai level yang berbeda dan mengelompokkan unsur yang serupa pada setiap tingkat.
g. Konsistensi (consistency)
Model AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan.
h. Pengukuran (measurement)
Model AHP memberikan suatu skala pengukuran dan wujud suatu metode untuk mendapatkan prioritas.
i. Sintesis (synthesis)
Model AHP mengarahkan pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif.
(41)
j. Tawar-menawar (trade-off)
Model AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas alternatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
k. Penilaian dan konsensus (judgement and consensus)
Model AHP tidak memaksakan suatu konsensus, tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.
l. Pengulangan proses (process repetition)
Model AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.
Menurut Grandzol (2005) model AHP memiliki keunggulan yaitu sebagai model yang umum diterapkan pada berbagai kasus dan terbukti sukses memecahkan berbagai problem pengambilan keputusan. Selain itu, AHP adalah model pengambilan keputusan yang mampu mengkombinasikan sistem hierarki kriteria ke dalam cara analitis. Keunggulan lainnya yaitu perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang dilakukan secara berulang-ulang dalam model AHP ditujukan untuk menciptakan kekonsistenan data.
Metode AHP juga memiliki beberapa kelemahan selain berbagai kelebihan yang dimilikinya. Kelemahan metode AHP seperti yang dituliskan oleh Tantyonimpuno dan Retnaningtias (2006) yaitu:
a. Orang yang dilibatkan haruslah orang-orang yang memiliki pengetahuan ataupun pengalaman yang berhubungan dengan hal yang akan dianalisis dengan metode AHP
b. Perbaikan keputusan dilakukan melalui pengulangan kembali proses AHP dari tahap awal.
(42)
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5 bulan, dimulai dari bulan Februari 2012 sampai dengan bulan Juni 2012.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ialah berupa perangkat uji kualitas air, kamera, alat perekam suara, perangkat komputer dengan program MINITAB 16 dan Expert Choice 11.
3.3. Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti dari sumber/obyek penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari obyek penelitian, melainkan sudah tersedia dan dikumpulkan oleh pihak lain. Data primer meliputi data pengelolaan kualitas perairan situ yang telah dilakukan oleh Pokja Situ, data kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari, data kegiatan antropogenik sekitar situ, data persepsi dan pengetahuan masyarakat sekitar situ, dan data wawancara dengan pihak atau instansi terkait. Data sekunder meliputi data kualitas air Situ Sawangan-Bojongsari pada penelitian maupun pengamatan sebelumnya.
Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu:
1. Pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari oleh Kelompok Kerja (Pokja) Situ Sawangan-Bojongsari
2. Kegiatan antropogenik sekitar situ
3. Parameter kualitas air situ terkait wisata air ditambah dengan beberapa parameter fisik, kimia, dan biologi lainnya, terdiri dari: suhu air, suhu udara, kecerahan cakram secchi, total padatan tersuspensi, pH, total fosfat, amonia, nitrat, nitrit, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologis (BOD), minyak dan lemak, bakterifecal coliform, dan kedalaman situ
(43)
4. Persepsi pengunjung tentang Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata.
5. Pengetahuan masyarakat sekitar situ tentang situ dan pengembangan wisata air
6. Pendapat para pakar yang berasal dari pihak atau instansi terkait pengelolaan kualitas Situ Sawangan-Bojongsari untuk menyusun strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
3.4. Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Metode pengumpulan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berbeda-beda sesuai dengan jenis data yang dikumpulkan (Tabel 1). Metode pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari teknik wawancara, pengukuran langsung di lapangan (in situ), pengukuran di laboratorium, pengamatan langsung di lapangan, dan penggunaan kuisioner, sedangkan metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif, analisis uji korelasi Pearson, dan analisis proses hierarki analitik atauanalytical hierarchy process(AHP).
