Tugas Lembaga Pemasyarakatan Anak

3. Tugas Lembaga Pemasyarakatan Anak

Tidak ada hal yang lebih penting bagi berlangsungnya pelaksanaan yang baik dari suatu lembaga selain petugas lapas. Lembaga yang terbaru dan terbaik dengan peralatan modern terbaik dan tercanggih tidak dapat menggantikan kelemahan akibat petugas yang bukan yang terbaik. Kebalikannya, petugas yang sangat baik dapat tentunya menggantikan kelemahan akibat gedung penjara dan peralatan yang sudah tua. Lapas adalah seperti suatu masyarakat kecil. Orang-orang yang berada dalam masyarakat ini saling tergantung. Meskipun jumlah narapidana lebih banyak dari petugas, tetapi petugaslah yang memegang tampuk kekuasaan. Ketidakseimbangan kekuasaan antara individu petugas dan individu narapidana mungkin merupakan ketidakseimbangan kekuasaan paling ekstrim yang perna ada dalam masyarakat hukum. Ada delapan faktor yang menentukan kualitas petugas di sebuah lapas: 1. Organisasi Universitas Sumatera Utara 2. Perekkrutan dan pelatihan dasar 3. Keterampilan dan perilaku profesional 4. Keadaan pelayanan dan status dalam masyarakat 5. Petugas ahli 6. Penggunaan kekerasan 7. Masalah jender 8. Kepemimpinan Kelapas 41 1. Organisasi Semua lapas merupakan bagian dari suatu organisasi yang lebih besar. Organisasi ini harus memiliki peraturan dan kebijakan serta prosedur yang jelas yang mengatur kerja para petugas. Lapas harus memiliki pemimpin yang membuat kebijakan dan prosedur lokal untuk mengarahkan petugas. Fungsi-fungsi di lapas harus dijabarkan secara baik dengan tanggung jawab yang jelas bagi setiap petugas. Lapas tidak boleh dijalankan dan diatur secara militer. Selain itu hubungan pelaporan harus dijabarkan dengan jelas. Setiap petugas harus tahu kepada siapa mereka bertanggung jawab dan hal-hal apa saja yang mereka harus pertanggungjawabkan. 2. Perekrutan dan Pelatihan Dasar Seleksi awal petugas harus berdasarkan mutu dan kemampuan. Mereka yang terseleksi harus memenuhi standar pendidikan dan intelijensi. Setelah terseleksi, petugas harus dilatih sebelum mereka mulai bekerja di suatu lapas. Pelatihan itu harus sepesifik dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Pelatihan berkelanjutan harus 41 Mr Jeff Christian Direktorat Jendral Pemasyarakatan RWI Kantor Jakarta, Buku I, Op.cit, hal., 29 Universitas Sumatera Utara disediakan untuk petugas setelah mereka mulai bekerja di lapas untuk menjaga agar ketrampilan mereka tidak berkurang. Petugas lapas membutuhkan kualitas-kualitas khusus, seperti: 1. Kemampuan untuk tetap waspada dan cermat dalam melakukan pengamatan. 2. kemampuan menjalin hubungan yang baik dengan narapidana. 3. keterampilan yang terasah baik dalam berhubungan sosial, terutama, salah satunya dalam memecahkan masalah. 4. kemampuan untuk menghormati perbedaan orang. 5. kemampuan untuk tidak menghakimi. Bahan pelatihan harus mencakupi hal-hal seperti: 1. Hukum pengetahuan mengenai Undang-Undang Dasar dan Hukum pidana, karena juga berlaku bagi narapidana dan lapas. 2. Hukum internasional untuk lapas dan narapidana. 3. Undang-undang Hak Asasi Manusia untuk lapas dan narapidana. 4. Ketrampilan antar manusia terutama cara menangani narapidana yang terganggu maupun bermasalah. 5. bela diri. 6. psikologi mengerti implikasi psikologi akibat kurungan, dan pengetahuan umum lainnya mengenai penyakit jiwa yang biasanya ada di antara narapidana. 7. Kesehatan mengetahui tentang penyebab suatu penyakit, terutama bagaimana penyakit dapat menular dari satu orang ke orang lainnya; hal ini terutama penting berkaitan dengan penyakit yang membahayakan, seperti HIVAIDS dan hepatitis. Universitas Sumatera Utara 8. Keragaman budaya banyak perbedaan kebudayaan diantara narapidana, yang dapat mengakibatkan konflik. Petugas yang mengerti perbedaan ini dapat membantu mengurangi konflik. 