Pengaruh model guided discovery learning terhadap hasil belajar siswa SMA pada konsep gerak melingkar beraturan

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

RINA KHABIBAH 109016300021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

Learning terhadap Hasil Belajar Siswa SMA pada Konsep Gerak Melingkar Beraturan”. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model guided discovery learning terhadap hasil belajar siswa SMA pada konsep gerak melingkar beraturan. Penelitian ini dilakukan di SMAN 9 Tangerang Selatan pada bulan Agustus sampai dengan November 2013. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan desain Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design dan teknik pengambilan sampel purpossive sampling. Instrumen yang digunakan adalah tes berupa uraian dan non tes berupa lembar angket. Analisis data tes, menunjukkan terdapat pengaruh signifikan model guided discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada konsep gerak melingkar beraturan. dengan sampel yang pertama yaitu siswa kelas X5 sebagai kelas eksperimen dan kelas X3 sebagai kelas kontrol, masing-masing diberipretestdan posttest. Uji hipotesis pretest didapat thitung < ttabel (1,580<2,002), maka Ho

diterima dan Ha ditolak. Uji hipotesis posttest thitung > ttabel (2.060>2,002), maka

Ho ditolak Ha diterima. Terdapat pengaruh model pembelajaranguided discovery learning terhadap hasil belajar siswa SMA pada konsep gerak melingkar beraturan.

Kata kunci: Model guided discovery learning, hasil belajar siswa SMA, konsep gerak melingkar beraturan.


(6)

v

to Student Senior High School Learning Outcomes in Circular Motion Concept”. Skripsi of Physics Education Program, Science Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

The research aim to know are there any effect of guided discovery learning model to student senior high school learning outcomes in circular motion concept. This Research done in Senior High School 9 South Tangerang on august until November 2013. The method used in this research is Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design and the technique of sampling is purpossive sampling. Instrumen were used in this research are test instrument which is essay and nontest instrument which is quisioner. Based on data analysis, the result obtained that there is a significant effect of guided discovery learning model to student senior high school outcomes learning in circular motion concept . with the first class 30 students of X5 as experimental group and 30 students of X3 as control group both class are given the same pretest and posttest. The pretest result show tarithmetic < ttable (1,580<2,002), so Ho rejected Ha received. The

Posttest result show tarithmetic > ttable (2.060>2,002), so Ha rejected Ho received.

The research show be able effect of guided discovery learning model to student senior high school learning outcomes in circular motion concept.

Key Words: Guided discovery learning model Jerome Brunner, student learning outcome, circular motion concept.


(7)

vi

memberikan nikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa dikumandangkan untuk nabi besar kita Muhammad SAW, yang telah berjuang untuk umatnya dan menjadi suri teladan bagi umatnya.

Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan dan proses pengerjaannya selama 2 bulan. Penelitian dilakukan di SMA 9 Tangerang Selatan dengan populasi seluruh siswa kelas X dan sampel penelitian kelas X5 sebagai kelompok eksperimen dan X3 sebagai kelompok kontrol.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil, maka penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga kepada penulis.

2. Kedua orang tua tercinta ayahanda Jahari dan Ibundaku Waginah, terima kasih atas segala pengorbanan dan kasih sayang yang tercurahkan. Engkau telah ajarkan penulis tentang kebaikan, arti cinta, makna kehidupan dan kau telah mendidik penulis dengan kasih sayang. Terima kasih ayah dan ibu atas semua kasih sayang mu. Semoga Allah mengampuni segala dosa ayah dan menempatkan ayah di surga-Nya yang paling mulia. Untuk adik terjahilku Qori Hadi Pranoto yang senantiasa membuatku tertawa dan sejenak lupa akan semua masalah-masalah.

3. Ibu Nurlena Rifa’I, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku Ketua Jurusan dan Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Diah Mulhayatiah, M.Pd, dan Ibu Ai Nurlaela, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan II penulis yang telah banyak memberikan bimbingan,


(8)

vii

Penguji II telah memberikan bimbingannya selama revisi skripsi.

7. Bapak Drs. Ahmad Nana Mahmur M, MPd selaku kepala sekolah SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dan Bapak Rudinanto, S.Pd, selaku guru Fisika SMAN 9 Tangerang Selatan yang telah memberikan banyak bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian.

8. Untuk sahabat-sahabatku Asep Gumilar, R. Tetty, Ryani Fauziah, , Riah Elsa Fitri, Eva Afiatun, Citra Wahyudin, Arifin Budi S, dan M. Rifqi yang susah senang kita selalu bersama.

9. Untuk semua teman-teman Pendidikan IPA angkatan 2009 (Fi-nine) untuk Nuris dan Husni selaku adik kelas PPKT yang menjadi observer sewaktu penulis penelitian, terima kasih atas bantuan dan candaannya.

10. Untuk kawan-kawan KAHFI angkatan 14C yang dalam chargeran

semangatnya membuatku “on” untuk tak kenal kata tidak mungkin, dan wali

kelas 14C Kak ibnu dan Kak Ocha terima kasih atas arahan-arahannya.

11. Serta kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan bantuannya.

Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Dengan segala kerendahan hati, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya serta civitas akademika dunia pada umumnya

Jakarta, Januari 2014


(9)

vii

Lembar Pengesahan Penguji... ii

Surat Pernyataan Karya Sendiri ... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS... 7

A. Kajian Teori ... 7

1. ModelGuided Discovery Learning... 7

2. ModelGuided Discovery LearningJerome Bruner ... 10

3. Kelebihan dan Kelemahan ModelGuided Discovery Learning.... 14

a. Kelebihan ModelGuided Discovery Learning... 14

b. Kelemahan ModelGuided Discovery Learning... 15

4. Belajar dan Hasil Belajar ... 15


(10)

viii

a. Karakteristik Konsep Gerak Melingkar Beraturan ... 19

b. KI/KD Konsep Gerak Melingkar Beraturan... 19

c. Peta Konsep ... 21

d. Materi Gerak Melingkar Beraturan ... 21

B. Penelitian Relevan ... 27

C. Kerangka Berpikir ... 30

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 33

A. Waktu dan Tempat Penelitian... 33

B. Metode Penelitian ... 33

C. Desain Penelitian ... 33

D. Variabel Penelitian ... 34

E. Populasi dan Sampel Penelitian... 34

1. Populasi ... 34

2. Sampel... 35

F. Teknik Pengumpulan Data ... 35

G. Instrumen Penelitian ... 35

1. Instrumen tes ... 36

2. Instrumen non tes ... 36

H. Kalibrasi Instrumen ... 36

1. Uji Validitas Instrumen ... 37

2. Uji Reliabilitas ... 38

3. Taraf Kesukaran ... 39

4. Daya Pembeda... 40

I. Teknik Analisis Data ... 41

1. Uji Prasyarat Analisis... 41


(11)

ix

b. Data Terdistribusi Normal dan Tidak Homogen ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 46

A. Hasil Penelitian... 46

1. Deskripsi Data... 46

a. Deskripsi DataPretestKelompok Kontrol dan Eksperimen... 48

b. Deskripsi DataPosttestKelompok Kontrol dan Eksperimen ... 49

2. Hasil Uji Normalitas ... 50

3. Hasil Uji Homogenitas ... 50

4. Hasil Uji Hipotesis ... 51

5. Hasil Angket ... 52

B. Pembahasan Hasil Penelitian... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60


(12)

x

Tabel 3.1 Desain Penelitian... 34

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes... 36

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Non Tes Angket Respon Siswa... 36

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi nilai r... 38

Tabel 3.5 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen... 39

Tabel 3.6 Interpretasi Taraf Kesukaran... 40

Tabel 3.7 Interpretasi Daya Pembeda... 41

Tabel 4.1 Deskripsi Data Rata-rataPretestdanPosttestKelompok Eksperimen dan Kontrol... 49

Tabel 4.2 Hasil Uji NormalitasPretestdanPosttestKelompok Eksperimen dan Kontrol... 50

Tabel 4.3 Hasil Uji HomogenitasPretestdanPosttestKelompok Eksperimen dan Kontrol... 51

Tabel 4.4 Hasil Uji t Hasil Belajar SiswaPretestdanPosttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol... 51

Tabel 4.5 Hasil Angket Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 52


(13)

xi

Gambar 2.2 Peta Konsep Gerak Melingkar Beraturan... 21

Gambar 2.3 Contoh Aplikasi GMB di Kehidupan Sehari-hari... 22

Gambar 2.4 Vektor Kecepatan Gerak Melingkar Beraturan... 24

Gambar 2.5 Rantai Sepeda... 26

Gambar 4.1 HistogramPretestHasil Belajar Siswa Kelompok Kontrol dan Eksperimen... 47

Gambar 4.2 HistogramPosttestHasil Belajar Siswa Kelompok Kontrol dan Eksperimen... 48


(14)

xii

1. RPP Kelompok Kontrol ... 65

2. RPP Kelompok Eksperimen... 105

Lampiran B: Instrumen Penelitian... 144

1. SoalPretest-Posttest... 145

2. Lembar Observasi ... 147

3. Kuesioner ... 149

4. Lembar Uji Referensi ... 152

Lampiran C: Analisis Data Hasil Pengambilan Sampel... 155

1. Skor Data Uji Validasi ... 156

2. Reliabilitas Tes ... 157

3. Kelompok Unggul dan Asor ... 158

4. Daya Pembeda... 160

5. Tingkat Kesukaran ... 161

6. Korelasi Skor Butir dengan Skor Total ... 162

7. Rekap Analisis ... 163

Lampiran D: Analisis Data Hasil Penelitian... 164

1. Skor Kelas Kontrol (Pretest-Posttest)... 165

2. Skor Kelas Eksperimen (Pretest-Posttest) ... 166

3. Distribusi FrekuensiPretestKelompok Eksperimen... 167

4. Perhitungan Uji NormalitasPretestKelompok Eksperimen ... 170

5. Distribusi FrekuensiPosttestKelompok Eksperimen ... 171

6. Perhitungan Uji NormalitasPosttestKelompok Eksperimen ... 174

7. Distribusi FekuensiPretestKelompok Kontrol... 175

8. Perhitungan Uji NormalitasPretestKelompok Kontrol... 178

9. Distribusi FekuensiPosttestKelompok Kontrol... 179

10. Perhitungan Uji NormalitasPosttestKelompok Kontrol... 182

11. Perhitungan Uji HomogenitasPretest...183


(15)

xiii

1. Permohonan Izin Observasi ... 188

2. Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 189

Lampiran F: Profil SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan... 190

Lampiran G: Biodata Penulis... 195


(16)

1

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu proses kehidupan dalam rangka mengoptimalkan potensi diri siswa agar berkembang mengikuti perkembangan zaman. Sistem pendidikan di Indonesia, dikenal beberapa macam tujuan pembelajaran. Tujuan paling tinggi tingkatannya adalah tujuan pendidikan nasional yang kemudian dijabarkan lagi dalam tujuan institusional. Tujuan institusional dianggap masih sangat luas sehingga perlu dijabarkan lagi secara spesifik dalam tujuan kurikuler1.

Dalam pengertian yang lebih luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan2. Aspek yang berkaitan dengan kemampuan berpikir, kemampuan memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran merupakan aspek di ranah kognitif3.

Proses pembelajaran adalah ruang lingkup dari pendidikan, salah satunya adalah pembelajaran sains. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar pengalaman menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah4. Satu cabang dasar sains yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah mata pelajaran fisika. Cabang dasar sains Fisika merupakan faktor pendukung dalam laju perkembangan dan persaingan diberbagai bidang, dengan bantuan ilmu fisika banyak peristiwa atau kejadian alam semesta ini dapat dipelajari.

Kebanyakan pembelajaran fisika di sekolah dilakukan hanya melalui proses penyampaian informasi bukan melalui pemrosesan informasi. Guru di

1

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini,Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: LP UIN), 2009, h.63.

2Siti Mutoharoh,

“Pengaruh ModelGuided Discovery LearningTerhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Pada Konsep Laju Reaksi”, Skripsi pada Prodi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h.21.

3

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini,.Op.cit,. h.63 4


(17)

samping berfungsi sebagai motivator dan fasilitator, diharapkan dapat menjadi seorang menajer (pengelola) selama kegiatan belajar berlangsung5. Oleh karena itu, sudah saatnya guru sains membuka paradigma baru dalam pola pengajaran sains di kelas. Selama ini pembelajaran masih banyak berpusat pada guru sementara siswa cenderung pasif. Akibatnya siswa tidak mempunyai kesempatan mengembangkan kemampuan berpikirnya untuk memecahkan permasalahan yang ada sehingga hasil belajar siswa relatif rendah.

Berdasarkan hasil observasi melalui PPKT (Praktek Profesi Keguruan Terpadu) selama 4 bulan dan wawancara guru fisika di SMAN 9 Tangerang selatan dapat dilihat dari hasil belajar berupa nilai raport para siswa, nilai rata-rata para siswa dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 68,1 dengan KKM sebesar 75, penyebab hal ini dapat diindikasikan karena kurangnya hasil belajar siswa dalam memahami persoalan pada mata pelajaran Fisika.

Keberhasilan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada pembelajaran fisika dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi serta hasil belajar. Hal ini dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi serta hasil belajar, maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Menurut Sudjana hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya6. Menurut Mustamin bahwa hasil belajar siswa dapat diketahui dengan melakukan evaluasi, yaitu mengukur dan menilai dalam hal ini adalah menilai hasil kinerja siswa. Dengan mengukur hasil belajar, maka guru dapat mengetahui tingkat penguasaan materi pelajaran yang diajarkan dan dapat menjadi acuan bagi guru untuk mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum7.

Hal lain yang menyebabkan sulitnya fisika bagi siswa yaitu karena pembelajaran fisika kurang bermakna, oleh karena itu diperlukan suatu model

5

Tri Wardanik, “Pembelajaran Fisika Dengan Metode Direct Instruction (DI) Ditinjau Dari Kemampuan Awal Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Gerak Melingkar Beraturan Di SMA Tahun 2008/2009,” Skripsi pada Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, 2009, h.xvii, tidak dipublikasikan.

6

Anna Fauziah, Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Strategi REACT, Forum Kependidikan,1-13, 2010, h.1.

7

Nurcholis, Implementasi Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Hasl Belajar Siswa Pada Penarikan Kesimpulan Logika Matematika,Jurnal.Palu, 2013. h.32.


(18)

pembelajaran yang mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan ide-ide dalam pembelajaran di kelas agar pembelajaran lebih bermakna. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk hal ini, seperti hasil penelitian Balim dan Yunginger, keduanya menyatakan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam hasil prestasi setelah diimplikasikan pembelajarandiscovery.8

Jerome Bruner adalah salah satu ahli yang mengemukakan pendapat mengenai tahapan dalam modeldiscovery learning. Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dalam buku klasiknya, Toward a Theory of Instruction. Dia

menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain

dan untuk bekerjasama dengan mereka guna mencapai tujuan”, yang mana hal ini

dia sebut resiprositas (timbal balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan oleh guru untuk menstimulus kegiatan belajar9.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama diingat atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang diperoleh dari cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas, secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain10. Kegiatan belajar yang distimulus oleh kegiatan sosial diharapkan hasil belajar siswa meningkat.

Menurut Widdiharo lama pembelajaran di sekolah yang sudah ditentukan membuat siswa yang masih membutuhkan konsep dasar untuk menemukan

8

Khoirul, Analisis PembelajaranGuided DiscoveryDengan MengguanakanMacromedia Flash Dikaitkan Dengan Kecerdasan Logik Matematik Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMAN 1 Kota Subulussalam,Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika, 2012, h.21.

9

Silberman, Melvin.Active Learning. (Bandung: Nusa Media, 2011), h.30. 10

Ratna Willis Dahar, Teori-teori Belajar, (Bandung: PT Gelora Aksara Pratama, 1996)cet. ke-2, h.80.


(19)

sesuatu sendiri, sehingga membutuhkanwaktu yang cukup lama. Oleh karena itu, metode penemuan yang dipilih adalah metode penemuan terbimbing. Menurut Hamalik, metode penemuan terbimbing adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkna studi individual, manupulasi objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Siswa melakukan penemuan, sedangkan guru membimbing siswa, memberi petunjuk siswa yang mengalami kesulitan untuk menemukan sesuatu konsep/prinsip, dan waktu pembelajarna lebih efisien, bimbingan diberikan melalui serangkaian LKS dan materi yang sedang dipelajari11.

Salah satu cara merancang pembelajaran Fisika agar berlangsung efektif dengan memberdayakan potensi siswa adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Untuk itu dibutuhkan SDM guru yang mampu merancang pembelajaran yang dapat mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menunjang hasil belajar siswa.

Konten-konten fisika berkarakteristik teori, pemahaman konsep, dan metematis analitis12. Salah satu konten fisika yang karakteristiknya berupa matematis analitis dan pemahaman konsep adalah Gerak melingkar. Gerak melingkar merupakan cabang pembahasan materi gerak, yang berdasarkan asumsi peneliti memerlukan tingkat hasil belajar yang cukup tinggi, KI/KD Kurikulum 2013 yaitu 3.5 Menganalisis besaran fisis pada gerak melingkar dengan laju konstan dan penerapannya dalam teknologi13.