Tabel 1 Jenis, metode pengumpulan, dan analisis data penelitian
No. Data Uraian Metode pengumpulan data Analisis data
1 Pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari
Pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok
Wawancara Analisis deskriptif
2 Kegiatan
antropogenik sekitar situ
Kegiatan antropogenik yang mempengaruhi kualitas perairan situ
Wawancara dan pengamatan di lapangan
Analisis deskriptif
3 Kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari
Parameter Fisik:
Suhu
Kecerahan
Total padatan tersuspensi
Kedalaman situ Parameter Kimia:
pH
DO
BOD
Total fosfat
Amonia
Nitrat
Nitrit
Minyak dan lemak
Pengukuran in situ Pengukuran in situ Analisis sampel air (lab)
Pengukuran in situ
Pengukuran in situ Pengukuran in situ Analisis sampel air (lab) Analisis sampel air (lab) Analisis sampel air (lab) Analisis sampel air (lab) Analisis sampel air (lab) Analisis sampel air (lab)
Analisis deskriptif (membandingkan dengan baku mutu kualitas air menurut PP No. 82 Tahun 2001, Permen LH No. 28 Tahun 2009 (status trofik), dan literatur lain yang mendukung)
(44)
No. Data Uraian Metode pengumpulan data Analisis data 3 Kualitas perairan
Situ Sawangan-Bojongsari
Parameter Biologi:
Bakterifecal coliform
Analisis sampel air (lab)
Analisis deskriptif 4 Persepsi pengunjung dan pengetahuan masyarakat terhadap situ
Persepsi masyarakat tentang Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata Pengetahuan masyarakat tentang situ dan pengembangan wisata air
Kuisioner dan wawancara
Kuisioner dan wawancara
Analisis deskriptif
Analisis deskriptif
Uji korelasi Pearson
5 Pengelolaan
kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari
Strategi pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari
Wawancara dan kuisioner AHP
3.4.1. Data Pengelolaan Situ
Pengumpulan data pengelolaan situ dilakukan melalui wawancara langsung dengan lembaga Pokja setempat di lokasi penelitian, sedangkan data pengelolaan situ di Kota Depok diperoleh dari instansi berwenang terkait situ di Kota Depok. Data pengelolaan situ kemudian dianalisis secara deskriptif.
3.4.2. Data Kegiatan Antropogenik Sekitar Situ
Data kegiatan antropogenik sekitar situ diperoleh melalui wawancara dengan Pokja Situ Sawangan-Bojongsari dan warga masyarakat sekitar situ, sertadengan pengamatan langsung di lapangan. Data kegiatan antropogenik sekitar situ dianalisis secara deskriptif.
3.4.3. Data Kualitas Perairan Situ
Sampel air diambil dari tujuh stasiun atau titik pada Situ Sawangan-Bojongsari (Gambar 1). Penentuan stasiun pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling berdasarkan jenis kegiatan antropogenik dan kondisi sekitar lokasi penelitian. Tujuh stasiun tersebut yaitu:
1. Area wisata air Situ Sawangan
2. Dekat warung-warung makanan Situ Sawangan 3. Dekat lapangan golf
(45)
4. Tengah situ
5. Dekat permukiman warga Bojongsari 6. Inlet
7. Outlet
Sampel air diambil dari bagian permukaan setiap dua minggu sekali selama 4 minggu, pada pagi hari antara pukul 08.00-10.00. Pengukuran parameter suhu air, suhu udara, pH, kecerahan cakram secchi, oksigen terlarut, dan kedalaman situ dilakukan secara in-situ, sedangkan parameter lainnya yaitu total padatan tersuspensi, total fosfat, amonia, nitrat, nitrit, kebutuhan oksigen biologis, minyak dan lemak, dan bakteri fecal coliform dianalisis di laboratorium. Data sekunder kualitas perairan situ diperoleh dari instansi berwenang terkait situ di Kota Depok. Data kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Data kualitas air situ dibandingkan dengan baku mutu air kelas dua berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Status trofik situ ditentukan dengan cara membandingkan data kualitas air situ dengan nilai kriteria status trofik danau/waduk berdasarkan Permen LH No. 28 tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk.
