Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman Madu-Galohgor

(1)

UMUR SIMPAN, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KEAMANAN

MINUMAN MADU-GALOHGOR

ROHADI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman Madu-Galohgor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013 Rohadi NIM I14080073

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.


(3)

ABSTRACT

ROHADI. Shelf Life, Antioxidant Activity and Safety of Honey-Galohgor Beverage. Supervised by KATRIN ROOSITA and SITI SA’DIAH.

The objective of this research was to analyze stability, shelf life and antioxidant activity during storage of Honey-Galohgor beverage. Temperature storage was 10°C and 25°C for two months and samples were analyzed every two weeks (0, 2nd,4th,6th and 8th week). The analysis consisted of organoleptic test (color, aroma, and taste), physical characteristic (viscosity), chemical characteristics (pH and Total Acid Titration-TAT), antioxidant activity, and total plate count of microbes (TPC). Shelf life of Honey-Galohgor beverage was determined by Arrhenius equation. The results showed that viscosity, pH, and TPC were increased, meanwhile TAT and antioxidant activity decreased during storage. Storage temperature influence (p<0.05) viscocity, antioxidant activity, and TPC. Storage period influence (p<0.05) viscosity, pH, TAT, antioxidant activity, and microbe content. Shelf life of Honey-Galohgor beverage was one year at room temperature (25°C).


(4)

RINGKASAN

ROHADI. Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman Madu-Galohgor. Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA dan SITI SA’DIAH.

Umur simpan atau masa kadaluwarsa menjadi indikator penting untuk mengetahui daya tahan produk selama masa penyimpanan. Masa kadaluwarsa produk pangan sangat terkait dengan keamanan pangan. Peraturan yang mengatur terkait label pangan dan masa kadaluwarsa adalah Undang-Undang No. 7/1996 dan Peraturan Pemerintah No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Perlunya informasi bagi masyarakat terkait daya simpan dan keamanan produk minuman madu-galohgor untuk menjamin bahwa produk tersebut layak untuk dikonsumsi, maka penelitian ini perlu dilakukan agar dapat menjamin keamanan produk minuman madu-galohgor sebagai nutraceutical.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menduga umur simpan dan menganalisis keamanan produk madu-galohgor. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mempelajari karakteristik organoleptik (warna, aroma, dan rasa) produk awal secara kualitatif, (2) menentukan pengaruh penyimpanan terhadap sifat fisik (viskositas) dan sifat kimia (pH dan total asam tertitrasi) minuman madu-galohgor, (3) menentukan aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor selama penyimpanan dua bulan, (4) menentukan cemaran mikroorganisme minuman madu-galohgor selama penyimpanan dua bulan, (5) menduga umur simpan minuman madu-galohgor melalui metode Arrhenius.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus–November 2012. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jamu Galohgor yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Maret–Juli 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, serta Laboratorium Seafast Center (PAU), dan Laboratorium Kimia Fisik, Institut Pertanian Bogor.

Produk minuman madu-galohgor memiliki karakteristik antara lain berwarna coklat muda dan agak keruh, beraroma agak wangi, serta memiliki rasa yang agak manis. Karakteristik lainnya adalah meimiliki sifat fisik dengan kekentalan yang cenderung meningkat pada suhu dingin dan stabil pada penyimpanan suhu ruang. Derajat keasaman (pH) pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan naik selama penyimpanan. Total Asam Tertitrasi (TAT) pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan turun selama penyimpanan, ditunjukkan dengan nilai slope yang negatif. Hasil analisis menunjukkan perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh (p<0,05) terhadap viskositas, namun tidak berpengaruh terhadap pH dan TAT madu-galohgor. Waktu penyimpanan berpengaruh (p<0,05) terhadap viskositas, pH, dan Total Asam Tertitrasi minuman madu-galohgor.

Aktivitas antioksidan pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan turun salama penyimpanan, ditunjukkan dengan nilai slope yang negatif. Nilai slope yang lebih negatif pada penyimpanan suhu ruang menunjukkan penurunan aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu dingin. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh (p<0,05) terhadap aktivitas antioksidan madu-galohgor.

Total mikroba pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan naik selama penyimpanan, ditunjukkan dengan nilai slope yang positif. Nilai slope yang lebih besar pada penyimpanan suhu ruang menunjukkan


(5)

laju pertumbuhan mikroba yang lebih cepat, sehingga jumlah mikroba lebih banyak dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu dingin. Laju pertumbuhan mikroba pada suhu dingin dapat ditekan, karena pada suhu yang rendah mikroorganisme menjadi tidak aktif. Pada suhu ruang, pertumbuhan mokroorganisme dapat berlangsung secara optimum sehingga laju pertumbuhan mikroba menjadi lebih tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh (p<0,05) terhadap pertumbuhan total mikroba madu-galohgor.

Hingga dua bulan masa penyimpanan, total mikroba mencapai maksimal 2x103 (suhu ruang) dan 2x102 (suhu dingin). Jumlah ini masih aman berdasarkan BSN (2009) pada SNI 7388:2009. Umur simpan produk minuman madu-galohgor pada suhu ruang (250C) adalah 1 tahun 1 bulan 9 hari. Parameter yang digunakan untuk menentukan umur simpan minuman madu-galohgor adalah total mikroba. Hal ini dikarenakan pertumbuhan mikroba yang cepat dapat mempercepat kerusakan pada produk. Muchtadi (1989) juga mengungkapkan bahwa, pertumbuhan mikroba akan menyebabkan timbulnya pembusukan yang mengakibatkan munculnya karakteristik sensori yang tidak diinginkan dan dapat menyebabkan bahan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

UMUR SIMPAN, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KEAMANAN

MINUMAN MADU-GALOHGOR

ROHADI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(8)

Judul Skripsi : Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman Madu-Galohgor

Nama : Rohadi

NIM : I14080073

Disetujui oleh :

Diketahui oleh :

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Katrin Roosita, SP, M.Si Dosen Pembimbing I

Siti Sa’diah, M.Si, Apt Dosen Pembimbing II


(9)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman Madu-Galohgor”. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang terlibat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Katrin Roosita, SP, M.Si dan Siti Sa’diah, M.Si, Apt selaku dosen pembimbing skripsi yang penuh dengan kesabaran senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, bantuan, masukan, arahan, motivasi, dan nasihat kepada penulis.

2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen penguji serta Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan nasihat.

3. Kedua orang tua (Bapak dan Ibu) serta Kakakku yang selalu medoakan, memberikan dukungan baik materil maupun moril untuk menyelesaikan pendidikan sarjana.

4. Teman penelitian (Adhi, Mely, Nisa), rekan asisten praktikum (Farida, Ibnu, Karina), serta praktikan GM 48 yang memberikan keceriaan, semangat dan kerjasama dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Teman seperjuangan (Triko, Nazhif, Gita, Ade Ayu, Didik Toro) yang meberikan dukungan, serta Dewanti Putri yang dengan setia menemani, membantu, memberikan motivasi, pelajaran, dan pengalaman yang berharga. 6. Teman-teman Gizi Masyarakat 45, kakak kelas GM 44, adik kelas GM 46

serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan mendukung penulis.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembelajaran bagi masyarakat dan akademisi secara khusus. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis memohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya.

Bogor, Maret 2013


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara pasangan Bapak Dirno dan Ibu Maimunah. Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 13 Januari 1990. Pendidikan formal penulis diawali dari SD Negeri 04 Bintaro pada tahun 1996-2002, dan melanjutkan masa pendidikannya di SMP Negeri 177 pada tahun 2002-2005 serta SMA Negeri 86 pada tahun 2005-2008 di Jakarta.

Penulis diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi mahasiswa Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI), Klub Kulinari HIMAGIZI periode 2009/2010, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEMA periode 2010/2011, dan Badan Konsultasi Gizi (BKG) IPB periode 2010/2012. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan HIMAGIZI, BEM FEMA, dan BEM KM IPB.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Cipetung, Kecamatan Paguyangan, Brebes pada tahun 2011 dan Internship Dietetik di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta pada tahun 2012. Selain itu, penulis juga aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisiologi Manusia pada tahun 2012. Penulis menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman Madu-Galohgor” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ...vi

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Madu ... 4

Galohgor ... 5

Antioksidan ... 5

Pendugaan Umur Simpan ... 6

Penyimpanan dan Pengemasan Produk Pangan ... 7

Kerusakan Bahan Pangan ... 8

METODE ... 10

Waktu dan Tempat ... 10

Alat dan Bahan ... 10

Tahap Penelitian ... 10

Rancangan Percobaan ... 16

Pengolahan dan Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Karakteristik Organoleptik Produk Minuman Madu-Galohgor ... 18

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Minuman Madu-Galohgor ... 19

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Aktivitas Antioksidan Minuman Madu-Galohgor ... 24

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Total Mikroba Minuman Madu-Galohgor ... 27

Pendugaan Umur Simpan Minuman Madu-Galohgor ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil ANOVA viskositas minuman madu-galohgor ... 20

2 Hasil ANOVA pH minuman madu-galohgor ... 22

3 Hasil ANOVA Total Asam Tertitrasi minuman madu-galohgor ... 24

4 Hasil ANOVA aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor ... 26

5 Hasil ANOVA total mikroba minuman madu-galohgor ... 28

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Diagram alir proses pembuatan bubuk galohgor ... 11

2 Diagram alir proses pembuatan minuman madu-galohgor sebanyak 200 mL ... 12

3 Diagram alir penelitian ... 13

4 Warna produk minuman madu-galohgor selama penyimpanan ... 18

5 Viskositas Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang ... 20

6 Nilai pH Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang ... 22

7 TAT Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang ... 23

8 Aktivitas antioksidan Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang ... 26

9 Total mikroba Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang ... 27

10 Regresi linier pertumbuhan total mikroba Madu-Galohgor ... 31

11 Plot Arrhenius produk minuman madu-galohgor ... 31

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Bahan dan komposisi Jamu Galohgor ... 40