Konsep gerak melingkar dirasa sulit oleh para siswa, hal ini dilihat dari hasil belajar siswa di SMAN 9 Tangerang Selatan yang dibawah KKM. Konsep gerak melingkar adalah materi fisika yang bersifat analitis matematis sehingga sangat penting bagi siswa memiliki kemampuan pemahaman secara kontruktivis sehingga meningkatkan aspek kognitifnya berupa hasil belajar, selain berguna untuk pembelajaran fisika kemampuan ini dapat digunakan untuk menyelesaikan

11

Nurcholis,.Op.cit,.h.33. 12

Tri Wardanik,.Op.cit,. h.xvii, tidak dipublikasikan. 13


(20)

masalah-masalah yang relevan pada kehidupan sehari-hari. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep yang diajarkan sangat mempengaruhi kegiatan pembelajaran, baik proses pembelajaran aktivitas siswa, pemahaman siswa terhadap materi pelajaran maupun terhadap hasil belajarnya14.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengemukakan sebuah inovasi dengan menarik judul ”Pengaruh Model Guided Discovery Learning

Terhadap Hasil belajar Siswa SMA Pada Konsep Gerak Melingkar Beraturan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya pemahaman tentang konsep Gerak Melingkar Beraturan. 2. Semangat belajar fisika siswa kurang/lemah.

3. Materi gerak melingkar beraturan dianggap sulit, hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa masih di bawah KKM.

C. Batasan Masalah

Agar tidak melebar dari masalah penelitian, maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:

1. Peneliti mengambil materi Fisika kelas X semester I, yaitu konsep Gerak melingkar beraturan

2. Penilaian hasil belajar berdasarkan Taksonomi Bloom C3-C4 berdasarkan Kurikulum Inti (KI)/Kurikulum Dasar (KD) 2013 yaitu menganalisis besaran fisis pada gerak melingkar dengan laju konstan dan penerapannya dalam teknologi.

14


(21)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas penulis merumuskan masalah mengenai Apakah terdapat pengaruh model guided discovery learning terhadap hasil belajar siswa SMA pada konsep gerak melingkar beraturan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis mengemukakan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh model guided discovery learningterhadap hasil belajar siswa SMA kelas X pada konsep gerak.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat, diantaranya :

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak terkait dalam mengambil kebijakan terutama kebijakan pembelajaran.

2. Memberi pengalaman dalam melakukan penelitian dan wawasan pengetahuan peneliti tentang modelguided discovery learningmasalah Jerome Bruner. 3. Sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.


(22)

7

A. Kajian Teori

1. ModelGuided Discovery Learning

Model adalah rencana atau pola yang dapat dipakai untuk merancang mekanisme suatu pengajaran meliputi sumber belajar, subjek pembelajar, lingkungan belajar dan kurikulum1. Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung.2

Model Pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut3:

a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.

c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas.

d. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) Urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (2) Adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) Sistem sosial; dan (4) Sistem pendukung, keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran, dampak tersebut meliputi: (1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

f. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

1

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini,.Op.cit,.h.117. 2

Rusman,Model-model Pembelajaran,(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), h.132. 3


(23)

Pada kurikulum 2013, disarankan untuk menggunakan model pembelejaran yang dapat menuntun siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Model-model pembelajarn tersebeut antara lain: project based learning, problem based learning, dan discovery learning (pembelajaran penemuan), ada dua jenis pembelajarn penemuan yaitu pembelajaran penemuan murni (free discovery) dan pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery)4. Model pembelajaran penemuan terbimbing merupakan model pembelajaran yang bersifat student oriented dengan teknik trial and error, menerka, menggunakan intuisi, menyelidiki, menarik kesimpulan, serta memungkinkan guru melakukan bimbingan dan penunjuk jalan dalam membantu siswa untuk mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang mereka miliki untuk menemukan pengetahuan yang baru5.

Belajar merupakan suatu proses dimana seorang pembelajar mengintegrasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama. Model pembelajaran discovery learning berakar dari faham kontruktivisme. Teori kontruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya6.

Pembelajaran dengan menggunakan model guided discovery learning bertujuan untuk memperbaiki pola pengajaran yang selama ini hanya mengarah kepada menghafal fakta-fakta saja, tetapi tidak memberikan kepada siswa pengertian konsep-konsep dan atau prinsip-prinsip yang terdapat dalam suatu materi pelajaran. Dalam model guided discovery learning ini siswa melakukan percobaan dengan mengamati dan menuliskan data yang dihasilkan ke dalam LKS serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru dalam upaya menemukan konsep-konsep berdasarkan data yang diperoleh dan membandingkannya dengan teori yang terdapat dalam modul atau buku

4

Fatih istiqomah dkk, “Penerapan Model Guided Discovery Learning Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa”,Jurnal, Bandar lampung, 2014, h.6

5

Yoppy, Keefektifan Model Penemuan Terbimbing dan Cooperative Learning Pada Pembelajaran Matematika,Jurnal Kependidikan, 2011, h.146.

6

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. Pertama, h. 13.


(24)

pelajaran7. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan menemukan sendiri konsep-konsep dari materi yang diajarkan dan pemahaman konsep siswa akan lebih bersifat permanen atau tidak akan mudah hilang dari ingatan.

Menurut Bruner dalam Prince & Felder belajar dengan penemuan merupakan pendekatan yang berbasis pemeriksaan. Para siswa diberi suatu pertanyaan untuk menjawab suatu masalah untuk dipecahkan atau pengamatan-pengamatan untuk dijelaskan, mengarahkan dirinya sendiri untuk melengkapi tugas-tugas, menarik kesimpulan-kesimpulan yang sesuai dengan temuannya, dan "menemukan" pengetahuan konseptual berdasarkan fakta yang diinginkan di dalam proses8.

Marzano dan Markaban menyatakan bahwa metode penemuan terbimbing salah satunya memiliki kelebihan yaitu mendukung kemampuan problem solving siswa dan materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya. Herman memaparkan tentang kekuatan metode penemuan terbimbing diantaranya yaitu siswa benar-benar dapat memahami materi yang sedang dipelajari9.

Abel dan Smith mengungkapkan bahwa guru memiliki pengaruh yang paling penting terhadap kemajuan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam metode penemuan terbimbing, guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang lalu dengan pengetahuan yang sedang ia peroleh. Siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga

7

Qorri’ah, “Penggunaan Metode Guided Discovery Learning Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung” ,Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, h.23, tidak dipublikasikan.

8

Yoppy,.Op.cit,.h.39. 9

Risnita, Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X3 SMA Negeri 1 Pangkalan Kerinci Dengan Menerapkan Metode Penemuan Terbimbing, Jurnal Kependidikan, 2011, h.32


(25)

dapat menemukan konsep, prinsip, ataupun prosedur berdasarkan bahan ajar yang telah disediakan guru.10

2. ModelGuided Discovery LearningJerome Bruner

Teori belajar Bruner ialah belajar penemuan atau discovery learning. Belajar penemuan dari Jerome Bruner adalah model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa terlibat aktif dalam penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui pemecahan masalah atau hasil abstraksi sebagai objek budaya. Guru mendorong dan memotivasi siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka untuk menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika untuk mereka sendiri. Pembelajaran ini dapat membangkitkan rasa keingintahuan siswa11.

Salah satu cara yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan penerapan teori belajar Bruner. Teori belajar Bruner lebih menekankan pada kemampuan siswa memecahkan masalah dengan menerapkan 4 prinsip tentang cara belajar dan mengajar matematika yang masing-masing disebut

sebagai ‘teorema’. Teorema tersebut terdiri dari teorema konstruksi (construction theorem), teorema notasi (notation theorem), teorema kekontrasan dan variasi (contrast and variation theorem), dan teorema konektivitas (connectivity theorem). Sehingga dengan menerapkan 4 prinsip tersebut, siswa akan lebih mudah, cepat, dan mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapinya12.

Metode penemuan merupakan metode dimana siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya

10

Leo, Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP,Jurnal Penelitian Pendidikan vol.13no.2, 2012, h.4.

11

Rajagukguk. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Penerapan Teori Belajar Bruner Pada Pokok Bahasan Trigonometri di Kelas X SMA Negeri 1 Kualuh Hulu Aek Kanopan T.A. 2009/2010.Jurnal Nasional ISSN 0853-0203. 1-17, 2009, h.434

12


(26)

memberikan hasil yang lebih baik, berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang menyertainya, serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna13.

Bruner juga menggunakan konsep scaffoldingdan interaksi sosial di kelas maupun di luar kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau oang lain yang memiliki kemampuan lebih14.

Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Menurut Jerome Bruner belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan, yaitu:15

a) Memperoleh informasi baru. Informasi baru merupakan perluasan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Atau informasi tersebut dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang.

b) Transformasi informasi. Transformasi informasi/pengetahuan menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan. Informasi yang diperoleh, kemudian dianalisis, diubah atau ditransformasikan ke dalam yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.

c) Evaluasi. Evaluasi merupakan proses menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Proses ini dilakukan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan tersebut cocok atau sesuai dengan prosedur yang ada. Juga sejauh manakah pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk memahami gejala-gejala lainnya.

Penulis mencoba membuat bagan tahapan Jerome Bruner terhadap tingkah laku guru, dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:

13

Rajagukguk,.Op.cit,.h. 434. 14

Rusman.,Op.cit., h. 244. 15


(27)

Tabel 2.1 Tahapan Pembelajaran Menurut Jerome Bruner

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Memperoleh Informasi Baru

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran

2. Guru mengajukan fenomena atau demonstrasi secara virtual, atau fenomena untuk memunculkan masalah

3. Guru memotivasi siswa untuk terlibat dalam informasi konsep yang baru

4. Guru memotivasi siswa untuk terlibat dalam permasalahan masalah yang ada.

Tahap 2 Transformasi

1. Guru membantu atau sebagai fasilitator siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dengan pemahaman konsep yang telah dilakukan pada tahap 1.

2. Guru membimbing siswa mentransformasikan pengetahuan baru dan lamanya kedalam bentuk matematis dan kefisikaan untuk mendapat penyelesaian permasalahan.

Tahap 3 Evaluasi

1. Guru melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

2. Guru memberikan penguatan tentang pengetahuan baru yang didasari dengan pengetahuan lama yang dimiliki siswa.

Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan ketiga sistem keterampilan tersebut untuk menyatakan kemampuan-kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu ialah yang disebut tiga cara penyajian


(28)

(models of presentation) oleh Bruner. Bruner membagi perkembangan kognitif anak menjadi 3 tahap, yaitu16:

a) Enakrif (Enactive). Tahap ini merupakan tahap representasi pengetahuan dalam melakukan tindakan. Pada tahap ini siswa dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi obyek-obyek secara langsung. Dengan cara ini siswa mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata.

b) Ikonik (Iconic). Tahap ini merupakan tahap perangkuman bayangan secara visual. Pada tahap ini anak melihat dunia melalui gambar-gambar atau visulisasi. Dalam belajarnya, siswa tidak memanipulasi obyek-obyek secara langsung, tetapi sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran atau obyek. Pengetahuan yang dipelajari siswa disajikan dalam bentuk gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan konsep itu sepenuhnya.

c) Simbolik (Symbolic). Tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi menggunakan obyek-obyek atau gambaran obyek. Pada tahap ini siswa memiliki gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika.

Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dalam buku klasiknya, Toward a Theory of Instruction. Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam

manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna

mencapai tujuan”, yang mana hal ini dia sebut resiprositas(timbal balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan oleh guru untuk menstimulus kegiatan belajar17.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama diingat atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang diperoleh dari cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada

16

Ratna Willis Dahar,.Op.cit,.h.78. 17


(29)

situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas, secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain18. Kegiatan belajar yang distimulus oleh kegiatan sosial diharapkan hasil belajar siswa meningkat.

3. Kelebihan dan Kelemahan ModelGuided Discovery Learning

a. Kelebihan ModelGuided Discovery Learning

Berikut ini beberapa kelebihan model guided discovery learning, antara lain19:

1) Mendorong siswa untuk lebih mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.

2) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.

3) Dapat membangkitkan kegairahan belajar siswa.

4) Mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing–masing.

5) Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar giat.

6) Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

7) Lebih berpusat pada siswa, tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan.

18

Ratna Willis Dahar,.Op.cit,. h.80. 19

Faiz,”Pengaruh Penggunaan MetodeDiscovery InquiryTerhadap Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Di SMA Ditinjau Dari Kreativitas Belajar Fisika Siswa,” Skripsipada Universitas Sebelas Maret Surakarta, Surakarta, 2010, h.37.


(30)

b. Kelemahan ModelDiscovery Learning

Disamping keunggulan, model discovery learning juga memiliki kelemahan diantaranya:20

1) Pada diri siswa harus sudah ada kesiapan dan kematangan mental untuk belajar. 2) Kurang efektif untuk kelas yang terlalu besar.

3) Proses mental yang terjadi terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.

4) Kurang memberikan kesempatan untuk berpikir secara kreatif.

4. Belajar dan Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun dalam keluarganya sendiri. Oleh karena itu, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para guru21.

Beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian belajar diantaranya yaitu22:

1) Skinner

Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

2) Chaplin

Belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.

20

Faiz,.Ibid,.h.37. 21

Siti Mutoharoh,.Op.cit,.h.21. 22

Muhibbin Syah,Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2013), Cet ke-18, h.21


(31)

3) Hintzman

Dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.

4) Wittig

Dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.

5) Reber

Pertama belajar adalah proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.

b. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Sudjana hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya23. Menurut Mustamin bahwa hasil belajar siswa dapat diketahui dengan melakukan evaluasi, yaitu mengukur dan menilai dalam hal ini adalah menilai hasil kinerja siswa. Dengan mengukur hasil belajar, maka guru dapat mengetahui tingkat penguasaan materi pelajaran yang diajarkan dan dapat menjadi acuan bagi guru untuk mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum24.

Hasil belajar dapat diijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil (product) menuju kepada suatu perolehan akibat dilakukannya aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Dalam siklus input proses hasil belajar dapat dengan jelas bahwa hasil merupakan akibat perubahan oleh proses. Begitu juga dalam kegiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar siswa berubah

23

Anna Fauziah,Op.cit,. h.1. 24

Nurcholis, Implementasi Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Hasl Belajar Siswa Pada Penarikan Kesimpulan Logika Matematika, Jurnal. Palu, 2013. h.32.


(32)

perilakunya dibanding sebelumnya. Hubungan ini digambarkan pada Gambar 2.1 berikut25:

Gambar 2.1 Hubungan Siklus Hasil Belajar

Sistem Pendidikan Nasional merumuskan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikulum maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu26:

1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan (ingatan), pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evalauasi.

2) Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

3) Ranah Psikomotorik

Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif27.

Ranah psikologis siswa yang terpenting ialah ranah kognitif. Ranah yang berkedudukan di otak ini, dalam perspektif psikologi kognitif ialah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah lainnya, yaitu ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotorik (karsa). Bruner menyebut pandangan tentang belajar atau

25

Nana Sudjana,Peningkatan Hasil dan Proses Belajar Mengajar. (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2008). cet. ke-14, h.2

26

Ibid.,h.22 27

Siti Mutoharoh,.Op.cit,.h. 23.

Tujuan Intruksional


(33)

pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang kenyataan yang dibangunnya, dan kedua model-model pembelajaran semacam itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang bersangkutan28.

Persepsi seseorang tentang suatu peristiwa merupakan suatu proses konstruktif. Dalam proses ini orang itu menyusun suatu hipotesis dengan mengubungkan data inderanya pada model yang telah disusunnya tentang alam, lalu menguji hipotesisnya terhadap sifat-sifat tambahan dari peristiwa itu29

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu30:

1) Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.

2) Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa.

3) Faktor pendekatan belajar.

Menurut Gagne belajar dapat didiefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman, Gagne membagi tiga perilaku yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu31:

1) Perubahan Perilaku

Untuk mengukur belajar, kita dapat membandingkan cara organisme itu berperilaku pada waktu 1 dengan waktu 2 dalam suasana yang serupa. Bila perilaku dalam suasana serupa itu berbeda untuk kedua waktu itu, maka kita dapat berkesimpulan bahwa telah terjadi belajar.

28

Ratna Willis Dahar,.Op.cit,.h.101. 29

Ibid 30

Muhibbin Syah.,opcit.,h.129 31


(34)

2) Perilaku Terbuka 3) Belajar dan Pengalaman

Dengan menerapkan Model guided discovery learning diasumsikan dapat membantu siswa menjadi lebih otonom, dan bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri. Siswa akan mempunyai motivasi didalam dirinya (motivasi intrinsic) ketika mereka belajar dengan menemukan sesuatu sendiri, bukan hanya dengan mendengar tentang sesuatu hal32.

5. Konsep Gerak Melingkar Beraturan

a. Karakteristik Konsep Gerak Melingkar Beraturan

Karakteristik dari konsep gerak melingkar beraturan ini berupa pemahaman, aplikasi dan perhitungan dari soal-soal cerita yang membutuhkan pemahaman konsep dan kemampuan mengkonstruk pengetahuan lama dan pengetahuan baru sehingga hasil belajar para siswa meningkat.

b. KI/KD Konsep Gerak Melingkar Beraturan

KI1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

KI2: Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro-aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI3: Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

32


(35)

KI4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

1.1 Bertambah keimanannya dengan menyadari hubungan keteraturan dan kompleksitas alam dan jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya

1.2 Menyadari kebesaran Tuhan yang mengatur karakteristik fenomena gerak, fluida, kalor dan optik

2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan dan berdiskusi

2.2 Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan

3.5 Menganalisis besaran fisis pada gerak melingkar dengan laju konstan dan penerapannya dalam teknologi

4.5 Menyajikan ide/gagasan terkait gerak melingkar (misalnya pada hubungan roda-roda)


(36)

c. Peta Konsep

Gambar 2.2 Peta Konsep Gerak Melingkar Beraturan

Gambar 2.2 di atas adalah peta konsep yang bertujuan sebagai acuan pembelajaran gerak melingkar beraturan.

d. Materi Gerak Melingkar Beraturan 1) Besaran pada Gerak Melingkar

Pada Gambar 2.3 di bawah ini merupakan salah satu aplikasi gerak melingkar beraturan dalam kehidupan sehari-hari:

Berubah Tetap

GERAK MELINGKAR

Gerak Melingkar Beraturan (GMB)

Gerak Melingkar Berubah Beraturan (GMBB)

 Periode dan frekuensi

 Kecepatan Sudut danKelajuan Linear

 Percepatan Sentripetal Hubungan Roda-roda:

 Seporos ( a= b)

 Dihubungankan rantai (Va=Vb)  Bersinggungan (Va=Vb)

Analogi Gerak


(37)

Gambar 2.3 Contoh Aplikasi GMB di Kehidupan Sehari-hari

Seperti halnya pada gerak lurus, pada gerak melingkar juga terdapat beberapa besaran yang menjadi fokus pembahasan. Beberapa besaran tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Frekuensi dan Periode

Frekuensi (f) suatu benda yang bergerak melingkar beraturan dapat didefinisikan sebagai banyaknya putaran yang dilakukan oleh suatu benda per satuan waktu. Secara umum, jika dalam waktu t sekon sebuah benda berputar sebanyak n kali, frekuensi putaran benda dituliskan seperti berikut33:

=

………..………..…………(2.1)

keterangan:

f = frekuensi putaran benda (Hz)

n = banyaknya putaran yang dilakukan benda dalam satuan waktu t t = lamanya benda berputar (s)

Periode (T) putaran suatu benda didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan benda untuk menempuh satu putaran. Dapat dikatakan bahwa periode kebalikan dari frekuensi sehingga hubungan keduanya dapat dituliskan sebagai berikut34:

= =

………..(2.2)

Keterangan: 33

I Made Astra, Hilman Setiawan,FISIKA untuk SMA dan MA kelas X Kurikulum 2013, (Jakarta: Piranti,2013), h.70

34


(38)

T = periode putaran benda (s) f = Frekuensi benda berputar (s)

n = banyaknya putaran yang dilakukan dalam selang waktu t

b) Kecepatan Sudut dan Kelajuan Linier

Kecepatan Sudut didefinisikan sebagai perubahan posisi sudut benda yang bergerak melingkar tiap satuan waktu. Kecepatan sudut disebut juga dengan

kecepatan anguler dan disimbolkan ω. Dari definisi di atas dapat diperoleh

perumusan berikut:

=

...(2.3) Keterangan:

ω = kecepatan sudut (rad/s) Δ θ = perubahan sudut (rad) Δ t = selang waktu (s)

Kecepatan sudut sering disebut juga frekuensi sudut. Nama ini diambil

karena ω memiliki kaitan dengan f. Kaitan itu dapat ditentukan dengan melihat gerak satu lingkaran penuh. Perubahan posisi sudut pada gerak satu lingkaran

penuh adalah Δ θ = 2π dan waktunya satu periode T sehingga kecepatan sudutnya

memenuhi persamaan berikut35:

=

...(2.4)

=

...(2.5) Kecepatan sudut dapat juga memiliki satuan putaran/sekon dan rpm. rpm = rotasi per menit. Dalam persoalan gerak melingkar, kita lebih lazim menggunakan satuan radian (rad) untuk sudut dibandingkan derajat (o). Hubungan antara keduanya, yaitu sudut satu putaran36:

1putaran = 2π rad, 1 rad =

,

1 rpm =

/

,

1 putar/sekon = 2π rad/s

35

ibid,.h.72 36


(39)

Kecepatan linier (v) didefinisikan sebagai panjang lintasan yang ditempuh per satuan waktu37.

=

………..………(2.6)

Untuk satu putaran penuh, jarak yang ditempuh benda merupakan keliling lingkaran, sedangkan waktu yang diperlukan merupakan periode putaran sehingga untuk satu putaran38:

s = 2π, maka

=

………..………..(2.7)

v =

ω.r

……...………..………..(2.8)

c) Percepatan Sentripetal

Benda yang bergerak dengan kelajuan konstan mendapat percepatan yang besarnya konstan dan arahnya selalu tegak lurus dengan kecepatan benda, maka benda akan bergerak melingkar beraturan. Percepatan yang arahnya selalu tegak lurus dengan kecepatan inilah yang disebut dengan percepatan sentripetal39.

Percepatan sentripetal mengubah arah kecepatan, tetapi tidak mengubah besar kecepatan benda, untuk mencari besarnya percepatan sentripetal maka perhatikan Gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4 Vektor Kecepatan Gerak Melingkar Beraturan

Dari Gambar 2.4 di atas dapat kita simpulkan bahwa kecepatan linear selalu berubah karena arahnya yang berubah, tetapi besarnya kecepatan selalu sama. Jika suatu benda bergerak melingkar dengan kelajuan v membentuk

37

Ari Damari, Sri Handayani. Fisika kelas X. BSE Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta:2009. h.102.

38 Ibid. 39


(40)

lingkaran berjari-jari r maka besar percepatan sentripetal yang dialami benda adalah40:

=

………..…….(2.9)

Keterangan:

asp= besar percepatan sentripetal (m/s2

) v= kelajuan linier (m/s)

r = jari-jari lingkaran (m)

2) Pengertian Gerak Melingkar Beraturan

Suatu benda mengalami gerak melingkar beraturan apabila kelajuan liniernya konstan (tetap). Jadi, dalam hal ini besar kecepatannya selalu konstan, sedangkan arah kecepatannya selalu berubah41.

Sifat Gerak Melingkar Beraturan (GMB)

Sifat pertama GMB adalah bentuk lintasannya yang melingkar kedua dapat dilihat kecepatannya. Disebut beraturan karena kecepatan sudutnya yang teratur atau tetap. Berarti percepatan sudutnya nol (α=0). Dari penjelasan di atas dapat dituliskan sifat-sifat gerak melingkar beraturan sebagai berikut42:

a) Lintasannya berbentuk lingkaran

b) Frekuensi putaran, periode putaraan, kecepatan sudut, kelajuan linier, dan besar percepatan sentripetal semua konstan (tetap)

c) Vektor kecepatan linier dan vektor percepatan sentripetalnya senantiasa berubah (karena arahnya senantiasa berubah)

d) Kecepatan liniernya selalu tegak lurus dengan percepatan sentripetal dimana arah percepatan sentripetalnya selalu menuju pusat lingkaran, dan arah kecepatan linier selalu menyinggung lingkaran.

Hubungan Roda-roda

Gambar 2.5 di bawah ini merupakan contoh aplikasi roda berhubungan43:

α = 0 dan ω = tetap

40

ibid,. h.72. 41

Ari Damari,.Ibid,. h.106. 42

I Made,.Op.cit,. h.75 43


(41)

Gambar 2.5 Rantai Sepeda

Bagaimanakah hubungan roda-roda yang ada pada gambar di atas. Gir

belakang dan roda memiliki pusat yang sama (ω sama) hubungan seperti ini

disebutroda sepusat. Hubungan kedua adalah gir belakang dan gir depan. Kedua gir itu terhalang dengan tali (rantai) sehingga berputar bersama dengan kecepatan linier titik yang bersinggungan sama (v sama). Hubungan seperti ini disebut roda bersinggungan44.

Dari penjelasan di atas dapat dipertegas bahwa pada dasarnya hubungan roda-roda ada dua jenis dan memenuhi hubungan berikut45:

a) Hubungan Roda-Roda yang Seporos

.

44

Ari Damari,.Op.cit,. h.106. 45


(42)

b) Hubungan Roda-Roda yang Bersinggungan

c) Hubungan Roda-Roda yang Dihubungkan dengan Rantai

B. Penelitian Relevan

Banyak penelitian dilakukan terkait dengan model guided discovery learningdalam pembelajaran, penelitian tersebut diantaranya:

1. Louis dkk dalam penelitiannya yang berjudul “Does Discovery-Based Insruction Enhance Learning?” meneliti bagaimana pengaruh model

pembelajaran discovery terbimbing dengan tidak tebimbing. Berdasarkan penelitian, model pembelajaran tanpa bimbingan dari guru tidak menguntungkan bagi pembelajaran.46

2. Penelitian yang dilakukan oleh Asep Sutiadi (2008) yang berjudul

Pembelajaran Jerome Bruner Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa“.

