Latar Belakang Peranan Mediator Dan Tingkat Keberhasilannya Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Study Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Medan)

Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang hukum yakni peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat. Sedangkan penelitian hukum sosiologis atau empiris yang dilakukan dengan cara mengobservasi bagaimana peranan mediator di lapangan. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat ditempuh melalui 2 dua cara, yaitu melalui jalur non litigasi seperti penyelesaian secara bipartit, mediasi, konsiliasi serta arbitrase, dan juga melalui jalur litigasi dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Dalam proses mediasi, secara umum seorang mediator berperan untuk menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda dari para pihak yang berselisih. Peranan mediator diatur dalam Undang- Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dalam menjalankan peranan-peranannya, mediator harus bertindak aktif dalam proses penyelesaian perselisihan, mulai dari meneliti duduk perkara yang sedang dialami para pihak hingga memberikan berbagai anjuran kepada para pihak yang berkaitan dengan perkara yang para pihak hadapi. Dengan demikian, seorang mediator dapat berhasil melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjembatani kepentingan para pihak yang sedang berselisih tersebut dalam proses penyelesaian melalui proses mediasi. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mediasi dalam hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antarserikat pekerja serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Terjadinya perselisihan Universitas Sumatera Utara di antara manusia, terkhusus dalam bidang ketenagakerjaan merupakan masalah lumrah yang akan dialami oleh para pengusaha dengan para buruh. Umumnya hal tersebut timbul dikarenakan adanya perasaan-perasaan kurang puas dari masing- masing pihak. Pengusaha mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menurut pertimbangannya sudah baik dan pasti akan diterima oleh para pekerja buruh, namun karena para pekerja buruh juga memiliki pertimbangan yang berbeda-beda, maka buruh yang merasa puas dengan kebijakan para pengusaha akan menunjukkan semangat kerjanya dengan baik sedangkan buruh yang merasa tidak puas akan menunjukkan semangat kerja yang menurun dan buruk. Akibatnya, sudah dapat diterka akan timbul konflik atau perselisihan yang dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, disebut dengan perselisihan hubungan industrial. 1 a. Pengupahan; Pokok pangkal perselisahan antara pekerja buruh dengan pengusaha pada umumnya berkisar pada masalah-masalah : b. Jaminan sosial; c. Perilaku penugasan yang kadang-kadang dirasakan kurang sesuai kepribadian; d. Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaan yang harus diemban; 1 Zaeni Asyhadie I, Peradilan Hubungan Industrial, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2009, hal. 2. Universitas Sumatera Utara e. Adanya masalah pribadi. 2 Pemerintah berkewajiban untuk melindungi negara dan warga negara agar roda-roda pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik dan tertib. Oleh karena itu, Pemerintah bahkan para pekerja buruh serta pengusaha, tidak menghendaki adanya konflik atau perselisihan di antara mereka karena hanya akan menimbulkan kerugian baik kerugian bagi pengusaha maupun bagi para pekerja itu sendiri yang pada akhirnya juga dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas. Mencermati konflik antara para pekerja buruh dengan pengusaha tidak dapat dilihat secara hitam putih semata, sebab berbicara mengenai masalah ketenagakerjaan memang cukup kompleks. Oleh karena itu, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sebagai rangkaian pendukung diterbitkannya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang terlebih dahulu dikeluarkan. Hal ini tentu saja membuat pekerja buruh mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan perselisihan yang mereka hadapi dan penyelesaian perselisihan yang demikian dapat memberikan perlindungan hukum yang kuat terhadap para pihak yang sedang dilanda konflik. Mulai dari penyelesaian oleh para pihak secara kooperatif, dengan bantuan orang lain atau pihak ketiga yang bersifat netral dan sebagainya. Penyelesaian semacam ini lazim disebut penyelesaian perselisihan di luar pengadilan atau alternative dispute resolution ADR yang dalam masyarakat Indonesia 2 Gunawi Kartasapoetra, dkk seperti dikutip Zaeni Asyhadie dalam bukunya, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 202. Universitas Sumatera Utara penyelesaian perselisihan semacam ini sudah lama dikenal, yakni musyawarah baik dengan melibatkan pihak lain maupun tidak. 3 a. Sebagai katup penekan pressure valve atas segala pelanggaran hukum dan ketertiban masyarakat; Namun, apabila para pihak yang berkonflik tidak mencapai titik temu dalam penyelesaian sengketa yang dihadapi, baru kemudian dapat menempuh jalur pengadilan. Secara teori mungkin masih benar pandangan, bahwa dalam negara hukum yang tunduk kepada the rule of law, kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman judical power yang memiliki peranan : b. Oleh karena itu, pengadilan masih tetap relevan sebagai the last resort atau tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan, sehingga secara teoretis masih diandalkan sebagai badan yang berfungsi dan berperan menegakkan kebenaran dan keadilan to enforce the truth and justice. 4 Akan tetapi, pengalaman yang pahit yang menimpa masyarakat, memperlihatkan sistem peradilan yang tidak efektif dan tidak efisien. Penyelesaian melalui pengadilan selain mahal, menyita cukup banyak waktu, serta dapat membangkitkan pertikaian yang mendalam karena putusan Pengadilan ada dua alternatif kalah dan menang. 5 3 Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan dan di luar Pengadilan, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 7. 4 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan,Jakarta, Sinar Grafika, 2004, hal. 229. 5 Ibid Sedangkan penyelesaian sengketa melalui ADR menjadi alternatif pilihan yang ditempuh oleh para pihak, khususnya di kalangan Universitas Sumatera Utara usahawan karena penyelesaian yang demikian masih dianggap relatif murah dan cepat, putusannya dapat melanggengkan hubungan karena sifatnya win-win solution. Ada beberapa alasan mengapa penyelesaian sengketa melalui ADR mulai mendapat perhatian yang lebih di Indonesia, misalnya seperti faktor-faktor sebagai berikut : a. Faktor ekonomis, dimana alternative penyelesaian sengketa memiliki potensi sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu. b. Faktor ruang lingkup yang dibahas, alternatif penyelesaian sengketa memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan fleksibel. c. Faktor pembinaan hubungan baik, di mana alternatif penyelesaian sengketa yang mengandalkan cara-cara penyelesaian yang kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya hubungan baik antar manusia relationship, yang telah berlangsung maupun yang akan datang. 6 Menyadari tentang berbagai keuntungan penyelesaian perselisihan di luar pengadilan nonlitigasi maupun melalui pengadilan litigasi, maka peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah mulai mengatur penyelesaian perselisihan tersebut termasuk dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang mengakomodir kedua cara penyelesaian perselisihan tersebut. Terlebih dalam era 6 H. Soeharto yang dikutip dari buku yang berjudul Mediasi dan Perdamaian, Jakarta, Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2005, hal. 16. Universitas Sumatera Utara industrialisasi seperti saat ini, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan rumit sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil dan murah. Mediasi termasuk salah satu penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan nonlitigasi yang dilakukan melalui seorang penengah yang disebut mediator. Pada dasarnya penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi adalah wajib, manakala para pihak tidak memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbiter setelah instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan menawarkan kepada pihak-pihak yang berselisih. Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak berwenang untuk memutuskan sengketa, mediator hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya. Di mana pada umumnya dalam suatu perselisihan ada salah satu pihak yang lebih kuat dan cenderung menunjukkan kekuasaannya, maka pihak ketiga memegang peranan penting untuk menyetarakannya. Kesepakatan dapat tercapai dengan mediasi karena pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian dan bersama-sama merumuskan penyelesaian sengketa dengan arahan konkrit dari pihak ketiga. Hal inilah yang akhirnya membuat atau menimbulkan keingintahuan bagaimana sebenarnya peranan mediator sebagai pihak ketiga di antara para pihak yang bersengketa sehingga berhasil menyelesaikan perselisihan tanpa harus melalui pengadilan di dalam prakteknya di lapangan.

B. Perumusan Masalah