menyangkut masalah dominasi keanggotaan dan keterwakilan dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama PKB di suatu perusahaan.
41
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengatur penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang disebabkan oleh : a.
Perbedaan pendapat atau kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama, atau peraturan perundang-undangan. b.
Kelalaian atau ketidakpatuhan salah satu atau para pihak dalam melaksanakan ketentuan normatif yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan. c.
Pengakhiran hubungan kerja. d.
Perbedaan pendapat antarserikat pekerja serikat buruh dalam satu perusahaan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.
42
B. Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan
1. Penyelesaian melalui Bipartit
Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat. Penyelesaian
perselisihan yang demikian merupakan penyelesaian perselisihan terbaik karena
41
Maimun, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Jakarta, PT Pradnya Paramita, 2007, hal. 153.
42
Ibid. hal. 182.
Universitas Sumatera Utara
masing-masing pihak dapat langsung berbicara dan dapat memperoleh kepuasan tersendiri dikarenakan tidak ada campur tangan dari pihak ketiga. Selain itu,
penyelesaian perselisihan melalui bipartit dapat menekan biaya dan menghemat waktu. Itulah sebabnya UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Pasal 3 mengharuskan perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat dilakukan terlebih dahulu dalam setiap perselisihan hubungan
industrial sebelum diajukan kepada lembaga penyelesaian perselisihan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004
Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja buruh atau serikat pekerja serikat buruh dengan
pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Upaya bipartit diatur dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 7 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004
Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30
tiga puluh hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah
dilakukan perundingan, tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
43
Apabila dalam perundingan bipartit berhasil mencapai kesepakatan maka dibuat perjanjian bersama PB yang mengikat dan menjadi hukum serta wajib
dilaksanakan oleh para pihak. Dalam hal perjanjian bersama PB tidak dilaksanakan
43
Asri Wijayanti, Op.Cit, hal. 185.
Universitas Sumatera Utara
oleh salah satu pihak maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi pada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri di wilayah
perjanjian bersama PB didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi.
44
Apabila perundingan bipartit gagal maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan
perselisihannya kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui
perundingan bipartit telah dilakukan.
45
Apabila bukti tersebut tidak dilampirkan risalah penyelesaian secara bipartit, instansi tersebut harus mengembalikan berkas
untuk dilengkapi paling lambat tujuh hari sejak diterimanya pengembalian.
46
a. nama lengkap dan alamat para pihak;
Berdasarkan Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial diatur mengenai risalah perundingan
yang bunyinya sebagai berikut : “ Risalah perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sekurang-
kurangnya memuat : b.tanggal dan tempat perundingan;
c. pokok masalah atau alasan perselisihan;
d.pendapat para pihak; e.
kesimpulan atau hasil perundingan; dan f.
tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan. Tidak adanya pihak ketiga dalam penyelesaian secara bipartit ini
menunjukkan proses yang dijalankan adalah negosiasi. Di mana negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua
44
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 110.
45
Asri Wijayanti, Loc.Cit.
46
Zaeni Asyhadie II, Op.Cit, hal.150.
Universitas Sumatera Utara
belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan
penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga penengah, baik yang tidak berwenang mengambil keputusan mediasi maupun yang berwenang arbitrase dan
litigasi.
47
a. Bagaimana kebutuhan anda terhadap pihak lawan.
Ciri khas daripada negosiasi adalah adanya tawar-menawar antara para pihak, di mana tawar-menawar tersebut bersifat relatif dan tergantung dari beberapa
hal, yaitu :
b. Bagaimana kebutuhan pihak lain terhadap anda.
c. Bagaimana alternatif kedua belah pihak dan
d. Apa persepsi para pihak mengenai kebutuhan serta pilihan-pilihannya.
48
Untuk melakukan negosiasi yang baik dan berhasil diperlukan suatu strategi atau taktik negosiasi, di mana setiap negosiator diharuskan mampu mengetahui
kemampuan terendah mereka sendiri dan kemampuan pihak lawan dalam tawar- menawar. Selain itu dalam melakukan negosiasi, negosiator harus berusaha mencari
informasi dari pihak lain untuk melakukan tawar-menawar yang akan dijadikan dasar untuk memperkirakan kemampuan pihak lain.
Dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, bipartit sistem adalah upaya damai antara buruh dengan majikan
pengusaha atau mencari penyelesaian perselisihan secara damai dengan jalan
47
Suyud Margono, Op.Cit, hal. 49.
48
Lalu Husni, Op.Cit, hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
perundingan. Apabila pada perusahaan itu memiliki SPSI Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, maka kepentingan buruh diwakili oleh SPSI, akan tetapi apabila belum
ada, maka buruh mewakili kepentingannya sendiri.
49
Akan tetapi apabila pihak-pihak yang berselisih tidak dapat menyelesaikan persoalannya itu sendiri dan tidak berkehendak menyelesaikannya dengan arbitrase
oleh juri dewan pemisah maka hal itu oleh para pihak atau oleh salah satu pihak diberitahukan secara tertulis kepada Pegawai Kementerian Perburuhan yang ditunjuk
oleh Menteri Perburuhan untuk memberikan perantaran dalam perselisihan hubungan industrial.
50
Setelah menerima pemberitahuan tersebut maka pegawai Depnaker Departemen Tenaga Kerja dan Transmigasi mengadakan penyelidikan tentang
duduknya perkara perselisihan dan sebab-sebabnya, selambat-lambatnya 7 tujuh hari terhitung mulai tanggal penerimaan surat pemberitahuan tersebut, jika pegawai
berpendapat bahwa suatu perselisihan tidak dapat diselesaikan dengan perantaraan olehnya, maka hal itu oleh pegawai segera diserahkan kepada Panitia Daerah, dengan
memberitahukan hal itu kepada pihak-pihak yang berselisih.
51
Tetapi jika perundingan antara kedua belah pihak itu menghasilkan persetujuan maka persetujuan yang telah disepakati tersebut disusun menjadi suatu
49
Darwan Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 182.
50
Ibid.
51
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian perburuhan yang memiliki kekuatan hukum sebagai undang-undang dan wajib dilaksanakan oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
2. Penyelesaian melalui Mediasi
Upaya penyelesaian perselisihan melalui mediasi diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 16 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial. Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para
pihak yang berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan. Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh
mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten Kota.
52
a. Jika perundingan bipartit gagal, salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan
perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian secara
bipartit sudah dilakukan; Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi menurut
ketentuan Pasal 4 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, didahului dengan tahapan sebagai berikut :
b. Setelah menerima pencatatan, instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase;
52
Asri Wijayanti, Op.Cit, hal. 187.
Universitas Sumatera Utara
c. Jika dalam waktu 7 tujuh hari para pihak tidak menetapkan pilihan, instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakeerjaan melimpahkan penyelesaian kepada mediator.
53
Pemerintah mengangkat seorang mediator yang bertugas melakukan mediasi dalam menyelesaikan sengketa antara buruh pekerja dengan pengusaha, di mana
pengangkatan dan akomodasi mediator ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. Berdasarkan ketentuan yang berlaku umum, penyelesaian perselisihan melalui
mediasi tidak terdapat unsur paksaan. Para pihak meminta secara sukarela kepada mediator untuk membantu penyelesaian konflik yang terjadi. Oleh sebab itu, mediator
tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, mediator hanya berkewajiban bertemu atau mempertemukan pihak yang bersengketa dan berkedudukan membantu para
pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang hanya dapat diputuskan oleh para pihak yang berselisih.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dalam proses penyelesaian
perselisihan melalui mediasi, mediator harus sudah mengadakan penelitian mengenai duduk perkaranya dan harus segera mengadakan sidang mediasi dalam waktu
selambat-lambatnya 7 tujuh hari kerja setelah menerima pelimpahan perkara perselisihan. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari kerja sejak
menerima pelimpahan perselisihan, mediator harus sudah menyelesaikan tugas mediasi tersebut.