Jurnal Geliga Sains 2 Prodi Fisika FKIP Universitas Riau ISSN 1978-502X, hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa aspek kognitif para siswa

46

Alfieri, Louis., etc,. Does Discovery-Based Instruction Enhance Learning?.Journal of Educational Psychology, 103, 2011, h.1.


(43)

meningkat dibandingkan sebelum diberikannya pendekatan pembelajaran Jerome Bruner47.

3. Khoirul Amri Hasibuan dan Nurdin Bukit dalam penelitiannya berjudul

Analisis Pembelajaran Guided Discovery Dengan Menggunakan Macromedia Flash Dikaitkan Dengan Kecerdasan Logik Matematik Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMAN 1 Kota Subulussalam” pada tahun 2012.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan siswa yang menggunakan model pembelajaran guided discovery memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi48.

4. Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si Prodi Fisika Universitas Pendidikan

Ganesha dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa SMA dengan Pemberdayaan Model Perubahan Konseptual Berseting Investigasi

Kelompok”pada tahun 2008/2009. Penelitian ini menghasilkan beberapa hasil

diantaranya adalah terdapat perbedaan yang signifikan pendekatan konvensional dengan pendekatangroup investigationdan STAD49.

5. Siti Mutoharoh, “Pengaruh ModelGuided Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Pada Konsep Laju Reaksi”, Skripsi pada Prodi

Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Penelitian ini menghasilkan uji hipotesis alternatif adanya pengaruh model guided discovery learning secara signifikan dapat diterima.50

6. Fatih istiqomah dkk, “Penerapan Model Guided Discovery Learning Untuk

Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa”, Jurnal, Bandar lampung, 2014. Penelitian ini menunjukkan dengan diterapkannya model guided discovery learning pada pembelajarn tematik dapat meningkatkan motivasi

47

Asep Sutiadi, Pembelajaran Jerome Bruner Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, Geliga Sains, 1-6, 2008, h.1.

48

Khoirul, Analisis PembelajaranGuided DiscoveryDengan MenggunakanMacromedia Flash Dikaitkan Dengan Kecerdasan Logik Matematik Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMAN 1 Kota Subulussalam,Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika, 2012, h.20.

49

I Wayan Santyasa, Pengembangan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa SMA Dengan Pemberdayaan Model Perubahan Konseptual Berseting Investigasi Kelompok,Ganesha, 1-26, 2009, h.1.

50


(44)

dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata siswa dan motivasi belajar siswa.51

7. Nurcholis, Implementasi Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Penarikan Kesimpulan Logika Matematika, Jurnal. Palu, 2010. Penelitian ini dilakukan di SMAN 9 Palu, hasil penelitian atas implementasi metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi penarikan kesimpulan logika matematika di kelas X A SMA Negeri 9 Palu52.

8. Barokah Widuroyekti, Pramonoadi, Implementasi Pembelajaran Penemuan Terbimbing Dengan Pendekatan Kontekstual Terhadap Hasil Belajar PLH Mahasiswa S-1 PGSD Bojonegoro, Jurnal, Surabaya 2012. Penerapan pembelajaran penemuan terbimbing dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berpengaruh positif terhadap hasil belajar Mahasiswa, dan respon Mahasiswa terhadap pembelajaran penemuan terbimbing dengan pendekatan kontekstual adalah positif53.

9. Akanmu dkk,Guided-discovery Learning Strategy and Senior School Students Performance in Mathematics in Ejigbo, Nigeria. Journal of Education and Practice ISSN 2222-1735 Vol.4, No 12, 2013. Penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pemberian perlakuan terhadap siswa dengan menggunakan model guided discovery learning dan non guided discovery learning. Hasil belajar dari kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol54.

10. Asep Sutiadi, Pembelajaran Jerome Bruner Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Geliga Sains 2 (1), 1-6, 2008 Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau ISSN 1978-502X. Penelitian ini dilakukan oleh Asep Sutiadi dengan tujuan untuk mengetahui adanya peningkatan hasil

39

Fatih istiqomah dkk,.opcit,.abstrak 52

Nurcholis,Op.cit,.h.41. 53

Barokah Widuroyekti, Pramonoadi,Implementasi Pembelajaran Penemuan Terbimbing Dengan Pendekatan Kontekstual Terhadap Hasil Belajar PLH Mahasiswa S-1 PGSD Bojonegoro, Jurnal, Surabaya, 2012. h.8.

54

Akanmu dkk, Guided-discovery Learning Strategy and Senior School Students Performance in Mathematics in Ejigbo, Nigeria. Journal of Education and Practice ISSN 2222-1735 Vol.4, No 12, 2013.abstrak.


(45)

belajar siswa dengan menerapkan pembelajaran Bruner. Berdasarkan hasil dengan menerapkan pembelajaran Bruner dapat diketahui bahwa efektivitas semua seri pembelajaran (ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik) berada pada kategori sangat efektif dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan55.

Beberapa poin di atas menjelaskan bahwa pembelajaran menggunakan model guided discovery learning menurut teori belajar Jerome Bruner lebih memberikan dampak yang positif terhadap pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar. Model guided discovery learning juga menggunakan metode kooperatif agar dapat meningkatkan sikap, motivasi, dan prestasi siswa.

C. Kerangka Berpikir

Banyak kritik yang ditunjukkan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah informasi/konsep belaka. Penumpukan informasi atau konsep pada subjek didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada subjek didik melalui satu arah seperti menuang air kedalam sebuah gelas. Tidak dapat disangkal, bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, tetapi bukan terletak pada konsep itu sendiri, melainkan terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subjek didik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah. Untuk itu yang terpenting terjadi belajar yang bermakna dan tidak hanya seperti menuang air dalam gelas pada subjek didik56.

Berdasarkan hasil observasi penulis saat melakukan PPKT (Praktek Profesi Keguruan Terpadu) di sekolah SMAN 9 Tangerang Selatan. Hasil belajar siswa pada konsep gerak melingkar beraturan cenderung dibawah KKM yaitu 68,1 dengan nilai KKM 75, serta kegairahan siswa pada pembelajaran fisika yang kurang. Hal ini bisa disebabkan penyampaian pembelajaran fisika cenderung

55

Asep Sutiadi,Pembelajaran Jerome Bruner Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Geliga Sains 2 (1), 1-6, Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau ISSN 1978-502X, Riau:2008, h. 5.

56

Atiqoh, “Pengaruh Model Pemecahan Masalah Polya Terhadap Kemampuan Analisis Siswa Pada Konsep Listrik Dinamis”, Skripsi pada Prodi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h.30.


(46)

monoton dan konsep gerak melingkar yang sulit membutuhkan pemahaman secara konstruktif dan berdasarkan KI/KD konsep gerak melingkar bersifat analitis matematis.

Proses belajar akan terjadi bila siswa berinteraksi secara aktif dengan lingkungan belajarnya. Artinya proses pembelajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem, proses belajar akan terjadi apabila siswa berinteraksi dengan lingkungan yang dirancang dan dipersiapkan oleh guru, dan lebih efektif bila menggunakan metode, strategi, pendekatan, dan model pembelajaran yang tepat dan berdaya guna, pembelajaran memberi penekanan pada proses dan produk secara proporsional dan inti dari pembelajaran adalah adanya aktivitas belajar siswa secara aktif57.

Pentingnya mengkonstruk pemahaman menjadi aspek yang diperlukan dalam ranah kognitif, teori konstruktivisme merupakan akar atau dasar dari psikologi kognitif, yang mangatakan bahwa para siswa belajar dari hasil pengalamannya58. Konsep gerak melingkar beraturan merupakan subbab dari materi kinematika gerak yang diajarkan di kelas X semester ganjil dan merupakan konsep yang relatif sulit untuk siswa SMA. Sekarang ini begitu banyak inovasi yang dikembangkan para ahli pendidikan atau peneliti tentang perbaikan pendidikan di Indonesia, salah satunya inovasi mengenai pembahasan model guided discovery learning dengan berbagai kombinasi antara pendekatan dan metode yang dimaksudkan agar tujuan penelitian dan pendidikan tercapai. Banyak ahli psikologi kognitif yang mempelajari bagaimana terjadinya belajar mengambil pula langkah berikutnya dan menyarankan bagaimana belajar dilakukan59.

Penulis memilih model guided discovery learning Jerome Bruner, penulis menganggap bahwa inovasi ini dapat lebih mengembangkan hasil belajar siswa tanpa membebani mental sehingga berpengaruhi hasil belajar.

57

Rusman,.Op.cit.,h. 392. 58

Siti Mutoharoh,.Op.cit,. h.10. 59


(47)

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. H0:

Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada penggunaan model Guided Learning terhadap hasil belajar siswa pada konsep gerak melingkar beraturan.

