Analisis Wacana Teun A.Van Dijk Terhadap Skenario Film Perempuan Punya Cerita

ANALISIS WACANA TEUN A. VAN DIJK TERHADAP
SKENARIO FILM “PEREMPUAN PUNYA CERITA”

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I.)

Oleh
Haiatul Umam
NIM: 105051102009
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M

ABSTRAK

Haiatul Umam
Analisis Wacana Teun A. Van Dijk Terhadap Skenario Film “Perempuan Punya

Cerita”
Film “Perempuan Punya Cerita” merupakan film yang bergenre drama, dengan
tema perempuan. Film ini menarik untuk diteliti, karena telah mengangkat realitas
permasalahan kehidupan perempuan Indonesia, yang tentu saja di dalamnya terdapat
masukan ideologi dan konstruksi yang dibuat oleh penulis skenario film tersebut. Film ini
juga memiliki empat cerita berbeda, yang masing-masing berdiri sendiri, dengan latar
belakang budaya, kelas sosial dan karakter tokoh yang beragam.
Agar pembahasan dalam penelitian ini dapat lebih terarah, maka rumusan
masalahnya adalah, bagaimana pesan teks, kognisi sosial serta konteks sosial yang
terdapat dalam skenario/naskah film “Perempuan Punya Cerita” jika dilihat dari analisis
wacana model Teun A. Van Dijk?
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
penelitian analisis wacana yang dikembangkan oleh Teun A. Van Dijk. Analisis wacana
model Teun A. Van Dijk memiliki tiga dimensi yang menjadi objek penelitiannya, yaitu
dimensi teks, kognisi sosial dan juga konteks sosial. Dimensi teks merupakan susunan
struktur teks yang terdapat dalam teks. Kognisi sosial merupakan pandangan, pemahaman
serta kesadaran mental pembuat teks yang membentuk teks. Sedangkan konteks sosial
yang
merupakan pengetahuan mengenai situasi yang berkembang di masyarakat
berkenaan atas suatu wacana.

Jika dianalisa, secara umum pembuat film dalam film “Perempuan Punya Cerita”
menyampaikan pesannya mengenai permasalahan yang menimpa sebagian perempuan di
Indonesia. Diantaranya permasalahan tentang hak-hak perempuan, kesehatan reproduksi
perempuan dan kekerasan terhadap perempuan. Namun demikian, walaupun perempuan
dihimpit oleh permsalahan tersebut, perempuan dalam film ini, memiliki ketegaran dan
kekuatan untuk bangkit dari keterpurukan.
Melalui strategi wacana model Teun A. Van Dijk, penulis menemukan bahwa,
informasi dalam setiap kalimat yang terdapat dalam skenario film “Perempuan Punya
Cerita” berhubungan dengan informasi dalam kalimat lainnya, serta memiliki unsur-unsur
koherensi di dalamnya, sehingga terbentuklah struktur wacana berupa bentuk dan makna.
Penyampaian informasi dalam skenario film “Perempuan Punya Cerita” dikemas dengan
gaya bahasa yang ekspresif dan sangat sederhana. Penokohannya juga terlihat memiliki
karakter yang kuat. Analisis wacana Teun A. Van Dijk juga menangkap informasi bahwa,
film “Perempuan Punya Cerita” merupakan salah satu representasi dari keadaan
perempuan di Indonesia yang mengalami berbagai macam persoalan.

i

KATA PENGANTAR


Dengan mengucapkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmatNya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan
salam

tak lupa selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta

keluarga, para sahabat, dan umatnya.
Tiada kata yang dapat mewakili luapan hati penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Akhirnya berkat usaha dan doa, skripsi yang berjudul ANALISIS WACANA TEUN
A. VAN DIJK TERHADAP SKENARIO FILM “PEREMPUAN PUNYA CERITA”
ini dapat rampung.
Selesainya skripsi ini tentunya tidak lepas dari dukungan dan bantuan serta
bimbingan semua pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Murodi, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Dr.
Arif Subhan, MA, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Drs. Studi Rizal L.K, MA, selaku
Pembantu Dekan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Suhaimi, M. Si, selaku Ketua Konsentrasi Jurnalistik dan Rubiyanah,

MA, selaku Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik yang selalu siap membantu
dalam masalah akademik. Terima kasih atas segala bimbingannya.

ii

3. Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum, selaku dosen pembimbing, yang telah
memberikan waktunya kepada penulis. Terima kasih atas bimbingan, ilmu
dan dorongan yang telah Ibu berikan kepada penulis dalam mengerjakan
skripsi ini.
4. Dosen-dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, yang namanya tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas ilmu dan dedikasi
yang diberikan kepada penulis. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat
bagi penulis. Amin.
5. Segenap staff dan karyawan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
6. Rumah Produksi Kalyana Shira Films, Mbak Sri dan Mas Jamal, yang
telah memperkenankan saya melakukan penelitian atas film “Perempuan
Punya Cerita”. Terima kasih atas bantuan yang diberikan.
7. Orang tua tercinta, Ayah dan Umi (H. Hamim dan Hj. Nuriah Dasuki)
yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan motivasi kepada penulis.

Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kalian. Amin. Serta
adik-adikku Zia Ulhaq, Ainun Najib, Riri Rizkia, dan Sahria Fadillah,
yang telah banyak membantu dan menghibur diri ini di kala penat.
8. Teman-teman seperjuanganku di Konsentrasi Jurnalistik angkatan 2005.
Terima kasih atas kerja sama yang solid selama ini, kalian sungguh luar
biasa.
9. Sahabat-sahabatku terkasih, Feby, Nia, Fika, Emy, Irma, Yefhy, Ican,
Angga, Tedi, Alfan, Arifin, Aris, Maya, Indah dan Ummu. Terima kasih

iii

atas canda, tawa, tangis, bantuan dan dorongan yang membuatku menjadi
lebih berarti. Love you guys!
10. Teman-teman SI-A angkatan 2004. Senang telah mengenal kalian.
Especially for The Chairman Aden Sihabuddin yang telah banyak
memberikan bantuan dan motivasinya kepada penulis.
11. Guru-guru dan teman-temanku di Pondok Pesantren Modern An- Najah.
Terima kasih atas ilmu, bimbingan, inspirasi dan pelajaran hidup yang
telah kalian berikan.
Dan kepada semua pihak yang telah langsung atau tidak langsung membantu

penulis dalam menyelasaikan skripsi ini, Semoga Allah membalas budi baik yang telah
kalian berikan. Amin.

Jakarta, Juni 2009

Penulis.

i
v

DAFTAR ISI

ABSTRAK…………………………………………………………………........i
KATA PENGANTAR…………………………………………………….........ii
DAFTAR ISI.………………………………………………………………..….v
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….viii
DAFTAR GAMBAR……...……………………………………………….…..ix

BAB I


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………...………….......1
B. Batasan dan Rumusan Masalah…………………………….......…4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………....5
D. Metodologi Penelitian….………………………………….…........6
E. Tinjauan Pustaka………………………………………………….11
F. Sistematika Penulisan…………………………………………….13

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Film
1. Pengertian, Sejarah dan Perkembangan Film Indonesia...........15
2. Unsur-Unsur Film..................................................................... 22
3. Pengertian Skenario Film..........................................................24
4. Struktur Film.............................................................................26
5. Jenis-Jenis Film.........................................................................27

v


B. Tinjauan Tentang Perempuan
1. Perempuan Secara Umum.........................................................29
2. Perempuan dalam Islam............................................................29
3. Perempuan dalam Film Indonesia.............................................32
C. Film Sebagai Suatu Realitas............................................................37
D. Konsep Wacana
1. Teori Wacana.............................................................................39
2. Kerangka Analisis Wacana Teun A. Van Dijk..........................43

BAB III GAMBARAN UMUM FILM ”PEREMPUAN PUNYA CERITA”
A. Profil Rumah Produksi Kalyana Shira Films...................................57
B. Latar Belakang Pembuatan Film ”Perempuan Punya Cerita”.........57
C. Sinopsis Film ”Perempuan Punya Cerita”.......................................60
D. Tim Produksi dan Pemeran Tokoh Film ” Perempuan Punya
Cerita”..............................................................................................62
E. Tentang Sutradara dan Penulis Skenario Film ” Perempuan Punya
Cerita”..............................................................................................64

BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN DATA SKENARIO FILM ”PEREMPUAN
PUNYA CERITA”

A. Teks Film ”Perempuan Punya Cerita”
1. Struktur Makro/Tematik……………………………………….68
2. Superstruktur/Skematik..............................................................72

vi

3. Struktur Mikro............................................................................78
B. Kognisi Sosial Film ”Perempuan Punya Cerita”............................107
C. Konteks Sosial Sosial Film ”Perempuan Punya Cerita”................112
BAB V PENUTUP
A.

Kesimpulan.................................................................................117

B.

Saran dan Rekomendasi..............................................................120

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................121
LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................................122


vii
DAFTAR TABEL

1.
2.
3.
4.

Tabel 1. 1 Model Analisis Van Dijk............................................................8
Tabel 2. 1 Skema Penelitian Teun A. Van Dijk Van Dijk….……….…...44
Tabel 2. 2 Elemen Wacana Teun A. Van Dijk...........................................45
Tabel 3. 1 Tim Produksi dan Pemeran Tokoh Film ”Perempuan Punya
Cerita..........................................................................................................62
5. Tabel 4. 1 Opening Shot.............................................................................72
6. Tabel 4. 2 Conflict Scene…..…………………………………………………..73
7. Tabel 4. 3 Anti Klimaks.............................................................................75
8. Tabel 4. 4 Ending.......................................................................................77
9. Tabel 4. 5 Latar..........................................................................................79
10. Tabel 4. 6 Detil..........................................................................................82

11. Tabel 4. 7 Maksud.....................................................................................84
12. Tabel 4. 8 Koherensi…...…………………………………………….......86
13. Tabel 4. 9 Kata Ganti.................................................................................88
14. Tabel 4. 10 Bentuk Kalimat.......................................................................91
15. Tabel 4. 11 Gaya Bahasa...........................................................................93
16. Tabel 4. 12 Grafis......................................................................................96
17. Tabel 4. 13 Metafora ................................................................................98
18. Tabel 4. 14 Ekspresi..................................................................................99

viii

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi massa merupakan penyampaian pesan secara serentak. Salah
satu penyampaiannya bisa melalui film. 1 Film merupakan media massa yang
dinilai cukup efektif dalam menyampaikan pesan, ketimbang media komunikasi
2
massa lainnya.

Film memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subyek yang tidak
terbatas ragamnya. Oleh karena itulah, film merupakan salah satu bentuk seni
alternatif yang banyak diminati masyarakat, karena dapat mengamati secara
seksama apa yang memungkinkan ditawarkan sebuah film melalui sebuah
peristiwa yang ada di balik ceritanya. Yang tak kalah pentingnya, film juga
merupakan ekspresi atau pernyataan dari sebuah kebudayaan, film juga
mencerminkan sisi-sisi yang kurang jelas diperhatikan di masyarakat.
Jika menonton sebuah film, kita tidak akan lepas dengan unsur sinematik
dan narasi. Aspek cerita dan tema sebuah film terdapat di dalam narasi. Cerita
diikemas ke dalam bentuk skenario, yang akan mengarahkan jalan cerita film. Di
dalam skenario kita dapat melihat unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik,
lokasi, waktu serta lainnya. Seluruh unsur-unsur tersebut membentuk sebuah
jalinan peristiwa terikat oleh sebuah aturan yakni hukum kausalitas.3

1

Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2004), h. 35.
2
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: Citra Aditia
Bakti, 2003), h. 206.
3

Himawan Pratista, Memahami Film (Yogyakarta, Homerian Pustaka, 2008), h. 2.