(46)
3.4.4. Data Responden Pengunjung Situ dan Masyarakat Sekitar Situ
Data responden pengunjung dan masyarakat sekitar situ dikumpulkan dengan metode purposive sampling dengan menggunakan kuisioner dan wawancara. Responden pengunjung terdiri dari warga masyarakat yang ditemui sedang melakukan kunjungan ke Situ Sawangan-Bojongsari pada satu waktu. Masyarakat sekitar situ yang dijadikan sebagai responden penelitian terdiri dari warga yang tinggal di sekitar situ termasuk yang biasa beraktivitas di sekitar kawasan wisata Situ Sawangan-Bojongsari. Responden yang diteliti terdiri dari 60 orang pengunjung situ dan 53 orang warga sekitar situ. Data responden pengunjung dan masyarakat sekitar situ dianalisis secara deskriptif. Uji korelasi Pearson antara beberapa parameter data responden masyarakat dilakukan dengan bantuan program MINITAB 16.
3.4.5. Data Pendapat Para Pakar
Data pendapat para pakar dikumpulkan dengan metodepurposive sampling, teknik wawancara, serta menggunakan kuisioner model analytical hierarchy process (AHP). Responden pakar adalah orang yang paham mengenai kondisi atau perkembangan Situ Sawangan-Bojongsari dan orang yang ditunjuk oleh instansi terkait pengelolaan situ di Kota Depok karena dianggap memahami kondisi situ-situ di Kota Depok. Adapun pihak yang dimaksud terdiri dari :
1. Staf Bidang Sumberdaya Air, Dinas Bina Marga dan Sumberdaya Air Kota Depok
2. Kepala Seksi Produksi Perikanan, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok 3. Kepala Seksi Pengembangan Pariwisata, Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata,
dan Seni Budaya Kota Depok
4. Staf Bidang Fisik dan Prasarana, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok
5. Kepala Sub Bidang Konservasi, Badan Lingkungan Hidup Kota Depok 6. Ketua Forum Pokja Situ Kota Depok
Strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari dirumuskan dengan menggunakan model analytical hierarchy process (AHP) berdasarkan berbagai jenis informasi yang diperoleh
(47)
dari pengukuran dan pengamatan di lapangan. Model AHP digunakan untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli dalam memilih alternatif yang paling disukai. Pemberian pendapat dan pembobotan terhadap rumusan hierarki alternatif pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari dilakukan oleh responden pakar dengan bantuan kuisioner. Data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan program Expert Choice 11. Tiga alternatif dengan bobot teratas dianggap mampu menjadi solusi bagi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari. Rumusan strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Hierarki strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
Faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi upaya pencapaian gol di dalam rumusan hierarki strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman tentang situ
Pemahaman manusia mengenai fungsi dan manfaat situ dapat mempengaruhi tingkat pencapaian dan jenis upaya pengelolaan kualitas
(48)
perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari yang dilakukan. Manusia harus dapat memahami situ yang dikelolanya merupakan bagian dari ekosistem alam agar hasil yang diperoleh sesuai dengan kaidah-kaidah alam. Tingkat pemahaman seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya ialah tingkat pendidikan, pengalaman, dan akses terhadap informasi.
2. Pemahaman mengenai pengembangan wisata
Pemahaman pengelola situ mengenai materi pengembangan wisata juga berpengaruh terhadap pelaksanaan pengelolaan situ yang dilakukan. Terdapat kriteria-kriteria yang harus dipenuhi di dalam mewujudkan situ sebagai kawasan wisata air. Hal tersebut harus dapat dipahami oleh pihak pengelola situ agar situ mampu menarik minat pengunjung untuk berwisata ke situ tersebut. Potensi-potensi yang dimiliki situ perlu didukung oleh sistem manajemen yang baik, sehingga situ tidak hanya dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat melalui peningkatan aktivitas wisata, namun juga dapat dilestarikan keberadaannya.