3. Keterampilan dan Perilaku Profesional Orang-orang profesional membawa ke tempat kerja mereka rasa dedikasi untuk prinsip-prinsip jarang ada pada pekerja lainnya. Bila prinsip ini dimengerti dan dihormati, lapas akan berjalan dengan baik. Sikap profesional sering dikaitkan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Standar perilaku saat bekerja, dan bila di tengah masyarakat untuk semua petugas setiap saat; memberi contoh kepada yang lainnya. 2. memiliki integritas tinggi dan kejujkuran dalam segala hal. 3. konsisten dan adil dalam pelaksanaan peraturan ketentuan. 4. kemampuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan profesional dengan narapidana, keluarga narapidana, rekan kerja dan atasan. 5. komitmen untuk mematuhi hukum yang berlaku. 4. Keadaan Pelayanan dan Status dalam Masyarakat Petugas bekerja tidak lebih dari 50 jam per minggu. Pendapatan petugas harus mencukupi kehidupan mereka tanpa perlu mencari pekerjaan tambahan. Kondisi kerja harus memuat ketersediaan perawatan kesehatan, dan pengakuan bahwa stres dalam pekerjaan di lapas dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa. Terutama, petugas harus diyakinkan bahwa mereka akan mendapat perawatan apabila cedera dalam bertugas. 5. Petugas Ahli Universitas Sumatera Utara Petugas ahli seperti guru, pekerja sosial, dokter, dokter gigi, psikolog, psikiater, dan lainnya harus yang berkualifikasi sesuai standar nasional. Mempekerjakan petugas yang tidak berkualitas dalam menjalankan fungsi sebagai petugas spesialis adalah tidak benar. Meskipun begitu, menggunakan petugas yang tidak berkualifikasi untuk membantu dan mendukung pekerjaan seorang yang profesional adalah sepenuhnya benar. 6. Penggunaan Kekerasan Standar Perlakuan terhadap pidana dengan jelas menerangkan tentang penggunaan kekerasan fisik. Namun demikian, penting bagi petugas menyadari penuh bahwa mereka memiliki suatu hubungan kekuasaan dengan narapidana. Artinya, tidak akan pernah ada suatu diskusi yang setara yang melibatkan seorang anggota petugas dengan seorang narapidana. Suatu bentuk kekerasan digunakan anggota petugas setiap kali memberikan pengarahan kepada narapidana. Alasan ini benar karena begitu besar kekuasaan yang dimiliki petugas terhadap narapidana. Bahkan ketika hanya menggunakan kata-kata yang sopan, kekuasaan masih berada di tangan anggota petugas, dan karena itu kekerasan digunakan. Tidak satu pun anggota petugas yang dapat memastikan narapidana melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, perbedaan kekuasaan adalah sangat besar sehingga yang mungkin lebih sering terjadi adalah narapidana mematuhi perintah atau permintaan karena mereka tahu bahwa petugas lebih berkuasa. Petugas perlu menyadari dan memahami penggunaan kekerasan tidak selalu berarti melibatkan kontak fisik dengan narapidana. Hal ini karena penggunaan kekerasan yang tidak benar dan tidak wajar, meskipun hanya verbal ucapan, akan menimbulkan Universitas Sumatera Utara dendam, dan dapat berakibat pada pembalasan ekstrim oleh narapidana yang merasa tidak memiliki pilihan kecuali bereaksi dengan melakukan kekerasan. Adalah penting bagi lapas dan Direktorat Pemasyarakat yang menaunginya, memiliki perencanaan yang benar-benar terlatih dan teruji dalam penggunaan kekerasan bila dianggap perlu, dan mereka boleh secara resmi menggunakan kekerasan hanya bila dengan cara yang konsisten dengan hukum dan kebijakan yang ada. Secara khusus, senjata api harus tidak berada di tangan petugas yang berhubungan langsung dengan narapidana. Selain itu, petugas yang menggunakan senjata api harus secara berkala dilatih dan disertifikasi cara penggunaan yang benar. 