Ciri kimiawi asam resin kopal Agathis loranthifolia

i

CIRI KIMIAWI ASAM RESIN KOPAL
Agathis loranthifolia

IKA RESMEILIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ii

iii

ABSTRACT
IKA RESMEILIANA. Chemical characteristics of copal Agathis loranthifolia.
Under direction of KURNIA SOFYAN and SUMINAR S. ACHMADI
Copal is originated from exudate of Agathis loranthifolia trees, which
flows out from the tapping. Indonesian copal includes manila copal, is divided

into four groups among others: bua, loba, melengket and Pontianak copal.
Research of resin acid from copal has not been widely studied. Therefore, purpose
of this study is to identify resin acids of copal from Sukabumi and Ternate area.
Extraction was done using acetone:MeOH (9:1) solvent, followed by fractionation
using some solvents, i.e. n-hexane, ethylacetate, H 2 O, and acetone:MeOH (9:1).
Identification was done using gas chromatography-mass spectrometer (GCMS).
The quality of copal was evaluated based on SNI 7634-2011. Resin acids copal
from Sukabumi identified by GCMS are 44% limonene, ethylene oxide hexamer,
cis-limonene oxide, toluene, trans-carveol, 2-siclohexane-1-one, trans-limonene
oxide, and alpha pinene. Copal from Ternate are 37% limonene, ethylene oxide
hexamer, preludin, toluene, carveol 1, 2-siclohexane-1-one, acetat acid,
hexaethylen glycol, champhen, and trans-limonene oxide. However, fractionation
of the copal converted resin acids to 100% carvone. These results suggest that
limonene are easily oxidized to carvone. Properties of manila copal from
Sukabumi and Ternate fall to the first class, and are possible to be improved to the
premium class by removing some dirt compount.
Keywords: Copal, resin acids, limonene, carvone, Agathis loranthifolia

iv


v

RINGKASAN
IKA RESMEILIANA. Ciri Kimiawi Asam Resin Kopal Agathis loranthifolia.
Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN dan SUMINAR S. ACHMADI
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) di Indonesia selama ini belum mendapat
perhatian secara penuh dan hanya dianggap ikutan dari kayu sebagai hasil
utamanya. Salah satu jenis HHBK adalah kopal. Ekspor kopal Indonesia saat ini
masih dalam bentuk aslinya sehingga harga yang diperoleh rendah. Hal ini karena
kopal Indonesia belum termanfaatkan sampai produk turunannya. Oleh karena itu
perlu ada modifikasi pengolahan kopal sehingga diperoleh turunan kopal yang
memenuhi standar dan beragam produk sehingga harga jual pun tinggi. Namun,
sebelum bisa dimodifikasi, perlu diketahui bagaimana struktur dari kopal itu
sendiri dan ciri komponen asam resin apa saja yang ada di dalam kopal. Penelitian
ini bertujuan mengidentifikasi komponen asam-asam resin pada kopal sebagai
landasan kajian produktivitas dan pemanfaatan kopal secara efektif.
Metode untuk memperoleh hasil dari penelitian dengan melakukan analisis
awal serbuk kopal yang berasal dari Sukabumi dan Ternate dengan pelarut
aseton:metanol (9:1) kemudian diidentifikasi dengan kromatografi gasspektrometri massa (KG-SM). Hasil identifikasi awal digunakan sebagai acuan
untuk melakukan tahapan selanjutnya, yaitu proses fraksionasi bertingkat

menggunakan beberapa pelarut yang terdiri atas n-heksana, etil asetat, H 2 O, dan
aseton:metanol (9:1) secara berturut-turut. Di samping itu, untuk mengetahui
mutu kopal manila dilakukan uji mutu terhadap kopal didasarkan pada SNI 76342011.
Hasil analisis kopal Sukabumi dengan KG-SM menunjukkan bahwa
komponen asam-asam resin pada kopal ialah limonena (44%), etilena oksida
heksamer (11%), cis-limonena oksida (7%), toluene (5,25%), trans-karveol
(4,98%), 2-sikloheksan-1-on (4%), trans-limonena oksida (3%), alfa pinena (2%),
dan 2-pentanon (2%). Kopal asal Ternate mempunyai asam-asam resin, yaitu
limonena (37%), etilena oksida heksamer (19%), preludin (7%), toluene (5%),
karveol 1 (5%), 2-sikloheksan-1-on (4%), asam asetat (3%), heksaetilen glikol
(3%), kampen (2%), dan trans-limonena oksida (3%). Asam resin yang paling
menonjol setelah dianalisis dengan KG-SM ialah senyawa limonena. Dalam
pengolahan kopal, senyawa limonena inilah yang perlu dipertahankan untuk
meningkatkan nilai jual kopal asal Indonesia. Limonena merupakan golongan
monoterpena, senyawa enantiomer sehingga mempunyai molekul kiral, jika dapat
dipisahkan bisa memperoleh senyawa R-(+)-limonena dan S-(−)-limonena.
Senyawa S-(−)-limonena jika dapat diisolasi maka bisa meningkatkan nilai jual
kopal. Limonena memiliki beberapa manfaat antara lain adalah sebagai zat
antimikrob, antioksidan, anti jamur, antiaflatoksigenik, aflavor, dan anti bau
(Singh et al. 2010).

Fraksi terlarut aseton:metanol (9:1) setelah proses fraksionasi bertingkat
pada kopal Sukabumi, dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan KG-SM
menghasilkan senyawa tunggal karvon sebesar 100% pada waktu retensi 17,21
menit. Senyawa yang diperoleh dari hasil fraksionasi berbeda dengan analisis
awal dari kopal manila dengan tidak terdeteksinya limonena. Perbedaan ini
menunjukkan bahwa proses fraksionasi kopal ternyata mengoksidasi senyawa

vi

limonena. Limonena diketahui merupakan prekusor dari senyawa karvon.
Senyawa karvon hasil oksidasi limonena mempunyai beberapa manfaat, yaitu
sebagai pewangi dan flavor, zat antimikrob, repelen insektisida, dan indikator
alami biokimia (Carvalho & Fonseca 2005).
Hasil uji mutu kopal secara visual termasuk dalam klasifikasi utama.
Namun, secara laboratoris nilai yang diperoleh tidak semuanya masuk dalam
klasifikasi utama karena kadar kotoran dan bilangan penyabunan tidak masuk
dalam rentang sehingga bisa dikatakan bahwa kopal Sukabumi dan Ternate
termasuk dalam klasifikasi pertama. Namun, mutu kopal Sukabumi dan Ternate
jauh lebih baik jika dibandingkan dengan mutu kopal asal Probolinggo,
Pekalongan Timur, dan Banyumas Barat pada penelitian sebelumnya. Senyawa

limonena merupakan asam resin utama penyusun kopal, karena komposisinya
hampir separo dari total asam resinnya. Namun, setelah limonena diisolasi dengan
fraksionasi menghasilkan senyawa karvon (100%). Hal ini karena limonena
sangat rentan terhadap proses oksidasi. Uji mutu kopal manila asal Sukabumi dan
Ternate yang didasarkan pada SNI 7634-2011, bisa dikategorikan memiliki
kualitas pertama.

