Arahan Strategi Pengelolaan Lingkungan Perairan Estuaria berdasarkan
Gambar 33. Hasil struktur hierarki perumusan strategi pengelolaan estuaria
Pada tingkat hirarki pertama atau level 1 difokuskan pada strategi pengelolaan estuaria yang berdasarkan permodelan kualitas perairan estuaria. Selanjutnya pada level
2 dianalisis faktor pendukung yang dapat menentukan keberhasilan suatu program. Dalam kajian ini diperoleh lima faktor pendukung yaitu sumber daya manusia,
ekosistem perairan, kebijakan, teknologi dan sarana dan prasarana. Pada level 3 dianalisis stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan estuaria
yang berdasarkan permodelan kualitas perairan estuaria yaitu pemerintah daerah, industri, LSM, perguruan tinggi, pengusaha angkutan kapal dan masyarakat. Kriteria
ini digunakan dalam menentukan stakeholder yang paling berperan dalam pengelolaan
Strategi Pengelolaan Lingkungan Estuaria Berdasarkan Pemodelan Kualitas Perairan
Sumber Daya Manusia
0,34
LSM 0,11
Sarana dan Prasarana
0,13 Kebijakan
Pemerintah 0,13
Masyara kat
0,36 Pemerin
tah 0,21
Perguruan Tinggi
0,21
Terpeliharanya Kualitas Lingkungan
0,60 Reduksi Limbah Industri dan
Domestik
0,20
Fokus
Ekosistem Perairan
0,34
Alternatif Tujuan
Stakehol der
Faktor
Teknologi 0,06
Sosialisasi Pentingnya
Reduksi Limbah
0,333 Regulasi dan Kontrol
Baku Mutu 0,667
Industri 0,07
Pengusaha Angkutan
Kapal 0,05
Regulasi Penerapan Standar Baku Mutu
0,20
estuaria. Selanjutnya dalam menentukan tujuan program pada level 4 terdapat tiga kriteria yaitu terpeliharanya lingkungan, reduksi limbah dan regulasi penerapan standar
baku mutu. Alternatif kegiatan yang dilakukan dalam strategi pengelolaan estuaria pada level 5 terdiri atas dua yaitu sosialisasi pentingnya reduksi limbah pada masyarakat dan
industri serta regulasi dan kontrol baku mutu. Perhitungan nilai CR dari jawaban pakar dan analisis AHP disajikan pada Lampiran 13.
Hasil analisis AHP memberikan hasil faktor prioritas berdasarkan bobot yang disajikan pada Gambar 34
Gambar 34. Nilai bobot prioritas pada level faktor
Berdasarkan hasil analisis pada level faktor menunjukkan bahwa sumber daya manusia dan ekosistem perairan merupakan faktor utama yang menentukan
keberhasilan pengelolaan lingkungan estuaria dengan bobot 0,34. Sumber daya manusia yang dominan terlibat dalam pengelolaan estuaria adalah aparat pemerintah
daerah yang berwenang memonitoring kualitas perairan estuaria. Pada tingkat Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan lembaga yang berwenang memantau kualitas air
sungai adalah Dinas PSDA dan Badan Lingkungan Hidup Daerah BLHD. Sedang ditingkat Kota Makassar terdapat Dinas Lingkungan Hidup. Aparat pada ketiga
kelembagaan tersebut hendaknya memiliki pengetahuan tentang kondisi kualitas air dan
tindakan yang harus dilakukan untuk mempertahankan keberlanjutan ekosistem perairan Estuaria Tallo.
Upaya yang telah dilakukan oleh dinas PSDA dan Dinas Lingkungan Hidup daerah adalah melakukan pemeriksaan kualitas air Sungai Tallo namun belum
mewakili kondisi perairan secara menyeluruh. Berdasarkan data yang diperoleh dari BAPEDALDA 2001-2008 terlihat titik pengambilan sampel air hanya pada satu lokasi
saja yang mewakili aliran Sungai Tallo. Tentu saja hal ini belum representatif menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Oleh karena itu ketiga dinas ini hendaknya
meningkatkan kinerja aparat dalam pengelolaan kualitas air secara menyeluruh melalui bimbingan teknis dan penyusunan standar operasional pemantauan kualitas air.
Kendala lain dalam sumber daya manusia adalah Rendahnya pengawasan atau pemantauan yang dilakukan oleh instansi terkait ini dibuktikan dengan adanya
beberapa industri di Kota Makassar yang membuang limbah tanpa pengolahan terlebih dahulu
http:www.seputar-indonesia.comedisicetak3931223715April 2011.