7. Masalah Jender Lapas perempuan atau blok yang diperuntukkan untuk narapidana perempuan harus di bawah wewenang dan kontrol seorang Kepala lapas yang juga adalah perempuan. Kunci ke lapas perempuan harus selalu dalam kontrol seorang petugas perempuan yang diberi kuasa untuk itu. Tidak ada seorang pria yang diperbolehkan memasuki penjara perempuan, atau blok yang disediakan untuk perempuan, kecuali bila ia didampingi oleh petugas perempuan. Ini berlaku meskipun keadaan darurat, dimana sedikitnya, perempuan harus yang memegang komando dalam segala bentuk pertolongan darurat. Adalah tanggung jawab lembaga untuk menjamin adanya jumlah yang cukup dari petugas perempuan untuk selalu ada di tempat setiap saat agar dapat merespon dengan baik. Harus ada kebijakan yang jelas untuk mencegah petugas pria mengganggu petugas perempuan. Ini berarti harus ada cara yang menjunjung kerahasiaan dimana Universitas Sumatera Utara petugas perempuan dapat merasa nyaman melakukan pengaduan tentang tindakan pelecehan dari petugas lainnya, termasuk petugas pengawasnya. 8. Kepemimpinan Kelapas Kepala lapas Kalapas memberikan kepemimpinan bagi petugas lapas. Merupakan tanggung jawab Kalapas untuk memberi contoh bagi petugas lainnya. Pada kenyataan, mereka memberi panutan melalui sikap dan tingkah laku mereka, dan lapas tersebut sering kali merupakan cerminan diri Kalapas tersebut. Apabila penjara kotor, itu karena Kalapas membiarkannya. Apabila petugas tidak sopan, itu karena Kalapas membiarkannya. Apabila ada korupsi di dalam lembaga, itu karena Kalapas membiarkannya. Apabila warga binaan pemasyarakatan dianiaya, itu karena Kalapas membiarkannya. Apabila petugas dianiaya oleh petugas lain, atau petugas lebih senior, itu karena Kalapas mentolerirnya. Tidak ada pihak lain manapun di lapas selain Kalapas yang memiliki otoritas untuk memberlakukan kebijakan, prosedur atau perubahan dalam pelaksanaan rutinitas. Kepemimpinan merupakan hal yang amat penting dalam bagaimana petugas lapas bertindak. Pada saat bersamaan, setiap anggota petugas harus memahami bahwa mereka juga merupakan pemimpin di mata narapidana, dan mereka juga memiliki tanggungjawab yang sama atas perilaku mereka. Salah satu tantangan yang paling besar bagi setiap sistem lapas adalah kebutuhan membuat narapidana sibuk dengan mengerjakan sesuatu yang positif, yang dapat membantu mereka hidup dengan mematuhi hukum dan mandiri setelah bebas dari lapas. Bagian signifikan dari tantangan ini adalah program berkualitas tinggi membutuhkan uang. Seringkali, pemerintah tidak akan menyediakan dana untuk program Universitas Sumatera Utara seperti ini. Namun demikian, ada banyak contoh sistem lapas yang kurang dana yang menemukan cara-cara untuk menciptakan program. Ada pula contoh dari negara kaya yang tidak mengimplementasikan program yang dibutuhkan. Maka pendanaan bukanlah isu satu-satunya. Kreatifitas, kejelian, kemauan dan keprihatinan pada kesejahteraan narapidana dapat mengatasi banyak hal. Program pendidikan, pekerjaan, spritual, dan rekreasi perlu diberlakukan di setiap lapas. Keempat elemen dasar ini dapat membekali narapidana yang paling miskin sekalipun dengan keterampilan yang dapat digunakan setelah bebas, dan perilaku yang mendukung gaya hidup mematuhi hukum. Program pelatihan keterampilan sangat diminati, juga karena hal ini memberikan narapidana ketrampilan yang sesuai pasar. Ini biasanya lebih sulit untuk dilakukan di lapas. Program pemulihan didisain dengan fokus pada kebutuhan khusus narapidana juga diperlukan. Bilamana terdapat banyak warga binaan pemasyarakatan yang kecanduan pada alkohol ataupun obat-obatan, harus ada program