2 Komposisi formula minuman madu-galohgor ... 41

3 Hasil sidik ragam viskositas minuman madu-galohgor terhadap suhu dan waktu penyimpanan ... 41


(13)

4 Hasil sidik ragam pH minuman madu-galohgor terhadap suhu dan

waktu penyimpanan ... 42 5 Hasil sidik ragam TAT minuman madu-galohgor terhadap suhu

dan waktu penyimpanan ... 42 6 Hasil sidik ragam antioksidan minuman madu-galohgor terhadap

suhu dan waktu penyimpanan ... 42 7 Hasil sidik ragam total mikroba minuman madu-galohgor terhadap

suhu dan waktu penyimpanan ... 43 8 Hasil uji Duncan minuman madu-galohgor terhadap waktu


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nutraceutical merupakan pangan atau komponen pangan yang memberikan sumbangan zat gizi serta membantu dalam mencegah maupun mengobati penyakit atau gangguan kesehatan (Kalra 2003). Salah satu jenis nutraceutical Indonesia yang dipercaya berkhasiat terhadap kesehatan adalah Galohgor. Galohgor merupakan nutraceutical yang dibuat dari 56 jenis bahan yang berasal dari tumbuhan bagian daun, akar, batang, rempah-rempah, temu-temuan, dan biji-bijian. Galohgor memiliki manfaat meningkatkan produksi air susu ibu (ASI), mempercepat penyembuhan rahim, dan meningkatkan kebugaran tubuh bagi ibu yang baru melahirkan. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa, galohgor dapat meningkatkan produksi susu dan mempercepat pencapaian waktu puncak laktasi (Roosita 2003).

Secara tradisional, Galohgor dibuat dengan cara disangrai dan ditumbuk sehingga, berbentuk bubuk dan biasa dikonsumsi secara langsung oleh ibu postpartum di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Untuk meningkatkan daya terima masyarakat, maka perlu adanya pengembangan produk sehingga dapat meningkatkan citarasa tanpa mengurangi khasiatnya. Salah satunya adalah dengan cara menambahkan madu dan merubah dalam bentuk produk siap untuk diminum (ready to drink).

Minuman madu-galohgor merupakan produk pengembangan dari galohgor yang dicampur dengan madu, dengan harapan dapat mudah diterima oleh masyarakat sehingga dapat diproduksi dalam jumlah yang besar. Pemilihan madu untuk pengembangan produk galohgor didasarkan pada beberapa alasan, antara lain madu memiliki nilai gizi yang baik, karena mengandung karbohidrat yang terdiri dari gula sederhana seperti glukosa dan fruktosa, protein, vitamin, dan mineral; madu merupakan bahan makanan alami yang telah banyak digunakan oleh masyarakat; madu dengan kandungan zat gizi yang baik, dipercaya oleh masyarakat memiliki khasiat yang dapat menyehatkan dan menyembuhkan penyakit. Biasanya madu dikonsumsi secara langsung ataupun dijadikan sebagai campuran makanan lainnya (Winarno 1990).

Seiring dengan berkembangnya ilmu dan teknologi, berbagai industri pangan seolah berlomba dalam memproduksi dan mengembangkan produk pangan. Tingginya permintaan dari konsumen akan produk pangan juga menyebabkan beragamnya produk pangan yang diproduksi. Suatu produk


(15)

pangan yang diproduksi dalam skala yang besar dan didistribusikan secara luas harus memiliki daya simpan yang cukup lama agar aman dikonsumsi oleh konsumen. Konsumen juga berhak untuk memperoleh informasi yang benar mengenai produk pangan yang dikonsumsinya, termasuk nilai gizi dan keterangan umur simpan atau masa kadaluwarsa.

Keamanan produk pangan merupakan hal yang sangat penting, sehingga setiap produk yang diproduksi diharuskan mencantumkan keterangan batas kadaluwarsa. Umur simpan atau masa kadaluwarsa menjadi indikator penting untuk mengetahui daya tahan produk selama masa penyimpanan. Masa kadaluwarsa produk pangan sangat terkait dengan keamanan pangan. Peraturan yang mengatur terkait label pangan dan masa kadaluwarsa adalah Undang-Undang No. 7/1996 dan Peraturan Pemerintah No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

Perlunya informasi bagi masyarakat terkait daya simpan dan keamanan produk minuman madu-galohgor untuk menjamin bahwa produk tersebut layak untuk dikonsumsi, maka penelitian ini perlu dilakukan agar dapat menjamin keamanan produk minuman madu-galohgor sebagai nutraceutical.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menduga umur simpan dan menganalisis keamanan minuman madu-galohgor.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mempelajari karakteristik organoleptik (warna, aroma, dan rasa) produk secara kualitatif.

2. Menentukan pengaruh penyimpanan terhadap sifat fisik (viskositas) dan sifat kimia (pH dan total asam tertitrasi) minuman madu-galohgor

3. Menentukan aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor selama penyimpanan.

4. Menentukan tingkat cemaran mikroorganisme minuman madu-galohgor selama penyimpanan dua bulan.

5. Menduga umur simpan minuman madu-galohgor melalui metode Arrhenius


(16)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai umur simpan dan keamanan minuman madu-galohgor serta pengaruh penyimpanan terhadap sifat fisik, kimia, aktivitas antioksidan, dan total mikroba produk. Selain itu juga diharapkan minuman madu-galohgor dapat dijadikan produk yang aman untuk dikonsumsi masyarakat.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Madu

Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga. Nilai gizi dari madu sangat tergantung dari kandungan gula-gula sederhana, fruktosa, dan glukosa. Komposisi kimia madu pada umumnya tersusun dari karbohidrat (gula), air serta mineral dan bagian-bagian lain yang sangat kecil jumlahnya. Komposisi madu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu komposisi nektar asal madu bersangkutan dan faktor-faktor eksternal tertentu. Nektar madu mengandung gula dan protein dari golongan albumin, asam-asam bebas misalnya asam formiat dan asam malat. Terdapat beberapa enzim seperti nectar, amylase, diastase, katalase, dan inulase (Winarno 1990).

Sifat dan karakteristik madu, secara umum dipengaruhi oleh komposisi atau kandungan zat-zat yang ada di dalamnya. Jenis dan komposisi gula menentukan potensi granulasi, rasa, dan sifat higroskopis madu. Kadar air madu berpengaruh terhadap tingkat viskositas dan potensi terjadinya fermentasi madu. Aktifitas enzim menentukan tingkat keasaman dan sifat mikrobisida madu, adapun warna madu dipengaruhi oleh kandungan mineral yang ada di dalamnya (Kuntadi 2002).

Madu bersifat higroskopis atau menarik air, karena madu merupakan larutan yang sangat jenuh dan tidak stabil. Jika kadar air madu meningkat, maka madu akan mengalami fermentasi, baik oleh ragi maupun mikroorganisme lainnya. Kadar air dalam madu dapat menentukan mutu madu itu sendiri. Besarnya kadar air madu tergantung dari kelembaban udara sebelum dan sesudah madu dipindahkan dari sarang. Oleh karena itu sebaiknya madu yang telah diekstraksi dari sarang madunya segera dikemas pada wadah yang kedap udara (Winarno 1990).

Madu yang disimpan dengan benar dapat tahan lama dan dan tidak merubah rasa. Suhu optimum untuk penyimpanan madu adalah di bawah 11°C (52°F) atau 21-27°C (70-80°F). Cara penyimpanan madu yang paling baik dan disarankan yaitu dengan menggunakan wadah yang terbuat dari kaca dan kedap udara karena madu mudah menyerap air dari udara. Menurut SNI 01-3545-2004, madu dikemas dalam wadah yang tertutup rapat tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan.


(18)

Galohgor

Galohgor merupakan nutraceutical yang dibuat dari 56 jenis bahan yang berasal dari tumbuhan bagian daun, akar, batang, rempah-rempah, temu-temuan, dan biji-bijian. Galohgor banyak dikonsumsi oleh masyarakat Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Masyarakat desa tersebut percaya bahwa dengan mengonsumsi galohgor dapat meningkatkan kondisi kesehatan ibu setelah melahirkan dan meningkatkan produksi ASI. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Roosita (2003) pada tikus percobaan yang mengonsumsi galohgor menunjukkan pemulihan uterus yang lebih cepat, peningkatkan produksi susu dan pencapaian puncak laktasi yang cepat pasca melahirkan.

Galohgor yang dikonsumsi sebanyak 0,370 g/kg berat badan/hari dapat menurunan kadar MDA plasma pada tikus yang diberi galohgor selama 14 hari. Galohgor memiliki kandungan antioksidan yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan galohgor mengandung senyawa-senyawa aktif seperti senyawa polyphenol, alfatokoferol, karotenoid, alkaloid, saponin, gingerol, oleoresin, dan shogaol yang merupakan antioksidan tinggi. Secara kualitatif galohgor mengandung senyawa-senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, glikosida, triterpenoid, vitamin C karotenoid, vitamin E, dan senyawa fenol (Pajar 2001; Masruroh 2004; Leatemia 2010).

Antioksidan

Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Antioksidan mampu menangkap radikal bebas sehingga tidak dapat menginduksi suatu penyakit (Sibuea 2003). Selain itu, diketahui antioksidan juga dapat membantu mencegah kerusakan sel yang dapat mengakibatkan berbagai jenis kanker. Tubuh manusia juga menghasilkan antioksidan endogen, seperti enzim Superoksida Dismutase (SOD), gluthatione, dan katalase. Selain itu, antioksidan juga dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten serta senyawa fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran seperti buah tomat, pepaya, jeruk dan sebagainya (Trevor 1995).

Antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu tergolong zat gizi dan tergolong zat non gizi. Vitamin A dan karotenoid, vitamin E, vitamin C, vitamin B2, seng (Zn),


(19)

tembaga (Cu), selenium (Se), dan protein merupakan antioksidan yang tergolong zat gizi. Antioksidan yang tergolong zat non gizi adalah biogenik amin, senyawa fenol termasuk gingerol, senyawa polifenol, tanin, dan komponen tetrapirolik (Muchtadi et al. 2001).

Mekanisme kerja antioksidan yang memiliki senyawa fenol adalah dengan cara berintegrasi dengan radikal bebas yang terdapat dalam sistem. Reaksi ini terjadi jika radikal antioksidan yang dihasilkan cukup stabil atau secara sterik dicegah dari reaksi berikutnya, sehingga tidak merupakan inisiator dari reaksi berikutnya (Fardiaz et al. 1992).

Pendugaan Umur Simpan

Definisi umur simpan produk pangan menurut Institute of Food Technology adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Secara alami, produk pangan mudah mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat proses produksi dan penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas menurut Syarief et al. (1989) adalah sebagai berikut:

a. keadaan alamiah bahan dan mekanisme berlangsungnya perubahan misalnya kepekatan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.

b. ukuran kemasan (volume).

c. kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan.

d. ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian lain yang terlipat.

Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS atau yang sering disebut metode konvensional adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisis parameter yang relatif banyak. Metode ASS merupakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Kelebihan metode ini adalah waktu


(20)

pengujian yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi (Arpah 2001).

Analisa penurunan mutu memerlukan beberapa pengamatan yaitu harus ada parameter yang dapat diukur secara kuantitatif dan parameter tersebut mencerminkan keadaan mutu dari produk yang dikemas. Parameter tersebut dapat berupa hasil pengukuran kimiawi, uji organoleptik, tekstur, warna, dan total mikroba. Parameter penurunan mutu didasarkan pada parameter yang paling sensitif terhadap mutu produk (Syarif & Halid 1993).

Menurut Syarif dan Halid (1993), suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perubahan mutu pangan. Suhu ruangan yang konstan akan lebih baik dari suhu penyimpanan yang berubah-ubah. Pendugaan umur simpan seharusnya dilakukan di ruangan dengan suhu tetap. Pendugaan laju penurunan mutu pada suhu tetap dapat dilakukan dengan persamaan Arrhenius, sebagai berikut:

K = Ko e-E/(RT) dimana :

K = konstanta penurunan mutu

Ko = konstanta (tidak tergantung pada suhu) E = energi aktivasi

T = suhu mutlak (°C + 273) R = konstanta gas 1.986 kal/mol

Energi aktivasi (E) dapat memberikan gambaran mengenai besarnya pengaruh suhu terhadap reaksi. Nilai E diperoleh dari slope grafik garis lurus hubungan ln k dengan (1/T). Dengan demikian, energi aktivasi yang besar mempunyai arti bahwa nilai ln k berubah cukup besar dengan hanya perubahan beberapa derajat dari suhu (Arpah 2001).

Penyimpanan dan Pengemasan Produk Pangan

Penyimpanan produk pangan dapat menyebabkan turunnya kandungan gizi pangan dan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme yang akan menyebabkan kerusakan pangan tersebut. Faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan adalah kemasan dan suhu penyimpanan. Menurut Syarief et al. (1989), kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat yang dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya.

Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaan terhadap lingkungan. Bahan pangan yang bersifat higroskopis, faktor suhu dan


(21)

kelembapan menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan, keadaan lingkungan dan sifat bahan kemasan. Gangguan yang paling umum terjadi pada bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air, pengaruh gas, dan cahaya. Sebagai akibat perubahan kadar air pada produk, akan timbul jamur dan bakteri, pengerasan pada bubuk, dan pelunakan pada produk kering (Syarief et al. 1989).

Pengemasan dapat melindungi dari pengaruh luar, yaitu fisik, kimia dan biologis. Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, menahan efek yang bermanfaat dari proses, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Persyaratan kemasan untuk bahan pangan antara lain permeabilitas terhadap udara kecil, tidak menyebabkan penyimpangan warna dari produk, tidak bereaksi sehingga tidak merusak bahan maupaun citra rasa, tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan panas, mudah dikerjakan secara maksimal, dan harganya murah (Winarno & Jenie 1983).

Kerusakan Bahan Pangan

Kerusakan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu pangan itu sendiri. Faktor-faktor yang menjadi penyebab utama kerusakan bahan pangan, antara lain bakteri, ragi, dan kapang; enzim; serangga parasit, tikus; suhu; kadar air; oksigen; dan sinar. Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan, agar diperoleh bahan pangan yang bergizi dan aman bagi kesehatan. Faktor-faktor lingkungan hidup yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain suplai zat gizi, air dan activity water (aw), pH, RH, suhu, oksigen, serta mineral. Waktu mempengaruhi efek kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, perkembangbiakkan serangga, pengaruh pemanasan atau pendinginan, serta kadar air, oksigen dan sinar. Penyimpanan yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar (Winarno et al. 1980).

Perubahan mikrobiologi disebabkan oleh pertumbuhan mikroba pada bahan pangan. Pertumbuhan mikroba akan menyebabkan timbulnya pembusukan yang mengakibatkan munculnya karakteristik sensori yang tidak diinginkan dan dapat menyebabkan bahan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Kerusakan sensori yang diakibatkan oleh mikroba dapat berupa pelunakan, terjadinya asam, terbentuknya gas, lendir, busa, warna yang


(22)

menyimpang, dan toksin. Mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan antara lain bakteri, kapang dan khamir (Muchtadi 1989).

Suhu dalam masa penyimpanan, termasuk pemanasan atau pendinginan dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan. Setiap kenaikan suhu 10°C pada kisaran suhu 10-38°C, kecepatan reaksi dalam bahan pangan (baik reaksi enzimatik maupun reaksi non-enzimatik) akan bertambah rata-rata 2 kali lipat. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan protein (denaturasi), emulsi, vitamin, dan lemak. Sebaliknya, suhu yang terlalu rendah dapat mengakibatkan penggumpalan (Winarno et al. 1980).


(23)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus–November 2012. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian jamu Galohgor yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003 (Roosita 2003, Pratiwi 2010, Wicaksono 2010). Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Maret–Juli 2012. Penelitian utama ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, serta Laboratorium Seafast Center (PAU), dan Laboratorium Kimia Fisik, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain timbangan analitik, alat pemanas listrik, pengaduk elektrik, sentrifuge, vortex, rotavapor, spektrofotometer, pH meter, viskometer, autoklaf, corong, spatula, Erlenmeyer, tabung reaksi, buret, pipet tetes, kuvet, cawan petri steril, pipet mikro, dan botol kaca berwarna gelap sebagai wadah penyimpanan.

Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama produk dan bahan untuk analisis. Bahan untuk membuat sediaan bubuk galohgor seperti daun, batang, akar tumbuh-tumbuhan, rempah-rempah, temu-temuan, dan biji-bijian dapat dilihat pada Lampiran 1. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan minuman madu-galohgor disesuaikan dengan komposisi dari penelitian sebelumnya, seperti madu, galohgor, air, suspending agent berupa CMC Na, dan asam sitrat. Selain itu juga digunakan bahan-bahan kimia yang dipakai untuk analisis. Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH 0,1N, phenolphtalein, aquades, metanol, DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl), Broth Pepone Water, dan media PCA (Plate Count Agar).

Tahap Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian formulasi minuman madu-galohgor yang terdiri dari dua tahap penelitian, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.


(24)

Penelitian Pendahuluan

Pada tahap ini dilakukan pembuatan bubuk galohgor dan minumam madu-galohgor. Bubuk galohgor (simplisia) dibuat menggunakan metode drumdryer. Bubuk galohgor yang dihasilkan dicampurkan dengan madu, suspending agent berupa CMC Na, air, dan asam sitrat dengan formulasi tertentu (Lampiran 2) sehingga menghasilkan produk minuman madu-galohgor. Pembuatan bubuk galohgor didasarkan pada penelitian sebelumnya, yaitu Pajar (2001), Roosita (2003) dan Pratiwi (2010), sedangkan untuk pembuatan minuman madu-galohgor didasarkan pada Kristianto (2013) dan telah dimodifikasi. Proses pembuatan galohgor dan minuman madu-galohgor, masing-masing dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

Bahan dasar galohgor dengan komposisi sebagai berikut: Daun, batang, akar (10,94%); rempah-rempah (5,84%); biji dan kacang-kacangan (75,60%); dan temu-temuan (7,62%)

ditimbang dan dibersihkan dengan air

khusus bahan biji-bijian dan kacang-kacangan direndam dengan air panas

semua bahan di blender

dimasukkan ke drum dryer

Bubuk jamu galohgor (Simplisia)


(25)

Bubuk Galohgor (Simplisia) 20 g

Dicampur dengan CMC Na yang telah dikembangkan (CMC Na 0.5 g + air panas 60°C sebanyak 50 mL)

Ditambahkan Madu 30 g, Asam Sitrat 0.6 g, dan air hingga 200 mL

Diaduk selama 15 menit dengan pengaduk elektrik

Dipanaskan selama 5 menit pada suhu 90°C

Minuman Madu-Galohgor

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan minuman madu-galohgor sebanyak 200 mL

Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi analisis daya simpan dan keamanan produk madu-galohgor selama 0, 2, 4, 6, dan 8 minggu. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan kemasan berupa botol kaca yang tertutup rapat, pada suhu dingin dengan refrigerator (10°C) dan suhu ruang (25°C). Analisis yang dilakukan berupa analisis karakteristik organoleptik, sifat fisik, sifat kimia, aktivitas antioksidan, dan total mikroba pada lima kali titik analisis dengan selang waktu dua minggu. Diagram alir penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 3.