2. Ha:

Terdapat pengaruh yang signifikan pada penggunaan model Guided Learning terhadap hasil belajar siswa pada konsep gerak melingkar beraturan.


(48)

33

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 9 Tangerang Selatan pada kelas X semester ganjil tahun ajaran 2013/2014, dan dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2013.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuasi eksperimen atau eksperimen semu yaitu metode yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi eksperimen. Variabel luar semaksimal mungkin dikontrol dengan mengobservasi sampel sebelum diteliti oleh peneliti. Penelitian kuasi eksperimen, tidak dilakukan randomisasi untuk memasukan subjek kedalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan kelompok subjek yang sudah ada sebelumnya.1

C. Desain Penelitian

Desain penelitian menggunakannonrandomized control group pretest-posttest design. Desain ini, subjek kelompok tidak dilakukan secara random2. Dalam desain ini, kedua kelompok akan di beri perlakuan dengan pembelajaran yang berbeda. Sebelum pembelajaran, kedua kelompok diberi tes awal (pretest) dan setelah pembelajaran berakhir diberi tes akhir (posttest). Adapun desain penelitian tersebut dinyatakan pada Tabel 3.1 sebagai berikut:

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, dan R & D, (Bandung; Alfabeta, 2006), h.114.

2


(49)

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pre tes Perlakuan Post tes

A T1 Xe T2

B T1 Xc T2

Keterangan:

A : Kelas eksperimen B : Kelas kontrol

Xe : Perlakuan diberikan kepada kelas eksperimen menggunakan model guided

discovery learning

Xc : Perlakuan yang diberikan kepada kelas kontrol menggunakan model

pembelajaran konvensional

T1 : Tes awal (pretest) sebelum perlakuan

T2 : Tes akhir(posttest)setelah perlakuan

D. Variabel Penelitian

Variabel merupakan objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Penelitian menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat.3 Variabel bebas (X) dari penelitian ini adalah model guided discovery learning menurut teori belajar Jerome Bruner. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas4. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa SMA pada konsep gerak melingkar.

E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah tertentu dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah atau objek penelitian5.

3

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), ed. Revisi VI, cet. 13. h. 130.

4

Sugiyono.,op.cit., h.61. 5


(50)

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 9 Tangerang Selatan, sedangkan populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas X di sekolah tersebut yang terdaftar pada semester ganjil pada tahun ajaran 2013/2014.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakter yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi terjangkau melalui teknik purposive sampling. Purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian.6Pada penelitian ini kelas yang diambil sebagi sampel adalah kelas X3 sebagai kelompok kontrol dan X5 sebagai kelompok eksperimen.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan sebelum penelitian adalah berupa observasi di sekolah SMAN 9 Tangerang Selatan dan pengumpulan data pada saat penelitian yaitu melalui pretest dan posttest. Pretest adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan awal siswa sebelum menggunakan model guided discovery learning. Posttest adalah tes hasil belajar sesudah pembelajaran untuk melihat ketuntasan hasil belajar siswa. Pada penelitian ini, juga terdapat angket untuk mengetahui respon siswa setelah pemberian perlakuan modelguided discovery learning.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian.7 Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan nontes.

6

Sugiyono,.op. cit,.h. 124. 7


(51)

1. Instrumen tes

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes uraian untuk mengukur hasil belajar siswa yang disesuaikan dengan KI. 3 dan KI 4. Kisi-kisi intrumen tes bisa dilihat pada Tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes

No Jenjang

Kogntitif Indikator Pencapaian

1 C4 Menganalisis besaran periode dan frekuensi dalam masalah sehari-hari

2 C3 Menerapkan besarna kecepatan sudut pada kehidupan sehari-hari 3 C4 Menerapkan besarna perepatan sudut pada kehidupan sehari-hari 4 C4 Menganalisis sifat gerak melingkar beraturan pada masalah

sehari-hari

5 C3 Menerapkan persoalan gerak melingkar beraturan pada hubungan roda-roda

2. Instrumen nontes

Instrumen nontes yang digunakan berupa lembar angket untuk mengetahui bagaimana respon siswa setelah proses pembelajaran fisika dengan model guided discovery learning. Instrumen non tes disajikan oleh peneliti berupa angket berupa 20, dimana terdiri dari 10 pernyataan negatif dan 10 pernyataan positif mengenai pembelajaran fisika. Kisi-kisi instrumen non tes dapat dilihat pada Tabel 3.3 di bawah ini:

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Non Tes Angket Respon Siswa

Nomor Pernyataan

3, 5, 6, 7, 8, 9, 16, 17, 18,

19 Pernyataan negatif mengenai pembelajaran Fisika 1, 2, 4, 10, 11, 12, 13, 14,

15, 20 Pernyataan positif mengenai pembelajaran Fisika

H. Kalibrasi Instrumen

Untuk instrumen tes, kalibrasi dilakukan untuk melihat kualitas soal yang digunakan. Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini, harus memiliki empat


(52)

kriteria kelayakan, yaitu validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya. Adapun penjelasan mengenai kalibrasi instrumen tes diantaranya sebagai berikut:

1. Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah ketetapan alat penilaian sehingga betul-betul dapat menilai apa yang seharusnya dinilai.8 Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.

Dengan demikian, untuk mengetahui validitas yang dihubungkan dengan kriteria digunakan uji statistik, yakni teknik korelasi Product Moment dengan angka kasar, yaitu:9

= ( )( )

( ( ) )( ( ) )

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi anatara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang

dikorelasikan X = skor tiap butir soal Y = skor total tiap butir soal N = jumlah siswa

Kemudian hasil di atas dibandingkan dengan nilai r-tabel pada signifikansi

5% (α = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = n-2. Kaidah keputusannya : Jika rhitung> rtabelberarti valid, sebaliknya;

Jika rhitung< rtabelberarti tidak valid

Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran indeks korelasinya (r) pada Tabel 3.4 sebagai berikut:10

8

Nana Sudjana,Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h.12

9

Suharsmi Arikunto,Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 9, h. 72.


(53)

Tabel 3.4 Interpretasi Koefesien Korelasi nilai r Interval Koefesien Tingkat Hubungan

0,81–1,00 Sangat tinggi 0,61–0,80 Tinggi 0,41–0,60 Cukup 0,21–0,40 Rendah 0,00–0,20 Sangat rendah

Validitas yang terukur dari 6 soal tipe A dan tipe B diperoleh hasil 5 soal valid dengan nilai korelasi kategori tingi sebesar 0,803.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapanpun alat penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama.11 Untuk mengetahui reliabilitas instrumen yang berbentuk uraian maka digunakan rumus Alpha, berikut rumus yang dimaksud:12

=

1 1

Keterangan:

r11 = koefisien reliabilitas tes

n = banyaknya butir soal ∑ = Jumlah varians butir

= varian total

Jika r hitung> r tabel maka instrumen dikatakan reliabel. Jika instrumen itu

reliabel, maka dilihat kriteria penafsiran indeks reliabilitasnya pada Tabel 3.5 sebagai berikut13:

10

Ibid.,h. 75. 11

Sudjana,op. cit.,h. 16. 12

Arikunto, op. cit., h. 109. 13


(54)

Tabel 3.5 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen Koefisien Korelasi Kriteria Reliabilitas

0,00≤ r ≤ 0,20 Kecil 0,21≤ r ≤ 0,40 Rendah 0,41≤ r ≤ 0,70 Sedang 0,71≤ r ≤ 0,90 Tinggi 0,91≤ r ≤ 1,00 Sangat tinggi

Dari hasil perhitungan reliabilitas instrumen uraian didapat nilai interpretasi soal tipe A sebesar 0,71 dengan kriteria reliabilitas tinggi, dan soal tipe B sebesar 0,59 dengan kriteria reliabilitas sedang.

3. Taraf Kesukaran

Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran butir soal dalam suatu instrumen, apakah soal tergolong mudah, sedang, atau sukar. Jika sebuah instrumen didominasi dengan soal mudah, maka peserta tes tidak terangsang untuk berpikir lebih tinggi. Sebaliknya, jika instrumen didominasi soal sukar akan membuat peserta tes malas mengerjakannya. Oleh karena itu, instrumen yang baik adalah instrumen dengan komposisi soal yang merata. Taraf kesukaran dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:14

= Keterangan :

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Adapun tolak ukur menginterpretasikan tingkat kesukaran butir soal yang diperoleh digunakan Tabel 3.6 berikut:15

14

Arikunto, op. cit., h. 208. 15


(55)

Tabel 3.6 Interpretasi Taraf Kesukaran

Indeks Taraf Kesukaran Kriteria Taraf Kesukaran

0,00–0,30 Sukar

0,31–0,70 Sedang

0,71–1,00 Mudah

Dari hasil perhitungan tingkat kesukaran instrumen didapat 0,61 dengan kriteria sedang.

4. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu butir soal untuk membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan siswa yang kemampuannya rendah.16 Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda soal uraian sama dengan soal pilihan ganda yaitu:17

=

Keterangan:

D = indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

BA = banyaknya kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar BB = banyaknya kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar JA = banyaknya peserta kelas atas

JB = banyakya peserta kelompok bawah

Setelah indeks daya pembeda diketahui, maka harga tersebut diinterpretasikan pada kriteria daya pembeda pada Tabel 3.7 sebagai berikut:18

16

Arikunto, op. cit., h.211.

17

Arikunto, op. cit., h. 213. 18


(56)

Tabel 3.7 Interpretasi Daya Pembeda

Indeks Daya Pembeda Kriteria Daya Pembeda

Negatif Sangat buruk, sebaiknya dibuang saja

0,00–0,20 Jelek (poor)

0,21–0,40 Cukup (satisfactory)

0,41–0, 70 Baik (good)

0,71–1,00 Baik sekali (excelent)

Dari hasil perhitungan daya pembeda didapat nilai rata-rata kriteria daya pembeda cukup dengan nilai 0,37.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data diawali dengan pengujian prasyarat analisis, yaitu uji normalitas dan homogenitas kemudian dilanjutkan dengan pengujian hipotesis. Analisis dan pengolahan data dalam penelitian ini berpedoman pada data yang terkumpul. Analisis data bertujuan untuk memperoleh makna dari data yang telah terkumpul. Analisis statistik yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Uji Prasyarat Analisis

Uji persyaratan analisis diperlukan guna mengetahui apakah analisis data untuk pengujian hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak. Beberapa teknik analisis data menuntut uji persyaratan analisis. Analisis varian mempersyaratkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan kelompok-kelompok yang dibandingkan homogen. Oleh karena itu analisis varian mempersyaratkan uji normalitas dan homogenitas data.19

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan yaitu ujiLilliefors.20 Langkah-langkah perhitungan ujiLilieforssebagai berikut:

19

http://belalangtue.wordpress.com/2010/08/05/uji-persyaratan-analisis/24Nov 2013 20


(57)

1) Data diurutkan dari terkecil hingga terbesar

2) Tentukan nilai Zi dari tiap-tiap data dengan rumus: Zi =

SD X Xi

3) Nilai Zi dikonsultasikan dengan daftar F (Kolom Ztabel)

4) Untuk kolom F (Zi) : Jika Zi negatif maka F (Zi) = 0,5 – Zt dan jika Zi positif, maka F (Zi) = 0,5 + Zt

5) Untuk kolom S(Zi): S(Zi) = Zn

 

Zi S

 

Zi F

6) Jumlah responden

7) Kolom merupakan harga mutlak dari selisih antara F (Zi)–S (Zi)

8) Menentukan harga terbesar dari harga mutlak tersebut untuk membentuk Lo. Apabila Lohitung< Lotabelmaka sampel berasal dari distribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi homogen atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan adalahUji Fisher (Uji-F). Langkah-langkah melakukan pengujian homogenitas dengan uji F sebagai berikut:21

a. Tentukan taraf signifikasi (α) untuk menguji hipotesis: H0: = (varian 1 sama dengan varian 2 atau homogen)

H1: ≠ (varian 1 tidak sama dengan varian 2 atau tidak homogen)

Dengan kriteria pengujian homogenitas mengacu hipotesis di atas: - Terima H0jika Fhitung< Ftabel; dan

- Tolak H0jika Fhitung> Ftabel

b. Menghitung varian tiap kelompok data. c. Tentukan nilai Fhitung, yaitu =

21


(58)

d. Tentukan nilai Ftabel untuk taraf signifikansi α, dk1=dkpembilang= na –1, dan dk2=

dkpenyebut = nb– 1. Dalam hal ini na = banyaknya data kelompok varian terbesar

(pembilang) dan nb= banyaknya data kelompok varian terkecil (penyebut).

e. Lakukan pengujian dengan cara membandingkan nilai Fhitungdengan Ftabel. 2. Uji Hipotesis

a. Data Terdistribusi Normal dan Homogen

Jika hasil analisis datanya berdistribusi normal dan homogen, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji statistik parametrik yaitu uji-t. Ujitharus diawali dengan serangkaian pengujian yang lain seperti22:

1) Merumuskan hipotesis nol (terarah atau tidak terarah)

2) Menentukan sampel representatif (termasuk ukuran sampelnya) 3) Menguji normalitas sebaran data setiap kelompok penelitian

4) Jika kedua kelompok sebaran datanya normal, dilanjutkan dengan pengetesan homogenitas varians.

5) Jika kedua varians kelompok data itu homogen, baru dilanjutkan dengan ujit. 6) Jika salah satu atau kedua kelompok penelitian memiliki data yang tidak normal,

maka pengujian perbedaan dua rata-rata (mean) ditempuh dengan analisis tes statistik nonparametrik.

7) Jika ternyata sebaran datanya normal, tetapi varians datanya tidak homogen, maka pengujian perbedaan dua rata-rata (mean) ditempuh dengan analisis ujit.

Untuk data yang berdistribusi normal, pengujian hipotesis yang digunakan yaitu uji-t. Secara matematis, uji-ttersebut dirumuskan dalam persamaan berikut ini:

22

Supardi,op. cit.,h. 328.

2 1 2 1 1 1 n n dsg X X t   


(1)

193 E. Identitas Sekolah

Tabel 1.3 Identitas Sekolah

Nama Sekolah SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan

Mulai Berdiri 2006

Surat Keputusan/SK.No/Tgl 421/Kep.134.Muk/2006, 26 April 2006

NSS/NO.DIK 301300410012/20613400

Status Sekolah Negeri

Jenjang Akreditasi A (95, 26)

Alamat Jl. Hidup Baru No. 31, Serua Raya

Kode Pos/Kode Area, Telepon 15414/021-74638445

Kelurahan Serua

Kecamatan Ciputat

Otonomi Daerah (Kota/Kab) Tangerang Selatan

Propinsi Banten

F. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di sekolah ini meliputi:

Tabel 1.4 Sarana dan Prasarana

Uraian Jumlah

1. Ruang Kepala Sekolah 1

2. Ruang Guru 1

3. Ruang Belajar 30

4. Laboratorium Bahasa 2

5. Laboratorium Komputer 1

6. Laboratorium Fisika, Kimia, Biologi 1

7. Meeting Room 1

8. Perpustakaan 1

9. Ruang BK 1

10. Teacher Room Riset Center (TRCC) 1

11. Broadband (WiFi Zone) 1

12. Musholla 1

13. Green House 1

14. Toilet wanita 5

15. Toilet pria 5

16. Wastafel 10

17. Kantin 1


(2)

194 G. Kegiatan Ekstrakurikuler

SMA Negeri 9 memiliki banyak kegiatan ekstrakurikuler, diantaranya: 1. English Club

2. Sains Club

3. Karya Ilmiah Remaja 4. Futsal

5. Basket 6. Badminton 7. Voli 8. Beladiri

9. Rohis (Kerohanian Islam) 10. Paskibra

11. Palang Merah Remaja

12. Pramuka 13. Sispala

14. Modern Dance 15. Traditional Dance 16. Band

17. Paduan Suara 18. Teater

19. Green Community 20. IT

21. Cinematography

H. Keadaan Geografis SMAN 9 Tangerang Selatan Status Tanah/Status Bangunan Milik

Luas Bangunan 4.445 m2

Luas Pekarangan 3.855 m2

Luas Kebun Sekolah 5.100 m2


(3)

195


(4)

195

BIODATA PENULIS

Nama : Rina Khabibah

NIM : 109016300021

Tmpt/Tgl Lahir : Cirebon, 26 Maret 1992

Jurusan : Pendidikan Fisika (UIN Jakarta) dan Komunikasi (D3 Kahfi BBC)

Hobi : Menulis, Menyanyi & Editing photograph

Aktivitas : Kuliah KAHFI, Mengajar di Super Private Class Bintaro Contact :Rina_khabibah26@yahoo.com

Motto : Mungkin akan ada banyak keterpurukkan dalam hidup, tinggal langkahmu memilih jatuh atau bangkit dari keterpurukkan itu ^_^

Skripsi ini aku persembahkan untuk kedua orang tuaku, guru-guruku, teman-temanku, dan dunia pendidikan di Indonesia. Tetap semangat untuk kawan kawan yang sedang beritikad baik menyelesaikan studinya, semoga tulisan ini bermanfaat. Selesai sidang skripsi merupakan gerbang awal menujufinishkita selanjutnya. FIGHTING!!!


(5)

196

Lampiran H: Dokumentasi

Penelitian


(6)

196 Lampiran Foto-foto Penelitian

Pretest-Posttest

Treatmen