3. Dampak sosial, ekonomi, dan budaya (Sosekbud) dari keberadaan situ bagi masyarakat
Situ sebagai bagian dari lingkungan hidup tentu memiliki arti tersendiri bagi kelompok atau individu masyarakat. Situ dapat memiliki nilai sosial dan ekonomi, serta menjadi bagian dari perkembangan budaya masyarakat setempat. Pengembangan kegiatan wisata kawasan situ juga dapat mempengaruhi aspek sosial, ekonomi, dan budaya dalam masyarakat yang selama ini telah terbentuk.
4. Sumberdaya Manusia (SDM)
Elemen sumberdaya manusia (SDM) dapat dinilai dari dua aspek, yaitu melalui kualitas dan kuantitas SDM. Kualitas SDM seperti dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terutama bagi para pengambil keputusan dan aparaturnya, dapat mempengaruhi jenis upaya pengelolaan yang dilakukan. Penguasaan IPTEK yang baik serta kehandalan SDM dalam bekerja diharapkan mampu menciptakan pengelolaan yang efektif sehingga tujuan pengelolaan dapat tercapai dan tidak menjadi sia-sia. Bentuk
(49)
kualitas SDM lainnya yang diperlukan adalah komitmen dan kesediaan untuk menjalankan program-program pengelolaan dan pengembangan situ dengan baik hingga tujuan yang ditetapkan tercapai. Jumlah (kuantitas) SDM yang terlibat dalam pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi pelaksanaan pengelolaan situ. Permasalahan mengenai jumlah SDM diketahui hanya sedikit terdapat pada tingkat masyarakat sekitar situ. Tingkat kesadaran lingkungan yang rendah pada masing-masing individu adalah hal menjadikan potensi kuantitas SDM tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
5. Kebijakan
Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah juga dapat mempengaruhi pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam seperti Situ Sawangan-Bojongsari. Kebijakan-kebijakan yang berjalan saling bersesuaian tentu akan memudahkan proses pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam, sedangkan kebijakan-kebijakan yang saling bertentangan justru dapat menghambat proses tersebut. Kebijakan yang ditetapkan juga tidak boleh hanya memfasilitasi kepentingan satu pihak, tetapi harus melibatkan kepentingan pihak-pihak lainnya. Ketaatan pelaksanaan kebijakan yang ada akan mengurangi timbulnya permasalahan terkait pengelolaan sumberdaya alam.
Kebijakan berkaitan erat dengan penetapan anggaran program-program pengelolaan situ di Kota Depok. Perihal anggaran dirasakan menjadi faktor yang cukup penting bagi terlaksananya pengelolaan dan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat. Adanya alokasi anggaran untuk pengelolaan dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari di dalam APBD ataupun anggaran pemerintah pusat tentu akan mempermudah pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
(50)
Aktor-aktor yang dianggap terlibat dalam upaya pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat
Masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari merupakan pihak yang bersentuhan langsung dengan Situ Sawangan-Bojongsari. Masyarakat turut berperan langsung dalam pengelolaan situ melalui Pokja Situ. Masyarakat adalah pihak pertama yang merasakan fungsi dan manfaat situ sebagai dampak dari keberadaan situ. Oleh karena itu, peran masyarakat menjadi sangat penting di dalam pengelolaan dan pengembangan kegiatan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari.
2. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan pihak yang perlu diperhitungkan keterlibatannya dalam pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari. Lembaga ini biasanya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap keberlanjutan pengelolaan situ, terutama bagi yang fokus terhadap konservasi situ. Lembaga Swadaya Masyarakat berperan dalam memberikan solusi alternatif pemecahan masalah berdasarkan rasa keberpihakannya kepada masyarakat dan kelestarian lingkungan.
3. Swasta
Pihak swasta yang memanfaatkan jasa lingkungan dari suatu sumberdaya alam harus mampu turut serta dalam upaya pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Peran serta tersebut dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, mulai dari mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku hingga memberikan kompensasi atas jasa lingkungan yang diberikan. Hal yang sama berlaku bagi pihak swasta yang memanfaatkan jasa lingkungan Situ Sawangan-Bojongsari untuk kepentingannya. Pihak swasta tersebut sudah seharusnya turut berperan dalam upaya pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari. Jika perlu, pihak swasta dapat juga membantu pengembangan wisata air situ bagi masyarakat sekitar situ.
(51)
4. Pemerintah
Pemerintah adalah pihak kunci yang akan menentukan arah dan pelaksanaan pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari, termasuk pengelolaan kualitas perairan situ. Pemerintah sebagai pengambil keputusan dan penetap kebijakan diharapkan dapat menengahi berbagai kepentingan yang terdapat dalam masyarakat. Kebijakan yang ditetapkan harus dapat meliputi kepentingan dari berbagai pihak agar konflik dapat dihindari. Oleh karena itu, pemerintah harus mampu bersikap peka dan memahami benar permasalahan yang ada di dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah yang menjadi kewenangannya.
Subtujuan dari upaya pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari adalah sebagai berikut:
1. Konservasi situ
Kawasan sekitar Situ Sawangan-Bojongsari telah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan setempat yang ditujukan untuk mempertahankan kawasan resapan air atau sebagai kawasan yang berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumberdaya air berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029. Oleh karena itu, kawasan sekitar Situ Sawangan-Bojongsari perlu dipertahankan sebagai kawasan lindung sesuai amanat Perda tersebut. Meskipun begitu, upaya konservasi Situ Sawangan-Bojongsari tidak terbatas pada kawasan sekitarnya saja, namun juga mencakup sumberdaya air situ itu sendiri. Perairan Situ Sawangan-Bojongsari harus dihindarkan dari segala ancaman yang dapat menurunkan kualitas air situ, seperti pencemaran air situ akibat limbah domestik, wisata, maupun pertanian.
Pengelolaan dan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari perlu memperhatikan pencapaian kelestarian situ mengingat pentingnya keberadaan situ bagi ekosistem. Pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari untuk wisata air diharapkan dapat menjadi pintu bagi pengembalian fungsi-fungsi ekologis situ yang selama ini telah terabaikan. Hal tersebut didasari oleh alasan bahwa pengembangan situ sebagai kawasan wisata
(1)
wisata air
Lampiran 5.1. Skor pengetahuan masyarakat tentang situ
No. responden Pertanyaan Skor % skor Fungsi dan manfaat situ Faktor yang mengancam keberadaan situ Faktor yang menurunkan kualitas perairan situ Dampak dari pendangkalan /sedimentasi Upaya antisipatif terhadap penurunan fungsi dan manfaat situ
1 4 2 1 3 3 13 43,33
2 10 6 3 5 5 29 96,67
3 3 3 2 2 3 13 43,33
4 5 5 4 3 4 21 70,00
5 5 2 1 1 1 10 33,33
6 5 3 2 1 3 14 46,67
7 5 3 2 2 3 15 50,00
8 6 5 2 4 4 21 70,00
9 8 6 2 5 4 25 83,33
10 7 3 1 5 4 20 66,67
11 4 2 2 0 0 8 26,67
12 1 1 2 2 2 8 26,67
13 8 1 3 2 4 18 60,00
14 5 2 2 4 5 18 60,00
15 7 3 3 5 4 22 73,33
16 6 2 1 3 3 15 50,00
17 6 4 1 2 4 17 56,67
18 7 4 2 4 2 19 63,33
19 7 3 3 5 5 23 76,67
20 6 1 2 3 4 16 53,33
21 5 3 2 1 0 11 36,67