1. Analisis Karakteristik Organoleptik dan Sifat Fisik

Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan kesukaan untuk menggunakan suatu produk. Sifat yang menentukan dalam penilaian suatu produk diterima atau tidak adalah sifat indrawinya. Penilaian yang dilakukan terhadap minuman Madu-Galohgor meliputi warna, aroma, dan rasa untuk produk awal.

Sifat fisik yang dianalisis adalah viskositas atau kekentalan dengan alat Viskometer Brookfield. Pada penetapan viskositas, penentuan suhu penting karena viskositas dapat berubah sesuai suhu. Viskositas dapat diukur secara langsung dengan menggunakan viskometer. Sampel dimasukkan dalam gelas piala, kemudian spindel pada alat viskometer dicelupkan ke dalam sampel. Nilai viskositas atau kekentalan akan terbaca pada layar viskometer.


(26)

Gambar 3 Diagram alir penelitian

2. Analisis Sifat Kimia

Sifat kimia yang dianalisis meliputi derajat keasaman (pH) dan total asam tertitrasi (TAT) metode titrimetri (Apriyantono et al. 1989).

a. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman diukur menggunakan alat pH meter. Sebelum mengukur pH, lakukan kalibrasi dengan cara mencelupkan elektroda yang telah dibilas akuades dan dikeringkan dengan tissue ke dalam buffer pH 4 yang dilanjutkan ke buffer pH 7. Sampel dimasukkan dalam gelas piala, kemudian elektroda dibilas dengan aquades, lalu elektroda pH meter dimasukkan ke dalam sampel. Nilai pH akan terbaca pada layar pH meter

Minuman Madu-Galohgor

Dikemas dalam botol kaca berwarna gelap yang telah disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 210°C selama 30 menit

Proses pasteurisasi/pemanasan (suhu 60°C selama 30 menit)

Penyimpanan selama 0, 2, 4, 6, dan 8 minggu

Suhu dingin (10°C) Suhu ruang (25°C)

Analisis Stabilitas pada minggu ke 0, 2, 4, 6, 8 1. Sifat fisik (viskositas) dan Organoleptik

(warna, rasa, dan aroma)

2. Sifat kimia (pH dan Total Asam Tertitrasi) 3. Aktivitas antioksidan

4. Total mikroba (Total Plate Count)

Analisis data dan interpretasi


(27)

dan biarkan elektroda pH meter stabil dalam membaca nilai pH yang terbaca pada layar. Setiap pencelupan elektroda ke dalam larutan, selalu bilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissue.

b. Total asam tertitrasi (TAT) metode titrimetri (Apriyantono et al. 1989)

Analisis total asam tertitrasi dilakukan dengan menggunakan NaOH dengan cara sebagai berikut. Sampel diambil ± 4 mL, kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambah aquades hingga 50 mL. Larutan tersebut diberi 3 tetes indikator phenolphthalein (pp) untuk dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai larutan berwarna merah muda stabil atau pH>7 (basa). Rumus untuk menghitung total asam tertitrasi adalah sebagai berikut.

TAT = volume NaOH (mL) x fp x 100 volume bahan (mL)

3. Analisis Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Blois 1958)

Prinsip kerja dari metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) dalam mengukur aktivitas antioksidan, yaitu ditandai dengan perubahan atau pemudaran warna larutan, dari warna ungu pekat (senyawa radikal bebas) menjadi warna agak kekuningan (senyawa radikal bebas yang terreduksi oleh antioksidan). Pemudaran warna mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer, sehingga semakin rendah nilai absorban maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya.

Sampel untuk analisis antoksidan diubah menjadi bubuk dengan metode freezdrying. Prosedur analisis aktivitas total antioksidan menggunaan metode DPPH, yaitu sebanyak ±1 gram sampel yang telah menjadi bubuk dilarutkan dengan metanol. Larutan sampel diaduk menggunakan vortex dan disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil kemudian dipekatkan dengan rotavapor. Hasil dari pemekatan ditambahkan metanol hingga mencapai volume 5 mL. Supernatan yang telah melalui prosedur di atas kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 50 μL lalu ditambahkan 1mL larutan DPPH 0,4 mM. Volume dicukupkan sampai 5 mL dengan menambahkan buffer asetat pH 4,7 kemudian diinkubasi selama 30 menit pada ruang yang gelap.

Larutan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 512 nm. Selanjutnya serapannya diukur pada panjang gelombang 512 nm. Sebagai kontrol positif dan untuk pembanding digunakan vitamin C (konsentrasi 0, 10, 25, 50, 100, 150, 200 mg/L). Satuan aktivitas


(28)

antioksidan dinyatakan dalam AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioksidant Capacity). Berikut rumus untuk menghitung aktivitas antioksidan.

Aktivitas antioksidan (%) = (Abs. blanko – Abs. sampel) x 100% Abs. blanko

AEAC (mg vit C/100ml) = %aktivitas – b x Vol Filtrat x 100mL/berat sampel

a Vol Sampel

keterangan:

a & b berasal dari persamaan garis y= 10,946x + 4,065 (kurva standar vitamin C)

4. Analisis Total Mikroba Metode Total Plate Count

Analisis total mikroba yang dilakukan menggunakan metode Total Plate Count untuk mengetahui total mikroba dari sampel yang digunakan. Sebanyak satu mL sampel diencerkan dengan 9 mL larutan pengencer Broth Pepone Water (BPW) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Dibuat kembali pengenceran selanjutnya 10-2, 10-3, 10-4 sampai jumlah pengenceran yang dibutuhkan dengan memipet 1 mL larutan sebelumnya ke tabung reaksi berisi 9 mL larutan pengencer BPW. Pemupukkan dilakukan dengan mengambil 1 mL larutan sampel pada setiap pengenceran ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan media PCA (Plate Count Agar) 15-20 mL. Agar tersebut diinkubasi pada suhu 35°C selama 72 jam dengan posisi terbalik. Hitung jumlah koloni dengan rumus sebagai berikut.

N = ∑C / [(1xn1) + (0,1xn2)] x d

dimana :

N = jumlah koloni per mL

∑C = jumlah koloni dari tiap cawan

n1 = jumlah cawan dari pengenceran pertama koloni yang dihitung

n2 = jumlah cawan dari pengenceran kedua koloni yang dihitung

d = pengenceran pertama yang dihitung

5. Pendugaan Umur Simpan

Pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius harus memiliki parameter yang dapat diukur, adapun parameter yang diamati adalah viskositas, pH, total asam tertitrasi, aktivitas antioksidan, dan total mikroba. Pendugaan umur simpan yang digunakan adalah metode akselerasi pendekatan model Arrhenius. Metode ini menggunakan beberapa parameter, seperti yang


(29)

disebutkan di atas dan diasumsikan tidak terjadi perubahan pada parameter-parameter lainnya. Suhu penyimpanan dianggap tetap. Pendugaan laju penurunan mutu dihitung menggunakan persamaan Arrhenius.

K = Ko e-E/(RT) dimana :

K = konstanta penurunan mutu

Ko = konstanta (tidak tergantung pada suhu) E = energi aktivasi

T = suhu mutlak (°C + 273) R = konstanta gas 1,986 kal/mol

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL-F) dengan dua faktor perlakuan, yaitu suhu dan waktu penyimpanan. Peubah respon yang dianalisis adalah hasil analisis sifat fisik (viskositas), sifat kimia (pH dan Total Asam Tertitrasi), aktivitas antioksidan, dan total mikroba. Secara matematis, rancangan penelitian sebagai berikut:

Yijk = μ + Ai + Bj + (AB) ij + εijk Dimana :

Yijk = Peubah respon akibat faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dengan ulangan ke-k

 = Nilai rata-rata perlakuan

Ai = Pengaruh perlakuan faktor suhu pada taraf ke-i

Bj = Pengaruh perlakuan faktor waktu penyimpanan pada taraf ke-j AB (ij) = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor suhu dan taraf ke-j faktor

waktu penyimpanan

ijk = Galat perlakuan akibat dua kali ulangan

i = Banyaknya taraf pada faktor suhu (i = suhu dingin 10°C dan suhu ruang 25°C)

j = Banyaknya taraf pada faktor waktu penyimpanan (j = minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8)


(30)

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari hasil uji sifat fisik, kimia, serta mikrobiologi minuman madu-galohgor ditabulasi, kemudian dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan ANOVA (Analisis of Variance) dan uji lanjut Duncan.


(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Organoleptik Produk Minuman Madu-Galohgor

Produk minuman madu-galohgor dikemas menggunakan wadah botol kaca berwarna gelap yang ditutup rapat dengan tujuan agar mencegah terjadinya proses oksidasi dan kontaminasi dari lingkungan luar (Gambar 4). Karakteristik organoleptik yang meliputi warna, aroma, dan rasa diamati secara langsung pada produk minuman madu-galohgor sebelum proses pengemasan dan penyimpanan.

Keterangan:

(a) Produk awal

(b) Setelah penyimpanan pada suhu dingin (c) Setelah penyimpanan pada suhu ruang

Gambar 4 Warna produk minuman madu-galohgor

Warna

Produk minuman madu-galohgor memiliki warna coklat muda dan agak keruh (Gambar 4). Warna coklat pada minuman madu-galohgor dikarenakan salah satu bahannya adalah madu. Madu biasanya memiliki warna coklat bening. Proses pemanasan dapat membuat warna minuman madu-galohgor menjadi coklat, karena gula yang terkandung dalam madu mengalami karamelisasi. Kekeruhan minuman madu-galohgor dikarenakan sifat dari serbuk galohgor yang sulit larut.

a

c b


(32)

Aroma

Aroma pada produk pangan merupakan salah satu faktor yang menentukan kelezatan yang berkaitan dengan indera penciuman (Soekarto & Hubeis 2000). Minuman madu-galohgor memiliki aroma agak wangi. Aroma wangi pada minuman madu galohgor berasal dari madu yang digunakan pada produk tersebut. Aroma dari madu lebih dominan dibandingkan aroma galohgor, walaupun pada bubuk galohgor menggunakan bahan-bahan yang banyak mengandung senyawa-senyawa aromatik. Proses pembuatan bubuk galohgor yang menggunakan panas, dapat menyebabkan senyawa folatil dapat hilang.