yang didisain pertama-tama adalah untuk melakukan detoksifikasi membersihkan tubuh dari zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kedua memberikan informasi dan pemulihan khusus untuk mengurangi ketergantungan mereka pada alkohol ataupun obat-obatan. a. Pendidikan Lembaga pendidikan lokal di luar lembaga harus memberikan pendidikan yang terlembaga. Lapas tentunya harus membayar pendidikan jasa ini, karena dengan begitu lapas tidak perlu merekrut tenaga pengajar. Program di lembaga harus sama dengan yang ada di luar lembaga. Oleh karena itu, apabila narapidana telah bebas sebelum ia menyelesaikan pendidikannya, ia dapat melanjutkannya di luar lembaga. Universitas Sumatera Utara b. Kerja Lembaga harus memiliki program kerja narapidana yang didisain dengan baik. Idealnya setiap narapidana punya pekerjaan yang dilakukannya tiap hari. Pada umumnya lapas tidak bisa meraih keidealan ini, tetapi banyak yang sangat sukses dalam menciptakan lapangan kerja buat narapidana. Dalam sistem ini narapidana memperoleh sedikit uang untuk pekerjaan yang mereka lakukan. Ini memberi efek menciptakan situasi yang sama di dalam lapas dengan yang dianggap normal di luar lembaga. Minimalnya, narapidana harus dipekerjakan dalam pemeliharaan lembaga itu sendiri. Narapidana dapat melakukan pekerjaan intensif seperti mencuci, mengecat, pertukangan, dan perbaikan di bawah pengawasan dari petugas lapas. Dengan melakukan ini, mereka memperoleh harga diri, dan juga keterampilan yang dibutuhkan di masyarakat. Lebih penting lagi mereka punya sedikit waktu kosong. Bilamana memungkinkan, narapidana harus dibayar sedikit uang untuk pekerjaan yang mereka lakukan. Menggunakan perusahaan swasta adalah sesuai dengan standar, selama sumber eksternal tersebut tidak terlibat dalam proses yang korup untuk tujuan mendapatkan tenaga kerja murah. Proses kontrak apapun harus sangat transparan, dan tidak boleh melibatkan adanya narapidana yang dipekerjakan oleh petugas lapas. Tidak boleh ada transaksi antara narapidana dan petugas karena ini merupakan konflik kepentingan untuk petugas dan mengundang korupsi. c. Spritual Lembaga harus menyediakan layanan spritual untuk semua kepercayaan yang ada di lapas. Apabila tidak, maka ini merupakan tindak diskriminatif. Layanan spritual tidak Universitas Sumatera Utara hanya mencakup layanan ritual, tetapi juga arahan spritual tersedia bagi narapidana yang menginginkannya. Bekerja dengan elemen-elemen lainnya, layanan spritual dapat menjadi faktor penting perubahan sikap narapidana. Pada saat bersamaan, penting untuk memperhatikan bahwa fundamentalis radikal dalam bentuk apapun harus dicegah, dari kepercayaan mana pun. Ini dapat menjadi suatu peroblem khusus apabila narapidana dari suatu kepercayaan memutuskan untuk menyerang narapidana lainnya yang berbeda kepercayaan. d. Rekreasi Rekreasi merupakan bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat. Juga sama pentingnya di dalam lembaga. Suatu program adalah lebih dari hanya sekedar menyediakan peralatan. Ini termasuk kegiatan-kegiatan yang diatur, dan upaya untuk menjamin semua narapidana mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi setiap harinya dalam berbagai bentuk olahraga. Mengadakan olahraga beregu merupakan cara yang sering digunakan untuk mendorong partisipasi maksimal. e. Program Ketrampilan Program ketrampilan memiliki komponen pendidikan dan kerja, yang menuju sertifikasi dalam suatu bidang ketrampilan yang dapat digunakan di masyarakat, seperti perledengan, pertukangan, perbengkelan dan seterusnya. Pelatihan ini harus diajarkan oleh instruktur berkualitas untuk dipertimbangkan sebagai suatu program. f. Program Pemulihan Program pemulihan dibentuk