Kata kunci: Kopal, asam-asam resin, limonena, karvon, Agathis loranthifolia

vii

CIRI KIMIAWI ASAM RESIN KOPAL Agathis loranthifolia

IKA RESMEILIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

viii

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS

ix

Judul Tesis
Nama
NIM

: Ciri Kimiawi Asam Resin Kopal Agathis
loranthifolia
: Ika Resmeiliana
: E051060211


Disetujui

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan
Ketua

Prof. Suminar S Achmadi, PhD
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS

Tanggal Ujian: 1 Agustus 2011

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Lulus:

x

xi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
nikmat yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
menjadi sebuah karya ilmiah yang berjudul Ciri Kimiawi Asam Resin Kopal
Agathis loranthifolia.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan
dan Ibu Prof. Suminar S Achmadi, PhD selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberi bimbingan dan masukan. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada keluarga tercinta, suami, dan anak- anakku tersayang (mbak
Azmi dan adik Sabiq), bapak dan ibu, serta kedua adikku tercinta, yang senantiasa
memberikan dukungan, doa, dan kasih sayang. Ungkapan terima kasih juga

disampaikan kepada Bapak Sabur dan staf Laboratorium Organik Departemen
Kimia, Institut Pertanian Bogor, atas bantuannya selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011

Ika Resmeiliana

xii

xiii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 5 Mei 1982, dan merupakan
anak pertama dari Bapak Ichwan, S.Pd dan Ibu Rusmiati, S.Pd. Setelah tamat
SMU pada tahun 2000, penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Teknologi
Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan lulus pada awal
2005.
Pada tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan di

Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan.
Pada November 2009 penulis mulai bergabung dengan Program Diploma IPB
sebagai staf pengajar.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan penulis menyusun tesis dengan judul
Ciri Kimiawi Asam Resin Kopal Agathis loranthifolia di bawah bimbingan Prof.
Dr. Ir. Kurnia Sofyan dan Prof. Suminar S Achmadi, PhD.

viii

ix

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................


x

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

xi

PENDAHULUAN .....................................................................................

1

Latar Belakang ..........................................................................................

1

Tujuan ........................................................................................................

2

TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................

3

Kopal ..........................................................................................................

3

Terpena dan Terpenoid .............................................................................

6

METODE PENELITIAN...........................................................................

9

Bahan dan Alat .........................................................................................

9

Fraksionasi ................................................................................................

9

Pengujian Laboratoris ...............................................................................

11

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................

13

Identifikasi Awal Kromatografi Gas-Spektrometri Massa ........................

13

Fraksionasi Bertingkat ...............................................................................

15

Uji Mutu Kopal Manila ..............................................................................

16

SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

20

Simpulan ....................................................................................................

20

Saran ..........................................................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

21

LAMPIRAN ...............................................................................................

23

x

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Mutu kopal SNI 7634-2011 .................................................................

6

2

Potensi peningkatan nilai jual kopal .....................................................

15

3

Harga senyawa karvon..........................................................................

16

4

Hasil uji mutu berdasarkan SNI 7634-2011 kopal Sukabumi dan
Ternate dibandingkan dengan kopal dari daerah lain .........................

17

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Produksi getah kopal tahun 2001-2005 ................................................

5

2

Ekspor kopal Indonesia tahun 2007-2010 ............................................

5

3

Alur biosintesis terpenoid dalam tumbuhan ........................................

7

4

Contoh struktur golongan monoterpena ...............................................

7

5

Bagan alir proses penelitian .................................................................

10

6

Kromatogram asam resin pada kopal Sukabumi ..................................

13

7 Kromatogram asam resin pada kopal Ternate .....................................

14

8

16

Kromatogram asam resin hasil fraksionasi kopal .................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Luas dan produksi getah kopal tahun 2001-2005 ...............................

24

2

Ekspor kopal Indonesia tahun 2007-2010............................................

24

3

Komposisi senyawa analisis awal kromatografi gas spektrometri
massa kopal Sukabumi .........................................................................

4

25

Komposisi senyawa analisis awal kromatografi gas spektrometri
massa kopal Ternate ............................................................................

26

5

Kromatogram fraksi taklarut etil asetat ...............................................

27

6

Nama senyawa hasil fraksi taklarut etil asetat ....................................

27

7

Kromatogram fraksi taklarut H2O ......................................................

28

8

Nama senyawa hasil fraksi taklarut H2O.............................................

28

xii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi hutan sebagai sumber devisa negara tidak hanya dapat digali dari
produksi kayu saja, akan tetapi juga dapat diperoleh dari hasil hutan bukan kayu
(HHBK), sehingga hutan perlu dikelola secara diversifikasi. HHBK di Indonesia
selama ini belum mendapat perhatian secara penuh dan hanya dianggap ikutan
dari kayu sebagai hasil utamanya. Salah satu jenis HHBK adalah kelompok resin.
Resin merupakan campuran dari berbagai senyawa organik polimer (umumnya
aneka terpena tingkat tinggi) yang berwujud padat atau semipadat dan tidak larut
dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Secara umum resin terbagi menjadi
dua, yaitu resin alami (hasil eksudasi tumbuhan yang terjadi secara alami dan
keluar secara alami) dan resin sintesik (hasil eksudasi tumbuhan yang sengaja
dilukai). Macam-macam resin sendiri cukup banyak, di antaranya gondorukem,
kopal, lak, gaharu, balsam, jernang, mastik, dan damar.
Kopal adalah komoditas berupa resin yang dihasilkan dengan cara
penyadapan pohon damar (Agathis). Kopal yang diperoleh dari cara seperti ini
disebut sebagai kopal sadap. Ada pula kopal yang didapatkan dari menggali di
sekitar akar disebut kopal galian (Santosa 2006). Kopal merupakan salah satu
komoditas ekspor Indonesia, sebagai negara penghasil kopal terbesar hingga 80%
dari total produksi di dunia (Perhutani 2001). Namun, saat ini ekspor kopal
Indonesia mengalami kemunduran terutama pada periode tahun 2007-2010 (BPS
2010). Padahal kopal merupakan komoditas yang mempunyai prospek nilai
ekonomi tinggi dan mempunyai nilai harga yang relatif stabil (FAO 1995).
Manfaat kopal sebagai bahan cat, vernis spiritus, lak merah, vernis bakar,
plastik, bahan pelapis tekstil, tinta cetak, perekat, cairan pengeringan, dan
sebagainya dapat meningkatkan nilai jual kopal yang selama ini baru dijual dalam
kondisi bahan mentah. Namun, secara hipotetis sementara kopal bisa memiliki
nilai jual yang lebih tinggi lagi jika kita mampu memperoleh produk berupa
turunan dari kopal, sebagaimana pada gondorukem yang telah dapat dimanfaatkan
produknya dan turunannya. Hal ini mengingat manfaat kopal dan gondorukem
pada dasarnya hampir bermiripan.