Berdasarkan laju pertumbuhan industri sebesar 1,5 pertahun dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,17 pertahun selama 10 tahun terakhir seperti yang telah diuraikan
pada Bab 4.4 dan Bab 4.5 dimana sebagian besar industri terletak di sepanjang aliran Sungai Tallo tentu saja akan berimplikasi pada penurunan kualitas perairan Sungai
Tallo. Data tahun 2010 BPS dalam Tribun Timur, 2010 diketahui hanya sebesar 2,02 dari total jumlah industri besar dan menengah yang memiliki instalasi
pengolahan air limbah IPAL. Faktor dominan lain yaitu ekosistem perairan atau kualitas perairan estuaria
ditinjau pada faktor fisika, kimia dan biologi harus tetap terjaga untuk mendukung fungsi ekosistem estuaria. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan pengelolaan yang
baik dan didukung ketersediaan data kondisi eksisting. Data kualitas air Sungai Tallo yang tersedia hingga saat ini tidak menggambarkan kondisi perairan secara menyeluruh
baik dari faktor fisika, kimia dan biologi. Sistem monitoring kualitas air yang tepat sangat mendukung kelestarian ekosistem perairan.
Prioritas kedua pada faktor adalah sarana prasarana dan kebijakan pemerintah yang menunjukkan bobot masing-masing sebesar 0,13. Kebijakan pemerintah
merupakan suatu aturan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengikat seluruh pihak
sehingga suatu tujuan program dapat tercapai. Pengelolaan kualitas perairan estuaria membutuhkan adanya suatu kebijakan pemerintah yang efektif dan efisien, yaitu
dengan pemanfaatan dana yang terbatas maka suatu tujuan dapat dicapai. Kebijakan pemerintah juga tidak terlepas dari dukungan kelembagaan pemerintah. Kelembagaan
yang baik yang didukung dengan mekanisme kerja serta kemampuan aparat akan mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan perairan
estuaria. Sarana dan prasarana yang mendukung pengelolaan kualitas perairan adalah
peralatan yang digunakan untuk monitoring kualitas perairan. Pemerintah Daerah hendaknya mampu mengantisipasi dampak yang akan timbul akibat menurunnya
kualitas perairan. Hal ini didukung peralatan pemeriksaan kualitas air yang sesuai dengan standar baku mutu.
Pada analisis prioritas stakeholder level 3 yang terlibat dalam model pengelolaan perairan estuaria, nampak bahwa masyarakat merupakan stakeholder
utama dengan bobot 0,36. Stakeholder berikutnya adalah pemerintah dan perguruan tinggi dengan bobot 0,21. Stakeholder lain yaitu pengusaha angkutan kapal, LSM dan
industri memiliki bobot yang sangat kecil. Hal ini disajikan pada Gambar 35.
Gambar 35. Nilai bobot prioritas pada level stakeholder
Hasil analisis pada Gambar 35 menunjukkan bahwa masyarakat memegang peranan yang sangat penting dalam pengelolaan lingkungan perairan. Peran tersebut
tidak hanya berupa dukungan untuk pemelihaaraan namun dapat berupa peran negatif
seperti perilaku membuang limbah di perairan, adanya konversi lahan mangrove menjadi tambak atau perumahan serta adanya anggapan masyarakat bahwa wilayah
perairan merupakan lahan yang bebas untuk dikelola. Di lain pihak lingkungan perairan yang buruk akan sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat yang
berdiam disepanjang Sungai Tallo. Dengan demikian, maka kebijakan pengelolaan estuaria hendaknya memprioritaskan perubahan perilaku masyarakat yang mendukung
keberlanjutan ekosistem perairan. Perilaku masyarakat dapat diubah melalui peningkatan pengetahuan akan pentingnya menjaga kualitas perairan dan pemahaman
tentang indikator menurunnya kualitas air. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah hingga saat ini hanya
sebatas monitoring kualitas air tanpa penerapan strategi dalam menjaga kualitas perairan. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerinyah dan melibatkan
masyarakat hanya bersifat insidental dan tidak berkelanjutan, sehingga biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak dirasakan oleh masyarakat contoh: pengadaan
tempat sampah yang selanjutnya beralih fungsi menjadi tempat penampungan air, program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat Pamsimas yang
antara lain terdiri dari penyediaan pipa-pipa dan sarana MCK ternyata tidak efektif http:beritadaerah.comarticlesulawesi5607020 Februari 2012. Samawi 2007,
menjelaskan bahwa beberapa faktor yang mengakibatkan semakin meningkatnya pencemaran di wilayah pesisir Kota Makassar adalah upaya yang dilakukan oleh aparat
pemerintah dalam kegiatan pengendalian hanya bersifat mobilisasi tanpa didasari oleh kesadaran dari masyarakat selain itu rendahnya pengawasan pemerintah terhadap sektor
industri semakin memperburuk kualitas lingkungan perairan. Tentu saja hal ini tidak berdampak pada perubahan paradigma masyarakat dalam menjaga kelestarian perairan.
Perhatian pemerintah baik pada tingkat provinsi maupun tingkat kota juga berperan penting dalam keberhasilan pengelolaan kualitas perairan. Kebijakan
pengelolaan harus disertai dengan program yang sinergis dan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini dapat dicapai dengan dukungan penelitian dan pengembangan yang dilakukan
oleh perguruan tinggi setempat. Kajian tersebut tidak hanya dilakukan untuk pemeliharan kualitas fisik estuaria, tetapi juga disertai dengan kajian sosial ekonomi
masyarakat.