22 8 5 2 4 3 22 73,33
23 1 1 0 1 1 4 13,33
24 4 3 2 2 2 13 43,33
25 3 3 1 3 1 11 36,67
26 3 3 1 3 1 11 36,67
27 3 3 1 3 1 11 36,67
28 5 4 3 4 5 21 70,00
(2)
No. responden
Pertanyaan
Skor % skor Fungsi
dan manfaat
situ
Faktor yang mengancam keberadaan
situ
Faktor yang menurunkan
kualitas perairan situ
Dampak dari pendangkalan /sedimentasi
Upaya antisipatif
terhadap penurunan fungsi dan manfaat situ
36 2 4 2 3 2 13 43,33
37 7 6 2 5 5 25 83,33
38 6 6 2 3 3 20 66,67
39 3 3 2 3 1 12 40,00
40 2 1 2 0 1 6 20,00
41 7 6 4 3 4 24 80,00
42 2 3 3 3 2 13 43,33
43 5 3 2 5 2 17 56,67
44 2 1 1 3 4 11 36,67
45 1 0 0 0 0 1 3,33
46 3 4 3 4 4 18 60,00
47 1 1 1 1 1 5 16,67
48 1 1 1 1 1 5 16,67
49 1 1 1 1 1 5 16,67
50 2 0 1 1 2 6 20,00
51 0 1 1 1 1 4 13,33
52 1 1 1 1 1 5 16,67
53 2 1 1 2 2 8 26,67
Kategori:
0 – 35%
= kurang tahu
36 – 70%
= cukup tahu
71 – 100%
= tahu
(3)
No. responden
Pertanyaan
Skor %
skor Faktor-faktor
dalam upaya pengembangan
wisata air
Kriteria kualitas perairan situ untuk wisata air
Manfaat pengembangan wisata air pada
situ
1 2 4 2 8 40,00
2 8 8 4 20 100,00
3 5 6 4 15 75,00
4 5 6 4 15 75,00
5 3 6 3 12 60,00
6 4 5 2 11 55,00
7 3 4 2 9 45,00
8 8 8 4 20 100,00
9 8 8 4 20 100,00
10 6 4 3 13 65,00
11 6 7 4 17 85,00
12 5 5 2 12 60,00
13 1 5 4 10 50,00
14 4 2 2 8 40,00
15 4 7 4 15 75,00
16 5 5 3 13 65,00
17 5 8 1 14 70,00
18 4 5 4 13 65,00
19 7 8 4 19 95,00
20 6 8 4 18 90,00
21 3 2 3 8 40,00
22 6 7 4 17 85,00
23 1 3 1 5 25,00
24 3 3 2 8 40,00
25 4 4 3 11 55,00
26 2 2 2 6 30,00
27 4 4 3 11 55,00
28 4 7 3 14 70,00
29 3 2 2 7 35,00
30 4 2 3 9 45,00
31 3 1 1 5 25,00
(4)
No. responden
Pertanyaan
Skor %
Skor Faktor-faktor
dalam upaya pengembangan
wisata air
Kriteria kualitas perairan situ untuk wisata air
Manfaat pengembangan wisata air pada
situ
38 7 5 4 16 80,00
39 5 5 4 14 70,00
40 8 5 4 17 85,00
41 7 3 2 12 60,00
42 4 4 2 10 50,00
43 4 4 4 12 60,00
44 3 5 4 12 60,00
45 1 0 2 3 15,00
46 8 7 4 19 95,00
47 1 1 1 3 15,00
48 1 1 1 3 15,00
49 1 1 1 3 15,00
50 1 3 1 5 25,00
51 1 1 1 3 15,00
52 1 1 1 3 15,00
53 4 3 2 9 45,00
Kategori:
0 – 35%
= kurang tahu
36 – 70%
= cukup tahu
71 – 100%
= tahu
(5)
Bojongsari
Gambar 6.1. Stasiun pengambilan sampel air 1 (area wisata air Situ Sawangan).
Gambar 6.2. Stasiun pengambilan sampel air 2 (dekat warung-warung).
Gambar 6.3. Stasiun pengambilan sampel air 3 (dekat lapangan golf).
Gambar 6.4. Stasiun pengambilan sampel air 4 (tengah situ).
Gambar 6.5. Stasiun pengambilan sampel air 5 (dekat permukiman warga).
Gambar 6.6. Stasiun pengambilan sampel air 6 (dekatinletsitu).
(6)
Gambar 6.7. Stasiun pengambilan sampel air 7 (outletsitu).
Gambar 6.8. Pendangkalan pada situ.
Gambar 6.9. Warga mencuci kendaraan bermotor di tepi situ
Gambar 6.10. Anggota Pokja Situ Bojongsari membersihkan situ.