Rasa

Rasa minuman madu-galohgor adalah agak manis. Rasa manis pada minuman madu-galohgor berasal dari madu yang digunakan. Madu pada minuman madu-galohor selain sebagai pemberi rasa manis juga dapat berperan sebagai pengental dan memperkaya niai gizi produk. Dilihat dari komposisi kimianya, madu pada umumnya tersusun dari karbohidrat (gula), air serta mineral dan bagian-bagian lain yang sangat kecil jumlahnya. Jenis dan komposisi gula menentukan potensi granulasi, rasa, dan sifat higroskopis madu (Winarno 1990).

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Minuman Madu-Galohgor

Produk minuman madu-galohgor disimpan selama dua bulan (delapan minggu) dengan perlakuan dua suhu yang berbeda, yaitu suhu dingin (10°C) pada refrigerator dan suhu ruangan (25°C). Selama penyimpanan, dilakukan pengamatan setiap dua minggu untuk melihat perubahan karakteristik fisik dan kimia minuman madu-galohgor. Karakteristik fisik yang diamati adalah kekentalan (viskositas), sedangkan karakteristik kimia yang diamati meliputi derajat keasaman (pH) dan Total Asam Tertitrasi (TAT).

Kekentalan (Viskositas)

Kekentalan suatu produk dapat dipengaruhi oleh suhu. Kekentalan minuman madu-galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin memiliki rentang nilai antara 77-135 cP. Penyimpanan produk pada suhu ruang kekentalannya berada pada rentang 77-107 cP. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat kekentalan minuman madu-galohgor tergolong tinggi jika dibandingkan dengan minuman suplemen daun torbangun. Tingginya kekentalan minuman madu-galohgor karena adanya madu dan suspending agent yang dapat meningkatkan kekentalan. Peningkatan konsentrasi gula dapat mempengaruhi


(33)

viskositas atau kekentalan produk minuman. Viskositas minuman suplemen daun torbangun berkisar antara 3.5-4.0 cP (Alfitra et al. 2010). Kekentalan minuman madu-galohgor selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Viskositas Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kekentalan minumam madu-galohgor cenderung lebih tinggi pada suhu dingin selama penyimpanan dua bulan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai slope yang positif dan lebih besar jika dibandingkan dengan nilai slope kekentalan minumam madu-galohgor yang disimpan pada suhu ruang. Minuman madu-galohgor yang disimpan pada suhu ruang meningkat pada pengamatan minggu ke dua, namun kembali turun pada minggu ke empat dan mengalami sedikit peningkatan hingga akhir pengamatan. Rata-rata nilai kekentalan minuman madu-galohgor pada suhu ruang cenderung stabil selama penyimpanan dua bulan. Peningkatan viskositas terjadi karena sifat higroskopis madu yang dapat mengikat air sehingga aktivitas air (aw) berkurang

dan minuman menjadi semakin kental (Alfitra et al. 2010). Hasil ANOVA viskositas minuman madu-galohgor disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Hasil ANOVA viskositas minuman madu-galohgor

Faktor suhu penyimpanan Rata-rata

faktor waktu

Suhu dingin (10°C) Suhu ruang (25°C)

F ak tor wak tu pe ny imp a na n (mi ng gu

) 0 77.5

a

77.5a 77.5v

2 132.5b 107.5b 120.0w

4 132.5b 86.0a 109.2w

6 134.5b 88.5a 111.5w

8 132.5b 90.0a 111.0w

Rata-rata faktor suhu 121.8q 89.9p

Keterangan:

Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Rata-rata faktor suhu menunjukkan pengaruh suhu penyimpanan terhadap viskositas Rata-rata faktor waktu menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan terhadap viskositas


(34)

Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 3), suhu dan waktu penyimpanan, serta interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kekentalan (viskositas) minuman madu-galohgor. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Tabel 1), waktu penyimpanan 0 minggu berbeda nyata (p<0.05) lebih rendah dengan waktu penyimpanan 2, 4, 6, dan 8 minggu. Perlakuan penyimpanan suhu dingin berbeda nyata (p<0,05) dengan penyimpanan suhu ruang untuk perubahan viskositas madu-galohgor. Selengkapnya hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 8.

Suhu rendah dapat mempengaruhi kekentalan produk. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno et al. (1980) yang menyatakan bahwa suhu yang terlalu rendah dapat mengakibatkan penggumpalan, sehingga kekentalan menjadi meningkat. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Iserliyska et al. (2012) juga menunjukkan viskositas minuman kacang yang disimpan pada suhu dingin (4°C) mengalami peningkatan yang signifikan selama penyimpanan.

Derajat Keasaman (pH) dan Total Asam Tertitrasi (TAT)

Tingkat keasaman minuman madu-galohgor ditentukan dengan parameter pH dan TAT. Nilai pH ditentukan karena adanya ion H+ pada produk, semakin banyak ion H+ maka semakin besar konsentrasi H+ sehingga pH semakin rendah (Anjani 2003). Faktor lain yang mempengaruhi tingkat keasaman adalah total asam pada produk. Total Asam Tertitrasi menggambarkan banyaknya asam yang dapat dinetralkan dengan NaOH.

Nilai pH dapat dijadikan parameter kimia dalam pengolahan ataupun penyimpanan produk makanan dan minuman. Penambahan asam sitrat pada saat pengolahan minuman madu-galohgor menyababkan kondisi produk menjadi asam (pH=3.76). Tujuan penambahan asam sitrat ini adalah untuk meningkatkan stabilitas, mempertahankan antioksidan, dan mencegah terjadinya kerusakan produk oleh mikroba selama penyimpanan.

Selama penyimpanan, terjadi perubahan nilai pH dan TAT pada minuman madu-galohgor. Perubahan nilai pH dapat menyebabkan perubahan rasa dari suatu produk. Perubahan nilai pH minuman madu-galohgor selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6.


(35)

Gambar 6 Nilai pH Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang

Nilai pH madu-galohgor selama penyimpanan delapan minggu pada suhu dingin berada pada rentang 3.76-5.18. Nilai pH pada penyimpanan suhu ruang memiliki rentang nilai antara 3.76-5.11. Nilai pH pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan naik selama penyimpanan. Peningkatan nilai pH pada penyimpanan suhu dingin lebih besar dibandingkan suhu ruang, yang ditunjukkan dengan nilai slope yang lebih besar. Peningkatan nilai pH menunjukkan bahwa produk minuman madu-galohgor semakin menurun keasamannya selama penyimpanan. Hal ini disebabkan karena asam sitrat yang terdapat pada minuman madu-galohgor teroksidasi. Hasil ANOVA pH minuman madu-galohgor disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Hasil ANOVA pH minuman madu-galohgor

Faktor suhu penyimpanan Rata-rata

faktor waktu

Suhu dingin (10°C) Suhu ruang (25°C)

F ak tor wak tu pe ny imp a na n (mi ng gu

) 0 3.76

a

3.76a 3.76v

2 4.41b 4.82b 4.62w

4 4.77c 4.70b 4.74x

6 5.12d 5.05c 5.09y

8 5.18d 5.11c 5.15y

Rata-rata faktor suhu 4.65p 4.69p

Keterangan:

Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Rata-rata faktor suhu menunjukkan pengaruh suhu penyimpanan terhadap pH Rata-rata faktor waktu menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan terhadap pH

Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 4), waktu penyimpanan dan interaksi faktor suhu dan waktu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap derajat keasaman (pH). Namun, faktor suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap derajat keasaman (pH) mimuman madu-galohgor. Berdasarkan hasil uji


(36)

lanjut Duncan (Tabel 2), waktu penyimpanan 0 minggu berbeda nyata (p<0.05) lebih rendah dengan 2, 4, 6, 8 minggu, namun waktu penyimpanan 6 minggu tidak berbeda nyata dengan waktu penyimpanan 8 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka derajat keasaman minuman madu-galohgor akan semakin meningkat. Lama waktu penyimpanan dapat menyebabkan penurunan kandungan asam askorbat pada suatu bahan. Nilai pH produk saling terkait dengan total asamnya. Selama penyimpanan nilai pH produk dapat berubah dengan toleransi 0.5 satuan pH (Egan, Kirk & Sawyer 1981).