2

Ekspor kopal Indonesia saat ini masih dalam bentuk aslinya sehingga harga
yang diperoleh rendah. Hal ini karena kopal Indonesia belum termanfaatkan
sampai pada produk turunannya dan mempunyai mutu rendah, yaitu masih di
bawah Standar Nasional Indonesia (SNI) (Waluyo et al. 2004). Oleh karena itu
perlu dilakukan modifikasi pengolahan kopal sehingga diperoleh turunan kopal
yang memenuhi standar dan beragam produk agar harga jualnya pun tinggi.
Namun, sebelum bisa dimodifikasi, perlu diidentifikasi bagaimana komponen
kopal itu dan ciri komponen asam resin apa saja yang ada di dalam kopal.
Berdasarkan

pertimbangan

tersebut,

maka

dilakukan

penelitian

untuk

mengidentifikasi ciri kimiawi asam resin yang terdapat pada kopal, sebagai
landasan untuk pemanfaatan produk turunannya.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi ciri kimiawi asam-asam resin serta
potensi kandungan pada kopal sehingga bisa dilakukan pemanfaatan kopal secara
lebih efektif.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Kopal
Kopal merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Kopal termasuk
dalam kelompok hard resin. Penyadapan kopal di Indonesia telah lama dilakukan
terutama oleh penduduk areal hutan. Kopal di Indonesia hanya diartikan sebagai
damar yang berasal dari pohon yang termasuk dalam marga Agathis
(Araucariaceae). Kopal adalah eksudat dari kulit pohon Agathis berupa cairan
kental berwarna putih atau jernih yang semakin lama semakin keras setelah
terkontaminasi oleh udara (Whitemore 1977). Kopal merupakan senyawa kimia
dengan komposisi yang kompleks, tidak larut dalam air, larut dalam beberapa
pelarut organik, rapuh, meleleh bila dipanaskan dan mudah terbakar dengan
mengeluarkan asap (Ando & Wiyono 1988).
Kopal disebutkan dengan berbagai nama seperti resin kopal, gum copal,
cavarie, pepeda, damar minyak, damar sewa, bua loba, melengket masihu, dan
damar penggal. Bahan ini merupakan hasil sekresi dari berbagai pohon antara lain
Agathis alba, A. dammara, A. latifolia, A. robusta, A. macrophylla, A. australia,
A. selebica, dan A. boornensis yang semua termasuk dalam famili Pinaceae
(Langenheim 2003). Kopal didapat dengan cara melukai batang pohon disebut
sebagai kopal sadap (contohnya kopal loba dan kopal melengket), sedangkan
kopal hasil galian di sekitar akar pohon disebut dengan kopal galian (Santoso
2006).
Menurut FAO (1995), terdapat 5 klasifikasi kopal menurut letak geografis
daerah penghasilnya:
1. Congo copal, berasal dari Zaire. Kopal jenis ini berbentuk fosil dan diperoleh
akibat pelukaan alami atau pelukaan yang tidak disengaja oleh hewan atau
lainnya. Kopal jenis sangat keras, secara tradisional untuk mendapatkan
varnish dengan melelehkan kopal dalam minyak panas, proses ini dikenal
dengan “running”. Pohon penghasil kopal jenis ini adalah Copaifera demeusei.
2. West African copal, berasal dari Sierra Leone, Cameroon, Angola dan Accra.
Kopal jenis ini dikumpulkan dan diekspor sebelum dikenalnya Congo copal

4

dan merupakan fosil. Pohon penghasil jenis ini adalah Copaifera copallifera,
C. demeusi, dan C. mopane.
3. East African copal, berasal dari Tanzania dan Kenya. Kopal jenis ini
merupakan kopal semifosil yang terbentuk di tanah sebelum pohon tumbang
atau berbentuk fosil dapat juga kopal yang disadap dari pohon. Pohon
penghasil kopal ini adalah Trachylobium verrucosum.
4. South American copal, berasal Brazil diproduksi dalam jumlah sedikit untuk
saat ini. Pohon penghasil kopal ini adalah Hymenaea sp khususnya H.
courbaril.
5. East Indian and Manila copal, berasal dari Indonesia, kepulauan Nearby dan
Filipina. Pohon penghasil kopal ini adalah Agathis sp. Kopal manila yang
berasal dari Indonesia, di antaranya adalah kopal dari Pontianak (Borneo),
Makasar, Sambas, Jawa, Lowoe, Ternate dan Labuan. Ada dua tipe Kopal
manila, yaitu tipe keras (berasal dari Jawa) dan tipe lunak (berasal dari
Ternate). Kopal manila terdiri atas empat asam resin (Chatfield 1947). Kopal
manila tipe keras terkadang digunakan untuk vernis dekoratif walaupun daya
tahannya tidak bagus.
Perubahan orientasi pengusahaan hutan pada dasawarsa terakhir ini untuk
memanfaatkan HHBK menempatkan posisi kopal pada tempat strategis, selain
gondorukem. Menurut Perum Perhutani, potensi tegakan damar di Pulau Jawa
cukup luas (205.391 ha) ditambah dengan hutan alam di luar Pulau Jawa.
Satu setengah dasawarsa terakhir ekspor kopal dari Indonesia mengalami
penurunan yang nyata. Pada tahun 1993/1994 ekspor kopal adalah 2057 ton dan
terus menurun hingga tahun 2004 ekspor kopal hanya 403 ton (tersisa hanya
19,6%) (Santoso 2006). Hal ini didukung juga oleh penurunan produktivitas kopal
5 tahun terakhir (Perhutani 2005), ditunjukkan pada Gambar 1 dan secara lengkap
data pada Lampiran 1. Menurut BPS (2010), pada akhir tahun 2010 ekspor kopal
Indonesia sebesar 7.493 ton (Gambar 2 dan Lampiran 2).

5

300

265
241

Jumlah (Ton)

250

221

200
145

167

150
100
50
0
2001

2002

2003

2004

2005

Tahun
Gambar 1 Produksi getah kopal tahun 2001-2005
25.000
21.467

Jumlah (Ton)

20.000

13.195

15.000
10.275
10.000

7.493

5.000

0
2007

2008

2009

2010

Tahun
Gambar 2 Ekspor kopal Indonesia tahun 2007-2010
Kopal yang diperoleh sudah seharusnya memenuhi mutu yang sesuai
dengan Badan Standarisasi Nasional. Standar yang digunakan adalah SNI 76342011 tentang mutu kopal (Tabel 1).