53
Lalu Husni, Op.Cit, hal. 62.
Universitas Sumatera Utara
Mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang mediasi guna diminta dan didengar keterangannya. Setiap orang yang dimintai
keterangan oleh mediator dalam dalam sidang mediasi wajib untuk memberikannya termasuk memperlihatkan bukti-bukti atau surat-surat yang diperlukan, misalnya
buku tentang upah, surat perjanjian kerja, surat perintah lembur, dan lain-lain. Apabila pihak yang diminta keterangan ini tidak bersedia memberikannya maka dapat
dikenai sanksi pidana kurungan paling singkat 1 satu bulan dan paling lama 6 enam bulan dan atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah
dan paling banyak Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah.
54
Apabila dalam sidang mediasi tercapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak dan disaksikan mediator untuk didaftarkan
pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan Akta Bukti Perjanjian
Bersama. Saksi atau saksi ahli
yang datang memenuhi panggilan dalam sidang mediasi tersebut berhak untuk memperoleh penggantian biaya perjalanan dan juga akomodasi yang jumlahnya
ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Keterangan-keterangan yang diperoleh dari kesaksian para saksi maupun saksi ahli wajib dijaga kerahasiannya oleh mediator.
55
a. Mediator mengeluarkan anjuran tertulis;
Namun jika tidak tercapai kesepakatan dalam penyelesaian perselisihan melalui mediasi, maka :
54
Maimun, Op.Cit, hal. 156.
55
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-
lambatnya 10 sepuluh hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;
c. Para pihak harus sudah harus memberikan jawaban secara tertulis kepada
mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 sepuluh hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c
dianggap menolak anjuran tertulis; e.
Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 tiga hari kerja sejak anjuran
tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
56
Apabila Perjanjian Bersama yang telah didaftarkan tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftarkan untuk mendapat penetapan
eksekusi.
57
56
Asri Wijayanti, Op.Cit, hal. 187.
57
Agusmidah, Op.Cit, hal. 154.
Namun jika pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat Perjanjian Bersama tersebut, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan
Universitas Sumatera Utara
permohonan eksekusi tersebut kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk kemudian dapat
diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten untuk melaksanakan eksekusi.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, nampak tidak adil. Lembaga Arbitrase dalam Undang-
Undang ini, dibahas secara lengkap dan sempurna dalam 80 pasal, sedangkan Alternatif Penyelesaian Sengketa hanya disebut dalam 2 pasal saja, yaitu dalam Pasal
1 butir 10 dan dalam Pasal 6, yang terdiri atas 9 ayat.
58
Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif ini, mengenai penyelesaian perselisihan secara
mediasi diatur dalam Pasal 6 ayat 3 sampai dengan ayat 9. Hanya saja dalam Undang-Undang ini disebutkan jika mediator yang ditunjuk oleh para pihak tidak
membawa hasil, para pihak dapat menghubungi sebuah Lembaga Arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator. Mediator yang
ditunjuk dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari harus mengupayakan penyelesaian secara tertulis dan ditandatangani para pihak serta harus didaftarkan di
Pengadilan Negeri. Jika mediasi tidak berhasil mendamaikan para pihak, berdasarkan kesepakatan para pihak secara tertulis dapat mengajukan penyelesaian perselisihan
melalui Lembaga Arbitrase. Penyelesaian secara mediasi dalam Undang-Undang No.
58
Pendapat Retnowulan Sutantio seperti dikutip dari buku yang berjudul Mediasi dan Perdamaian Jakarta, Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2005, hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
30 Tahun 1999 hampir sama dengan tata cara yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004.
59
Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, tidak menggunakan kalimat penyelesaian melalui mediasi
tetapi menggunakan kallimat penyelesaian secara tripartit sistem. Pengertian penyelesaian perburuhan industrial secara tripartit yaitu bahwa perselisihan tersebut
terjadi antara pekerjaburuh dengan pengusaha tidak dapat diselesaikan secara bipartit, maka upaya selanjutnya diselesaikan melalui forum yang dihadiri oleh wakil
pengusaha, wakil pekerja buruh SPSI dan wakil Pemerintah c.q. Departemen Tenaga Kerja.