untuk berfokus pada kebutuhan tertentu narapidana. Ini dapat mencakup program kesehatan jiwa, program pengembangan kemampuan Universitas Sumatera Utara membuat keputusan Kognitif, program untuk mengatasi kecanduan, dan seterusnya. Program ini umumnya menuntut skill keahlian. Dengan menyadari bahwa pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan narapidana yang sering disebut therapeutic process. Proses tersebut dimaksudkan untuk membina narapidana yang pengertiannya sama dengan menyembuhkan seseorang yang sementara tersebut hidupnya karena ada kelemahan-kelemahan yang dimilikinya. Lembaga Pemasyarakatan Anak juga mempunyai tugas yang berat dalam rangka menyembuhkan si terpidana menjadi orang baik karena tujuan pemidanaan narapidana anak adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan ahklak para narapidana anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan melalui sistem pembinaan. Salah satu cara untuk mengerti sistem di lapas bisa dilihat pada diagram dibawah ini. 42 42 Mr Jeff Christian Direktorat Jendral Pemasyarakatan RWI Kantor Jakarta, Buku I, Op.cit., hal., 3 Universitas Sumatera Utara Sistem Keamanan Statis adalah tembok, pagar, pembatas, kunci, sel, senjata dan peralatan lain yang digunakan untuk memastikan narapidana dapat dikontrol secara fisik. Sering kali hanya ini cara yang orang pikirkan bilamana membicarakan tentang keselamatan dan keamanan. Sistem Keamanan Dinamis adalah menciptakan hubungan yang benar antara petugas dan narapidana. Didasari pada penghormatan hak asasi manusia, hubungan ini mempunyai ciri-ciri terutama yaitu pengakuan dan pengertian akan ketidakseimbangan kekuatan antara petugas dan narapidana. Kedua ini tidak bisa menjadi sejajar, dan bagi mereka yang berpura-pura bahwa mereka sejajar artinya tidak bersikap jujur. Hubungan ini tidak dapat juga seperti hubungan antara ayah dan anak. Hubungan ini harus berupa profesionalisme dengan didasari saling menghormati setiap orang sebagai makhluk hidup, tetapi memahami juga realitas kedudukan masing-masing orang. Hubungan ini harus menyeimbangkan berbagai hal yang berbeda. Merupakan kewajiban petugas dalam hubungan keamanan dinamis untuk menciptakan rasa menghormati hak asasi manusia. Petugas lapas harus menjadi pemimpin. Ini dilakukan dengan memperlakukan narapidana secara adil dalam segala hal, berkomunikasi dengan jujur dan terbuka dengan narapidana, berusaha sekonsisten mungkin, dan melalui kontak langsung yang kerap dengan narapidana. Hubungan Universitas Sumatera Utara didasari prinsip-prinsip yang benar mengajarkan narapidana bagaimana sebaiknya berprilaku. Perilaku selain itu dari petugas akan memperkuat sikap negatif dari narapidana. Contoh sederhana adalah ketika seorang petugas mengatakan kepada seorang narapidana bahwa ia akan melakukan sesuatu, petugas melakukannya, atau ia menjelaskan kepada narapidana mengapa tidak dilakukan. Dengan kata lain, petugas memahami bahwa narapidana tidak dapat melakukan hal ini dengan sendiri, dan oleh sebab itu ia tergantung pada bantuan dari anggota petugas. Petugas menerima tanggung jawab terhadap narapidana. Berpura-pura membantu, dan kemudian tidak melakukannya tanpa alasan, adalah perbuatan yang kejam dan tidak profesional. Hal tersebut akan menyebabkan narapidana merasa tertipu, yang akan menumbuhkan kebencian terhadap petugas. Jika petugas lebih memeprlihatkan ketidak jujuran, perlakuan tidak adil, komunikasi yang berisikan kebohongan, narapidana juga diajarkan bagaimana berprilaku, sayangnya, perilaku negatiflah yang diajarkan, dan kecenderungan pada kriminilitas diperkuat. Jika hubungan yang benar dijalin, narapidana minimal salah satu dari mereka akan selalu memberitahukan