Total asam tertitrasi digunakan untuk mengetahui tingkat keasaman atau kandungan asam pada suatu produk. Total asam tertitrasi berhubungan terbalik dengan nilai pH sehingga semakin tinggi nilai pH maka total asam tertitrasi semakin rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keasaman adalah kadar total asam pada bahan. Asam organik dalam bahan pangan dapat mempengaruhi citarasa, kecerahan warna, serta berhubungan dengan stabilitas bahan pangan dan mutu simpan (Buckle et al. 1985). Hasil pengamatan total asam tertitrasi selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 TAT Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang

Rentang TAT madu-galohgor selama penyimpanan delapan minggu pada suhu dingin berkisar antara 47.64–56.50. TAT pada penyimpanan suhu ruang memiliki rentang nilai antara 50.10–56.50. TAT pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan turun selama penyimpanan, ditunjukkan dengan nilai slope yang negatif. Pada penyimpanan suhu dingin penurunan TAT lebih besar dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang, ditunjukkan dengan nilai slope yang lebih negatif. Hal ini menunjukkan bahwa keasaman


(37)

minuman madu-galohgor mengalami penurunan seiring lamanya penyimpanan. Hasil ANOVA Total Asam Tertitrasi minuman madu-galohgor disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Hasil ANOVA Total Asam Tertitrasi minuman madu-galohgor

Faktor suhu penyimpanan Rata-rata

faktor waktu

Suhu dingin (10°C) Suhu ruang (25°C)

F ak tor wak tu pe ny imp a na n (mi ng gu

) 0 56.50

b

56.50b 56.50x

2 56.00b 55.25b 55.62x

4 54.35b 55.46b 54.91x

6 50.89a 51.09a 50.99w

8 47.64a 50.09a 48.87v

Rata-rata faktor suhu 53.08p 53.68p

Keterangan:

Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Rata-rata faktor suhu menunjukkan pengaruh suhu penyimpanan terhadap TAT Rata-rata faktor waktu menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan terhadap TAT

Hasil ANOVA (Lampiran 5) menjelaskan bahwa, waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap Total Asam Tertitrasi. Namun, suhu penyimpanan dan interaksi faktor suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap Total Asam Tertitrasi mimuman madu-galohgor. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Tabel 3), waktu penyimpanan 0 minggu tidak berbeda nyata dengan waktu penyimpanan 2 dan 4 minggu, namun ketiga waktu berbeda nyata (p<0.05) lebih besar dengan waktu penyimpanan 6 dan 8 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka Total Asam Tertitrasi minuman madu-galohgor semakin berkurang.

Penurunan total asam tertitrasi pada produk selama penyimpanan dapat terjadi akibat pemanfaatan asam untuk pertumbuhan mikroba terutama kapang. Khamir dan kapang, menurut Buckle et al. (1985), dapat memecah asam secara alamiah pada bahan. Asam organik dalam produk mempengaruhi flavor (rasa pahit), warna, kesetabilan mikroba dan kualitas produk (Fardiaz 1989, Nielsen 2003).

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Aktivitas Antioksidan Minuman Madu-Galohgor

Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu tergolong zat gizi dan tergolong zat non gizi. Analisis antioksidan yang dilakukan menggunakan metode DPPH.


(38)

Aktivitas antioksidan madu-galohgor yang diukur menggunakan pendekatan Ascorbic acid Equivalent Antioksidan Capacity (AEAC), dimana aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor dinyatakan dalam mg vitamin C per 100 mL.

Analisis antioksidan minuman madu-galohgor dilakukan untuk mempelajari pengaruh lama penyimpanan terhadap aktivitas antioksidan. Kandungan antioksidan galohgor cukup tinggi, karena bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan galohgor mengandung senyawa antioksidan, seperti senyawa polyphenol, alfatokoferol, karotenoid, alkaloid, saponin, gingerol, oleoresin, dan shogaol yang merupakan antioksidan tinggi (Leatemia 2010).

Aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor pada awal pembuatan sebesar 19.35 mg vitamin C per 100 mL. Hal ini berarti bahwa minuman madu-galohgor dapat mereduksi radikal bebas. Rata-rata dalam 100 mL minuman madu-galohgor mampu mereduksi radikal bebas DPPH yang setara dengan kemampuan 19.35 mg vitamin C. Antioksidan minuman madu-galohgor masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan bekatul, namun lebih tinggi dari jus tomat. Besarnya aktivitas total antioksidan bekatul adalah 28.74mg/100g sedangkan jus tomat 1.87mg/100g (Damayanthi et al. 2010).

Secara kualitatif galohgor mengandung senyawa-senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, glikosida, triterpenoid, vitamin C karotenoid, vitamin E, dan senyawa fenol (Pajar 2001; Masruroh 2004; Leatemia 2010). Senyawa alkaloid yang terdapat dalam jamu galohgor bersumber dari antawali, alpukat, babadotan, beluntas, handeuleum, kibeling, memeniran, singgugu, kencur, koneng, ketumbar (Suganda et al. 2007; Naik & Juvekar 2003; Dalimartha 1999; Muhlisah 2007; Mangoting et al. 2005). Senyawa glikosida pada galohgor bersumber dari antawali, babadotan, handeuleum, kuirah, kumiskucing, memeniran, tempuyang, sembung, singgugu, lempuyang (Suganda et al. 2007; Munawar et al. 2003; Dalimartha 1999; Muhlisah 2007; Mangoting et al. 2005). Senyawa triterpenoid pada galohgor bersumber dari jambu batu, kibeling, sere, siang, singgugu, biji kapulaga, panglaihideng, jahe, kencur, koneng (Suganda et al. 2007; Dalimartha 1999; Muhlisah 2007; Mangoting et al. 2005).

Aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan turun selama penyimpanan, ditunjukkan dengan nilai slope yang negatif. Nilai slope yang lebih negatif pada penyimpanan suhu ruang menunjukkan penurunan antioksidan


(39)

yang lebih besar dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu dingin. Aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Aktivitas antioksidan Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang

Selama penyimpanan delapan minggu aktivitas antioksidan turun menjadi 2.72 mg vitamin C per 100 mL pada suhu dingin dan 1.82 mg vitamin C per 100 mL pada suhu ruang. Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 6), suhu dan waktu penyimpanan, serta interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap aktivitas antioksidan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Tabel 4), waktu penyimpanan 0 minggu berbeda nyata (p<0.05) lebih tinggi dengan 2, 4, 6, 8 minggu, serta masing-masing waktu penyimpanan juga berbeda nyata (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor semakin berkurang.

Tabel 4 Hasil ANOVA aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor

Faktor suhu penyimpanan Rata-rata

faktor waktu

Suhu dingin (10°C) Suhu ruang (25°C)

F ak tor wak tu pe ny imp a na n (mi n g gu

) 0 19.35

e

19.35e 19.35z

2 17.92d 12.46d 14.69y

4 15.24c 9.69c 12.46x

6 7.46b 4.34b 5.90w

8 2.71a 1.82a 2.26v

Rata-rata faktor suhu 12.41p 9.56p

Keterangan:

Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Rata-rata faktor suhu menunjukkan pengaruh suhu penyimpanan terhadap aktivitas antioksidan

Rata-rata faktor waktu menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan terhadap aktivitas antioksidan


(40)

Berkurangnya aktivitas antioksidan dapat dikarenakan terjadinya proses oksidasi selama penyimpanan. Perlakuan penyimpanan pada suhu dingin tidak berbeda nyata dengan penyimpanan pada suhu ruang untuk atribut laju penurunan aktivitas antioksidan madu-galohgor. Pengurangan aktivitas antioksidan pada suhu dingin terjadi lebih lambat dibandingkan pada suhu ruang. Namun, untuk waktu penyimpanan yang lebih lama, baik pada suhu dingin maupun suhu ruang, penurunan aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor sama.

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Total Mikroba Minuman Madu-Galohgor

Kerusakan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu pangan. Mikroba merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab utama kerusakan suatu produk pangan. Pertumbuhan mikroba menyebabkan timbulnya pembusukan yang mengakibatkan munculnya karakteristik sensori yang tidak diinginkan dan dapat menyebabkan bahan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi (Muchtadi 1989). Analisis mikrobiologis dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir selama masa penyimpanan. Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis pertumbuhan mikroba adalah TPC (total plate count). Total mikroba minuman madu-galohgor selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Total mikroba Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang

Rentang total mikroba madu-galohgor selama penyimpanan delapan minggu pada suhu dingin berkisar antara 27-195 koloni/mL. Total mikroba pada penyimpanan suhu ruang memiliki rentang nilai antara 27-2250 koloni/mL. Total


(41)

mikroba pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan naik selama masa penyimpanan, ditunjukkan dengan nilai slope yang positif. Namun, pada penyimpanan suhu ruang peningkatan total mikroba jauh lebih besar dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu dingin, ditunjukkan dengan nilai slope yang lebih besar. Laju pertumbuhan mikroba pada suhu dingin dapat ditekan, karena pada suhu yang rendah mikroorganisme menjadi tidak aktif. Suhu penyimpanan yang rendah dapat mempengaruhi aktivitas enzim yang mengkatalisasi reaksi-reaksi biokimia dalam sel mikroorganisme (Warsiki & Damanik 2012). Pada suhu ruang, pertumbuhan mikroorganisme dapat berlangsung secara optimum sehingga laju pertumbuhan mikroba lebih tinggi.

BSN (2009) dalam SNI 7388:2009, menetapkan batas maksimum cemaran mikroba untuk minuman khusus ibu hamil dan menyusui berbentuk cair (pasteurisasi) adalah <1x105 koloni/mL. Hingga dua bulan masa penyimpanan, total mikroba mencapai maksimal 2x103 (suhu ruang) dan 2x102 (suhu dingin). Berdasarkan BSN (2009) pada SNI 7388:2009, hasil ini menunjukkan bahwa minuman madu-galohgor aman untuk dikonsumsi. Hasil ANOVA total mikroba minuman madu-galohgor disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 1 Hasil ANOVA total mikroba minuman madu-galohgor

Faktor suhu penyimpanan Rata-rata

faktor waktu

Suhu dingin (10°C) Suhu ruang (25°C)

F ak tor wak tu pe ny imp a na n (mi ng gu

) 0 27

a

27a 27v

2 40ab 190b 115w

4 69b 595c 332x

6 120c 1150d 635y

8 195d 2250e 1222.5z

Rata-rata faktor suhu 90.2p 842.4q

Keterangan:

Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Rata-rata faktor suhu menunjukkan pengaruh suhu penyimpanan terhadap total mikroba Rata-rata faktor waktu menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan terhadap total mikroba

Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 7), suhu dan waktu penyimpanan, serta interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap total mikroba. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Tabel 5), waktu penyimpanan 0 minggu berbeda nyata (p<0.05) lebih rendah dengan 2, 4, 6, 8 minggu, serta masing-masing waktu penyimpanan juga berbeda nyata (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka total mikroba akan semakin banyak.