60
Apabila dalam suatu perselisihan satu pihak hendak melakukan tindakan pemutusan hubungan kerja, tidak membayar upah, dan lain-lain terhadap pihak lain
maka maksud tersebut harus diberitahukan dengan surat kepada pihak lainnya dan kepada Ketua Panitia Daerah. Dalam surat tersebut harus diterangkan bahwa benar-
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah P4D didirikan di tempat yang ditetapkan oleh Menteri Tenga Kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 5
ayat 1 Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Oleh karena itu, tidak di seluruh Kantor Departemen Tenaga Kerja
Tingkat II memiliki Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah, melainkan hannya di tempat-tempat yang ditentukan oleh Menteri Tenaga Kerja.
59
Lalu Husni, Op.Cit, hal. 66.
60
Hartono Widodo, dkk, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Jakarta, CV Rajawali, 1992, hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
benar telah diadakan perundingan yang mendalam mengenai pokok-pokok perselisihan antara buruh dan majikan yang dikuasai diperantarai oleh Pegawai atau
benar-benar permintaan untuk berunding telah ditolak dan pihak lainnya atau telah dua kali dalam jangka waktu dua minggu tidak berhasil mengajak pihak lainnya
untuk berunding mengenai hal-hal yang menyangkut perselisihan.
61
Kemudian penerimaan pemberitahuan tersebut oleh Ketua Panitia Daerah dicatat tanggal, hari
penerimaan, dan diberitahukan dengan surat kepada pihak-pihak yanng berselisih.
62
1 Panitia Daerah memberikan perantaraan untuk menyelesaikan perselisihan segera
setelah menerima penyerahan perkara perselisihan termaksud pada Pasal 4 ayat 2;
Dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan mengatur sebagai berikut :
2 Panitia Daerah negara mengadakan perundingan dengan pihak-pihak yang
berselisihan dan mengusahakan serta memimpin perundingan-perundingan antara pihak yang bersselisih ke arah mencapai penyelesaian secara damai;
3 Persetujuan yang tercapai karena perundingan termaksud pada Pasal 4 ayat 1
mempunyai kekuatan hukum sebagai perjanjian perburuhan. Dari perumusan pasal tersebut di atas, dapat dimengerti bahwa P4D juga
adalah sebagai perantara untuk menyelesaikan perselisihan secara damai. Untuk itu ia harus menggunakan segala upaya dan menimbang sesuatu dengan mengingat hukum,
perjanjian yang ada, kebiasaan, keadilan dan kepentingan negara. P4D berhak memberikan putusan yang berupa anjuran kepada pihak-pihak yang berselisih.
63
61
Darwan Prinst, Op.Cit, hal. 184.
62
Ibid.
63
Ibid.
Hal tersebut dimaksudkan agar para pihak yang berselisih dapat menerima suatu
Universitas Sumatera Utara
penyelesaian tertentu. Di samping itu, Panitia Daerah berhak memnberikan putusan yang bersifat mengikat, bilamana suatu perselisihan sukar diselesaikan dengan suatu
putusan yang berupa anjuran Pasal 8 Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 dan putusan ini diserahkan kepada mereka yang berselisih dengan melalui surat pos
tercatat atau dengan perantaraan pegawai kepaniteraan P-4 Daerah.
64
Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau
perselisihan antarserikat pekerja serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
3. Penyelesaian melalui Konsiliasi
Penyelesaian melalui konsiliasi conciliation ini dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan sebagai penengah yang disebut konsiliator dengan
mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai. Konsiliator ikut serta secara aktif
memberikan solusi terhadap masalah yang diperselisihkan.
65
64
Hartono Widodo, dkk, Op.Cit, hal.51.