Strategi pengelolaan perairan estuaria dilaksanakan untuk mencapai tiga tujuan level 4. Tujuan yang dianalisis dengan bobot prioritas disajikan pada Gambar 36
Gambar 36. Nilai bobot prioritas pada level tujuan
Gambar 36 mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah yang dibuat dalam pengelolaan lingkungan perairan estuaria hendaknya bertujuan pada terpeliharanya
kualitas lingkungan. Tujuan ini memiliki bobot tiga kali dibandingkan dengan dua tujuan lain. Yaitu sebesar 0,60 sedang kedua tujuan lain hanya sebesar 0,20.
Kualitas lingkungan perairan estuaria terkait dengan ekosistem lain seperti ekosistem daerah aliran sungai dan ekosistem laut. Kualitas daerah aliran sungai
sebagai upland menjadi masukan bagi perairan estuaria. Tataguna lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung pada daerah aliran sungai dapat menyebabkan akumulasi
limbah dan sedimentasi pada estuaria. Hal ini akan menurunkan kualitas lingkungan. Selanjutnya kondisi ini akan berdampak pada ekosistem perairan laut seperti rusaknya
terumbu karang dan berdampak penurunan keanekaragaman hayati. Dengan demikian, pengelolaan lingkungan harus dilakukan secara holistik mulai dari hulu ke hilir. Hingga
saat ini pemerintah daerah Kota Makassar belum membangun kerjasama dengan pemerintah Kabupaten Gowa sebagai pengelola daerah hulu Sungai Tallo dalam hal
pemeliharaan kualitas perairan.
Disisi lain pemerintah Kota Makassar membuat salah satu strategi pengembangan Sungai Tallo untuk mendorong program peremajaan lingkungan
kawasan hilir Sungai Tallo menjadi kawasan konservasi dengan peremajaan terbatas terhadap beberapa kegiatan pembangunan. Hal ini tertuang dalam PERDA Kota
Makassar No 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar. Berdasarkan PERDA diatas pemerintah akan dapat menekan perubahan alih
fungsi lahan yang terjadi di hilir Sungai Tallo. Strategi ini dapat mengantisipasi terakumulasinya limbah pada daerah muara seperti yang dihasilkan dari model kualitas
air. Pada level kelima, diperoleh gambaran bahwa alternatif terpenting dalam
strategi pengelolaan perairan estuaria yang dapat dipilih adalah regulasi dan kontrol baku mutu. Hasil analisis perhitungan bobot prioritas pada alternatif disajikan pada
Gambar 37.
Gambar 37. Nilai bobot prioritas pada level alternatif
Gambar 37 menunjukkan bahwa pemerintah daerah diharapkan dapat menyediakan regulasi yang dapat mengikat seluruh stakeholder sehingga kualitas
perairan estuaria dapat terjaga. Selanjutnya regulasi ini dapat dijadikan dasar dalam mengontrol kualitas air berdasarkan baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Baku
mutu kualitas air sungai yang berlaku pada saat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2004 yang menyangkut syarat fisik, kimia dan biologi perairan.
Upaya pemerintah dalam melakukan kontrol baku mutu harus didukung dengan ketersediaan aparat yang handal, bertanggung jawab dan memiliki kepedulian
terhadap kelestarian kualitas perairan. Aparat yang memiliki wawasan lingkungan yang universal dan menyeluruh baik dari segi ekologi, sosial dan ekonomi tidak akan
menimbulkan kerugian bagi masyarakat dalam proses konservasi lingkungan. Alternatif kedua dalam menentukan strategi pengelolaan lingkungan estuaria
adalah sosialisasi pentingnya reduksi limbah kepada masyarakat dan industri dengan bobot prioritas 0,333. Pembuangan limbah cair rumah tangga pada umumnya melalui
saluran induk yang menghubungkan kawasan pemukiman dengan wilayah estuaria. Pada Bab 4 telah dijelaskan bahwa 13 jumlah penduduk di Kota Makassar berdiam di
sepanjang aliran Sungai Tallo sehingga tingkat ketergantungan masyarakat terhadap Sungai Tallo cukup tinggi. Samawi 2007, menjelaskan bahwa diperkirakan beban
limbah cair yang dihasilkan pertahun sebesar 1.023.528 ton bahan organik yang dilihat dari nilai BOD dan 1.962.083 ton bahan organik yang dilihat dari nilai COD pertahun,
438.379 ton N pertahun dan 73.385 ton P pertahun. Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mereduksi limbah
yang akan dibuang ke lingkungan adalah meningkatkankan peran masyarakat dan industri dalam penyusunan strategi yang akan dilaksanakan. Sehingga diharapkan
program-program yang diambil oleh pemerintah seperti penyediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah cair domestik dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
Berdasarkan hal tersebut diatas arahan implementasi strategi yang hendaknya dilakukan oleh pemerintah adalah :
1. Pengembangan kapasitas pemberdayaan masyarakat dalam penentuan strategi pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem perairan secara berkelanjutan.
2. Diperlukan suatu program pengembangan kapasitas aparat dalam pengelolaan kualitas air untuk menjaga ekosistem perairan.
3. Pemerintah daerah harus meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam menerapkan dan mengontrol baku mutu yang ada secara menyeluruh.