2

Berawal dari kesuksesan perfilman Indonesia 10 tahun terakhir ini,
mendorong penulis untuk menelaah hasil karya sebuah film, berupa skenario film,
yang juga menentukan keberhasilannya sebuah film. Dalam hal ini, film yang
menjadi perhatian penulis yaitu film yang bertemakan perempuan.
Pada masa 80-an sineas belum mampu untuk mengangkat realitas
perempuan yang sebenarnya secara utuh, hanya sebagian saja yang digambarkan,
sedangkan pada masa sekarang, perempuan dalam film Indonesia, sudah mampu
menggambarkan realita perempuan, bahkan mampu mengangkat hal-hal tentang
perempuan yang bagi sebagian orang dianggap tidak begitu penting. 4
Film yang bertemakan perempuan diantaranya: Film “Pasir Berbisik”
karya Nan T. Achnas, film ”Eliana-eliana” karya Riri Riza, film ”Ca Bau Kan”
dan ”Berbagi Suami”

karya Nia Dinata. Juga film”Marsinah” karya Slamet

Rahardjo.
Dari beberapa film yang bertemakan perempuan, Film ”Perempuan Punya
Cerita” yang diproduseri oleh Nia Dinata, menarik perhatian penulis untuk
menganalisanya secara mendalam, karena kisahnya yang sangat mengedepankan
realita perempuan, secara narasi film ini juga memiliki alur cerita yang menarik
untuk ditonton karena terdiri dari empat kisah yang berbeda, tetapi masih dalam
satu premis yang sama, yaitu tentang perempuan.
Film ”Perempuan Punya Cerita” adalah film yang ditulis dengan pesan
yang jelas tentang kondisi perempuan yang tidak banyak diangkat oleh media
massa kebanyakan, karena mungkin ironisnya, hal-hal tentang perempuan yang
dianggap penting oleh media massa kebanyakan adalah sebatas urusan rambut,
4

Sita Aripurnami, ed., Perempuan Yang Menuntun: Sosok Perempuan dalam Film
Indonesia (Jakarta: Ashoka Indonesia, 2000), h. 103.

3

memutihkan kulit, atau menurunkan berat badan. Padahal persoalan perempuan
masih sangat banyak dan kompleks yang justru sebenarnya harus diketahui, dan
dicari solusinya bersama.
Dalam film “Perempuan Punya Cerita”, tampak bahwa potret perempuan
digambarkan dengan sosoknya yang lemah dan tertindas. Persoalan perempuan
dalam film “Perempuan Punya Cerita” memaparkan secara selintas tentang
gambaran masalah perempuan yang terjadi di masyarakat, seperti masalah
kesehatan reproduksi perempuan, perdagangan perempuan, kekerasan terhadap
perempuan, serta masalah hak-hak perempuan.
Sosok perempuan Indonesia itu berada dalam stereotipe masyarakat, salah
satu stereotipe masyarakat bahwa, perempuan yang diterima adalah perempuan
yang menikah dan bernaung di bawah laki-laki, sedangkan perempuan yang
mencoba untuk mandiri dan bebas adalah terkutuk dan merupakan contoh dari
kekalahan hidup.
Dalam memandang persoalan perempuan, tentunya tidak bisa dilihat hanya
dari satu aspek, oleh karena itu dalam skripsi ini penulis akan memaparkan
tinjauan tentang perempuan yang dilihat dari berbagai macam aspek, guna
memberikan pengetahuan tentang perempuan. Diantaranya tinjauan perempuan
secara umum, perempuan dalam islam serta perempuan dalam film Indonesia.
Berangkat dari latar belakang di atas, perlu kiranya dilakukan penelitian
lebih mendalam pada aspek cerita film ini, guna memahami pesan apa yang
sebenarnya hendak disampaikan melalui skenario yang ditulis, dengan pendekatan
kacamata wacana Teun A. Van Dijk, serta untuk memberikan apresiasi terhadap
karya seorang pekerja media yang tentunya juga memiliki ideologi tertentu dalam

4

memandang realitas kehidupan, yang kemudian dijadikan sebagai isu untuk
ditonjolkan kepada masyarakat. Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis
memilih judul Analisis Wacana Teun A. Van Dijk terhadap Skenario Film
“Perempuan Punya Cerita".

B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti
agar pembahasan ini nantinya lebih terarah, spesifik dan sistematis. Untuk
menghindari terlalu luas dan melebarnya pembahasan, maka dalam penelitian ini
dibuat suatu batasan. Ruang lingkupnya dibatasi pada analisis tekstual (skenario)
film ”Perempuan Punya Cerita” dan bagaimana suatu teks tersebut diproduksi,
sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.
Semua itu hanya dengan menggunakan analisis wacana model Teun A. Van Dijk.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan permasalahan di atas, maka rumusan masalah yang
akan diteliti adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pesan teks skenario film ”Perempuan Punya Cerita” menurut
analisis wacana Teun A. Van Dijk?
b. Bagaimana kognisi sosial skenario film ”Perempuan Punya Cerita” menurut
analisis wacana Teun A. Van Dijk?
c. Bagaimana konteks sosial skenario film ”Perempuan Punya Cerita” menurut
analisis wacana Teun A. Van Dijk?

5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah, maka penelitian ini memiliki
tujuan, yaitu untuk mengetahui idealisme pembuat film dalam memproduksi film
(termasuk membuat skenario) dan menampilkan realita tentang perempuan di film
”Perempuan Punya Cerita”. Melalui analisis wacana model Teun A. Van Dijk,
kita akan tahu bukan hanya bagaimana isi teks di dalam skenario, tetapi
bagaimana dan mengapa pesan teks dalam skenario itu dihadirkan dan diproduksi
ke dalam sebuah film.

2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian ini yaitu:
a. Manfaat Akademis
Penelitian

ini

diharapkan

dapat

memberikan

kontribusi

dalam

perkembangan kajian media, terutama kajian yang berhubungan dengan media
dan komunikasi massa. Selain itu kajian ini diharapkan memberikan pandangan
baru dalam kajian komunikasi khususnya media film, terutama jika dilihat dari
analisis wacana.
b. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan juga dapat
memberikan masukan akademis bagi para penggiat film dalam melakukan telaah
film yang dilihat dari analisis wacana model Teun Van A. Dijk.

6

D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode penelitian analisis wacana yang dikembangkan oleh Teun A. Van Dijk.
Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum
yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam
masyarakat. Obyek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejalagejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat
bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu. 5
Analisis wacana didefinisikan sebagai suatu upaya pengungkapan maksud
tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.
Metode analisis wacana berbeda dengan analisis isi kualitatif yang lebih
menekankan pada pertanyaan ”apa” (what), analisis wacana lebih melihat kepada
”bagaimana” (how) dari suatu pesan atau teks komunikasi. 6 Maka dengan metode
ini tidak hanya diketahui pesan apa saja yang terdapat pada film ”Perempuan
Punya Cerita”, tetapi juga bagaimana pesan itu dikemas dan diatur sedemikian
rupa sampai menjadi sebuah film yang dapat dinikmati oleh masyarakat.
Wacana

merupakan praktik sosial (mengkonstruksi

realitas) yang

menyebabkan sebuah hubungan dialektis antara peristiwa yang diwacanakan
dengan konteks sosial, budaya, ideologi tertentu. Disini bahasa dipandang sebagai
faktor penting untuk merepresentasikan maksud si pembuat wacana 7, dalam hal
ini tentu saja pembuat film ”Perempuan Punya Cerita”.

5

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2007). h, 23.
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 68.
7
Ibid., h. 258.
6

7

Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan. Dasar Analisis
wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode
interpretatif yang mengandalkan interpreatasi dan penafsiran peneliti. 8
Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti mengenai wacana perempuan
yang menjalani hidupnya dalam berbagai konflik dengan menggunakan analisis
wacana yang dikembangkan oleh Teun A. Van Dijk.
Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/ bangunan:
teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Inti analisis Van Dijk adalah
menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.
Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan
strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level
kognisi sosial, dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi
individu dan pembuat berita. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan
wacana yang berkembang di masyarakat akan suatu masalah, dalam penelitian ini
tentu saja berkenaan dengan masalah perempuan yang hidupnya tersudutkan.
Analisis Van Dijk di sini menghubungkan analisis tekstual yang
memusatkan perhatian melulu kepada teks ke arah analisis yang komperhensif
bagaimana teks berita itu diproduksi, baik dalam hubungannya dengan individu,
pembuat film maupun dari masyarakat.
Model Analisis Van Dijk ini dapat digambarkan sebagai berikut: 9

8

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 337.
Ibid., h. 225.

9

8

Tabel 1.1
Model Analisis Van Dijk

Teks

Kognisi Sosial
Konteks

Van Dijk juga

melihat wacana terdiri atas tiga struktur, antara lain:

struktur makro, superstruktur dan

struktur mikro. 10 Dan elemen-elemen yang

terdapat dalam struktur tersebut antara lain: Tematik, Skematik, Semantik,
Sintaksis, Stilistik dan Retoris.
Sebetulnya banyak model analisis wacana yang dikembangkan oleh para
ahli. Eriyanto dalam buku analisis wacananya, menyajikan model-model analisis
wacana, diantaranya: wacana model Fairclough, Theo Van Leewen dan Sara
Mills.
Menurut

Michel

Fairclough,

wacana

tidaklah

dipahami

sebagai

serangkaian kata atau preposisi dalam teks, tetapi mengikuti Fairclough adalah
sesuatu sesuatu yang memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep atau efek).
Wacana dapat dideteksi karena secara sistematis suatu ide, opini, konsep, dan
pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga mempengaruhi
cara berpikir dan bertindak sesuatu. 11 Analisis wacana Fairclough didasarkan pada
pertanyaan besar, bagaimana menghubungkan teks yang mikro dengan konteks

10

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2007), h. 162.
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 65.

11

9

masyarakat yang makro. Titik perhatian besar dari Fairclough adalah melihat
bahasa sebagai praktik kekuasaan.12
Menurut Theo Van Leewen, analisis wacana diperuntukkan mendeteksi
dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarginalkan posisinya
dalam suatu wacana. 13
Sedangkan Sara Mills, memberikan titik perhatian pada wacana mengenai
feminisme, yaitu bagaimana wanita ditampilkan dalam teks. Menurutnya, wanita
cenderung ditampilkan dalam teks sebagai pihak yang salah. 14
Dari sekian banyak model analisis wacana, penulis menggunakan analisis
wacana model Teun A Van Dijk, karena model ini adalah model yang paling
banyak digunakan. Hal ini dikarenakan Van Dijk mengelaborasi elemen- elemen
wacana sehingga bisa didayagunakan dan dapat dipakai secara praktis.

2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian berdasarkan tujuannya ini menggunakan jenis penelitian
dekriptif. Jenis penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis,
faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan objek tertentu. Peneliti sudah
mempunyai konsep (biasanya satu konsep) dan kerangka konseptual. Melalui
kerangka konseptual (landasan teori), peneliti melakukan operasioanalisasi konsep
yang

akan

12

menghasilkan

Ibid., h, 285.
Ibid., h.171.
14
Ibid., h.199.

13

variabel

beserta

indikatornya.

Penelitian

ini

10

menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan
antarvariabel. 15

3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek yang akan diteliti adalah film “Perempuan Punya Cerita”,
sedangkan objek penelitiannya adalah pesan tekstual dalam script atau skenario
film “Perempuan Punya Cerita”.

4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi merupakan

sebuah kegiatan

yang berhubungan

dengan

pengawasan, peninjauan, penyelidikan dan penelitian. Metode pengumpulan data
dalam sebuah observasi, dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui
pengamatan dan pencatatan terhadap gejala atau fenomena obyek yang diteliti.
Dalam penelitian ini, yang dilakukan adalah obeservasi mengenai teks
dalam skenario film ”Perempuan Punya Cerita”, kemudian diadakan pengamatan
dan analisis terhadap isi makna pesan yang terkandung di dalam film ”Perempuan
Punya Cerita”.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi
langsung dan tak langsung.
1. Observasi langsung, yaitu melalui pengamatan langsung untuk memperoleh
data yang diperlukan. 16 Jenis sumber data yang dipakai untuk meneliti masalah ini

15

Rachmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, Pengantar Burhan Bungin
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 69.
16
Winarto Surahmad, Dasar-Dasar Teknik Penelitian (Bandung: CV . Tarsita, 1989), h.
162.

11

adalah dengan menggunakan data primer. Data primer yang digunakan adalah
script atau skenario film ”Perempuan Punya Cerita”.
2. Observasi tidak langsung, yaitu dengan mengamati film ”Perempuan Punya
Cerita” melalui VCD. Sebagai metode ilmiah observasi dapat diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan dengan sistematis tentang fenomena-fenomena yang
diselidiki.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan tanya jawab. Penulis menggunakan teknik wawancara terpimpin, yaitu
dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dipersiapkan, kemudian
dijawab oleh nara sumber. Penulis mengumpulkan data dengan cara bertanya
kepada penulis skenario dan sutradara dari film ”Perempuan Punya Cerita”.
c. Dokumentasi
Dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pihak pengelola film
”Perempuan Punya Cerita” yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini
sumber data berupa skenario yang diperoleh dari Rumah Produksi film
”Perempuan Punya Cerita” yaitu Kalyana Shira Films. Selain itu, sumber data
juga diperoleh dari media cetak, elektronik, internet dan buku-buku pustaka yang
dijadikan sebagai sumber bacaan untuk penulisan skripsi ini.

E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merujuk pada penelitian terdahulu yang membahas tentang
isi pesan dalam sebuah film. Seperti skripsi Analisis Wacana Dakwah dalam Film
Ayat-Ayat Cinta oleh Saudara Zaid Maftuh tahun 2008 dan skripsi ”Analisis

12

Wacana Pesan Moral dalam Film Naga Bonar Karya Asrul Sani” oleh saudari
Sukasih Nur tahun 2008. Kedua penelitian tersebut mengangkat tema film yang
berbeda, tetapi masih dalam metode yang sama yaitu dengan menggunakan
analisis wacana Teun. A Van Dijk. Skripsi Analisis Wacana Dakwah dalam Film
Ayat-Ayat Cinta oleh Zaid Maftuh mengusung tema religi sedangkan skripsi
”Analisis Wacana Pesan Moral dalam Film Naga Bonar Karya Asrul Sani” oleh
Sukasih Nur mengusung tema moral, dan penulis sendiri mengusung tema
perempuan dalam penelitian ini, juga dengan menggunakan metode penelitian
analisis wacana Teun A. Van Dijk.
Pada penelitian ini, penulis mencoba mengemukakan tentang pesan dari
film yang bertemakan tentang permasalahan perempuan yaitu film ”Perempuan
Punya Cerita” yang diproduksi pada tahun 2007. Untuk melihat pesan tersebut,
penulis

mencoba

menganalisa

unsur

dari

film

tersebut,

yaitu

narasi

(skenario/naskah) film yang penulis dapatkan dari Kalyana Shira Films
Production (rumah produksi film ”Perempuan Punya Cerita”). Yaitu dengan
menganalisa teks dari skenario film ”Perempuan Punya Cerita”. Melalui teks
tersebut akan diketahui pesan yang terkandung dalam film tersebut.
Dalam penelitian ini penulis juga berpedoman pada buku Eriyanto (2001)
yang berjudul ”Analisis Wacana (pengantar analisis teks media)”. Dalam buku ini
disajikan secara lengkap penjelasan wacana menurut Teori Teun A. Van Dijk,
mulai dari segi teks (tema, skema, bentuk kalimat sampai pada konteks sosial),
sehingga memepermdah penulis dalam melakukan penelitian. Penelitian yang
penulis lakukan diharapkan memberi tambahan/pelengkap dari penelitian yang
dilakukan sebelumnya.

13

Selanjutnya, penelitian ini akan menggunakan berbagai referensi dan
sumber-sumber yang terkait dengan penelitian, yang akan mendukung penelitian
ini.

5. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku ”Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh
CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan
Penelitian yang akan dibahas terdiri dari lima Bab dan masing-masing bab
terdiri dari Sub Bab, yakni:
BAB I

PENDAHULUAN
Membahas tentang latar belakang masalah, perumusan dan
batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II

LANDASAN TEORI
Membahas tinjauan tentang film, diantaranya pengertian
film, sejarah film, perkembangan film Indonesia, unsurunsur film, pengertian tentang skenario film, struktur
pembentukan film dan jenis-jenis film. Kemudian dalam
bab ini membahas tinjauan tentang perempuan yang dilihat
dari beberapa aspek (membahas tentang perempuan secara
umum, perempuan dalam islam dan perempuan dalam film

14

Indonesia) serta membahas tentang film sebagai suatu
realitas dan membahas tentang konsep wacana.
BAB III

GAMBARAN UMUM FILM ”PEREMPUAN PUNYA
CERITA”
Pada Bab ini berisikan pembahasan untuk mengenal
sasaran objek yang diteliti. Yang terdiri dari profil rumah
produksi Kalyana Shira Films, latar belakang pembuatan
film ”Perempuan Punya Cerita”, sinopsis film ”Perempuan
Punya Cerita”, tim produksi dan pemeran tokoh film
”Perempuan

Punya

Cerita”,

serta

mengenal

tentang

sutradara dan penulis skenario film ”Perempuan Punya
Cerita”.
BAB IV

ANALISIS DAN TEMUAN DATA SKENARIO FILM
”PEREMPUAN PUNYA CERITA”
Membahas tentang konsepsi struktur teks analisis wacana
Teun A. Van Dijk (Struktur Makro, Superstruktur, Struktur
Mikro) terhadap skemario film ”Perempuan Punya Cerita”,
serta membahas tentang kognisi sosial dan konteks sosial
dalam film ”Perempuan Punya Cerita” .

BAB V

PENUTUP
Penulis menutup skripsi ini dengan penyampaian beberapa
kesimpulan sekaligus berfungsi sebagai jawaban atas
masalah yang dirumuskan dalam bab pendahuluan, berikut
dengan disertai saran dan rekomendasi penulis.

15

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Film
1. Pengertian, Sejarah dan Perkembangan Film Indonesia a.
Pengertian Film
Film menurut kamus bahasa Indonesia

adalah gambar hidup. Secara

etimologi film adalah susunan gambar yang berada dalam selluloid kemudian
diputar dan bisa ditafsirkan dengan berbagai makna.1 Secara fisik film berarti
selaput tipis yang dibuat selluloid untuk tempat gambar yang negatif (yang akan
dipotret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop). Selaput
tipis tersebut terdiri dari beberapa lapisan, pertama disebut Jelatin sebagai bahan
pelindung, lapisan kedua disebut emulsi sebagai bahan kimia yang peka terhadap
cahaya dan lapisan ketiga disebut landasan, sebagai dasar yang sifatnya tipis,
lentur dan transparan.2
Film juga merupakan fenomena sosial, psikologi dan estetika yang
komplek. Dalam pengertian lain, film adalah dokumen yang terdiri dari cerita dan
gambar yang diiringi kata-kata dan musik.3 Film hadir ke tengah kehidupan
masyarakat sebagai suatu hasil produksi yang melibatkan banyak tenaga, modal
dan peralatan.4

1

Eko Endarmoko, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2006), h. 180.
Gatot Prakoso, Film Pinggiran Antologi Film Pendek, Eksperimental dan Dokumenter
(Jakarta: Fatwa Press, 1997), h. 22.
3
Sean Mc Bride, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa depan: Aneka Suara
dan satu dimensi. (Jakarta: PN Balai Pustaka, UNESCO, 1983), h. 120.
4
Zainuddin Ishak, dkk., Penelitian Apresiasi Masyarakat Terhadap Film Nasional
(Jakarta: Dep. Penerangan R.I., 1986), h. 1.
2

16

Dalam perkembangan teori film belakangan ini, mulai adanya upaya dari
dari beberapa teoritisi untuk mencari perspektif yang lebih mampu menangkap
subtansi film. Film tidak lagi dimaknai sekedar sebagai karya seni (film as art)
semata, tetapi lebih sebagai ”komunikasi massa”. Terjadinya pergeseran
perspektif ini, paling tidak telah mengurangi bias normatif dari teoritisi film yang
cenderung membuat lokalisasi dan karena itu mulai meletakkan film secara
obyektif.5
Salah satu kelebihan yang dimiliki film, baik yang ditayangkan lewat
tabung televisi maupun layar perak, film mampu menampilkan realitas kedua dari
kehidupan manusia. Kisah-kisah yang ditayangkan lebih bagus dari kondisi nyata
sehari-hari, atau sebaliknya bisa lebih buruk. 6
b. Sejarah Film
Seorang yang bernama Titus Lucrectius Corus pada tahun 65 SM. Sudah
menulis tentang ‘ide’ gambar bergerak dalam suatu tulisan dengan judul ‘De
Return Nature’ yang artinya sebagai berikut: ”Janganlah pikirkan dan herankan
bahwa gambar-gambar seolah-olah bergerak dan muncul menurut suatu susunan
dan waktu, kakinya dan tangan-tangannya digunakan untuk menghilang dan
berbagai penggantinya muncullah yang lain tersusun dengan cara yang lain pula.
Dan sekarang setiap gerakan seolah-olah berubah, karena anda harus mengerti
bahwa hal itu berlaku dengan kecepatan yang luar biasa.7
Dua nama penting dalam rintisan penemuan film adalah Thomas Alva
Edison dan Lumiere besaudara. Pada tahun 1887 Thomas Alva Edison berhasil

5

Budi Irwanto, Film, Ideologi, Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia
(Yogyakarta: Aksara, 2005), h. 11.
6
William, dkk., Media Massa dan Masyarakat Modern, h.199.
7
Soetarto, Sejarah Perfilman Nasional (Jakarta: LKBN, Antara, 1976), h. 21.

17

menciptakan mekanisme film dengan merancang alat untuk merekam dan
memproduksi gambar. Ciptaan Edison tersebut disebut kinetoskop

yang

menyerupai kotak berlubang untuk mengintip pertunjukan hingga tahun 1894 di
New York diadakan pertunjukan kinetoskop untuk umum. 8
Film dilahirkan sebagai tontonan umum (awal 1900-an), karena sematamata menjadi alternatif bisnis besar jasa hiburan di masa depan manusia kota.
Film dicap 'hiburan rendahan' orang kota. namun sejarah membuktikan bahwa
film mampu melakukan kelahiran kembali untuk kemudian mampu menembus
seluruh lapisan masyarakat, juga lapisan menengah dan atas, termasuk lapisan
intelektual dan budayawan. Tahun 1900-an film yang masih berwarna hitam putih
mulai dipoles dengan warna disana sini. Kemudian pada tahun 1905 orang mulai
mengenal suatu teknik warna yang sudah agak maju.
Film sebagai alat komunikasi massa baru dimulai pada tahun 1901, ketika
Ferdinan Zecca membuat film The Story of a Crime di Prancis dan Edward S
Porter membuat film The Life of an America Fireman tahun 1902.
Tahun 1905 bioskop dengan sebutan “Nickelodeon” mulai menyebar di
Amerika dengan film awal yang berdurasi pendek sekitar sepuluh menit. 9 Dan
Film bicara baru diperkenalkan kepada umum pada tahun 1927 di Amerika
Serikat.
Meskipun film sebagai penemuan teknologi baru telah muncul pada akhir
abad kesembilan belas, film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk
menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan

8

“Analisis Wacana Petra.” Artikel diakses pada 20 Desember 2008
http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/ikom/2007/jiunkpe-ns-s1-2007/
9
”Forum Dudung” Artikel
diakses pada 5 Desember 2008
http://www.forumdudung.net/index.php/2008/1205/2191.0-wome.html

dari
dari

18

cerita peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat
umum. 10
c. Perkembangan Film Indonesia
Perfilman Indonesia di mulai pada bulan September tahun 1926. Harian
De Lecomotif

menulis, "Inilah film yang merupakan tonggak pertama dalam

industri sinema Hindia sendiri, patut disambut dengan penuh perhatian." Film
yang dimaksud oleh De Locomotif itu adalah "Loetoeng Kasaroeng". Sebuah film
lokal Indonesia yang diproduksi oleh NV Java Film Company pada tahun 1926.
Pemain-pemain yang dipilih untuk film tersebut adalah orang-orang pribumi
terpilih dari golongan priayi yang berpendidikan, pengambilan film ini dilakukan
di Padalarang, dan pada tanggal 31 Desember 1926 hingga 6 Januari 1927 untuk
pertama kalinya "Loetoeng Kasaroeng", film lokal pertama yang menjadi tonggak
industri sinema di Indonesia itu, diputar di Bioskop Majestic, Jalan Braga
Bandung.
Kalau pada tahap pertama pembuat film masih bersifat meraba-raba dan
hasilnya pun kurang memuaskan. Maka tahap kedua mulailah keadaan produksi
meningkat. Sebagai film pertama, yang cukup laris adalah “Terang Bulan” buah
karya Albert Balink dan Wong Bersaudara, yang dibintangi oleh Roekiah dan R.
Mochtar, diproduksi oleh perusahaan ANIF pada tahun 1936-1937.
Di penghujung tahun 1941 Perang Asia Timur Raya pecah. Dunia film pun
berubah wajah. Perusahaan-perusahaan film, seperti wong Brothers, South

10

13.

Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga, 1987), h.

19

Pacific, dan Multi Film diambil alih oleh Jepang, ketika pemerintah Belanda
sebagai penguasa di Indonesia menyerah kalah kepada balatentara Jepang. 11
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya. Maka dunia perfilman pun ikut berubah. Nippon Elga Sha
diserahkan secara resmi pada tanggal 6 Oktober 1945 kepada pemerintah
Republik Indonesia yang dalam serah terimanya dilakukan oleh Ishimoto dari
pihak pemerintah militer Jepang kepada R.M Soetanto yang mewakili Pemerintah
Republik Indonesia.
Dengan menginjak dekade tahun 50-an, dunia film Indonesia memasuki
alam yang cerah. Tampaklah kegiatan yang dilakukan para sineas film nasional
dalam bentuk perusahaan-perusahaan film.12 Garis grafik yang menaik untuk
mencapai puncaknya yaitu pada tahun 1955 dengan adanya 59 judul film. Pada
tahun itulah diadakan Festival Film Indonesia (FFI) pertama.
Garis grafik menurun terus menerus untuk mencapai titik terendah tahun
1959 dengan hanya adanya 17 judul film.13 Banyak faktor-faktor yang
menyebabkan turunnya produksi film. Pertama adalah pergolakan politik, seperti
pemberontakkan PRRI/PARMESTA, yang dengan sendirinya mempengaruhi
bidang ekonomi. Kedua, yaitu saingan dari film-film luar negeri seperti India,
Filipina, Melayu dan Amerika yang muncul dengan film-film berwarnanya.
Dunia perfilman makin suram, ketika terjadi gerakan komunis PKI, yang
memanfaatkan politik sebagai panglima. Organisasi kebudayaan LEKRA, yang
berasal dari PKI ini, memperlihatkan kegiatan di berbagai bidang, termasuk pada

11
Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: Citra Aditia Bakti,
2003), h. 217.
12
Ibid., h. 218.
13
Gatot Siagian, Menilai Film (Jakarta; Dewan Kesenian Jakarta, 2006), h. 88.

20

bidang film. Organisasi ini dengan para simpatisannya memproduseri film dan
mengatur pemboikotan film-film non komunis produksi dalam negeri maupun luar
negeri. Hingga akhirya kegiatan mereka terhenti karena terjadinya peristiwa G
30 S/PKI tahun 1965.
Pada tahun 1967, produksi film nasional mulai kembali membaik dan
muncullah berbagai jenis dan tema film, seperti suksesnya film “Bernafas dalam
Lumpur”, sehingga memacu banyak produksi film untuk memperoduksi film,
yang menyebabkan perfilman Indonesia meningkat. 14
Tahun 1970, film masih menunjukan udara segarnya dengan dibantu oleh
kebijaksanaan pemerintah Orde Baru. Pada tahun itu pulalah berdiri Akademi
Sinematografi dari Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta, LPKJ yang kini
dikenal dengan nama IKJ, sebagai satu-satunya akademi di bidang film, di
Indonesia.15
Tahun 1974, gunting sensor dipertajam lagi dalam perfilman Indonesia,
maka terjadilah penurunan produksi. Setelah itu mulai ada perhatian pada cerita
dan penyajian yang baik dalam film Indonesia. Saat itu, film diramaikan dengan
pengangkatan cerita film dari novel popular,

karena terbukti suksesnya film

“Karmila” yang diangkat dari novel, yang beredar pada tahun 1976.16 Hingga
tahun 80-an, film Indonesia semakin berkembang pesat.
Sedangkan Ajang Festival Film Indonesia untuk pertama kalinya
diselenggarakan pada tanggal 20 Maret sampai 5 April 1955, “Lewat Djam
Malam” menjadi film terbaik FFI saat itu.

14
Tony Ryanto, Film Indonesia Sudah Tumbuh (Jakarta: Pintar Press, Persatuan
Perusahaan Film Indonesia), h. 38.
15
Gatot Siagian, Menilai Film, h. 89.
16
Chaidir, Festival Film Indonesia (Jakarta: FFI, 1983), h. 87.

21

Karena ketidakjelasan skema investasi film di Indonesia Usmar Ismail
mendirikan Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia). Film “Darah dan Doa”
diproduksi, pengambilan gambar pertama dilakukan pada tanggal 30 Maret, yang
kemudian ditetapkan sebagai Hari Film Nasional dan baru diakui pemerintah,
pada masa pasca reformasi di tahun 1999.
Perkembangan Film Indonesia Pasca Reformasi semuanya ini dimulai
pada tahun 1998, saat film “Kuldesak”, proyek omnibus Riri Riza, Rizal
Mantovani, Mira Lesmana dan Nan T. Achnas selesai pembuatannya dan
memperoleh sambutan yang hangat dari generasi muda yang haus akan tontonan
lokal di berbagai jaringan bioskop tanah air, jelang akhir tahun 1999.17
Di awal tahun 2000, pencerahan pun mulai terjadi pada dunia perfilman di
Indonesia, dengan jumlah penonton yang merangkak naik tajam untuk film-film,
seperti: “Petualangan Sherina”, “Jelangkung”, dan “Ada Apa Dengan Cinta”.
Lalu, mulailah produksi film-film Indonesia, bergulir dari karya insan-insan sineas
Indonesia.
Melihat perkembangan yang semakin pesat tersebut, maka di tahun 2004,
FFI kembali digelar dengan sebuah misi besar. Namun, pelaksanaannya masih
banyak kekurangan di sana-sini.
Pada bulan Desember 2006, penyelenggaraan FFI dan kriteria pemilihan
filmnya, justru semakin tidak jelas dan memburuk. Puncaknya, pada tanggal 3
Januari 2007, para sineas yang aktif membuat film di era pasca Orde Reformasi

17

”Ada Apa Dengan Film Indonesia” Artikel diakses pada 12 Februari 2009
http://www.kabar indonesia.com/index.php/2009/1155/2091.0-wome.html

dari

22

mengembalikan piala-piala Citra yang pernah diperoleh sejak tahun 2004 dan
menuntut pemerintah untuk segera membenahi kebijakan perfilman nasional.
Para sineas film ini, lantas bergabung dalam sebuah organisasi yang
mereka bentuk, Masyarakat Film Indonesia (MFI), sebagai wadah dan forum
untuk

menyuarakan

aspirasi

mereka

kepada

pemerintah,

agar

lebih

memperhatikan nasib perfilman nasional yang cukup memprihatinkan. Untuk
mengenal lebih lanjut keberadaan organisasi MFI dan visi-misinya.
Walaupun demikian, perfilman Indonesia saat ini, telah mengalami banyak
perubahan dan kemajuan, dan telah mampu bersaing dengan film-film luar negeri,
terbukti dengan banyak diperolehnya penghargaan oleh sineas Indonesia di ajang
festival internasional.

2. Unsur-Unsur Pembentukan Film
Film akan bersinggungan dengan unsur-unsur pembentukan film, sehingga
untuk memahami sebuah film tidak lepas dari unsur-unsur pembentukkan film.
Unsur-unsur tersebut antara lain:
a. Unsur Naratif
Film, secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk yakni, unsur
naratif dan unsur sinematik. Dua unsur tersebut saling berinteraksi dan
berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Masing-masing
unsur tersebut tidak akan dapat membentuk film jika hanya berdiri sendiri. Bisa
kita katakan bahwa unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah. Dalam
film cerita, unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya. Unsur naratif
berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita tidak mungkin

23

lepas dari unsur naratif. Setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh,
masalah, konflik, lokasi, waktu serta lainnya. Seluruh elemen tersebut membentuk
sebuah jalinan peristiwa tersebut terikat oleh sebuah aturan yakni hokum
kausalitas (logika sebab-akibat). Aspek kausalitas bersama unsur ruang dan waktu
adalah elemen-elemen pokok pembentuk naratif. 18
b. Unsur Sinematik
Unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolah film. Dalam film
cerita unsur sinematik atau juga sering diistilahklan gaya sinematik merupakan
aspek-aspek teknis pembentukan film. Unsur sinematik terbagi menjadi empat
elemen pokok, yakni, mise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara. Masingmasing elemen sinematik tersebut juga saling berinteraksi dan berkesinambungan
satu sama lain untuk membentuk gaya sinematik secara utuh.
Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah
film. Mise-en-scene adalah segaa hal yang berada di depan kamera. mise-en-scene
adalah segala hal yang berada didepan kamera. Mise-en-scene memiliki empat
elemen pokok yakni, setting atau lattar, tata cahaya, kostum dan make-up, serta
akting dan pergerakan pemain. Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera
dan filmnya serta hubungan kamera dengan obyek yang diambil. Editing adalah
transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya. Sedangkan suara adalah
segala hal dalam film yang mampu ditangkap melalui indera pendengaran.
Seluruh unsur

sinematik

tersebut saling

terkait,

mengisi,

serta

saling

berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk unsur sinematik secara
keseluruhan.

18

Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta, Homerian Pustaka, 2008), h. 2.

24

Gambar 2. 1
Skema Unsur Pembentukan Film

FILM

Unsur Naratif

Unsur Sinematik
-

Sebuah film yang memiliki cerita atau tema

Mise en scene
Sinematografi
Editing
Suara
kuat bisa menjadi tidak

berarti tanpa pencapaian naratif yang memadai. Sineas dapat memilih alternatif
bentuk teknik apapun sejauh sesuai dengan konteks naratifnya. Untuk mengukur
memadai atau tidaknya sebuah pilihan tergantung para penontonnya.
Keberhasilan seseorang dalam memahami film secara utuh sangat
dipengaruhi oleh pemahaman orang tersebut terhadap aspek naratif serta aspek
sinematik sebuah film. Kedua unsur tersebut apapun bentuknya pasti memiliki
norma serta batasan yang bisa diukur. Jika sebuah film kita anggap buruk (kurang
memadai) bisa jadi bukan karena film tersebut buruk namun Karena kita sendiri
yang belum memahaminya secara utuh.19

3. Pengertian Skenario Film
Skenario Film adalah blue print atau rangkaian penuturan sinematik dari
sebuah cerita. Dari sebuah skenario dimulailah aktifitas sebuah produksi film.20
Seorang guru penulisan skenario, Lewis Herman, menyatakan, "Skenario film
19
20

Ibid., h. 3.
Ibid.

25

adalah komposisi tertulis yang dirancang sebagai semacam diagram kerja bagi
sutradara film. Skenariolah yang menjadi dasar pemotretan sekuen-sekuen
gambar. Ketika disambung-sambung, sekuen-sekuen ini akan menjadi sebuah film
yang selesai, setelah efek suara dan latar musik yang cocok dibubuhkan."21
Dalam suatu skenario, terdapat tiga formula yaitu:
1. Introduksi.
Introduksi didapat melalui:
a. Memunculkan premis
b. Mengejar kemauan atau menyadari kebutuhan.
c. Perkenalan karakter bisa dilakukan melalui character bibling
yaitu penjelasan detail mengenai tokoh, bagaimana sudut
pandang pengarang terhadap plot, cerita, dan dialog.
d. Stereotype

adalah

pandangan

suatu kelompok

terhadap

kelompok lain yang biasanya berupa prasangka.
e. Archetype adalah emosi universal yang bersifat turun temurun.
2. Konflik
Faktor terpenting dan harus ada dalam sebuah cerita atau skenario film
adalah konflik. Apalah artinya sebuah cerita atau skenario film jika tidak ada
konflik
3. Solusi
Solusi/Plot point adalah kejadian/emosi yang bergerak maju. Dalam
sebuah cerita atau skenario film pasti memiliki pergerakan cerita. Pergerakan
cerita bisa ditimbulkan dari dua hal:
21

“Skenario Tiga Babak” Artikel diakses pada 18 Mei 2009 dari http:// indiesof.org
/jiunkpe/s1/ikom/2009/jiunkpe-ns-s1-2009/

26

a. Cerita dikendalikan oleh karakter yaitu tokoh mengendalikan cerita.
b. Cerita dikendalikan oleh situasi. Cerita dikendalikan oleh tokoh
lainnya sebagai situasi disekelilingnya.

22

4. Struktur Film
Seperti halnya sebuah karya literature yang dapat dipecah menjadi bab
(chapter), alinea, dan kalimat, jenis film apapun, panjang atau pendek, juga
memiliki struktur fisik. Secara fisik sebuah film dapat dipecah menjadi unsurunsur, yakni shot, adegan, dan sekuen. Pemahaman tentang shot, adegan, dan
sekuen nantinya banyak berguna untuk membagi urutan-urutan (segmentasi) plot
sebuah film ke dalam sistematik. Segmentasi plot akan banyak membantu kita
melihat perkembangan plot sebuah film secara menyeluruh dari awal hingga
akhir.
1. Shot
Shot selama produksi film memiliki arti proses perekaman gambar sejak
kamera diaktifkan (on) hingga kamera dihentikan (off) atau juga sering
diis