petugas bilamana akan ada bahaya yang berkembang. Banyak narapidana tidak ingin ada masalah di dalam lapas. Jika terjalin hubungan keamanan dinamis yang baik, akan ada cara berbagai informasi penting dengan petugas yang tidak akan menimbulkan masalah bagi mereka dengan narapidana lain. Dilihat hanya dari perspektif keselamatan, hal ini saja cukup untuk menjadi alasan mengimplementasikan sistem keamanan dinamis yang kuat. Universitas Sumatera Utara Rutinitas harian adalah hal yang terjadi tiap hari. Lapas dan narapidana menyukai konsistensi dalam rutinitas harian. Pada saat bersamaan, rutinitas ini sendiri dapat menjadi perlakuan yang kejam, yang menambah penderitaan narapidana. Sebagai contoh, rutinitas yang mengharuskan narapidana berada dalam jangka waktu yang lama di dalam sel yang penuh sesak, ketika ada kemungkinan pilihan lain, harus diubah. Rutinitas harian perlu diperiksa dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa hal ini yang terbaik yang bisa dilakukan. Cara petugas menjalankan rutinitas harian adalah untuk keselamatan di lapas. Ada cara yang aman dan tidak aman dalam melakukan berbagai hal. Petugas sering kembali melakukan praktek tidak aman karena hal tersebut lebih mudah. Hal ini tidak konsisten dengan penghormatan hak asasi manusia karena membahayakan semua orang. Selain itu, rutinitas cenderung memaksa, meskipun diperlukan. Maka penting bagi petugas untuk menunjukkan penghormatan hak asasi manusia dalam melakukan tugas ini. Contohnya dalam cara narapidana diperiksa, atau cara pengunjung diperiksa. Pemeriksaan memang diperlukan, tetapi dapat dilakukan dengan cara yang lebih menghormati tanpa mengurangi keefektifannya. Sistem Pendisplinan, harus berlaku untuk narapidana dan petugas. Narapidana harus mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. Petugas harus mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. Kedua-duanya harus mengetahui proses apa yang akan digunakan untuk mereka pertanggungjawabkan. Proses tersebut harus adil dan sesuai hukum yang perlaku. Terakhir, narapidana dan petugas harus mengetahui konsekuensi apa yang akan diberikan jika mereka terbukti bersalah atas perilaku yang memerlukan pendisplinan. Universitas Sumatera Utara Sistem pendisplinan ini harus menghormati hak asasi narapidana dan petugas. Harus adil dan sesuai hukum yang berlaku. Bukti bersalah harus harus tersedia, tidak cukup hanya percaya seseorang telah melakukan kesalahan. Harus ada bukti yang lebih dari sekedar pengakuan dari narapidana, kecuali apabila narapidana tersebut mengaku bersalah telah melakukan pelanggaran. Pihak manajemen lapas harus memastikan bahwa narapidana dan petugas bertanggung jawab untuk perbuatan mereka, tetapi pertanggungjawaban harus didasari bukti, bukan politik lembaga atau alasan lainnya. Jika setiap orang mengerti peraturan, dan semua diminta pertanggungjawaban dengan cara adil, menghormati hak asasi dan martabat mereka, sistem pendisplinan ini akan mendapat kepercayaan petugas dan narapidana. Integritas sistem seperti ini sangat penting bagi keselamatan lingkungan lapas. Jika ada peraturan khusus untuk sebagian orang, tetapi tidak untuk yang lain, sistem ini burukkorup dan lembaga menjadi kurang aman, karena akan ada kemarahan dan pembalasan dari mereka yang diperlakukan tidak adil. Sistem Pengaduan harus juga dimiliki narapidana, karena harus ada cara bagi mereka untuk melaporkan kekerasan oleh petugas dan narapidana lain. Sistem pengaduan ini haruslah yang tidak memberi peluang bagipetugas untuk dapat menghentikan pengaduan tersebut. Ia juga harus juga yang memberi kesempatan narapidana membuat pengaduan tanpa harus melakukannya di depan petugas yang mungkin hendak mereka adukan atau kawan dari petugas tersebut. Jika kotak pengaduan digunakan, sebagai contoh, kotak harus ditempatkan di lokasi yang tidak diawasi secara terus menerus oleh petugas, sehingga narapidana dapat membuat pengaduan tanpa diketahui identitasnya Universitas Sumatera Utara apabila mereka merasa itu perlu. Sistem pengaduan yang benar adalah yang menjamin setiap pengaduan dikaji dan diperiksa apabila diperlukan. Tergantung administrasi lapas untuk meyakinkan narapidana bahwa pengaduan mereka ditanggapi dengan serius. Jika narapidana memiliki cara untuk menyuarakan pengaduan mereka sehingga pihak yang berwenang mendengar mereka, mereka cenderung tidak akan melakukan kekerasan untuk menarik perhatian seseorang mendengarkan mereka. Maka, sistem pengaduan yang efektif membuat lembaga lebih aman. Sistem Penempatan, menjamin narapidana ditempatkan pada tingkat keamanan yang sesuai di lembaga. Itu berarti narapidana dengan keamanan tinggi ditempatkan di lembaga dengan keamanan tinggi, dan narapidana dengan keamanan rendah dipindahkan ke lembaga dengan keamanan rendah. Tidak didasarkan pada opini, atau kefavoritan, tetapi lebih pada penilaian akan resiko mengenai narapidana akan melarikan diri, atau melukai diri sendiri atau orang lain. Sistem penempatan yang baik didasari penelitian, daripada hanya pengalaman atau opini. Sistem ini menjamin narapidana tidak diharuskan menghadapi pemaksaan keamanan tinggi bilamana tidak diperlukan, sehinga menghargai secara layak hak mereka akan privasi dan martabat diri pribadi. Jika narapidana ditempatkan sesuai dengan tingkat keamanannya, petugas dan narapidana lebih aman. Aktivitas dan program, untuk narapidana faktor penting keselamatan di lapas manapun. Narapidana yang tidak punya cukup kegiatan akan mencari nafkah. Dalam beberapa kasus, ini akan berakhir dengan kekerasan. Terbukti bahwa jika ada banyak aktivitas dan program, narapidana memiliki waktu dan keinginan yang berkurang untuk berperilaku buruk. Universitas Sumatera Utara Program yang memberi kesempatan bagi narapidana untuk mengembangkan diri melalui pendidikan atau manajemen kepribadian mengurangi kecenderungan adanya pemberontakan dari narapidana tersebut. Program kerja yang memberi kesempatan narapidana untuk melakukan hal yang positif dengan waktu mereka, terutama yang memberi kesempatan narapidana untuk mendapatkan ketrampilan yang dapat digunakan setelah mereka bebas dari lapas, berkontribusi bagi keselamatan di lapas dengan menciptakan suasana yang baik. Lapas yang menggunakan narapidana untuk mengecat dan membersihkan lembaga, mencapai banyak kesuksesan di bagian ini. Narapidana memiliki ketrampilan dan kemampuan yang sering tidak digunakan oleh administrasi lapas. Sebagai contoh, hampir semua lapas adalah tempat yang buruk. Padahal dengan populasi di dalam lapas, banyak orang yang tahu bagaimana mengecet. Mengapa mereka tidak mengecat. Jika administrasi dan petugas lapas menunggu narapidana untuk secara sukarela melakukan pekerjaan tersebut, itu tidak akan terjadi. Kepemimpinan harus berasal dari yang berwenang. Narapidana, yang tinggal di lingkungan yang bersih, dan menyenangkan, akan selalu menikmati suasana yang lebih rileks daripada di lingkungan yang kotor, dan tidak nyaman. Narapidana akan bereaksi terhadap lingkungannya, sebagaimana orang lain. Reaksi yang positif meningkatkan keselamatan di lapas bagi semua orang. Hak Asasi Manusia dan Keselamatan berhubungan erat. Semua sistem-sistem sebelumnya didukung oleh standard internasional hak asasi manusia dan peraturan minimum standar perlakuan terhadap narapidana. Universitas Sumatera Utara

B. Peraturan dan Tata Tertib di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan