Uji Hipotesis Hasil Analisis Data 1.

menggunakan model pembelajaran discovery learning, ini dibuktikan dengan banyaknya siswa yang kebingungan dengan cara belajar discovery learning dan banyak siswa yang tidak peduli pada kelompoknya pada saat proses pembelajaran berlangsung. Yang ketiga adalah tes pretest dan posstest hanya menggunakan 8 soal pilihan ganda, kesalahan peneliti pada saat uji validitas adalah ketika hasil uji validitasnya terbukti yang valid 8 soal, peneliti tidak mencoba mengulang kembali uji validitas tersebut. Sehingga tes pretest dan posttest siswa pada saat itu hanya menggunakan 8 soal, yang menurut peneliti kurang bisa mengukur kemampuan siswa pada hasil belajar sosiologi. Pada tahap analisis, berdasarkan hasil koreksi nilai didapat nilai rata-rata pretest untuk kelas kontrol sebesar 50,89 dan kelas eksperimen sebesar 51,33. Ini menandakan masih lemah nya tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang di ajarkan yaitu sosialisasi. Bisa di lihat dari nilai rata-ratanya hasil pemahamannya pun tidak begitu jauh. Untuk nilai postest didapat nilai rata-rata dikelas kontrol sebesar 71,8 dan untuk dikelas eksperimen 77,6 dari hasil nilai rata-rata yang didapat, dapat disimpulkan ada peningkatan dari nilai pretest ke nilai posstest namun bisa dilihat bedanya nilai posstest eksperimen dan kontrol tidak begitu jauh. Pada saat uji hipotesis uji “t” pretest diperoleh t hitung = t tabel maka H diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak ada pengaruh penerapan discovery learning terhadap hasil belajar sosiologi. Dan pada saat pengujian hipotesis untuk postest karena berdistribusi tidak normal, digunakan uji non parametrik yaitu dengan Uji Mann-Whitney Uji “U” dan diperoleh hasil U Ukritis yang berarti H diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak ada perbedaan dan pengaruh penerapan discovery learning terhadap hasil belajar sosiologi. Dalam pembelajaran sosiologi menggunakan metode discovery learning melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan para peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku. Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Sehingga pembelajaran melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri. Namun ada beberapa kelemahan menggunakan metode discovery learning yaitu Metode ini berdasarkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. Di pihak lain justru menyebabkan akan timbulnya kegiatan diskusi. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan bagi berfikir yang akan ditemukan oleh siswa telah dipilih lebih dahulu oleh guru, dan proses penemuannya adalah dengan bimbingan guru. 1 Pada tahap kesimpulan, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan discovery learning bisa membuat siswa bisa lebih aktif didalam pembelajaran, siswa mendapatkan suatu pengalaman baru dalam belajar. Melihat beberapa kelemahan diatas bisa disimpulkan peneliti merasakan beberapa kelemahan-kelemahan diatas, sehingga hasil belajarnya tidak maksimal sehingga tidak memberi pengaruh lebih terhadap pembelajaran menggunakan metode biasa, namun peneliti sangat merasakan sekali perbedaan didalam aktivitas pembelajarannya, metode yang menggunakan discovery learning yang lebih membuat siswa lebih aktif didalam pembelajaran dibandingkan metode tradisional.

G. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti begitu menyadari banyak sekali kekurangan dalam penerapan discovery learning didalam proses belajar-mengajarnya. Peneliti sudah berusaha semaksimal mungkin didalam melakukan penelitian ini namun banyak suatu hambatan yang tidak pernah diduga-duga datang didalam proses pembelajarannya. Sehingga peneliti memiliki beberapa keterbatasan penelitian sebagai berikut: 1. Penelitian hanya pada ruang lingkup pembahasan sosialisasi sehingga tidak dapat meluas lagi. 2. Ada disatu kelas dimana ketika proses pembelajaran ingin dimulai kabel proyektor tidak berfungsi, sehingga peneliti harus mengganti dan meminjam dikelas lain dan membuat waktu terbuang cukup banyak. 1 Oemar Hamalik. Media Pendidikan, Bandung: Alumni, 1986 h. 122.