(42)

Hal ini didukung dengan pernyataan Winarno et al. (1980) bahwa waktu penyimpanan dapat mempengaruhi efek kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, serta kadar air, oksigen dan sinar. Penyimpanan produk pangan yang lebih lama akan dapat menyebabkan kerusakan yang lebih besar.

Perlakuan penyimpanan pada suhu dingin berbeda nyata (p<0.05) lebih rendah dengan penyimpanan pada suhu ruang untuk atribut pertumbuhan total mikroba madu-galohgor. Winarno et al. (1980) menyatakan bahwa, suhu dalam masa penyimpanan, termasuk pemanasan atau pendinginan dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba sehingga dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan. Kerusakan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu dan keamanan pangan itu sendiri.

Jenis mikroba yang terdapat dalam minuman madu-galohgor belum diidentifikasi, namun beberapa jenis mikroba yang banyak ditemukan pada produk jamu adalah bakteri, kapang, dan khamir. Beberapa jenis bakteri yang ditemukan pada produk jamu antara lain Bacillus licheniformis, Bacillus pumilus, Bacillus subtilis, dan Bacillus megaterium. Kelompok jamur yang banyak ditemukan adalah Aspergillus niger, Monosporium sp., dan Penicillium sp. (Basyaruddin 2009).

Pendugaan Umur Simpan Minuman Madu-Galohgor

Umur simpan produk pangan menurut Institute of Food Technology adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Secara alami, produk pangan mudah mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat proses produksi dan penyimpanan. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, kandungan oksigen, dan cahaya dapat memicu beberapa reaksi yang dapat menyebabkan penurunan mutu produk tersebut.

Tahapan penentuan umur simpan dengan metode ASS (Accelerated Storage Studies, menurut Herawati (2008), meliputi penetapan parameter kriteria kadaluarsa, penentuan suhu untuk pengujian, perkiraan waktu dan frekuensi pengambilan contoh, plotting data sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu penyimpanan, dan analisis pendugaan umur simpan sesuai batas akhir penurunan mutu yang dapat ditolerir. Penelitian ini menggunakan pendugaan


(43)

umur simpan minuman madu-galohgor di tentukan berdasarkan suhu penyimpanan, yaitu suhu dingin (10°C) dan suhu ruangan (25°C).

Penentuan Parameter Kritis dan Titik Kritis Mutu Produk

Parameter kritis produk ditentukan berdasarkan pada penurunan mutu produk selama masa penyimpanan. Parameter yang diamati dalam penelitian ini antara lain pH, total asam tertitrasi, antioksidan, dan total mikroba. Pemilihan parameter kritis produk ditentukan atas perubahan mutu selama penyimpanan yang paling cepat menyebabkan kerusakan pada produk.

Derajat keasaman (pH) minuman madu-galohgor selama masa penyimpanan mengalami peningkatan pada kedua suhu penyimpanan. Sebaliknya total asam tertitrasi produk mengalami penurunan. Selama masa penyimpanan, kadar antioksidan produk juga mengalami penurunan. Total mikroba yang terdapat pada produk minumam madu-galohgor ini mengalami peningkatan selama masa penyimpanan, terutama pada suhu 25°C (suhu ruang) yang peningkatannya sangat cepat.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap beberapa parameter perubahan mutu produk minuman madu-galohgor selama dua bulan, maka total mikroba yang digunakan sebagai parameter kritis produk. Hal ini dikarenakan pertumbuhan mikroba yang cepat dapat mempercepat kerusakan pada produk. Muchtadi (1989) juga mengungkapkan bahwa, pertumbuhan mikroba akan menyebabkan timbulnya pembusukan yang mengakibatkan munculnya karakteristik sensori yang tidak diinginkan dan dapat menyebabkan bahan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.

Pendugaan Umur Simpan Produk

Umur simpan produk minuman madu-galohgor dapat diduga dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Langkah awal untuk mengetahui umur simpan produk adalah dengan membuat grafik hubungan antara waktu penyimpanan dan data peningkatan atau pertumbuhan mikroba pada masing-masing suhu penyimpanan. Grafik hubungan antara waktu penyimpanan dengan peningkatan total mikroba produk minuman madu-galohgor disajikan pada Gambar 9. Langkah selanjutnya adalah membuat analisis regresi linier dari masing-masing suhu penyimpanan. Hasil regresi linier produk minuman madu-galohgor pada penyimpanan suhu 10°C dan 25°C disajikan pada Gambar 10.


(44)

Gambar 10 Regresi linier pertumbuhan total mikroba Madu-Galohgor Berdasarkan Gambar 10 diperoleh persamaan garis lurus dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu :

Suhu 10oC y= 20,8x + 7 R2= 0,9188 Suhu 25oC y= 270,3x - 238,8 R2= 0,9054

Nilai slope dari ke dua persamaan tersebut merupakan nilai K pada masing suhu penyimpanan. Setelah didapatkan nilai K pada masing-masing suhu penyimpanan, dibuat plot Arrhenius dengan nilai ln K sebagai ordinat dan nilai 1/T sebagai absis. Plot Arrhenius produk minuman madu-galohgor dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Plot Arrhenius produk minuman madu-galohgor

Berdasarkan analisis regresi linier terhadap grafik hubungan 1/T dengan ln K didapatkan persamaan garis


(45)

nilai slope dari persamaan tersebut merupakan nilai –E/R dari persamaan Arrhenius, sehingga diperoleh nilai energi aktivasi dari produk minuman madu-galohgor sebagai berikut :

-E/R= -14248 K R= 1,986 kal/mol K E= 28296,528 kal/mol

Energi aktivasi (E) dapat menggambarkan besarnya pengaruh suhu terhadap reaksi yang ditimbulkan, yaitu laju pertumbuhan mikroba. Energi aktivasi yang besar mempunyai arti bahwa nilai ln k berubah cukup besar dengan hanya perubahan beberapa derajat dari suhu (Arpah 2001).

Nilai intersep merupakan nilai ln Ko dari persamaan Arrhenius, sehingga :

ln Ko = 53,329

Ko = 1,44707 x 1023

Berdasarkan nilai E/R dan Ko yang telah diperoleh, maka dapat disusun

persamaan Arrhenius sebagai berikut K = Ko e –E/RT

K = 1,44707 x 1023 .e-14248(1/T)

Setelah persamaan Arrhenius untuk pertumbuhan mikroba didapat, maka dapat dihitung laju pertumbuhan mikroba pada produk minuman madu-galohgor berdasarkan suhu.

Suhu 10oC atau 283 K K = 1,44707 x 1023 .e-14248(1/T) K = 1,44707 x 1023 .e-14248(1/283) K = 1,97412 x 101

Suhu 25oC atau 298 K K = 1,44707 x 1023 .e-14248(1/T) K = 1,44707 x 1023 .e-14248(1/298) K = 2,48866 x 102

Setelah didapatkan nilai laju pertumbuhan mikroba dari produk minuman madu-galohgor, maka dapat dicari umur simpan produk minuman madu-galohgor pada masing-masing suhu berdasarkan rumus

Umur simpan = Kadar mikroba kritis – Kadar mikroba awal Laju pertumbuhan mikroba

Kadar mikroba kritis didasarkan pada batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. Menurut SNI 7388:2009 minuman khusus ibu hamil dan atau menyusui berbentuk cair memiliki batas maksimum cemaran mikroba jenis ALT


(46)

sebesar 1x105 koloni/ml. Umur simpan produk minuman madu-galohgor pada masing-masing suhu penyimpanan adalah :

Suhu 10oC atau 283 K = (100000-27)/ 1,97412 x 101 = 5064 hari

= 13 tahun 11 bulan 28 hari Suhu 25oC atau 298 K = (100000-27)/ 2,48866 x 102 = 401 hari

= 1 tahun 1 bulan 9 hari Umur simpan produk minuman madu-galohgor pada suhu dingin (10°C) adalah 13 tahun 11 bulan 28 hari, sedangkan pada suhu ruang (25°C) adalah 1 tahun 1 bulan 9 hari. Umur simpan produk minuman ini lebih lama dibandingkan produk minuman sejenis yang berbahan dasar akar alang-alang dari hasil penelitian Anagari et al. (2011) yang memiliki umur simpan 44 hari pada suhu 27°C. Perbedaan ini dapat diakibatkan perbedaan bahan dan parameter yang digunakan dalam penentuan umur simpan. Penelitian yang dilakukan Anagari et al. (2011) menggunakan parameter kecerahan warna (brightness) sebagai penentu umur simpan dalam Metode Arrenhius.


(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Karakteristik produk minuman madu-galohgor ditentukan sebelum penyimpanan yang meliputi warna, aroma, dan rasa. Produk minuman madu-galohgor berwarna coklat muda dan agak keruh, aroma agak wangi, serta rasa yang agak manis.

Kekentalan (viskositas) minuman madu-galohgor cenderung meningkat pada suhu dingin dan cenderung stabil pada penyimpanan suhu ruang. Nilai pH pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan naik, sedangkan TAT (Total Asam Tertitrasi) turun. Aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor menurun selama masa penyimpanan.

Total mikroba pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan cenderung meningkat, namun masih aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan analisis, suhu penyimpanan berpengaruh (p<0.05) terhadap kekentalan, antioksidan, dan total mikroba minuman madu-galohgor. Waktu penyimpanan berpengaruh (p<0.05) terhadap kekentalan, derajat keasaman, total asam tertitrasi, antioksidan, dan total mikroba minuman galohgor. Umur simpan produk minuman madu-galohgor pada suhu ruang (25°C) adalah 1 tahun 1 bulan 9 hari.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjut tentang bahan pendapar untuk mempertahankan aktivitas antioksidan madu-galohgor. Analisis kandungan zat gizi selama penyimpanan dapat dilakukan untuk melihat stabilitasnya. Penggunaan parameter lainnya dapat digunakan untuk menentukan umur simpan produk seperti, kadar gula ataupun organoleptik agar dapat lebih menjamin umur simpan produk.


(1)

(2)

Lampiran 1 Bahan dan komposisi Jamu Galohgor

No.

Nama tradisional

Nama ilmiah

Berat

(g)

Persentase

terhadap

jagung (%)

A. Tumbuhan Obat Bagian, Akar, dan Batang

1

Antawali

Tinospora tuberculata

(Lamk.)

Beumee ex K. Heyne.

3.36

0.67

2

Babadotan

Ageratum conyzoides

L.

1.74

0.35

3

Beluntas

Pluchea indica

(L.) Less.

5.63

1.13

4

Kiranediuk

Selaginella plana

Hieron.

3.33

0.67

5

Kiranelalap

Selaginella wildenowii

1.33

0.27

6

Hadas palasari

Foeniculum Vulgare

Mill.

5.75

1.15

7

Handeuleum

Graptophyllum pictum

Griff.

2.85

0.57

8

Harendong

Melastoma malabathricum

L.

2.55

0.51

9

Jambu batu

Psidium guajava

L.

7.46

1.49

10

Alpukat

Persea americana

Miller

2.48

0.50

11

Jawerkotok

Coleus scutellarioides

(L.) Benth.

5.96

1.19

12

Jukut bau

Hyptis suaveolens

(L.) Poit.

0.69

0.14

13

Kahitutan

Paederia foetida

L.

2.60

0.52

14

Karastulang

Chloranthus elatior

Link

3.80

0.76

15

Kirarugrag

Hyptis brevipes Poit

0.79

0.16

16

Kibeling

Strobilanthes crispa

(L.) Blume

2.01

0.40

17

Kicantung

Goniothalamus macrophyllus

(Blume) Hook.f. & Thomson

3.05

0.61

18

Kiclenceng

Artocarpus communis

3.36

0.76

19

Kikanceh

Ficus edelfeltii

King.

1.15

0.23

20

Kimulas

Desmodium heterophyllum

(Willd.) DC.

3.36

0.67

21

Kiremek daging

Hemigraphie coclorata

Hall

10.09

2.02

22

Kiremek tulang

Alternanthera sessilis

3.62

0.72

23

Kiurat

Plantago major

L.

5.63

1.13

24

Kumiskucing

Orthosiphon aristatus

(Blume)

Miq.

3.36

0.67

25

Mangkokan

Micromelum pubescens

Blume

6.67

1.33

26

Manglit

Michelia montana

Blume

2.19

0.44

27

Mereme’

Glochidion arborescens

Bi

2.90

0.58

28

Memeniran

Phyllanthus urinaria

L.

2.94

0.59

29

Saga (daun)

Abrus precatorius

L.

1.35

0.27

30

Sariawan usus

Blumea chinensis

DC.

0.21

0.04

31

Sembung

Blumea balsamifera

(L.)

DC.

11.25

2.25

32

Seputuher

Mikania micrantha

3.39

0.68

33

Sirih

Piper betle

Linn

3.16

0.63

34

Siang

Artemisia vulgaris

L.

7.26

1.45

35

Singugu

Cledodendrum serratum Moon

4.26

0.85

36

Sirkuning

Nyctanthes arbor-tristis L

3.77

0.75

37

Suruhan

Peperomia pellucida

(L.) Kunth

4.21

0.84

38

Tempuyung

Sonchus arvensis

L.

6.37

1.27

B. Rempah-rempah

39

Bawang merah

Allium cepa

L.

19.09

3.82

40

Kapulaga (biji)

Amomum cardamomum

L.

50

10.00

41

Ketumbar

Coriandrum sativum

L.

3.03

0.61


(3)

Lampiran 1 Bahan dan komposisi Jamu Galohgor

No.

Nama tradisional

Nama ilmiah

Berat

(g)

Persentase

terhadap

jagung (%)

43

Pala

Myristica fragrans

Houtt.

4.49

0.90

C. Temu-temuan

44 Panglai hideung

Zingiber ottensii

Val.

7.57

1.51

45 Jahe

Zingiber officinale

Roscoe

13

2.60

46 Kencur

Kaempferia galanga

L.

7.08

1.42

47 Koneng

Curcuma domestica

Valeton

7.38

1.48

48 Koneng gede

Curcuma xanthorhiza

D. Dietr

5.98

1.20

49 Lempuyang

Zingiber aromaticum

Valeton

60.54

12.11

D. Biji-bijian

50

Jaat

Psophocarpus tetragonolobus

(L.)

DC.

21.30

4.26

51

Kacang ijo

Vigna radiata

(L.) Wilczek

197.32

39.46

52

Kacang dadap

Phaseolus vulgaris

L.

50.40

10.08

53

Kacang kedelai

Glycine max

(L.) Merr.

76.90

15.38

54

Kacang tanah

Arachis hypogaea

(L.) Merr.

39.70

7.94

55

Beras

Oryza sativa

L.

122.36

24.47

56

Jagung

Zea mays

L.

500

100.00

TOTAL

1333,33

(Sumber: Pajar 2001, Roosita 2003)

Lampiran 2 Komposisi formula minuman madu-galohgor

Komponen

Persentase (%)

Bubuk Galohgor

10.00

Madu

15.00

CMC Na

0.25

Asam sitrat

0.30

Air

74.45

Jumlah

100.00

Lampiran 3 Hasil sidik ragam viskositas minuman madu-galohgor

terhadap suhu dan waktu penyimpanan

Dependent Variable: viskositas Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 10963.050a 9 1218.117 27.843 .000

Intercept 224084.450 1 224084.450 5.122E3 .000

suhu 5088.050 1 5088.050 116.298 .000

waktu 4295.800 4 1073.950 24.547 .000

suhu * waktu 1579.200 4 394.800 9.024 .002

Error 437.500 10 43.750

Total 235485.000 20

Corrected Total 11400.550 19


(4)

Lampiran 4 Hasil sidik ragam pH minuman madu-galohgor terhadap suhu

dan waktu penyimpanan

Dependent Variable: pH Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 5.130a 9 .570 183.885 .000

Intercept 436.178 1 436.178 1.407E5 .000

suhu .007 1 .007 2.329 .158

waktu 4.951 4 1.238 399.266 .000

suhu * waktu .172 4 .043 13.894 .000

Error .031 10 .003

Total 441.339 20

Corrected Total 5.161 19

a. R Squared = ,994 (Adjusted R Squared = ,989)

Lampiran 5 Hasil sidik ragam TAT minuman madu-galohgor terhadap

suhu dan waktu penyimpanan

Dependent Variable: TAT Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 180.466a 9 20.052 12.283 .000

Intercept 56985.285 1 56985.285 3.491E4 .000

suhu 1.806 1 1.806 1.106 .318

waktu 172.639 4 43.160 26.437 .000

suhu * waktu 6.020 4 1.505 .922 .489

Error 16.325 10 1.633

Total 57182.076 20

Corrected Total 196.791 19

a. R Squared = ,917 (Adjusted R Squared = ,842)

Lampiran 6 Hasil sidik ragam aktivitas antioksidan minuman

madu-galohgor terhadap suhu dan waktu penyimpanan

Dependent Variable: antioksidan Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 822.266a 9 91.363 181.535 .000

Intercept 2416.042 1 2416.042 4.801E3 .000

suhu 40.442 1 40.442 80.356 .000

waktu 759.250 4 189.812 377.151 .000

suhu * waktu 22.574 4 5.644 11.214 .001

Error 5.033 10 .503

Total 3243.340 20

Corrected Total 827.299 19


(5)

Lampiran 7 Hasil sidik ragam total mikroba minuman madu-galohgor

terhadap suhu dan waktu penyimpanan

Dependent Variable: total_mikroba Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 9.322E6a 9 1035780.467 659.985 .000

Intercept 4348713.800 1 4348713.800 2.771E3 .000

suhu 2829024.200 1 2829024.200 1.803E3 .000

waktu 3738923.200 4 934730.800 595.598 .000

suhu * waktu 2754076.800 4 688519.200 438.715 .000

Error 15694.000 10 1569.400

Total 1.369E7 20

Corrected Total 9337718.200 19

a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,997)

Lampiran 8 Hasil uji Duncan minuman madu-galohgor terhadap waktu

penyimpanan

viskositas

Duncan

waktu N

Subset

1 2

minggu ke 0 4 77.5000

minggu ke 4 4 1.0925E2

minggu ke 8 4 1.1100E2

minggu ke 6 4 1.1150E2

minggu ke 2 4 1.2000E2

Sig. 1.000 .058

pH

Duncan

waktu N

Subset

1 2 3 4

minggu ke 0 4 3.7600

minggu ke 2 4 4.6175

minggu ke 4 4 4.7375

minggu ke 6 4 5.0875

minggu ke 8 4 5.1475


(6)

TAT

Duncan

waktu N

Subset

1 2 3

minggu ke 8 4 48.8700

minggu ke 6 4 50.9900

minggu ke 4 4 54.9075

minggu ke 2 4 55.6250

minggu ke 0 4 56.5000

Sig. 1.000 1.000 .123

antioksidan

Duncan

waktu N

Subset

1 2 3 4 5

minggu ke 8 4 2.2675

minggu ke 6 4 5.9050

minggu ke 4 4 12.4675

minggu ke 2 4 14.9650

minggu ke 0 4 19.3500

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

total_mikroba

Duncan

waktu N

Subset

1 2 3 4 5

minggu ke 0 4 27.0000

minggu ke 2 4 1.1500E2

minggu ke 4 4 3.3200E2

minggu ke 6 4 6.3500E2

minggu ke 8 4 1.2225E3