6

Tabel 1 Mutu kopal SNI 7634-2011
Pengujian
Uji visual
Keadaan
Warna
Ukuran butiran
(Lolos ayakan ukuran 5
mm × 5 mm)
Uji laboratoris
Bilangan asam
Bilangan penyabunan
Titik leleh
Kadar kotoran
Kadar abu
Sumber: BSN 2011

Utama

Pertama

Kering Udara
Kuning bening sampai
pucat
Tidak lolos ayakan

Lolos ayakan

125 - 150%
140 - 170%
90 - 130 OC
≤ 3,0%
≤ 0.3%

>3 - 5,0%
>0.3 – 5.0 %

Terpena dan Terpenoid
Berdasarkan sejarah, nama terpena diberikan kepada hidrokarbon yang
ditemukan dalam minyak terpentin. Saat ini terpena dikenal sebagai kelompok
yang besar dari hidrokarbon yang terbentuk dari unit-unit isoprena (C 5 H 8 ).
Rumus umum terpena adalah (C 10 H 16 ) n . Kelompok ini dibagi lagi menjadi
monoterpena (n = 1), seskuiterpena (n = 1,5), diterpena (n = 2), triterpena (n = 3),
tetraterpena (n = 4), dan politerpena (n > 4). Turunan-turunan isoprena dengan
gugus-gugus fungsi hidroksil, karbonil, karboksil, dan ester dinamakan terpenoid.
Menurut Harborne (1987), walaupun secara biosintesis terpenoid diperoleh
dari molekul isoprena, yaitu senyawa yang memang terdapat sebagai bahan alam,
senyawa tersebut bukanlah prazat in vivo. Senyawa yang sebenarnya terlibat ialah
isopentenil pirofosfat. Senyawa isopentenil pirofosfat terdapat di dalam sel hidup
dan berkesetimbangan dengan isomernya, dimetilalil pirofosfat membentuk
geranil pirofosfat (C 10 ), yaitu senyawa antara yang merupakan kunci
pembentukan monoterpena; kemudian geranil pirofosfat disambung lagi dengan
isopentenil pirofosfat sehingga terbentuk farnesil pirofosfat (C 15 ), yaitu senyawa
antara pada sintesis seskuiterpena. Begitu seterusnya sampai pada sintesis
terpenoid tinggi. Alur biosintesis terpenoid dalam tumbuhan ditunjukkan pada
Gambar 3.
Terpenoid alam pada umumnya memiliki struktur siklik dan mempunyai
satu gugus fungsi atau lebih sehingga pada langkah akhir sintesis terjadi siklisasi

7

dan oksidasi atau pengubahan struktur lainnya (Harborne 1987). Secara kimia,
terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam sitoplasma sel
tumbuhan. Terpenoid pada minyak atsiri terdapat pada fraksi atsiri yang tersulinguap. Zat inilah penyebab wangi, harum, atau bau yang khas pada banyak
tumbuhan.

Gambar 3 Alur biosintesis terpenoid dalam tumbuhan
Yang dimaksud dengan terpentin dalam kayu jarum sesungguhnya terdiri
atas monoterpena dan turunan hidroksinya serta sedikit seskuiterpena. Contoh
asam-asam resin golongan monoterpena ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Contoh asam resin golongan monoterpena
Yang

termasuk

diterpena

dapat

mempunyai

ikatan

ganda

dua

berkonjugasi. Struktur seperti ini mudah berpolimerisasi dan menyebabkan

8

masalah pitch dalam proses pembuatan pulp. Asam resin merupakan campuran
triterpena trisiklik. Sterol adalah triterpena yang mungkin dijumpai dalam
ekstraktif. Cirinya adalah gugus –OH pada C-3. Sebagaimana lazimnya alkohol,
sterol dapat membentuk ester dan juga penyebab dalam masalah pitch, sedangkan
contoh politerpena ialah poliprenol.

9

METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Getah kopal Agathis loranthifolia diperoleh dari Hutan Pendidikan
Fakultas Kehutanan, Gunung Walat, Cibadak, Sukabumi dan Pulau Bacan,
Ternate. Getah kopal ditumbuk kemudian disaring dengan saringan 40-60 mesh
untuk mendapatkan butiran getah halus yang akan digunakan dalam pengujian.
Bahan pelarut yang digunakan adalah campuran etanol-toluena, indikator
fenolftalin 1% dalam alkohol 95%.
Alat-alat yang digunakan antara lain radas titik leleh, kromatografi gasspektrometri

massa

(KG-SM)

merk

Agilent

Technologies

7890

Gas

Chromatograph dan 5975C Mass Selective Detector dengan sistem pengolahan
data Chemstation yang dilengkapi kolom kapiler Innowax (60 m × 0,25 mm i.d.
dan ketebalan film 0,25 µm). Kondisi suhu kolom mula-mula 50 °C, dinaikkan
sampai mencapai suhu 190 °C dengan laju 1 °C/menit. Gas pembawa yang
digunakan adalah helium dengan laju alir 0,6 µL/menit. Injektor dijaga pada suhu
220 °C.
Analisis Awal Kromatografi Gas-Spektrometri Massa
Analisis komponen kimia kopal dilakukan dengan menggunakan
kromatografi gas-spektrometri massa (KG-SM).
Fraksionasi
Hasil analisis awal kopal dengan KG-SM digunakan sebagai acuan untuk
melakukan tahap fraksionasi. Serbuk kopal yang telah lolos ayakan difraksionasi
dengan menggunakan pelarut n-heksana kemudian fraksi terlarut difraksionasikan
dengan etil asetat. Selanjutnya fraksi taklarut difraksionasi dengan H 2 O, terakhir
fraksi taklarut difraksionasi dengan aseton. Hasil dari fraksi terlarut aseton
kemudian dianalisis dengan menggunakan KG-SM (Gambar 5).

10

Serbuk Kopal 40-60 mesh
Fraksionasi n-heksana

Analisis awal

Ekstraksi
dengan Aseton:Metanol (9:1)

Fraksi terlarut n-heksana

Fraksi taklarut n-heksana

Fraksionasi etil asetat
Analisis dengan KG-SM

Fraksi terlarut etil asetat

Pengujian Uji Mutu
(sesuai dengan SNI 7634-2011)

Fraksi taklarut etil asetat

Fraksionasi H2O

Fraksi terlarut H2O

Fraksi taklarut H2O

Fraksionasi
Aseton:Metanol (9:1)
Fraksi terlarut
Aseton:Metanol (9:1)

Analisis dengan KG-SM
Gambar 5 Bagan Alir Proses Penelitian Kopal

11

Pengujian Laboratoris
Pengujian secara laboratoris untuk mutu kopal didasarkan pada SNI 76342011 dengan parameter di antaranya uji visual, bilangan asam, bilangan
penyabunan, kadar kotoran, titik lunak, dan kadar abu.
Uji Visual. Pengujian visual pada prinsipnya adalah secara visual uji pada serbuk
kopal yang lolos ayakan dengan menggunakan uji organoleptik. Pengujian di
antaranya meliputi uji warna, ukuran butiran, kekeringan, kebersihan, dan bau.
Bilangan Asam. Bilangan asam ditetapkan dengan menimbang kopal ± 4 gram ke
dalam Erlenmeyer 300 mL, kemudian ditambahkan larutan etanol–toluena 2:1
sebanyak 100 mL. Larutan dipanaskan sampai suhu 60–70 °C kemudian analat
dikocok sampai larut, ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalin 1%, lalu dititrasi
dengan KOH 0,5 N (dalam keadaan masih panas) sampai berubah warna.
Pengujian dilakukan dua ulangan (duplo). Berikut ini perhitungan bilangan asam:
V alkali × N KOH × 56,1
Bilangan asam = ----------------------------------bobot contoh (g)
Bilangan Penyabunan. Bilangan penyabunan dilakukan dengan menimbang
kopal ± 4 gram, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 300 mL, kemudian
ditambahkan larutan etanol–toluena 2:1 sebanyak 100 mL dan dimasukkan larutan
KOH 0,5 N sebanyak 50 mL. Campuran dipanaskan di atas penangas dan
dihubungkan dengan kondensor refluks selama ± 1 jam. Ditambahkan 3 tetes
indikator fenolftalin 1% dan dititrasi dengan HCl 0,5 N (dalam keadaan masih
panas) sampai berubah warna. Penitaran dilakukan juga untuk blanko. Setiap
pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan (duplo). Berikut perhitungan
bilangan penyabunan:
Bilangan penyabunan = (V blanko - V sampel) × N HCl × 56,1
bobot contoh (g)
Kadar kotoran. Kadar kotoran dapat ditentukan dengan menimbang kopal halus
± 50 gram ke dalam gelas piala 400 mL dengan larutan etanol–toluena 2:1

12

sebanyak ± 200 mL, dipanaskan pada suhu 60–70 °C aduk hingga larut. Contoh
yang sudah larut disaring kemudian dikeringkan dalam oven 105–110 °C selama
± 1 jam. Sampel didinginkan dan ditimbang. Pengujian dilakukan dua kali
ulangan. Berikut ini perhitungan kadar kotoran:
Kadar kotoran = (bobot sebelum oven (g) - bobot setelah oven (g)) × 100%
bobot contoh (g)
Titik Leleh. Penetapan titik leleh dilakukan dengan menghancurkan contoh kopal
sampai sebesar butiran beras. Kemudian analat diletakkan pada objek radas titik
leleh yang telah dipanaskan, dan dicatat suhu pada saat contoh mulai berubah
wujud dari padat menjadi lunak; suhu pada saat itu dicatat sebagai titik leleh kopal
yang diuji.
Kadar Abu. Kadar abu diperoleh dengan menimbang dengan teliti ± 5 gram
serbuk kopal halus dalam cawan porselen 100 mL. Kemudian contoh diarangkan
dengan tanur listrik selama ± 1 jam dan disempurnakan pemijaran dengan jalan
menempatkan cawan dalam tanur pada suhu (625 ± 5) °C sampai diperoleh abu
berwarna abu–abu. Kembali dilakukan pemijarannya pada tanur listrik selama ±
30 menit, analat didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobot tetap.
Pengujian dilakukan dua kali ulangan (duplo). Berikut perhitungan kadar abu total
dicari dengan rumus:
Bobot abu (g)
Kadar Abu ( % ) = ------------------------- × 100 %
Bobot contoh (g)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Awal Kromatografi Gas-Spektrometri Massa
Hasil analisis awal serbuk kopal Sukabumi yang telah diekstraksi dengan
pelarut aseton:metanol dengan nisbah 9:1 menunjukkan bahwa asam-asam resin
pada kopal asal Sukabumi adalah ialah limonena (44%), etilena oksida heksamer
(11%), cis-limonena oksida (7%), toluene (5,25%), trans-karveol (5%), 2sikloheksan-1-on (4%), trans-limonena oksida (3%), alfa pinena (2%), dan 2pentanon (2%). (secara lengkap hasil analisis awal ditunjukkan pada Lampiran 3).
Kromatogram KG-SM ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Kromatogram asam resin pada kopal Sukabumi
Hasil analisis awal untuk kopal asal Ternate, komponen asam-asam
resinnya, yaitu limonena (37%), etilena oksida heksamer (19%), preludin (7%),
toluene (5%), karveol 1 (5%), 2-sikloheksan-1-on (4%), asam asetat (3%),
heksaetilen glikol (3%), khampen (2%), dan trans-limonena oksida (3%) (secara
lengkap ditunjukkan pada Lampiran 4). Kromatogram KG-SM ditunjukkan pada
Gambar 7.
Identifikasi awal kopal asal Sukabumi dan Ternate, menunjukkan bahwa
senyawa utama asam resin kopal adalah senyawa limonena. Walaupun hasil dari
kedua daerah tersebut berbeda. Hal ini diduga tipe kopal asal Sukabumi berbeda
dengan Ternate. Tipe kopal dari Jawa termasuk tipe keras, sedangkan kopal asal

14

Ternate termasuk tipe lunak (Chatfield 1947). Tahapan identifikasi selanjutnya,
yaitu fraksionasi hanya menggunakan kopal dari Sukabumi karena kandungan
limonenanya lebih besar.

Gambar 7 Kromatogram asam resin pada kopal Ternate
Limonena merupakan asam resin yang cukup tinggi kandungannya pada
kopal,

yaitu

44%

dengan

waktu

retensi

5,48

menit.

Limonena/DL-

Limonena/Dipentena merupakan senyawa dimer, molekul kiral dan enantiomer
dengan bobot molekul (BM) 136,24 g/mol dan struktur molekul C 10 H 16. Menurut
Koolhaas (1932), kandungan minyak kopal tipe keras dari pohon Agathis
labillardieri adalah l-pinena 31,8 % dan limonena atau dipentena sebesar 60,3%.
Limonena merupakan senyawa enantiomer, sehingga mempunyai dua
bentuk senyawa yang berbeda, yaitu senyawa R-(+)-limonena dan S-(-)-limonena.
Kedua senyawa ini mempunyai sifat fisik sama persis satu sama lain,
perbedaannya hanya pada cincin kiralnya. R-(+)-limonena memiliki putaran optik
positif sedangkan S-(-)-limonena mempunyai putaran optik negatif, sehingga
untuk memisahkan kedua senyawa ini cukup kesulitan jika menggunakan metode
biasa. Jika limonena dapat diperoleh secara murni bahkan bisa memisahkan antara
R-(+)-limonena dan S-(-)-limonena maka bisa dijadikan alternatif untuk
meningkatkan potensi kopal karena S-(-)-limonena mempunyai harga yang cukup
signifikan jika dibandingkan dengan harga kopal 1 kg yang dijual mentah
(Tabel 2).

15

Tabel 2 Potensi peningkatan nilai jual kopal
Ukuran

Harga (Rp)

Harga 1 L
(Rp)

Konversi ke harga
kopal 1kg

DL limonena

1L

660.000

660.000

290.070

R-(+)-limonena

100 mL

290.000

2.900.000

637.275

500 mL

647.000

1.294.000

284.357

5 mL

266.000

53.200.000

11.690.700

250 mL

773.000

3.092.000

679.467

1 kg

25.000

S-(-)-limonena

Kopal

Sumber: www.merck-chemical.com

Limonena yang diperoleh memiliki beberapa manfaat antara lain adalah
sebagai zat antimikrob, antioksidan, antijamur, antiaflatoksigenik, flavor, dan
penghilang bau (Singh et al. 2010). Senyawa limonena mempunyai bau yang khas
dan kebanyakan berasal dari pohon Citrus sp (kelompok jeruk) (Singh et al. 2010;
Pourbafrani et al 2010).
Fraksionasi bertingkat
Hasil fraksionasi kopal dengan pelarut n-heksana dilanjutkan dengan etil
asetat, kemudian air, dan terakhir dengan aseton-metanol menghasilkan senyawa
karvon sebesar 100% dengan waktu retensi 17,21 menit. Kromatogram KG-SM
asam resin hasil fraksionasi kopal dapat dilihat pada Gambar 8.
Senyawa yang diperoleh dari hasil fraksionasi berbeda dengan analisis
awal dari kopal. Senyawa limonena yang terdeteksi awal ekstraksi sama sekali
tidak muncul setelah melalui tahapan fraksionasi. Namun timbul senyawa tunggal
baru yang mencapai 100%, yaitu karvon. Karvon timbul pada setiap tahapan
fraksionasi dan mengalami peningkatan (Lampiran 4-7). Karvon hasil fraksionasi
memiliki putaran optik sebesar +31. Karvon merupakan senyawa dimer dengan
BM 150 g/mol dan struktur molekul C 10 H 14 O. Senyawa karvon termasuk dalam
golongan terpenoid monoterpena kelompok monosiklik, sama seperti limonena.
Karvon ditemukan secara alami pada minyak essensial. Sebagian besar dari d-

16

limonena merupakan prekusor dari karvon, yaitu terjadinya biosintesis karvon
karena dengan teroksidasinya limonena (Harborne 1987).

Gambar 8 Kromatogram asam resin hasil fraksionasi kopal
Karvon yang diperoleh sebagai senyawa tunggal hasil fraksionasi memiliki
beberapa manfaat, yaitu sebagai penghilang bau dan flavor, zat antimikrob,
repelen insektisida, menghambat perkecambahan, kesesuaian medis dan indikator
alami biokimia (Carvalho & Fonseca 2005). Selain

itu,

jika

kopal

ternyata

teroksidasi semua menjadi karvon, kopal tetap memiliki nilai jual tambah karena
karvon mempunyai nilai harga yang tinggi (Tabel 3).
Tabel 3 Harga senyawa karvon
Ukuran

Harga (Rp)

Harga 1 L (Rp)

R-(-)-karvon

100 mL

712.000

7.120.000

S-(+)-karvon

25 mL

601.000

24.040.000

Sumber: www.merck-chemical.com
Perbedaan senyawa yang diperoleh dari kopal pada awal analisis dan setelah
fraksionasi adalah karena ketika difraksionasi senyawa limonena yang ada di
dalam kopal mengalami proses oksidasi. Oksidasi dipengaruhi oleh udara dan
cahaya sehingga ketika melakukan fraksionasi sebaiknya sampel berada dalam
ruang gelap, bebas oksigen, suhu rendah atau dengan penambahan antioksidan.
Uji Mutu Kopal
Pengujian mutu kopal Sukabumi dan Ternate ditetapkan dengan SNI 7634-2011.
Adapun hasil yang diperoleh dibandingkan dengan mutu kopal dari daerah lain
(Tabel 4).

17

Tabel 4 Hasil uji mutu berdasarkan SNI 7634-2011 kopal Sukabumi dan Ternate dibandingkan dengan kopal dari daerah lain
Parameter Uji

Satuan

SNI 7634-2011

Sumber Kopal

Utama

Pertama

Sukabumi

Ternate

Probolinggo*

Pekalongan
Timur**
-

Banyumas
Barat**
-

Kering
Udara
Kuning
Bening

Kering
Udara
Kuning
Gelap

-

-

-

Keadaan

-

Kering Udara

-

Warna

-

Kuning
bening sampai
pucat

-

Bilangan asam

%

125-150

150

152

209

119

140

Bilangan
penyabunan

%

140-170

117

114

245

337,7

392,98

Kadar kotoran

%

≤ 3,0

>3-5

3,87

2,55

23,2

2,5

2,5

Kadar abu

%

≤ 0,3

>0,3-5,0

0

0,09

9,2

0,04

0,08

Titik leleh

°C

90 – 130

111,5

100

149

81

92

7Sumber: * Waluyo dkk (2004)
** Ando & Wiyono (1988)

17

18

Uji Visual
Sampel kopal Sukabumi yang diteliti dalam keadaan kering udara dan
berwarna kuning bening, sesuai dengan standar SNI yang ada. Berbeda dengan
kopal Ternate, kopal berwarna kuning gelap. Hal ini diduga proses penyimpanan
kopal pascapanen kurang terperhatikan karena semakin lama kopal disimpan di
dalam ruangan maka warna kopal akan semakin gelap. Menurut klasifikasi kopal
Indonesia, berdasarkan hasil tersebut, kopal asal Sukabumi termasuk dalam kelas
utama dan kopal Ternate kelas pertama.
Bilangan Asam
Kopal dari Sukabumi mempunyai nilai bilangan asam sekitar 150%, dapat
dikatakan berada dalam standar SNI. Namun, bilangan asam untuk kopal asal
Ternate sebesar 152% sehingga berada di luar standar SNI. Jika dibandingkan
dengan kopal asal Probolinggo, kopal Sukabumi dan Ternate masih lebih baik.
Makin tinggi titik leleh maka makin tinggi pula bilangan asam, hal ini
menunjukkan bahwa titik leleh disebabkan oleh asam resin yang terdapat dalam
kopal. Hasil penelitian memperkuat simpulan Sumadiwangsa (1978).
Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan kopal Sukabumi dan Ternate yang diperoleh tidak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, yaitu hanya sekitar 117% dan 114%
secara berturut-turut, sedangkan minimal nilai bilangan penyabunan sebesar
140%. Bilangan penyabunan merupakan jumlah asam lemak total yang
terkandung dalam kopal, sehingga bisa dikatakan bahwa jumlah asam lemak total
yang terkandung di dalam kopal sedikit. Namun, dibandingkan dengan kopal dari
Probolinggo, Pekalongan Timur, dan Banyumas Barat masih jauh lebih baik
karena mendekati kisaran yang telah ditetapkan.
Kadar Kotoran
Kadar kotoran kopal Sukabumi yang diperoleh sebesar 3,87% dan 2,55%
untuk Ternate. Kopal Sukabumi besaran yang diperoleh masih di atas dari 3% jika
masuk dalam kelas utama tetapi masuk dalam kelas pertama karena nilainya di
antara 3 sampai 5%, sedangkan kopal Ternate masuk kelas utama karena nilai
masih di bawah 3%. Kotoran yang terkandung dalam kopal biasanya pasir, kayu,
kulit, ranting dan material asing lainnya. Kotoran dalam kopal lunak dapat

19

dihilangkan dengan jalan melarutkannya dalam alkohol, diaduk dan disaring
dengan saringan kasar. Larutan kopal kemudian dikocok dengan sentrifus.
(Chatfield 1947). Kadar kotoran yang tinggi karena proses penanganan selama
penyadapan, yaitu cara menampung getah kurang diperhatikan atau petani terlalu
tergesa-gesa untuk memanen kopal yang belum mengkristal, sebagai akibatnya
ketika memanen bagian pohon ikut tercampur dalam getah.
Kadar Abu
Kadar abu yang diperoleh dalam kopal Sukabumi sebesar 0% dan 0,09%
untuk Ternate. Hal ini menunjukkan bahwa kopal asal Sukabumi dan Ternate
termasuk dalam kelas utama. Rendahnya kadar abu yang diperoleh menunjukkan
bahwa serbuk kopal bersih dari zat pengotor lain. Namun, hal ini tidak sesuai jika
dilihat dari hasil kadar kotoran. Nilai kadar abu berbanding terbalik dengan nilai
kadar kotoran. Perbedaan ini diduga ketika melakukan penentuan kadar kotoran,
tidak semua sampel terlarut sempurna sehingga masih ada sisa yang menempel di
kertas saring dan pemanasan hanya dilakukan dengan menggunakan oven bersuhu
105-110 °C selama 1 jam sehingga masih ada zat-zat lain yang menempel dan
tidak menguap.
Titik Leleh
Titik leleh yang diperoleh sebesar 111,5 °C untuk kopal Sukabumi dan
100 °C untuk Ternate, keduanya masih berada pada kisaran standar SNI. Menurut
Sumadiwangsa (1978), makin tua warna kopal makin tinggi titik leleh dan kadar
kotoran.
Mutu kopal Sukabumi
Berdasarkan hasil uji visual dan laboratoris, kopal asal Sukabumi secara
visual termasuk dalam kelas utama. Namun, secara laboratoris tidak semua
parameter masuk dalam kelas utama, sedangkan kopal Ternate, baik secara uji
visual dan laboratoris termasuk dalam kelas pertama, sehingga dapat dikatakan
bahwa kopal Sukabumi dan Ternate termasuk dalam klasifikasi kelas pertama.
Namun, jika dibandingkan dengan kopal asal Probolinggo, Pekalongan Timur,
dan Banyumas Barat, kopal Sukabumi dan Ternate masih jauh lebih baik.
Perbedaan mutu kopal ini diduga karena perbedaan tempat tumbuh dan unsur
pembentuk dalam pohon tersebut.

20

21

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Senyawa limonena merupakan asam resin utama penyusun kopal, karena
komposisinya hampir separo dari total asam resinnya. Namun, setelah limonena
difraksionasi menghasilkan senyawa karvon (100%). Hal ini karena limonena
sangat rentan terhadap proses oksidasi. Uji mutu kopal asal Sukabumi dan Ternate
yang didasarkan pada SNI 7634-2011, bisa dikategorikan memiliki mutu pertama,
karena hasil uji parameter yang diperoleh tidak semua masuk dalam rentang kelas
utama.

Saran
Untuk mencegah teroksidasinya kopal saat proses fraksionasi, sebaiknya
kopal berada dalam lingkungan yang aman dari penyebab mudahnya oksidasi. Hal
ini karena senyawa limonena yang ada pada kopal mudah teroksidasi. Di samping
itu, perlu dilakukan pemisahan limonena secara proses enzimatik. Kopal asal
Sukabumi sebaiknya perlu dilakukan pembersihan.

22

23

DAFTAR PUSTAKA
Ando Y, Wiyono B. 1988. Sifat-sifat kopal manila dari Pekalongan Timur dan
Banyumas Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 5(6): 353-356.
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Data Ekspor Kopal. Jakarta.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia (SNI)
7634-2011. Kualitas Mutu Kopal. Jakarta.
Carvalho CCCR, Fonseca MMR. 2005. Carvone: Why and how should one bother
to produce this terpene. Lisboa, Portugal: Instituto Superior Tecnico.
Case J R et al. 2003. Chemistry and Ethnobotany of Commercial Incene Copals,
Copal Blanco, Copal Oro and Copal Negro, of North America. J Economy
Botany 57(2): 189-202.
Chatfield HW. 1947. Varnish constituent. Leonard Hill Limited, 17 Stratford
Place. London.
FAO. 1995. Non Wood Forest Products 6 Gums, resins & latexes of lant origin.
Rome.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terbitan ke-2. K Padmawinata & I Soediro, Penerjemah;
Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.
Irawan ZFP. 1995. Komposisi Asam-asam Resin pada Resin yang berasal dari
Jawa Tengah [tesis]. Jakarta : Program Pascasarjana, Universitas
Indonesia.
Langenheim JH. 2003. Plant Resin: Chemistry, Evolution, Ecology &
Ethnobotany. Timber Press. Portland. Cambridge.
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Soewanda AP. 1981. Atlas Kayu
Indonesia Jilid II. Bogor. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Perhutani. 2001. Getah damar, pasang surut budidaya getah damar (kopal)
Probolinggo. Duta Rimba 25: 253.
Pourbafrani M, Forgacs G, Horvath IS, Niklasson C, Taherzadeh MJ. 2010.
Production of biofuels, limonene and pectin from citrus wastes.
Bioresource Technology 101(2010): 4246-4250.
Santoso G. 2006. Pengembangan Metode Penyadapan Kopal Melalui Penerapan
Teknik Sayatan [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut
Pertanian Bogor.
Singh P et al . 2010. Chemical profile, antifungal, antiaflatoxigenic and
antioxsidant activity of Citrus maxima Burm and Citrus sinensis (L)
Osbeck essential oils and their cyclic monoterpene, DL-limonene. Food
and Chemical Toxicology 48(2010): 1734-1740.
Sumadiwangsa S. 1978. Sifat Fisiko Kimia Kopal Manila. Laporan Penelitian
Hasil Hutan 25.

22

Waluyo T, Sumadiwangsa S, Hastuti P, Kusmiyati E. 2004. Sifat-sifat Kopal
Manila dari Probolinggo, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan
22(2): 75-86.
Whitemore TC. 1977. A First Look of Agathis. Tropical Forest Paper (II) Unit of
CFI. University of Oxford.

23

LAMPIRAN

24

524
25

Lampiran 1 Luas dan produksi getah kopal tahun 2001-2005
KPH

2001

2002

2003

2004

2005

Ha

Ton

Ha

Ton

Ha

Ton

Ha

Ton

Ha

Ton

Blitar

56

3

125

8

105

8

106

5

72

3

Malang

117

6

107

3

179

3

73

4

73

2

Probolinggo

2251

206

2080

181

1090

169

519

104

927

122

Dwi Barat

681

50

675

49

618

41

559

32

609

40

Jumlah
265
3105
Sumber: Perhutani 2005

2987

241

1992

221

1257

145

1681

167

Lampiran 2 Ekspor kopal Indonesia tahun 2007-2010 (kg)
Bulan
Januari
Februari

2007

2008

2009

2010

1.166.302

722.574

931.484

1.281.610

1.590.201
1.666.761
1.542.443

1.274.191
1.622.441
1.050.421

955.330
1.320.496
1.272.022

1.865.159

2.404.230

1.072.991

821.747

1.443.733
1.940.379
2.006.389

1.681.671
2.242.164
2.003.787

1.310.379
1.174.431
1.378.009

1.205.507
986.845

1.724.949
12.319

2.342.985
1.573.720
1.732.713
1.519.829

992.414
872.093
737.713
987.603

10.274.538
Sumber: BPS 2010

21.466.806

13.195.260

Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Total

7.493.431

2526

Lampiran 3 Komposisi senyawa analisis awal kromatografi gas spektrometri
massa kopal Sukabumi
Nama senyawa
Toluena
dl-Limonena
R(+)-Limonena

Luas area (%)
5,25
43,95
0,65

2-Pentanon

2,46

(1R,2S,4R)-1,2-Epoksi-p-ment-8-en Limonena oksida
trans-limonena oksida

1,99
2,62

Alfa-kopaen
Asam asetat
Metil 3-butinoat (Furfuran)

1,40
1,85
0,85

4-Heksadesen-6-una
2-Pentenenitril
cis-Verbenol
p-Menta-E-2, 8 (9)-dien-1-01 limonena oksida

0,93
1,98
1,60
1,18

Alfa-pinena
2-sikloheksen-1-one

2,46
4,34

trans-karveol

4,98

Isopitol
Etilena oksida heksamer

1,11
11,30

cis-Limonena oksida

6,61

Heksaetilena glikol

0,53

26
27

Lampiran 4 Komposisi senyawa analisis awal kromatografi gas spektrometri
massa kopal Ternate
Nama Senyawa
Toluena
dl-Limonena
2-Pentanon
Limonena oksida
trans-Limonena oksida
Asam asetat
3,5 - Dideutero-anilin (Furfural)
1,3-Sikloheptadiena
2-Pentenenitrile
cis-Verbenol
Karveol 2
Kampena
2-Sikloheksen-1-on
Karveol 1
cis-Karveol
Karyopillen oksid
Etilen oksid heksamer
cis-Limonen oksida
Heksaetilena glikol
Preludin
Heksaoksietilen glikol / heksagol

Luas Area (%)
5,07
36,55
1,91
1,44
2,19
2,98
0,81
0,66
1,85
2,09
1,17
2,4
3,87
4,62
1,4
1,28
18,67
0,83
2,73
6,58
0,92

2728

Lampiran 5 Kromatogram fraksi taklarut etil asetat

Lampiran 6 Senyawa hasil fraksi taklarut etil asetat
Senyawa

Luas area (%)

Metanon
trans krisantamel
1-hidroksi-6-(3-isopropenil-siklopro-1-enil)-6-metilheptan-2-on

6,24
1,4
10,55

sikloheptan, 4-metilen-1-metil-2-(2-metil-1-propen1-il)-1-vinil5-isopropil-2-metilen sikloheksanon /
karvotanaseton/karvon
(1R, 3S)-Cembra-4, 7, 11, 15-tetraen-3-C2etilakridin

7,17
69,31
5,32

2829

Lampiran 7 Kromatogram fraksi taklarut H 2 O

Lampiran 8 Senyawa taklarut H 2 O
Senyawa
benzonitril, 4-(oktahidro-5, 7-Diokso-1, 2, 4enthanililidena-1H-siklobuta(CD)pentalena-1yl)-, (.+-.)(4-metoksifenoksi)asetonitril
1-hidroksi-6-(3-isopropenil-siklopro-1-enil)-6-metilheptan-2-one

Luas area (%)
8,08

1.beta-isopropenil-2beta-hidroksi-3.alfa.isopropenil4.alfa-etenil-4beta-metil sikloheksan

4,78

Asam agatolat / Asam kopafieratB

6,70

5-isopropil-2-metilen sikloheksanon /
karvotanaseton/karvon

69,81

3,00
7,63

iii

ABSTRACT
IKA RESMEILIANA. Chemical characteristics of copal Agathis loranthifolia.
Under direction of KURNIA SOFYAN and SUMINAR S. ACHMADI
Copal is originated from exudate of Agathis loranthifolia trees, which
flows out from the tapping. Indonesian copal includes manila copal, is divided
into four groups among others: bua, loba, melengket and Pontianak copal.
Research of resin acid from copal has not been widely studied. Therefore, purpose
of this study is to identify resin acids of copal from Sukabumi and Ternate area.
Extraction was done using acetone:MeOH (9:1) solvent, followed by fractionation
using some solvents, i.e. n-hexane, ethylacetate, H 2 O, and acetone:MeOH (9:1).
Identification was done using gas chromatography-mass spectrometer (GCMS).
The quality of copal was evaluated based on SNI 7634-2011. Resin acids copal
from Sukabumi identified by GCMS are 44% limonene, ethylene oxide hexamer,
cis-limonene oxide, toluene, trans-carveol, 2-siclohexane-1-one, trans-limonene
oxide, and alpha pinene. Copal from Ternate are 37% limonene, ethylene oxide
hexamer, preludin, toluene, carveol 1, 2-siclohexane-1-one, acetat acid,
hexaethylen glycol, champhen, and trans-limonene oxide. However, fractionation
of the copal converted resin acids to 100% carvone. These results suggest that
limonene are easily oxidized to carvone. Properties of manila copal from
Sukabumi and Ternate fall to the first class, and are possible to be improved to the
premium class by removing some dirt compount.
Keywords: Copal, resin acids, limonene, carvone, Agathis loranthifolia

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi hutan sebagai sumber devisa negara tidak hanya dapat digali dari
produksi kayu saja, akan tetapi juga dapat diperoleh dari hasil hutan bukan kayu
(HHBK), sehingga hutan perlu dikelola secara diversifikasi. HHBK di Indonesia
selama ini belum mendapat perhatian secara penuh dan hanya dianggap ikutan
dari kayu sebagai hasil utamanya. Salah satu jenis HHBK adalah kelompok resin.
Resin merupakan campuran dari berbagai senyawa organik polimer (umumnya
aneka terpena tingkat tinggi) yang berwujud padat atau semipadat dan tidak larut
dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Secara umum resin terbagi menjadi
dua, yaitu resin alami (hasil eksudasi tumbuhan yang terjadi secara alami dan
keluar secara alami) dan resin sintesik (hasil eksudasi tumbuhan yang sengaja
dilukai). Macam-macam resin sendiri cukup banyak, di antaranya gondorukem,
kopal, lak, gaharu, balsam, jernang, mastik, dan damar.
Kopal adalah komoditas berupa resin yang dihasilkan dengan cara
penyadapan pohon damar (Agathis). Kopal yang diperoleh dari cara seperti ini
disebut sebagai kopal sadap. Ada pula kopal yang didapatkan dari menggali di
sekitar akar disebut kopal galian (Santosa 2006). Kopal merupakan salah satu
komoditas ekspor Indonesia, sebagai negara penghasil kopal terbesar hingga 80%
dari total produksi di dunia (Perhutani 2001). Namun, saat ini ekspor kopal
Indonesia mengalami kemunduran terutama pada periode tahun 2007-2010 (BPS
2010). Padahal kopal merupakan komoditas yang mempunyai prospek nilai
ekonomi tinggi dan mempunyai nilai harga yang relatif stabil (FAO 1995).
Manfaat kopal sebagai bahan cat, vernis spiritus, lak merah, vernis bakar,
plastik, bahan pelapis tekstil, tinta cetak, perekat, cairan pengeringan, dan
sebagainya dapat meningkatkan nilai jual kopal yang selama ini baru dijual dalam
kondisi bahan mentah. Namun, secara hipotetis sementara kopal bisa memiliki
nilai jual yang lebih tinggi lagi jika kita mampu memperoleh produk berupa
turunan dari kopal, sebagaimana pada gondorukem yang telah dapat dimanfaatkan
produknya dan turunannya. Hal ini mengingat manfaat kopal dan gondorukem
pada dasarnya hampir bermiripan.

2

Ekspor kopal Indo