65
Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Sedangkan yang dimaksud dengan Konsiliator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut dengan konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat
sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
Universitas Sumatera Utara
menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antarserikat pekerja serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
66
Tata cara penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi tidak jauh berbeda dengan tata cara penyelesaian perselisihan melalui mediasi, yaitu menyelesaikan
perselisihan di luar pengadilan untuk tercapainya kesepakatan dari para pihak yang berselisih. Demikian juga dengan jangka waktu penyelesaiannya, undang-undang
memberikan waktu penyelesaian selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan sama halnya dengan
proses penyelesaian perselisihan melalui mediasi. Yang perlu diperhatikan bahwa, berbeda dengan mediator, seorang konsiliator bukan berstatus sebagai pegawai
pemerintah. Konsiliator dapat memberikan konsiliasi setelah memperoleh izin dan terdaftar di kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
kabupaten kota.
67
Konsiliator tidak diberikan kewenangan dalam menyelesaikan perselisihan hak terkadang dipertanyakan oleh sebagian kalangan. Kemudian dikemukakan salah
satu alasan, bahwa akan timbul kesan monopoli kewenangan dan atau meragukan kemampuan konsiliator untuk menangani perselisihan hak hukum, padahal syarat
untuk menjadi konsiliator selain memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial Lingkup perselisihan yang dapat ditangani melalui konsiliasi
adalah perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antarserikat pekerja serikat buruh dalam satu perusahaan
66
Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
67
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 112.
Universitas Sumatera Utara
sekurang-kurangnya 5 lima tahun, juga menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 ayat 1.
68
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang konsiliator adalah sebagai berikut :
b. Warga negara Indonesia;
c. Berumur sekurang-kurangnya 45 tahun;
d. Berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu S1;
e. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;
f. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
g. Memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5
lima tahun, yakni : 1
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial; 2
Kuasa hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial; 3
Pengurus serikat pekerja serikat buruh atau pengurus organisasi pengusaha; 4
Konsultan hukum di bidang hubungan industrial; 5
Pengelola sumber daya manusia di perusahaan; 6
Dosen, tenaga pengajar, dan peneliti di bidang hubungan industrial; 7
Narasumber atau pembicara dalam seminar, lokakarya, symposium dan lain- lain di bidang hubungan industrial;
h. Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan;
68
Agusmidah, Op.Cit, hal. 156.
Universitas Sumatera Utara
i. Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.
69
Apabila seorang calon konsiliator tidak memenuhi pengalaman lima tahun untuk salah satu kegiatan, maka pengalaman lima tahun tersebut dapat diperhitungkan
dari penggabungan beberapa kegiatan dimaksud dengan dibuktikan oleh surat keterangan kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
kabupaten kota setempat. Berdasarkan ketentuan di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Penyelesaian oleh konsiliator dilaksanakan setelah para pihak mengajukan
permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak;
70
b. Dalam waktu paling lambat 7 tujuh hari setelah menerima pelimpahan
penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja
kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama;
71
c. Konsiliator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang
konsiliasi guna diminta dan didengar keterangannya;
72
69
Zaeni Asyhadie I, Op.Cit, hal. 117.
70
Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
71
Pasal 20 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
72
Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Universitas Sumatera Utara
d. Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan di daftar di Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran;
73
e. Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan melalui
konsiliasi, maka : 1
Konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis; 2
Anjuran tertulis tersebut selambat-lambatnya 10 sepuluh hari sejak sidang konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;
3 Para pihak dalam waktu 10 sepuluh hari sejak menerima anjuran tersebut
sudah harus memberikan jawaban kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran yang dibuat konsiliator;
4 Jika para pihak tidak memberikan pendapatnya, maka dia dianggap menolak
anjuran tertulis tersebut; 5
Jika anjuran tertulis tersebut disetujui, maka dalam waktu selambat- lambatnya 3 tiga hari sejak anjuran tertulis tersebut disetujui, konsiliator
harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama yang kemudian akan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial di
73
Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Universitas Sumatera Utara
Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan Perjanjian Bersama tersebut untuk kemudian mendapatkan akta bukti pendaftaran.
74
f. Apabila Perjanjian Bersama yang telah didaftarkan tersebut tidak dilaksanakan
oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di
wilayah Perjanjian Bersama didaftarkan untuk mendapat penetapan eksekusi.
75
g. Dalam hal di mana pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri
tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan tersebut melalui Pengadilan Hubungan Industrial di
wilayah domisili pemohon eksekusi untuk kemudian diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri yang berkompeten dalam
melaksanakan eksekusi tersebut.
76
h. Jika anjuran tertulis yang dibuat oleh konsiliator ditolak oleh salah satu pihak,
maka salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian pada Pengadilan Negeri setempat.
77
i. Konsiliator harus sudah menyelesaikan tuganya dalam waktu selambat-
lambatnya 30 tiga puluh hari kerja sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan.
78
74
Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
75
Pasal 23 ayat 1 huruf b Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
76
Pasal 23 ayat 3 huruf c Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
77
Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Universitas Sumatera Utara
4. Penyelesaian melalui Arbitrase
Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak yang dilakukan oleh pihak ketiga yang disebut arbiter dan
para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter. Arbitrase hubungan industrial yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial merupakan pengaturan khusus bagi penyelesaian sengketa di bidang hubungan industrial, sesuai dengan asas hukum lex
specialis derogate lex generalis. Lembaga arbitrase di Indonesia bukanlah hal yang baru, tapi sesungguhnya
sudah dikenal sejak lama, salah satu ketentuan yang merupakan sumber hukum dilaksanakan arbitrase sebelum adanya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 adalah
ketentuan yang diatur dalam Pasal 337 Reglement Indonesia yang diperbaharui Het Herzienen Indonesisich Reglement, Staatsblad 1941; 44 atau Pasal 705 Reglement
acara untuk daerah luar Jawa dan Madura Rechtsreglement Buitengwesten, Staatsblad 1927; 227.
79
Namun pengaturan-pengaturan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi dengan diundangkannya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.
80
78
Pasal 25 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
79
Lalu Husni, Op.Cit, hal. 71.
80
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai undang-undang yang bersifat khusus, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial memberikan pengertian
Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antarserikat pekerja serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan
kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
81
a. Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih;
Sedangkan yang dimaksud dengan Arbiter Hubungan Industrial selanjutnya disebut arbiter
adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai
perselisihan kepentingan, dan perselisihan antarserikat pekerja serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang
putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase dilakukan dengan dasar adanya
kesepakatan dari para pihak yang berselisih dan kemudian dinyatakan secara tertulis dalam surat perjanjian arbitrase. Surat perjanjian arbitrase tersebut dibuat rangkap 3
tiga dan masing-masing pihak mendapat 1 satu yang memiliki kekuatan hukum yang sama, di mana surat perjanjian arbitrase tersebut memuat :
81
Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Universitas Sumatera Utara
b. Pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada
arbitrase untuk diselesaikan dan diambil putusan; c.
Jumlah arbiter yang disepakati; d.
Pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase;
e. Tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang
berselisih.
82
Jika para pihak sudah menandatangani surat perjanjian arbitrase, mereka berhak untuk memilih arbiter dari daftar arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri
Tenaga Kerja. Arbiter bukan PNS di lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tetapi masyarakat yang telah mendapat legitimasi dan diangkat oleh
Menteri, yang mempunyai wilayah kewenangan secara nasional.
83
Dalam hal arbiter telah menerima penunjukan dan telah menandatangani surat perjanjian, maka yang bersangkutan tidak dapat menarik diri kecuali atas persetujuan
dari para pihak. Arbiter yang telah ditunjuk oleh para pihak dapat mengajukan tuntutan ingkar kepada Pengadilan Negeri apabila cukup alasan dan bukti otentik
yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam mengambil putusan. Tuntutan ingkar terhadap
82
Asri Wijayanti, Op.Cit, hal. 192.
83
Agusmidah, Op.Cit, hal. 159.
Universitas Sumatera Utara
seorang arbiter dapat juga diajukan jika terbukti adanya hubungan kekeluargaan atau pekerjaan dengan salah satu pihak atau kuasanya.
84
1. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan
upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih. Tata cara penyelesaian perselisihan melalui arbitrase yang diatur dalam Pasal
44 sampai dengan Pasal 52 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah :
2. Apabila para pihak berhasil berdamai, arbiter atau majelis arbiter wajib membuat
Akte Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter.
3. Akte perdamaian tersebut didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian. Pendaftaran akte perdamaian dapat dilakukan dengan cara akte perdamaian yang
telah didaftar tersebut diberi akta bukti pendaftaran di mana hal tersebut merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari akte perdamaian.
4. Apabila akte perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, pihak yang
dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah akte perdamaian didaftar untuk
mendapat penetapan eksekusi. Namun, jika pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran akte perdamaian, maka pemohon eksekusi
dapat mengajukan permohonan eksekusinya kepada Pengadilan Hubungan
84
Lalu Husni, Op.Cit, hal. 74.
Universitas Sumatera Utara
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang
berkompeten dalam melaksanakan eksekusi. 5.
Apabila upaya perdamaian yang ditempuh gagal, arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase.
6. Arbiter atau majelis arbiter dapat memanggil seorang saksi atau lebih atau
seorang saksi ahli atau lebih untuk didengar keterangannya. 7.
Putusan sidang arbitrase ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, kebiasaan, keadilan, dan kepentingan umum.
8. Putusan arbitrase memuat :
a. Kepala keputusan yang berbunyi ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”. b.
Nama lengkap dan alamat arbiter atau majelis arbiter. c.
Nama lengkap dan alamat para pihak. d.
Hal-hal yang termuat di dalam Surat Perjanjian yang diajukan oleh para pihak yang berselisih.
e. Ikhtisar dari tuntutan, jawaban, dan penjelasan lebih lanjut dari para pihak
yang berselisih. f.
Pertimbangan yang menjadi dasar keputusan. g.
Mulai berlakunya putusan. h.
Tanda tangan arbiter atau majelis arbiter.
Universitas Sumatera Utara
9. Dalam putusan, ditetapkan selambat-lambatnya 14 empat belas hari harus
sudah dilaksanakan. 10.
Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisisih dan putusan tersebut merupakan putusan yang bersifat akhir dan
tetap. 11.
Putusan arbitrase didaftarkan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan.
12. Apabila putusan arbitrase tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka
pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan fiat eksekusi ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan pihak terhadap siapa putusan itu harus dijalankan, agar putusan diperintahkan untuk dilaksanakan.
13. Terhadap keputusan arbitrase, salah satu pihak atau para pihak dapat mengajukan
permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari kerja sejak ditetapkannya putusan
arbitrase. Dalam hal permohonan tersebut dikabulkan, Mahkamah Agung menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya maupun sebagian putusan
arbitrase.
85
Banyak para pihak yang sedang berselisih cenderung memilih jalur mediasi dibandingkan melalui jalur konsiliasi maupun arbitrase, di mana dalam mediasi
penanggungan biaya yang timbul ditanggung oleh Pemerintah,beda halnya pada
85
Agusmidah, Op.Cit, hal. 159-161.
Universitas Sumatera Utara
konsiliasi maupun arbitrase yang penanggungan biayanya ditanggung oleh para pihak yang berselisih karena pihak konsiliator maupun arbiter berasal dari pihak swasta
yang tidak ditanggung biaya oleh negara. Meskipun mediator, konsiliator hanya berwenang mengeluarkan anjuran
penyelesaian kepada para pihak, tapi bilamana anjuran tersebut diterima, sifatnya mengikat serta dapat dilaksanakan melalui fiat eksekusi seperti putusan arbiter.
Karena itu seharusnya diatur pula bahwa mediator, konsiliator dalam mengeluarkan anjuran tertulis harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
perjanjian, kebiasaan, keadilan dan kepentingan umum sebagaimana halnya dengan dasar putusan arbiter.
86
a. Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan
hubungan kerja;
C. Penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial