Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Keluarga Dalam Penggunaan Jamban Di Kota Kabanjahe Tahun 2007

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI KELUARGA DALAM PENGGUNAAN

JAMBAN DI KOTA KABANJAHE TAHUN 2007

TESIS

Oleh

ELISABETH TARIGAN 057023004/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

ABSTRAK

Kota Kabanjahe merupakan ibukota Kecamatan Kabanjahe sekaligus ibukota Kabupaten Karo yang terdiri dari 5 kelurahan yaitu Gung Leto, Gung Negeri, Lau Cimba, Kampung Dalam, dan Padang Mas. Salah satu permasalahan kesehatan yang ada dikota ini ditemukan, masih rendahnya cakupan penggunaan jamban keluarga dari 1.680 kk pemilik jamban yang diperiksa atau sekitar 13 % yang menggunakan jamban. Hal ini masih jauh dibawah target nasional yang mencapai 80%. Ini menunjukkan masih rendahnya partisipasi keluarga dalam penggunaan jamban.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada partisipasi keluarga yaitu predisposisi, enabling, dan reinforcing. Data dianalisa dalam bentuk analisa univariat, analisa bivariat dengan uji chi square, dan analisa multivariat dengan uji regressi logistik.Variabel independen adalah umur, pekerjaan, pendapatan, pendidikan, pengetahuan, sikap, kondisi jamban dan peran penyuluh terhadap variabel dependen yaitu partisipasi keluarga. Populasi adalah seluruh rumah yang memiliki jamban di Kabanjahe yang dipilih acak dengan metode simpel random sampling diperoleh sebanyak 101 sampel.

Hasil penelitian diperoleh dari uji chi square diketahui faktor yang berhubungan terhadap partisipasi keluarga yaitu pengetahuan (p=0,000) dan sikap (p=0,002). Dari uji regressi logistik diketahui faktor yang berpengaruh paling dominan yaitu pengetahuan (p=0,000).

Kesimpulan dari penelitian ini diperlukan kebijakan Pemerintah yang memberi kontribusi bagi masyarakat melalui pengawasan dengan memberi latihan manajemen, keterampilan, dan penyuluhan sebagai agenda perbaikan pengetahuan masyarakat baik untuk mengembangkan partisipasi keluarga menggunakan jamban maupun membangun kerjasama lintas sector yang melibatkan para penyuluh untuk mencegah penyakit akibat kotoran manusia serta dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.


(3)

ABSTRACT

Kabanjahe consisting of 5 kelurahan (urban villages) such as Gung Leto, Gung Negeri, Lau Cimba, Kampung Dalam and Padang Mas, is the capital of both Karo District and Kabanjahe Sub- district. One of the health problems found in this town is a low coverage of the use of family toilet comprising about 13% out of 1.680 households using family toilet that have been inspected. This percentage is still far from the national target of 80%. Thus, this fact shows that the participation of families in using toilet is still low.

The purpose of this study is to find out the factors which influence the participation of family in using toilet such as predisposition, enabling and reinforcement. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate using Chi-square test, and multivariate analysis using logistic regression test. The independent variables in this study are age, occupation, income, education, knowledge, attitude, toilet condition, and role of extension workers in the dependent variable of family participation. The population for this study is all of the houses with toilets in Kabanjahe. The samples are 101 houses with toilet which were randomly selected through simple random sampling method.

The result of Chi-square test shows that the factors related to family participation are knowledge ( p=0.000) and attitude (p=0.002).The result of logistic regression test reveals that the most dominant factors related to family participation are knowledge (p=0,000)

The conclusion is that it is a need to have a Government Policy which can give its contribution to the community under a good control by providing management training, skill training and extension as an agenda of their performance either to develop family participation in using toilet or to develop an inter-sectoral cooperation involving community prominent leaders in encouraging community to prevent the disease causes by human waste as well as improving the community”s health.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman PERNYATAAN PERSETUJUAN RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN………...1

1.1.Latar Belakang……… 1

1.2.Permasalahan………4

1.3.Tujuan Penelitian……… 4

1.4.Hipotesis………. 4

1.5. Manfaat Penelitian... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……… 6

2.1. Teori yang berkaitan dengan penelitian... 6

2.1.1. Teori Partisipasi... 6

2.2. Hasil penelitian terdahulu yang relevan... 9

2.3. Partisipasi Keluarga dalam menggunakan jamban………... 9

2.4. Pengertian Jamban dan Kotoran Manusia…………... 11

2.4.1. Pengaruh tinja bagi kesehatan manusia……….. 12

2.4.2. Mata Rantai Penularan Penyakit oleh Tinja………... 13

2.5. Persyaratan Jamban Sehat………... 14

2.5.1. Jenis-jenis Jamban Keluarga………... 18

2.5.2. Jamban Keluarga di Pedesaan……… 20

2.5.3. Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga…………... 21

2.5.4. Pemeliharaan Jamban ……….. 22

2.6. Landasan Teori………... 23

2.7. Teori Perilaku………... 23

2.7.1. Komponen Perilaku………... 24

2.7.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat………... 25

2.7.3. Pengaruh Perilaku Manusia bagi Kesehatan……... 27

2.7.3.1. Faktor Predisposisi………... 27

2.7.3.2. Faktor Enabling……….... . 28

2.7.3.3. Faktor Reinforcing………... 28


(5)

BAB 3 METODE PENELITIAN……….. 30

3.1. Jenis Penelitian………... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 30

3.3. Populasi dan Sampel………... 30

3.4. Metode Pengumpulan Data……… 32

3.4.1. Data Primer... 32

3.4.1.1. Uji Validitas dan Reliabilitas... 32

3.4.2. Data Sekunder... 33

3.5. Definisi Operasional Variabel………... 33

3.5.1 Variabel Bebas………... 33

3.5.2 Variabel Terikat………... 34

3.6 Aspek Pengukuran…..……….. 34

3.7 Metode Analisa Data……….. 38

BAB 4 HASIL PENELITIAN………. 39

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 39

4.2. Analisis Univariat………... 39

4.3. Analisis Bivariat……….. 44

4.4. Analisis Multivariat………. 50

BAB 5 PEMBAHASAN……….. 52

5.1. Pengaruh Pengetahuan dengan Partisipasi Keluarga... 52

5.2. Pengaruh Sikap dengan Partisipasi Keluarga... 53

5.3. Pengaruh Kondisi Jamban dengan Partisipasi Keluarga... 54

5.4. Pengaruh Peran Penyuluh dengan Partisipasi Keluarga... 55

5.5. Pengaruh Umur dengan Partisipasi Keluarga... 57

5.6. Pengaruh Pendidikan dengan Partisipasi Keluarga... 58

5.7. Pengaruh Pekerjaan dengan Partisipasi Keluarga... 59

5.8. Pengaruh Penghasilan dengan Partisipasi Keluarga... 59

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ……… 61

6.1. Kesimpulan………. 61

6.2. Saran……… 61


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Uji Validitas dan Reliabilitas... 57

2. Kuesioner Penelitian... 63

3. Frekuensi Tabel... 65

4. Tabulasi Silang... ... 67

5. Uji Regressi ... 73

6. Surat Permohonan Izin Penelitian... ... 76


(7)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Penyakit yang ditularkan oleh Tinja……… 13

3.1. Validitas dan Reliabilitas... 29

3.2. Aspek pengukuran Variabel Bebas... 32

3.3. Aspek pengukuran Variabel Terikat... 33

4.1. Distribusi responden menurut Karakteristik... 35

4.2. Distribusi Pengetahuan Responden... 36

4.3. Distribusi Sikap Responden... 37

4.4. Kondisi Jamban sebagai faktor Enabling... 37

4.5. Distribusi Responden menurut Peran Penyuluh ……... 38

4.6. Distribusi Partisipasi Keluarga menggunakan jamban ……. 38

4.7. Pengaruh Pekerjaan dengan Partisipasi Keluarga……… 39

4.8. Pengaruh Penghasilan dengan Partisipasi Keluarga……….. 40

4.9. Pengaruh Pendidikan dengan Partisipasi Keluarga………… 40

4.10. Pengaruh Umur dan Partisipasi Keluarga……… 41

4.11. Pengaruh Pengetahuan dan Partisipasi Keluarga………. 41

4.12. Pengaruh Sikap dengan Partisipasi Keluarga……… 42

4.13. Pengaruh Kondisi Jamban dan Partisipasi Keluarga………… 42

4.14. Pengaruh Peran Penyuluh dan Partisipasi Keluarga…………. 43

4.15. Hasil Uji Chi Square dengan Analisa Bivariat………. 43


(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Visi Indonesia Sehat tahun 2010 yaitu masyarakat sehat dan mandiri menuju Indonesia Sehat 2010. Misi Indonesia Sehat tahun 2010 yaitu meningkatkan status kesehatan perorangan, keluarga, dan masyarakat, menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, menyelenggarakan program kesehatan masyarakat yang efektif dan efisien. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan, dan menggalang berbagai potensi untuk menyelenggarakan program kesehatan masyarakat ( Depkes RI, 2004).Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tujuan pembangunan kesehatan ialah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan kesehatan yang optimal. Salah satu arah kebijakan kesehatan ialah peningkatan kesehatan lingkungan di tempat pemukiman.Tujuan program Hygienie dan Sanitasi di lingkungan pemukiman penduduk yaitu meningkatkan kualitas lingkungan yang lebih baik pada tempat tinggal penduduknyasehingga dapat melindunginya dari penularan penyakit, keracunan, kecelakaan dan gangguan pencernaan (Depkes RI, 2005).Adanya kebutuhan fisiologis manusia seperti memiliki rumah, yang mencakup kepemilikan jamban sebagai bagian dari kebutuhan setiap anggota keluarga. Kepemilikan jamban bagi keluarga merupakan salah satu indikator rumah sehat selain pintu ventilasi, jendela, air bersih, tempat pembuangan sampah, saluran air limbah, ruang tidur, ruang tamu, dan dapur. Jamban sehat berfungsi untuk


(10)

membuang kotoran manusia, ada berbagai macam bentuk seperti leher angsa, cubluk, dan sebagainya.Dalam kaitannya dengan sarana pembuangan air besar, hubungan yang paling mendasar dengan kualitas lingkungan adalah fasilitas dan jenis penampungan tinja yang digunakan. Jenis sarana penampungan yang tidak memadai, akan mencemari lingkungan sekitar sekaligus meningkatkan resiko penularan penyakit terhadap masyarakat. Masalah kondisi lingkungan tempat pembuangan kotoran manusia tidak terlepas dari aspek kepemilikan terhadap sarana yang digunakan terutama dikaitkan dengan pemeliharaan dan kebersihan sarana. Keberadaan jamban di Indonesia menurut data Bank Dunia tahun 2003 dari jumlah penduduk Indonesia yaitu 203 juta orang yang menggunakan jamban baru 100 juta orang atau hanya 47 % saja (Depkes RI , 2004). Secara nasional pencapaian jumlah cakupan jamban di Indonesia terlihat dari laporan 19 Propinsi di Indonesia. Pada tahun 2005 telah dilakukan pemeriksaan rumah di beberapa Kabupaten / Kota di Indonesia tetapi hasilnya menunjukkan dari 401.780 rumah yang dilakukan pemeriksaan, ketersediaan jamban keluarga baru 68,54%. Di perkotaan yang menggunakan jamban sekitar 80,45 % (Depkes RI, 2005). Di Propinsi Sumatera Utara dari hasil pemeriksaan rumah, terlihat bahwa cakupan penggunaan jamban pada tahun 2004 sekitar 51,72%. Hal ini jika dibanding dengan angka nasional berkisar 61,8%, maka Provinsi Sumatera masih di bawah angka nasional (Profil Kesehatan Propinsi Sumut, 2005).


(11)

Gambaran keadaan jamban di Kabupaten Karo tahun 2003 dari 80.445 rumah yang diperiksa yang memiliki jamban terdapat sekitar 25.401 rumah atau 32,30%. Cakupan penggunaan jamban di Kabupaten Karo baru 50% dari 25.401 pemilik jamban yaitu 12.450 rumah. Di Kabanjahe tahun 2005 dari 1.680 rumah yang diperiksa baru 13 % yang menggunakan jamban. Angka ini dibawah target indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 80% (Profil Kesehatan Karo,2005).

Data kesakitan di Kabupaten Karo dapat diperoleh dari hasil pencatatan kasus penyakit dari sarana pelayanan kesehatan pemerintah mulai dari tingkat desa dan puskesmas. Berdasarkan 10 penyakit terbesar pada 15 Puskesmas di Kabupaten Karo ternyata gejala diare menempati urutan ke 6 ( Profil Kesehatan Karo, 2005).

Penggunaan jamban yang disertai partisipasi keluarga akan baik, bila didukung oleh beberapa faktor. Diantaranya faktor yang berasal dari dalam diri individu yang disebut faktor internal seperti pendidikan, pengetahuan, sikap, tindakan atau kebiasaan, pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, umur, suku dan sebagainya. Adapun faktor dari luar diri individu disebut faktor eksternal seperti fasilitas jamban baik meliputi jenisnya, kebersihannya, kondisinya, ketersediaannya termasuk kecukupan air bersihnya dan pengaruh lingkungan seperti penyuluhan oleh petugas kesehatan termasuk tokoh adat dan agama tentang penggunaan jamban sehat ( Depkes RI, 2005) Berdasarkan keadaan ini, penulis ingin menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi keluarga dalam penggunaan jamban di Kabanjahe, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan sebagai dasar penentuan prioritas masalah kesehatan.


(12)

1.2 Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, terlihat masih rendahnya cakupan penggunaan jamban keluarga di Kabanjahe. Peneliti perlu meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi keluarga dalam penggunaan jamban di Kabanjahe.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis faktor predisposisi (pekerjaan, pendidikan, penghasilan ,umur, pengetahuan, dan sikap), faktor enabling (kondisi jamban) dan faktor reinforcing (peran penyuluh) yang mempengaruhi partisipasi keluarga dalam penggunaan jamban di Kabanjahe.

1.4. Hipotesis

1. Ada pengaruh faktor predisposisi terhadap partisipasi keluarga menggunakan jamban di Kabanjahe.

2. Ada pengaruh faktor enabling terhadap partisipasi keluarga menggunakan jamban di Kabanjahe.

3. Ada pengaruh faktor reinforcing terhadap partisipasi keluarga menggunakan jamban di Kabanjahe.

1.5.ManfaatPenelitian

1. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, sebagai data yang diperlukan untuk kegiatan penyuluhan dalam rangka membangun sanitasi kesehatan lingkungan serta membina partisipasi masyarakat dalam meningkatkan cakupan pemakai


(13)

jamban keluarga di Kecamatan Kabanjahe.

2. Untuk Peneliti, sebagai upaya mengembangkan pengetahuan masyarakat agar tumbuh kesadarannya menggunakan jamban dan melakukan advokasi pada pihak pengambil kebijakan guna memperbaiki kinerja Pemerintah untuk membangun fasilitas kesehatan lingkungan yang sangat dibutuhkan masyarakat karena keterbatasan dana mereka.

3. Untuk Pemerintah Kecamatan Kabanjahe, agar memberi penghargaan bagi warganya yang berperan meningkatkan sanitasi kesehatan lingkungan di wilayah Kecamatan Kabanjahe.


(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Teori Partisipasi

Secara umum, partisipasi masyarakat berarti keikutsertaan, dan kebersamaan anggotanya dalam suatu kegiatan baik langsung atau tidak langsung. Keterlibatan itu mulai dari gagasan, perumusan kebijakan, hingga pelaksanaan program.

Partisiasi secara langsung berarti anggota masyarakat memberi bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Partisipasi tidak langsung berupa bantuan keuangan, pemikiran, dan materi dari luar. Partisipasi juga berarti sumbangan dana, material, tanah atau tenaga pada program kegiatan pembangunan.

Partisipasi merupakan sikap keterbukaan bagi persepsi dan peran pihak lain. Partisipasi berarti perhatian mendalam mengenai perubahan yang akan dihasilkan suatu program sehubungan dengan kehidupan masyarakat.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1989) menyatakan partisipasi berarti ikut berperan dalam suatu kegiatan. Irawan dan Suparmoko (2002) menyatakan partisipasi masyarakat berarti proses antara orang-orang dengan pejabat pemerintah yang berusaha memperbaiki ekonomi, dan sosial budaya masyarakat.

Menurut Conyers (1994), partisipasi masyarakat berarti terlibat aktif berpartisipasi sebagai perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku.

Menurut Delivery (2007) usaha pendekatan partisipasif di Indonesia memunculkan beragam persepsi berbeda tentang arti partisipasi. Persepsi yang ada selama ini yaitu:


(15)

a. Masyarakat melaksanakan kegiatan dari program yang ditetapkan. b. Anggota Masyarakat ikut menghadiri pertemuan.

c. Anggota masyarakat berpartisipasi aktif dalam tahap proses pengambilan keputusan, meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program. Menurut Delivery (2007) proses partisipasif berarti masyarakat aktif melakukan kegiatan itu disebut pendekatan pemberdayaan masyarakat. Meski kegiatan berbeda, dalam melaksanakan kegiatan pada skala waktu, namun semuanya melewati tahap :

a. Sosialisasi : Meski terlibat proses perencanaan, namun semua pihak tahu kegiatan dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini dilakukan dengan kunjungan kepihak yang berkepentingan.

b. Meningkatkan pemahaman : Jika masyarakat tahu kegiatan, perlu diadakan pertemuan guna membangun persepsi bersama dalam mengkomunikasikan tujuan. Pertemuan informasi ini menjadi program kerja bersama.

c. Menyusun Tim Pelaksana : Seseorang melakukan kegiatan dengan alasan berbeda karena pekerjaan lalu berkumpul. Minat berbeda sebagai dasar membentuk tim pelaksana, meliputi staf dan lembaga pemerintah.

Bentuk peran serta masyarakat dapat berbentuk format kemitraan (stakeholder). Badan perencanaan harus mengembangkan kemitraan masyarakat, meski pendekatan partisipasif memerlukan waktu lama (Mitcehll, 2000 ).

Menurut Magnis (1987), pentingnya pendekatan partisipasif dalam pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan. Kebijakan Pemerintah Indonesia telah memperkenal kan pendekatan partisipasif sejak dulu, tapi dampaknya sedikit.


(16)

Meski telah berpengalaman dalam melaksanakan pendekatan partisipasif di Indonesia, tapi hanya sedikit orang yang cukup trampil.Tantangan yang dihadapi Pemerintah Indonesia saat ini ialah merubah pola kerja lembaga yang mengatur proyek pelaksanaan pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat dan memberi pengetahuan serta keahlian yang dibutuhkan kepada staf lembaga pemerintah ( Salam, 1996 ).

Partisipasi berarti keterlibatan dan peran serta masyarakat (PSM) secara aktif dibidang kesehatan. Keberhasilan program kesehatan ditentukan oleh peran serta masyarakat. Pelaksanaan kegiatan ini harus berlandaskan prinsip pokok, yaitu pengikutsertaan potensi masyarakat berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat. Penyebabnya ada dua faktor, pertama: dapat menumbuhkan rasa memiliki dan faktor kedua: kelanjutan program kesehatan (Notoatmodjo, 1996 ). Berbagai metode dibuat para ahli berkaitan dengan penggerakan peran serta masyarakat di bidang kesehatan, seperti Participatory Rural Appraisal (PRA). Ada dua hal yang berhubungan dengan ini yaitu: Pertama, peran serta mereka dalam program kesehatan yang berkaitan dengan aspek sosial budaya masyarakat. Apalagi, pola penggerakan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berbeda di setiap tempat. Kedua, bidang gerak peran serta masyarakat sangat bervariasi sehingga tidak bisa menerapkan suatu pola yang tetap. Maka fungsi petugas kesehatan yaitu meletakkan kerangka fikirnya, dan hasilnya diserahkan pada masyarakat untuk mengembangkannya. (Notoatmodjo,1996).


(17)

Cara mewujudkan peran serta masyarakat dengan mengikuti kaidah manajemen yaitu planning, organizing, actualiting, dan controlling.Untuk peran serta masyarakat lebih bersifat partisipatif diperlukan model manajemen yang bernuansa peran serta masyarakat.Terutama yang terjadi dimasyarakat sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan mereka, agar perencanaan yang muncul berasal dari bawah (Kusnoputranto,1995). Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) adalah wujud nyata peran serta mereka dalam pembangunan kesehatan. Bentuk UKBM telah dikenal selama ini, seperti pengadaan jamban, Posyandu, Polindes, dan sebagainya.Petugas kesehatan memberi penyuluhan bagi masyarakat dibidang kesehatan agar lebih mempercepat proses berkembangnya peran serta mereka ( Encang, 1991 ).

Kesimpulannya partisipasi keluarga adalah peran serta keluarga dalam kegiatan yang diadakan oleh suatu pihak (kelompok, organisasi, pemerintahan) yang perannya itu diwujudkan berbentuk pencurahan tenaga, pikiran, dan dana.

2.2. Partisipasi Keluarga dalam Penggunaan Jamban

Upaya penggunaan jamban berdampak besar bagi penurunan resiko penularan penyakit. Setiap anggota keluarga harus buang air besar di jamban. Beberapa hal harus diperhatikan keluarga :

a.Jamban keluarga berfungsi baik dan dipakai semua anggota keluarga. b.Siramlah jamban dengan air sampai bersih setiap menggunakan jamban. c.Bersihkan jamban dengan alat pembersih jamban bagi semua anggota keluarga secara bergiliran minimal 2- 3 kali seminggu.


(18)

d. Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak pergi ketempat buang air besar sendiri, hendaknya dilakukan jauh dari rumah, lebih kurang 10 meter dari sumber air, atau dikebun tempat bermain anak dengan menggali tanah dan menutupnya kembali, lalu dibersihkan, jangan biarkan kotoran menempel dianus anak, dan hindari tanpa alas kaki.

Tinja bayi dapat menularkan penyakit pada anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar. Yang harus diperhatikan keluarga :

a. Kumpulkan segera tinja bayi atau anak kecil dan buang kejamban b.Bantu anak buang air besar ditempat bersih dan mudah dijangkau anak

c.Bersihkan jamban bila anak buang air besar dan cuci tangannya dengan sabun d.Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti dalam lubang atau dikebun kemudian ditimbun tanah ( Purwanto, 2001 ).

2.3. Pengertian Jamban, dan Kotoran Manusia

Pembuangan tinja merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan yang harus memenuhi sanitasi dasar bagi setiap keluarga. Pembuangan kotoran yang baik harus dibuang kedalam tempat penampungan kotoran yang disebut jamban.

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran itu tersimpan dalam satu tempat tertentu dan tidak menjadi sarang penyakit (Notoatmodjo,1996).


(19)

Menurut Josep Soemardji (1999) arti pembuangan tinja adalah pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia mengganggu estetika.Berarti jamban keluarga sangat berguna bagi kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya bermacam penyakit yang disebabkan oleh kotoran yang tidak dikelola baik.

Jamban atau sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat adalah upaya penyehatan lingkungan pemukiman. Sarana jamban yang tidak saniter berperan terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Kotoran Manusia ialah segala benda atau zat yang dihasilkan oleh tubuh dan dipandang tidak berguna lagi sehingga perlu dibuang ( Notoatmodjo,1996 ).

2.3.1. Pengaruh Tinja bagi Kesehatan Manusia

Kualitas tinja seseorang dipengaruhi oleh keadaan setempat, selain fakor fisiologis, juga budaya dan kepercayaan. Ada perbedaan dari isi tinja yang dihasilkan oleh berbagai kalangan masyarakat. Isi dan komposisi tinja tergantung dari beberapa faktor yaitu diet, iklim, dan status kesehatan (Sukarni, 1994).

Tinja manusia ialah buangan padat yang kotor dan bau juga media penularan penyakit bagi masyarakat. Kotoran manusia mengandung organisme pathogen yang dibawa air, makanan, lalat menjadi penyakit seperti: salmonella, vibriokolera, amuba, virus, cacing, disentri, poliomyelitis, ascariasis, dll. Kotoran mengandung agen penyebab infeksi masuk saluran pencernaan (Warsito,1996).


(20)

1. Penyakit Enteric atau saluran pencernaan dan kontaminasi zat racun. 2. Penyakit infeksi oleh virus seperti Hepatitis infektiosa

3. Infeksi cacing seperti schitosomiasis, ascariasis, ankilostosomiasis

Hubungan antara pembuangan tinja dengan status kesehatan penduduk bisa langsung dan tak langsung. Efek langsung bisa mengurangi incidence penyakit yang ditularkan karena kontaminasi dengan tinja seperti kolera, disentri, typus,dsb Efek tidak langsung dari pembuangan tinja berkaitan dengan komponen sanitasi lingkungan seperti menurunnya kondisi higiene lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan sosial masyarakat dengan mengurangi pencemaran tinja manusia pada sumber air minum penduduk ( Kusnoputranto,1995).

.2.3.2. Mata Rantai Penularan penyakit oleh tinja

Manusia merupakan sumber penting dari penyakit, penyakit infeksi yang ditularkan oleh tinja merupakan salah satu penyebab kematian.

Tangan Mati Tinja Air Makanan & Pejamu

Lalat Minuman ( Host ) Tanah Sakit ( Sumber : Kusnoputranto, 1995 )

Skema rantai penularan penyakit diatas menunjukkan banyak jalan penyakit mencari sumber baru. Penyakit yang ditularkan tinja manusia bisa menyebabkan kelemahan karena manusia sebagai reservoir dari penyakit yang bisa menurunkan produktifitas kerja.


(21)

Akibat mata rantai penyakit oleh tinja perlu dilakukan tindakan pencegahan agar penyakit tidak menular. Pencegahan itu memutuskan mata rantai penyakit menggunakan rintangan sanitasi dan mengisolasi tinja dengan jamban yang saniter. Rintangan sanitasi ini mencegah kontaminasi tinja sebagai sumber infeksi pada air, tangan dan serangga. (Soemardji,1999).

Tabel 2.1. Penyakit yang ditularkan oleh Tinja

No. Penyebab Penyakit (Agen) Nama Penyakit

A Bakteria

1. Vibrio cholera Cholera

2 Salmonella typhi Typhoid fever

3. Shigella dysentri Shigellosis

4 Salmonella Salmonellasis

B Virus

1. Hepatitis virus A Viral hepatitis

2 Polio Viruses Poliomyelitis

C. Protozoa

1. Entamoeba histolitica Amoeba dysentry 2. Ballantidium coli Ballantidiasis

D. Helmintes (cacing)

1. Ascaris lumbricoides Ascariasis

2. Trichuris trichura Trichinasis Sumber : Kusnoputranto, 1995

2.4. Persyaratan Jamban Sehat

Melihat segi pemilihan konstruksi pembuangan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Keadaan tanah, seperti susunan, kemiringan , dan permukaan tanah. b. Keadaan sosial ekonomi, dan pengetahuan masyarakat (Kumoro,1998). Bila ditinjau dari konstruksinya, jamban harus dilengkapi 8 komponen yaitu:


(22)

a. Rumah Kakus

Melihat fungsinya sebagai sarana pelindung pemakai, maka rumah kakus sebaiknya terlindung dari pandangan orang, gangguan cuaca dan keamanan.

b.Lantai kakus

Fungsinya sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Pada dasarnya menyangkut kontruksi serta bahan buatannya (Kumoro,1998 ).

c.Tempat duduk

Melihat fungsi tempat duduk kakus merupakan tempat penampungan tinja maka kondisinya harus memenuhi konstruksi yang kuat dan mudah dibersihkan juga bisa mengisolir rumah kakus jadi tempat pembuangan tinja, serta berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang mudah diangkat ( Simanjuntak P, 1999).

d. Kecukupan air bersih

Untuk menjaga keindahan jamban dari pandangan estetika, jamban hendaklah disiram air minimal 4-5 gayung sampai kotoran tidak mengapung di lubang jamban atau closet. Tujuannya menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga kondisi jamban tetap bersih, selain itu kotoran tidak dihinggapi serangga sehingga mencegah penyakit menular. Air bersih ada di bak penampungan didalam rumah kakus.

e. Tersedia alat pembersih

Alat pembersih adalah bahan yang ada di rumah kakus didekat jamban. Jenis alat pembersih ini yaitu sikat, bros, sapu, tissu dan lainnya.Tujuan alat pembersih ini agar jamban tetap bersih setelah jamban disiram air. Pembersihan dilakukan minimal


(23)

2-3 hari sekali meliputi kebersihan lantai agar tidak berlumut, tempat jongkok tidak licin, dan lubang tempat penampung tinja bersih.

f.Tempat Penampungan Tinja

Penampungan tinja yaitu lubang isolasi serta tempat proses penguraian tinja dan stabilisasi serta menurut sifatnya bisa berbentuk lubang tanah atau tangki dalam berbagai modifikasi (Kumoro, 1998 ).

g. Septic Tank

Septic tank ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan. Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, tinja dan air buangan mengalami dekomposisi. Didalam tanki ini tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu itu tinja akan mengalami 2 proses yaitu :

g.1. Proses Kimiawi

Akibat penghancuran tinja direduksi (60-70%) zat padat akan mengendap sebagai sludge.Zat yang tidak hancur bersama lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air. Lapisan itu disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob dari cairan dibawahnya, yang membuat bakteri anaerob tumbuh subur, pada proses berikutnya.

g.2. Proses Biologis

Proses ini terjadi dekomposisi aktifitas bakteri anaerob yang memakan zat organik dalam sludge dan scum. Hasilnya gas dan air, serta pengurangan volum sludge, sehingga septic tank tidak cepat penuh.Cairan enfluent yang tidak mengandung tinja memiliki BOD yang rendah. Cairan ini dialirkan melalui pipa dan masuk ketempat perembesan (Kusnoputranto,1995).


(24)

h. Saluran Peresapan

Saluran ini berfungsi menguraikan cairan dari septic tank yang mengikuti sistem pembuangan kotoran lengkap (Kumoro, 1998).

Sistem pembuangan tinja memenuhi syarat kesehatan disesuaikan dengan konstruksi jamban atau pemilihan konstruksi pembuangan kotoran seperti:

a. Tidak menyebabkan pengotoran pada sumber air tanah dan air permukaan. b. Tidak memungkinkan berkembangnya lalat dan serangga.

c. Menghindari bersarangnya cacing atau parasit.di permukaan tanah.

d. Mengusahakan konstruksi kuat dan penyelenggaraan murah dan sederhana. e. Mengusahakan sistem pembuangan yang diterima masyarakat.

f. Meminimalkan gangguan karena bau dan pandangan yang tidak menyenangkan g. Mengusahakan sistem pembuangan yang bisa diterima masyarakat.

h. Menyediakan air bersih dan alat pembersih didekat jamban.

Melihat syarat jamban serta sistem pembuangan tinja, maka besar kemungkinan dampak negatif yang diakibatkan tinja dapat dihindari.

2.4.1 Jenis-jenis Jamban Keluarga 1. Jamban Cemplung (Pit Latrine)

Jamban cemplung ini banyak dipedesaan tapi kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk kejamban dan tidak terlalu dalam karena akan mengotori air tanah.Dalamnya sekitar 1,5-3 meter (Mashuri,1994).


(25)

2. Jamban cemplung berventilasi

Jamban ini mirip dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap yaitu memakai ventilasi pipa yang terbuat dari bahan bambu untuk pertukaran udara.

3. Jamban Empang

Jamban ini dibangun diatas empang, bedanya disini terjadi daur ulang, yakni tinja bisa langsung dimakan ikan, ikan dimakan orang, lalu orang mengeluarkan

tinja, dan seterusnya. Jamban ini berfungsi mencegah tercemarnya lingkungan oleh tinja, juga menambah protein bagi nelayan penghasil ikan (Kumoro,1998).

4. Jamban pupuk (compost privy)

Jamban ini seperti kakus cemplung, dan lebih dangkal galiannya. Fungsinya membuang kotoran, sampah dan daun-daunan (Kusnoputranto,1995).

a Mula-mula membuat jamban cemplung biasa

b Lapisan bawah sendiri ditaruh sampah daun-daunan c Diatasnya ditaruh kotoran dan kotoran hewan setiap hari.

d Setelah 20 inchi, ditutup dedaunan sampah, & diberi kotoran sampai penuh. e Setelah penuh ditimbun tanah, dan dibuat jamban baru.

f Lebih kurang 6 bulan digunakan untuk pupuk tanaman baru

2.4.2. Jamban keluarga di pedesaan

Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesaan di Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :


(26)

a. Jamban cubluk, bila kotoran dibuang ke tanah.

b. Jamban empang, bila kotoran dialirkan keempang atau kolam. 2. Jamban dengan Leher Angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara :

a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung diatas lubang galian penampungan kotoran.

b. Tempat jongkok dan leher angsa tidak berada langsung diatas lubang galian penampungan kotoran atau pemasangan slab dan bowl tapi dibangun terpisah dan dihubungkan oleh satu saluran yang miring kedalam lubang galian penampungan kotoran (Warsito,1996 ).

Tempat pembuangan kotoran yang dipakai, cara pemusnahan kotoran serta penyaluran air kotor, maka kakus dapat dibedakan atas beberapa macam yaitu :

1. Kakus cubluk (pit privy), yaitu tempat penampungan tinjanya dibangun dibawah bangunan kakus. Model ini ada yang mengandung air berupa sumur yang ada dipedesaan di Indonesia atau yang tidak mengandung air seperti tong lubang tanah yang tidak berair.

2. Kakus empang (overhung latrine), yaitu kakus yang dibangun diatas empang, sungai atau rawa. Kotoran pada kakus ini ada yang tersebar, bisa dimakan ikan atau dikumpulkam memakai saluran khusus dengan pembatas dari bambu atau kayu yang ditanam melingkar ditengah empang.

3. Kakus kimia (chemical toilet). Kakus model ini biasanya dibangun di tempat rekreasi, juga alat transportasi seperti kereta api dan pesawat terbang.Tinja didesinfeksi zat kimia seperti caustic soda dan kertas pembersih.


(27)

4. Kakus angsa trine, yaitu kakus leher lubang closet berbentuk lengkung, yang terisi air untuk mencegah bau dan masuknya serangga. Model ini dilengkapi lubang atau sumur resapan yang disebut septic tank. Kakus ini yang terbaik, dianjurkan dalam kesehatan lingkungan (Warsito, 1996).

2.4.3. Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan.Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit.

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman 3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit.

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

Pembuangan tinja sebagian dari kesehatan lingkungan maka kebiasaan masyarakat memakai jamban harus terlaksana bagi setiap keluarga (Azwar, 2000).

Menurut Ehler dan Steel (2000), pembuangan kotoran seharusnya memenuhi syarat yaitu:

1. Jarak jamban dengan sumber air minum > 10 meter

Untuk itu letak lubang penampungan kotoran paling sedikit berjarak 10 meter

dari sumber air minum.Tetapi bila kondisi tanah berkapur, dan letak jamban pada sumber air ditanah miring, maka jaraknya sekitar 15 meter.

2. Tersedia air dan alat pembersih dan mempunyai lantai yang kedap air 3. Mempunyai slap atau tempat pijakan kaki dan closet atau lubang jamban


(28)

4. Mempunyai pit atau sumur penampungan dan tak mencemari sumber air 5. Tidak berbau dan tinja tidak bisa dijamah serangga, maka tinja harus

tertutup rapat dengan menggunakan leher angsa atau penutup lubang.

6. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.Perlu dibuat dari bahan yang kuat dan tahan lama serta bahan tidak mahal.

7. Air seni tidak mencemari tanah disekitarnya. Lantai jamban harus cukup luas minimal berukuran 1x1 meter, dan cukup landai

8. Jamban lengkapi atap pelindung, dinding kedap air dan terang. 9. Luas ruangan cukup dan ventilasi terbuka serta cukup penerangan.

2.4.4. Pemeliharaan Jamban

Jamban hendaknya dipelihara baik dengan cara :

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

2. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih 3. Tidak ada genangan air disekitar jamban

4. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat atau kecoa 5. Tempat duduk selalu bersih dan tak ada kotoran yang terlihat 6. Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban


(29)

2.5. Teori Perilaku

Menurut Benyamin Bloom perilaku terdiri dari 3 aspek yaitu : Pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tindakan (psikomotor). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, setelah dilakukan penginderaan pada objek yakni dengan indera penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan perasa. Sikap merupakan respon seseorang yang tertutup pada suatu objek.Tindakan diwujudkan dengan sikap menjadi perbuatan nyata.

Realitanya perilaku bisa diartikan sebagai respon seseorang pada rangsangan di luar subjek. Respon ini ada 2 bentuk yaitu:

1.Bentuk Pasif adalah respon internal yang terjadi dalam diri manusia dan secara tidak langsung dapat dilihat orang lain seperti berfikir, memberi tanggapan, dll 2. Bentuk Aktif adalah bila perilaku itu dapat diobservasi secara langsung seperti

kebiasaan penduduk membuang sampah sembarangan, tidak mencuci tangansebelum makan, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2003).

2.5.1. Komponen Perilaku 1. Pengetahuan (Knowledge)

Hasil pengertian setelah dilakukan penginderaan pada suatu objek yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Ada 6 tingkat pengetahuan:

a. Tahu (Know) berarti ingat materi dipelajari sebelumnya secara benar. b. Memahami (Comprehension) artinya mampu menjelaskan objek yang


(30)

diketahui dan bisa menginterpretasikan materi dengan benar.

c. Aplikasi (Aplication) berarti mampu memakai materi yang dipelajari dari situasi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis) berarti mampu menjabarkan materi pada komponen, tetapi dalam struktur organisasi yang masih berkaitan.

e. Sintesis (Sinthesis) berarti mampu menghubungkan bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation) berarti mampu menilai materi.(Notoadmodjo, 2003)

2. Sikap (Attitude)

Tanggapan atau persepsi responden pada suatu objek. Reaksi yang bersifat emosional pada stimulus sosial. Menurut Notoadmodjo(2003) persepsi individu pada objek tergambar melalui persepsi, respon, mekanisme dan adaptasi.

3. Tindakan ( Practice )

Notoadmodjo (2003) menyatakan bahwa suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.

Ada 4 tingkatan dari tindakan atau praktek yaitu :

1. Persepsi ( Perception) yaitu memilih objek sesuai tindakan yang diambil. 2. Respon terpimpin (Respons) : mengurutkan yang benar sesuai contoh. 3. Mekanisme (Mekanism) yaitu melakukan yang benar agar menjadi kebiasaan 4. Adaptasi (Adaptation) yaitu tindakan berkembang baik atau dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan itu


(31)

2.5.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Menurut Hendrik L.Blum, derajat kesehatan dipengaruhi 4 faktor yaitu: faktor lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan keturunan.

Pada hasil penelitian, faktor lingkungan berpengaruh dominan bagi kesehatan masyarakat karena merupakan hasil dari faktor perilaku (Notoadmodjo, 1996).

Perilaku manusia ialah proses individu dan masyarakat pada lingkungan sebagai wujud kehidupan, atau keadaan jiwa yang meliputi emosi, pengetahuan, fikiran, reaksi dan tindakan yang terbentuk karena pengaruh lingkungan luar.

Perilaku manusia terbentuk karena kebutuhan biologis, sosial, dan rohani. Adanya dorongan atau motivasi, faktor perangsang, pengaruh sikap dan kepercayaan

Perilaku individu atau masyarakat berpengaruh pada status kesehatan mereka. Adanya bermacam perilaku manusia mulai dari positif, sampai negatif. Pada perilaku yang beragam itu, ada perilaku yang tidak menunjang kesehatan yaitu faktor penyebab masalah kesehatan (Notoadmodjo, 1996 ).

Contoh perilaku hidup bersih dan sehat ialah setiap buang air besar selalu menyiram dan membersihkan jamban serta mencuci tangan atau kaki dengan sabun sehabis menggunakan jamban. Perilaku masyarakat bisa berubah pada pola tertentu. Ada 3 cara merubah perilaku menurut Kelman (2000) yaitu :

1. Karena Terpaksa

Cara ini individu merubah perilakunya karena berharap imbalan, atau pengakuan dari kelompoknya dan terhindar dari hukuman serta tetap terpelihara hubungan baik dengan yang menganjurkan perubahan perilaku itu.


(32)

2. Karena ingin meniru atau disamakan

Cara ini individu merubah perilaku karena ingin disamakan dengan orang lain

3. Karena menyadari manfaatnya

Cara ini perubahan cukup mendasar, artinya menjadi bagian dari hidupnya, karena itu perubahan melalui cara ini umumnya lestari. (Notoadmodjo, 1996 ).

2.5.3 Pengaruh Perilaku Manusia bagi Kesehatan

Konsep Perilaku menurut Green yaitu perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu

2.5.3.1 Faktor Predisposisi ( Pemudah )

Faktor Predisposisi mencakup: pengetahuan, sikap, pekerjaan, pendidikan, ekonomi masyarakat terhadap kesehatan. Faktor ini dapat mempermudah terjadinya perilaku dalam diri manusia pada apa yang dilakukan. Faktor ini positif mempermudah terwujudnya perilaku maka disebut faktor pemudah (Notoadmodjo, 2003).

2.5.3.2. Faktor Enabling (Pendukung )

Faktor Pendukung (Enabling factors) mencakup : ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat yang mendukung terjadinya perilaku manusia. Misalnya agar orang buang air besar di jamban, maka harus tersedia jamban, atau mempunyai uang untuk membangun jamban sendiri. Pengetahuan dan sikap belum menjamin terjadinya perilaku, maka diperlukan sarana atau fasilitas yang mendukung perilaku itu.


(33)

2.5.3.3. Faktor Reinforcing ( Penguat )

Faktor Penguat (Reinforcing factors) mencakup perilaku tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan. Perilaku sehat bukan pengetahuan, sikap dan dukungan fasilitas, tetapi perilaku teladan dari tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan.

2.6. Gambar Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Faktor Predisposisi

- Pengetahuan - Sikap

- Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan

Partisipasi / Tindakan Keluarga

Faktor Enabling menggunakan jamban

- Kondisi Jamban - Baik

- Buruk

Faktor Reinforcing

Penyuluhan oleh : - Penyuluh Kesehatan - Tokoh Masyarakat


(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah Survey dengan rancangan cross sectional, yaitu pengamatan tentang adanya pengaruh suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya, yang dimaksud untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi keluarga dalam penggunaan jamban.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabanjahe yang merupakan bagian dari Kecamatan Kabanjahe yang terdiri dari 20 desa di ibukota Kabupaten Karo. Kabanjahe saja ada 5 kelurahan yaitu Gung Leto, Gung Negeri, Padang Mas, Lau Cimba dan Kampung Dalam.

Waktu Penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2007 sampai Desember 2007.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh rumah yang memiliki jamban di Kabanjahe, sebanyak 1.680 rumah.

Sampel adalah rumah yang diperiksa dan memiliki jamban di Kabanjahe.

Sampel penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus penentuan sampel untuk penelitian survei (Notoatmodjo, 2003)


(35)

Pengambilan sampel rumah yang diperiksa yang terpilih dilakukan secara random. Maka teknik pengambilan Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode simple random sampling, yang bertujuan agar sampel dapat mewakili semua kelurahan di Kabanjahe.:

E = Zc x p .q x ( N – n ) =

n n – 1

E = 1,96 x 0,5 x 0,5 x ( 1.680 - n ) = 0,1 Hasilnya n = 96 menurut Rumus n n-1

ditambah 5 % x 96 = 4,8 + 96 = 100,8 dibulatkan jadi 101 sampel

E = Penyimpangan statistik dari sampel pada populasi yang diterima, sebesar 0,1 Zc=Tingkat kepercayaan pada sampel derajat kepercayaan yaitu 95%, Zc = 1,96. N = Besarnya populasi

P = Proporsi dari populasi yang ditetapkan 0,5. Q = 1- p = 0,5

n = Besarnya Sampel

Populasi jumlah penduduk Kabanjahe 1.680 kk yang memiliki jamban dan tersebar di 5 kelurahan yaitu Gung Leto, Gung Negeri, Padang Mas, Lau Cimba, dan Kampung Dalam. Cara pengambilan Sampel dengan Rumus :

Sampel = Jumlah rumah pemilik jamban / Total Populasi x 100 % Maka pada setiap Kelurahan Sampelnya adalah sebagai berikut : a. Kelurahan Gung Leto = 352 / 1680 x 100% = 21 sampel b. Kelurahan Gung Negeri = 348 / 1680 x 100% = 20 sampel


(36)

c. Kelurahan Padang Mas = 333 / 1680 x 100% = 20 sampel d. Kelurahan Lau Cimba = 329 / 1680 x 100% = 20 sampel e. Kelurahan Kampung Dalam = 327 / 1680 x 100 % = 20 sampel Total sample ada 101 sampel yang terdapat di 5 kelurahan

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data penelitian dikumpulkan melalui beberapa cara yaitu :

3.4.1. Data Primer dan Data Sekunder

Data primer penelitian diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun dan mengacu pada variabel yang diteliti.

Data sekunder penelitian diperoleh dari laporan- laporan maupun dokumen dokumen resmi yang digunakan untuk membantu analisa pada data primer.

3.4.1.1.Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengukuran validitas dan reliabilitas instrumen pada penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik Cronbach”s Alpha.Teknik ini bertujuan untuk menguji apakah setiap item atau butir pertanyaan benar-benar mampu mengungkap faktor yang akan diukur atau konsistensi internal setiap item alat ukur dalam mengungkap faktor yang akan diukur.

Pada pengukuran validitas dan reliabilitas kuesioner yang merupakan instrumen pengumpulan data terhadap 101 responden, diperoleh hasil kuesioner tersebut valid dan reliabel. Hal ini dibuktikan dengan nilai g berada diantara 0-1, maka instrumen dikatakan valid dan reliabel. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(37)

Tabel 3.1. Validitas and Reliabilitas Statistic

Cronbach”s Alpha Cronbach”s Alpha based on Standardized Items

N of Items .776 .771 10

3.5. Variabel danDefinisi Operasional 3.5.1. Variabel Independen

1. Umur adalah usia responden dalam tahun yang disampaikan saat wawancara. 2. Penghasilan adalah Hasil usaha manusia yang diperoleh dari pekerjaannya

sebagai pendapatan yangdihitung setiap bulan berupa uang yang diterima dalam satuan rupiah berdasarkan UMP Sumatera Utara SK Gubsu No. 561 /3244K,2006

3. Pendidikan adalah Derajat tertinggi jenjang pendidikan yang diselesaikan berdasar ijasah yang diterima dari sekolah formal terakhir dengan sertifikat kelulusan.

4. Pekerjaan adalah Aktifitas atau kegiatan yang dilakukan responden sehingga memperoleh penghasilan.

5. Pengetahuan adalah Kemampuan intelektual responden tentang aspek kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan jamban keluarga.

6. Sikap adalah Tanggapan atau persepsi resonden terhadap keadaan jamban dan penggunaan jamban keluarga.

7. Kondisi Jamban adalah Observasi jamban dilakukan untuk melihat kondisi jamban yang digunakan disesuaikan dengan kriteria kesehatan jamban.

8. Peran Penyuluh Kesehatan adalah Pengajaran yang disampaikan petugas kesehatan dan tokoh masyarakat tentang penggunaan jamban.


(38)

3.5.2. Variabel Dependen

1. Partisipasi Keluarga menggunakan jamban adalah peran serta keluarga dalam kegiatan penggunaan jamban setiap hari.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)

Aspek pengukuran variabel bebas adalah karakteristik responden yang meliputi Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan, Pengetahuan, Sikap, Kondisi jamban, dan peran penyuluh kesehatan.

1. Variabel Umur

Untuk mengetahui umur responden diajukan satu butir pertanyaan berbentuk kuesioner yang didasarkan pada skala interval.

2. Variabel Penghasilan

Untuk mengetahui penghasilan responden diajukan satu butir pertanyaan berbentuk kuesioner yang didasarkan pada skala interval.

3. Variabel Pendidikan

Untuk mengetahui pendidikan responden diajukan satu butir pertanyaan berbentuk kuesioner yang didasarkan pada skala ordinal.

4. Variabel Pekerjaan

Untuk mengetahui pekerjaan responden diajukan satu butir pertanyaan berbentuk kuesioner yang didasarkan pada skala nominal.

5. Variabel Pengetahuan


(39)

butir pertanyaan berbentuk kuesioner.Setiap butir pertanyaan diberi skor 3, maka interval skor untuk variabel pengetahuan adalah 3 x 8 = 24, maka kelompok

rentang skor variabel pengetahuan dibagi menjadi 3 kelompok sama besar yaitu : 1. Tinggi : apabila total skor berada di antara 17-24

2. Sedang : apabila total skor berada di antara 9-16 3. Rendah : apabila total skor berada di antara 1-8 6. Variabel Sikap

Untuk mengetahui sikap responden tentang penggunaan jamban diajukan sembilan butir pertanyaan berbentuk kuesioner. Setiap butir pertanyaan diberi skor 2,maka interval skor untuk variabel sikap adalah 2 x 9 =18, maka pengelompokan skor variabel sikap dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

1. Baik : apabila total skor berada di antara 10-18 2. Buruk : apabila total skor berada di antara 1-9 7. Variabel Kondisi Jamban

Untuk mengetahui kondisi jamban diajukan sepuluh butir pertanyaan berbentuk kuesioner. Observasi jamban dilakukan untuk melihat kondisi jamban yang digunakan disesuaikan dengan kriteria kesehatan jamban.

1.Baik : apabila semua memenuhi syarat, jika ada air, alat pembersih, jarak jamban 10 m dari sumber air, septic tank, rumah kakus, lubang jamban, lantai bersih dinding kedap air, ada tempat jongkok, jamban selalu bersih


(40)

8. Variabel peran penyuluh kesehatan

Untuk mengetahui peran penyuluh diajukan empat butir pertanyaan berbentuk kuesioner.Setiap butir pertanyaan diberi skor 3, maka interval skor untuk variabel peran penyuluh adalah 3 x 4 = 12, maka kelompok rentang skor variabel penyuluh dibagi 3 yaitu : a. Berperan , bila merespon > 75 % dari pertanyaan, skor 9-12

b. Sedang, bila merespon 40 %- 75 % dari pertanyaan, skor 5-8 c. Tidak Berperan, bila merespon < 40 % dari pertanyaan, skor 1-4 Secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)

No Variabel Indikator Kategori Bobot

Nilai

Total nilai

Range Skala Ukur

1 Umur 1 a.<20 tahun

b.21-49tahun c. > 50 tahun

- - - Ordinal

2 Penghasilan 1 a.<765.000

b.> 765.000 - - -

Ordinal

3 Pendidikan 1 a.Tak Sekolah, SD,SMP.

b. SMA,Sarjana - - -

Ordinal

4 Pekerjaan 1 a.Ibu Rumah tangga

b.Petani,PNS,Wiraswasta - - -

Nomial

5 Pengetahuan 1 a.Tinggi b.Sedang c.Rendah 3 2 1 30 20 10 17-24 9-16 1-8 Ordinal

6 Sikap 1 a.Baik

b.Buruk 2 1 20 10 10-18

1-9 Ordinal 7 Kondisi

Jamban

1 a.Memenuhi syarat b.Tak memenuhi syarat

2 1

20 10

11-20

1-10 Ordinal 8 Peran Penyuluh 1 a.Berperan

b.Sedang c.Tidak berperan 3 2 1 30 20 10 9-12 5-8 1-4 Ordinal


(41)

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel terikat (dependen)

Untuk mengetahui partisipasi responden tentang penggunaan jamban diajukan sepuluh butir pertanyaan berbentuk kuesioner. Setiap butir pertanyaan diberi skor 2, maka interval skor untuk variabel partisipasi adalah 2 x 10 = 20, maka pengelompokan rentang skor variabel partisipasi dibagi 2 kelompok sama yaitu

1. Baik : apabila total skor berada di antara 11- 20 2. Buruk : apabila total skor berada di antara 1-10

Tabel 3.3 : Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Dependen)

No Variabel Indikator Kategori Bobot

Nilai

Total Nilai

Range Skala Ukur 1 Partisipasi

Keluarga

10 a. Baik

b. Buruk 2 1 20 10 11-20 1-10 Ordinal

3.7. Metode Analisis Data

Analisa Data diperoleh dari beberapa uji statistik memakai program komputer. Analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :

a.Analisis Data Univariat, untuk melihat gambaran karakteristik responden dan variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat).

b.Analisis Data Bivariat, untuk melihat kuatnya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dengan uji satistik chi square pada g = 5 %

c.Analisa Data Multivariat, melihat pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat dengan uji regressi logistik yang diperoleh dari uji bivariat dimana variabel yang memiliki nilai p<0,05 menjadi variabel berpengaruh.Uji multivariat ini diketahui variabel paling berpengaruh dominan (Husaini, 2005).


(42)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kota Kabanjahe merupakan salah satu kota di Kecamatan Kabanjahe yang meliputi 20 Desa. Kota Kabanjahe ini terdiri dari 5 kelurahan yaitu Gung Leto, Gung Negeri, Kampung Dalam, Lau Cimba, dan Padang Mas.Daerah Karo memiliki luas 2.127,25 km 2. dengan Topografi tanah dataran tinggi berbukit dan dataran berbukit yang terletak antara 02 50-03 19 LU dan 97 55-98 38 BT. Daerah Kabupaten Karo terletak didaerah Pegunungan. Bukit Barisan yang berada pada elevasi 140 m – 1400 m diatas permukaan laut, hampir 90% pada ketinggian 500 m -1400 m diatas permukaan laut. Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung merupakan dua puncak tertinggi yang ada di Kabupaten Karo ( Profil Kesehatan Kabupaten Karo, 2005 ).

4.2. Analisis Univariat

Analisis univariat berguna menjelaskan karakteristik setiap variabel yang diteliti. Data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah data kategorik, artinya hanya menjelaskan nilai jumlah dan persentase setiap kelompok maka analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dari setiap variabel yang diteliti.

Analisis univariat dimaksud untuk mendeskripsikan setiap variabel dependen dan variabel independen dengan menggunakan tabel distribusi frekwensi yang dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, sikap, kondisi jamban dan peran penyuluh.


(43)

4.2.1. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah sampel keluarga yang memiliki jamban di wilayah kerja Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo, yaitu sebanyak 101 orang. Untuk memperoleh gambaran karakteristik responden ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, suku, dan agama.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik di Kecamatan Kabanjahe Tahun 2007

No Karakteristik Jumlah Persen (%)

1 Umur

Muda : < 20 tahun 11 10,9 Dewasa: 21 – 49 tahun 51 50,5 Tua :> 50 tahun 39 38,6

Total 101 100,0

2 Agama

Islam 36 35,7

Kristen 59 58,5

Budha 4 3,9

Hindu 2 1,9

Total 101 100,0

3 Pendidikan

Rendah : Tidak Sekolah 3 2,9 SD 15 14,9 SLTP 18 17,8 Tinggi : SLTA 43 42,6 Sarjana 22 21,8

Total 101 100,0

4 Pekerjaan

Bekerja :Petani 27 26,7

Pegawai Negeri 21 20,8 Pegawai Swasta 16 15,8 Wiraswasta 23 22,8 Tak bekerja :Ibu RumahTangga 15 14,9

Total 101 100,0

5 Suku

Karo 86 85,3

Jawa 3 2,9

Batak 8 7,9

Cina 4 3,9


(44)

6 Penghasilan

Tinggi : > 765.000 48 47,5

Rendah: < 765.000 53 52,5

Total 101 100,0

7 Jenis Kelamin

Perempuan 52 51,5

Laki-laki 49 48,5

Total 101 100,0

Tabel diatas terlihat umur responden tertinggi pada usia 21- 49 tahun (50,5%) dan

terendah < 20 tahun (10,9%). Jenis kelamin terlihat sebanding yaitu perempuan (51,5%) dan laki-laki (48,5%). Pada umumnya pendidikan responden adalah SLTA (42,6%), walaupun masih ada responden yang tidak sekolah (2,9%). Jenis pekerjaan responden kebanyakan petani (26,7%), walaupun masih ada responden yang belum bekerja yaitu sebagai ibu rumah tangga (13,9%). Adapun tingkat penghasilan responden terlihat sebanding yaitu > 765.000 ada (47,5%) dan < 765.000 ada (52,5%). Mayoritas suku adalah bersuku Karo (85,1%), dan minoritas bersuku jawa (2,9%). Umumnya responden beragama Kristen (58,5%) dan minoritas Hindu (1,9%.)

4.2.2. Pengetahuan sebagai Faktor Predisposisi

Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Kategori Pengetahuan tentang Penggunaan Jamban di Kecamatan Kabanjahe Tahun 2007

No Pengetahuan Jumlah (orang) Persen (%)

1 Tinggi 28 27,7

2 Sedang 59 58,4

3 Rendah 14 13,9

Total 101 100,0


(45)

Tabel ini menunjukkan mayoritas responden berpengetahuan sedang (58,4%). Minoritas responden berpengetahuan tinggi (27,7%) dan sebagian berpengetahuan rendah (13,9%).Untuk kepentingan statistic maka pengetahuan sedang dan rendah digolongkan pada pengetahuan rendah ada (72,3%).

4.2.3. Sikap

Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Kategori Sikap tentang Penggunaan Jamban di Kecamatan Kabanjahe Tahun 2007

No Kategori Sikap Jumlah (orang ) Persen (%)

1 Baik 85 84,2

2 Buruk 16 15,8

Total 101 100,0

Tabel ini menunjukkan bahwa mayoritas responden bersikap buruk (15,8%) dan minoritas responden bersikap baik (84,2%.)

4.2.4. Kondisi Jamban sebagai Faktor Enabling

Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Kondisi Jamban dalam Penggunaan Jamban di Kecamatan Kabanjahe Tahun 2007

No Kondisi Jamban Jumlah (orang) Persen (%)

1 Memenuhi syarat 42 41,6

2 Tidak memenuhi syarat 59 58,4

Total 101 100,0

Pada Tabel 4.4 terlihat mayoritas responden memiliki kondisi jamban tak memenuhi syarat 58,4%. Minoritas responden memiliki kondisi jamban memenuhi syarat 41,6%.


(46)

4.2.5. Peran Penyuluh sebagai Faktor Reinforcing

Untuk melihat distribusi variabel peran para tokoh terhadap partisipasi keluarga menggunakan jamban dapat dilihat pada Tabel ini.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Menurut Peran Penyuluh tentang Penggunaan Jamban di Kecamatan Kabanjahe Tahun 2007

No Peran tokoh penyuluh Jumlah ( Orang ) Persen (%)

1 Berperan Baik 29 28,7

2 Berperan Sedang 62 61,4

3 Tidak berperan 10 9,9

Total 101 100,0

Pada Tabel 4.5.diketahui mayoritas tokoh penyuluh berperan sedang (61,4%). Minoritas tokoh penyuluh tidak berperan (9,9%). Sebagian tokoh penyuluh berperan baik yaitu (28,7%). Untuk kepentingan statistic maka berperan sedang dan tak berperan dikategorikan tidak berperan (71,3%).

4.2.6. Partisipasi Keluarga sebagai Variabel Dependen

Tabel 4.6. Distribusi Partisipasi Keluarga dalam Penggunaan Jamban di Kecamatan Kabanjahe Tahun 2007

No Partisipasi keluarga Frekuensi Persen (%)

1 Berpartisipasi Baik 32 31,7

2 Berpartisipasi Buruk 69 68,3

Total 101 100,0

Pada Tabel 4.6 diketahui mayoritas responden berpartisipasi buruk (68,3%) dalam penggunaan jamban. Minoritas responden berpartisipasi baik (31,7%).


(47)

4.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bermaksud untuk mengetahui kemaknaan hubungan antara 2 variabel independent terhadap variabel dependent dengan uji chi square. Tujuan ini dipakai uji chi square ialah untuk menguji perbedaan persentase antara beberapa data. Proses pengujian chi square ialah membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (ekspektasi).Bila nilai observasi sama dengan nilai ekspektasi maka tidak ada perbedaan yang bermakna (tak signifikan).Sebaliknya bila ada perbedaan nilai keduanya maka ada perbedaan bermakna (signifikan).

Uji chi square ini memiliki keterbatasan karena menuntut frekuensi harapan (E) disetiap selnya tak boleh terlalu kecil. Maka syarat keterbatasan chi square:

a.Tak boleh ada sel yang memiliki nilai ekspektasi kurang dari 1,

b.Tak boleh ada sel memiliki nilai ekspektasi kurang dari 5, lebih 20 % dari jumlah keseluruhan sel. Uji chi square ini dilakukan untuk analisa tabel silang 3 x 2, 3 x 4. Jika keterbatasan itu terjadi saat uji chi square peneliti harus menggabungkan kategori yang berdekatan untuk perbesar frekuensi ekspektasi dari sel, tapi data tidak sampai kehilangan makna. Bila keterbatasan itu terjadi pada table 2 x 2 dipakai uji fixer exact. Berikut ini tabel yang menjelaskan variabel independen :

Tabel 4.7. Pengaruh Pekerjaan dengan Partisipasi Keluarga Partisipasi Keluarga

Buruk Baik Total No Pekerjaan

n % n % n %

1 Bekerja 26 81,3 61 88,1 87 86,1

2 Tidak Bekerja 6 18,8 8 11,6 14 13,9


(48)

Pada Tabel 4.7 Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada perbedaan antara bekerja dan tak bekerja terhadap partisipasi keluarga dan secara statistic tak ada hubungan bermakna karena p value (0,333) > dari g (0,05).

Tabel 4.8. Pengaruh Penghasilan dengan Partisipasi Keluarga dalam Penggunaan Jamban di Kecamatan Kabanjahe

Partisipasi Keluarga

Buruk Baik Total No Penghasilan

n % n % n %

1 < 765.000 20 62,5 32 46,4 52 51,5

2 > 765.000 12 37,5 37 53,6 49 48,5

p= 0,131 Total 32 100,0 69 100,0 101 100,0

Pada Tabel 4.8 hasil uji chi square menunjukkan tak ada beda antara penghasilan tinggi dan rendah dengan partisipasi keluarga dan secara statistic tak ada hubungan bermakna antara penghasilan pada partisipasi karena p value(0,131) > dari g (0,05).

Tabel 4.9. Pengaruh Pendidikan dengan Partisipasi Keluarga dalam Penggunaan Jamban di Kecamatan Kabanjahe

Partisipasi Keluarga

Buruk Baik Total

No Pendidikan

n % n % n %

1 Rendah:Tak sekolah,SD,SMP 13 40,6 22 31,9 35 34,7 2 Tinggi : SMA, Sarjana 19 59,4 47 68,1 66 65,3

p= 0,390 Total 32 100,0 69 100,0 101 100,0

Pada Tabel 4.9 Hasil uji chi square terlihat tak ada perbedaan antara pendidikan tinggi dan rendah terhadap partisipasi keluarga dan secara statistic tak ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan partisipasi karena p value (0,390) > dari g (0,05).


(49)

Tabel 4.10. Pengaruh Umur dengan Partisipasi Keluarga dalam Penggunaan Jamban di Kecamatan Kabanjahe

Partisipasi Keluarga

Buruk Baik Total

No Umur

n % n % n %

1 < 20 tahun 6 18,8 4 5,8 10 9,9

2 21- 49 tahun 16 50,0 34 49,3 50 49,5

3 > 50 tahun 10 31,3 31 44,9 41 40,6

p=0,095 Total 32 100,0 69 100,0 101 100,0

Tabel 4.10 hasil uji chi square menunjukkan faktor umur dewasa persentase partisipasi keluarga kategori baik lebih besar dibanding umur muda dan secara statistik tak ada hubungan yang bermakna karena p value 0,095 > g 0,05.

Tabel 4.11. Pengaruh Pengetahuan dengan Partisipasi Keluarga dalam Penggunaan Jamban di Kecamatan Kabanjahe

Partisipasi Keluarga

Buruk Baik Total

No Pengetahuan

n % n % n %

1 Rendah 9 28,1 5 5,9 14 12,9

2 Sedang 23 71,9 36 52,9 59 58,4

3 Tinggi 0 0,0 28 41,2 28 27,7

p=0,000 Total 32 100,0 69 100,0 101 100,0

Pada Tabel 4.11 hasil uji chi square menunjukkan pengetahuan tinggi persentase partisipasi keluarga kategori baik lebih besar dibanding responden berpengetahuan rendah dan secara statistik ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan partisipasi karena p value (0,000)< dari g (0,05).


(50)

Tabel 4.12. Pengaruh Sikap dengan Partisipasi Keluarga dalam Penggunaan Jamban di Kecamatan Kabanjahe

Partisipasi Keluarga

Buruk Baik Total No Sikap

n % n % n %

1 Buruk 10 31,3 6 7,4 16 14,9

2 Baik 22 68,7 63 92,6 85 85,1

p=0,002 Total 32 100,0 69 100,0 101 100,0

Pada Tabel 4.12 hasil uji chi square terlihat persentase sikap baik partisipasi kategori baik lebih besar dibanding sikap buruk dan secara statistic ada hubungan bermakna antara sikap terhadap partisipasi karena p value (0,002) < dari g (0,05).

Tabel 4.13. Pengaruh Kondisi Jamban dengan Partisipasi Keluarga dalam Penggunaan Jamban di Kecamatan Kabanjahe

Partisipasi Keluarga

Buruk Baik Total

No Kondisi Jamban

n % n % n %

1 Baik 21 65,6 37 54,4 59 57,4

2 Buruk 11 34,4 32 45,6 42 41,6

p= 0,289 Total 32 100,0 69 100,0 101 100,0

Pada Tabel diatas hasil uji chi square terlihat tidak ada perbedaan antara jamban yang baik dan buruk pada partisipasi keluarga.Hasil tes statistic dengan uji chi square terlihat tak ada hubungan bermakna antara kondisi jamban terhadap partisipasi keluarga karena p value 0,289>dari g (0,05).


(51)

Tabel 4.14. Pengaruh Peran Penyuluh dengan Partisipasi Keluarga Partisipasi Keluarga

Buruk Baik Total

No Peran Tokoh

Penyuluh

n % n % n %

1 Tidak berperan 6 18,8 4 5,9 10 9,9

2 Sedang 18 56,2 44 64,7 63 62,4

3 Berperan 8 25,0 21 29,4 29 28,7

p=0,135 Total 32 100,0 69 100,0 101 100,0

Pada Tabel 4.14 hasil uji chi square terlihat bahwa persentase penyuluh berperan dengan partisipasi keluarga kategori baik lebih besar dibanding penyuluh tak berperan Secara statistic terlihat tidak ada hubungan bermakna antara peran penyuluh terhadap terhadap partisipasi keluarga karena p value 0,135> g (0,05).

Adapun variabel independen adalah pekerjaan, pendidikan, penghasilan, umur, pengetahuan, sikap, kondisi jamban, peran penyuluh, sedangkan variabel dependen adalah partisipasi keluarga. Hasil analisis bivariat dengan uji statistik Chi Square terlihat bahwa secara statistic ada 2 variabel yang berhubungan signifikan (p < 0,05) yaitu variabel pengetahuan, dan sikap. Hal ini terlihat pada tabel 4.15 yaitu :

Tabel 4.15. Uji Chi Square dengan Analisa Bivariat

Variabel Dependen

Variabel Independen

Nilap p Keterangan

Pengetahuan 0,000 Berhubungan signifikan

Sikap 0,002 Berhubungan signifikan

Kondisi Jamban 0,289 Tak Berhubungan signifikan Peran Penyuluh 0,135 Tak Berhubungan signifikan Pekerjaan 0,333 Tak berhubungan signifikan Pendidikan 0,390 Tak berhubungan signifikan Penghasilan 0,131 Tak berhubungan signifikan Faktor Partisipasi


(52)

Alasan memakai uji Chi Square :

Berdasarkan data yang ada maka digunakan uji chi square untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (kategori) dengan variabel dependen (kategori). Hasil uji chi square hanya dapat menyimpulkan ada / tidaknya hubungan antara kelompok data atau 2 variabel kategori.Tetapi uji chi square tidak bisa menjelaskan derajat hubungan artinya tidak bisa mengetahui kelompok mana beresiko lebih besar dibanding kelompok lain.

4.4. Analisis Multivariat

Analisis yang menghubungkan variabel independen dan variabel dependen pada waktu yang bersamaan, untuk melihat variabel berpengaruh paling dominan. Dalam hal ini diperoleh variabel paling dominan pengaruhnya yaitu pengetahuan (p=0,000). Data yang digunakan adalah jenis kategori pada variabel independen maupun variabel dependen maka analisa multivariat dilakukan dengan uji regressi logistik.

Tabel 4.16. Tabel Hasil Uji Regressi Logistik dengan Analisa Multivariat

B SE Wald df Sig. Exp

95% Confidence Interval for (B) Partisipasi

Lower Bound

Upper Bound 1 Pengetahuan 2.576 .512 5.335 1 .000 .076 .028 .207

2 Sikap .642 .308 4.350 1 .037 .526 .288 .962

3 Kondisi jamban .467 .376 1.538 1 .215 1.595 .763 3.336 4 Peran penyuluh .348 .198 3.089 1 .079 .706 .479 1.041 5 Pekerjaan .928 .919 .104 1 .084 1.010 .315 2.231

6 Umur .164 .718 .208 1 .063 1.405 .164 1.008

7 Pendidikan .343 .711 .053 1 .097 1.205 .431 1.005 8 Penghasilan .1.052 .858 .169 1 .052 .1.226 .223 1.012


(53)

Keterangan : B = Beta

SE = Standart Error Wald = Tidak Signifikan df= Derajat kepercayaan Sig= nilai p

Pengetahuan (p=0,000) < 0,05 berpengaruh paling dominan pada partisipasi Sikap (p=0,037) < 0,05 berpengaruh pada partisipasi

Exp B = Exponen Beta.

Sikap 0,526 kali besar pengaruhnya pada partisipasi

Pengetahuan 0,076 kali besar pengaruhnya pada partisipasi Lower Bound = Batas Bawah

Lower Upper = Batas Atas


(54)

BAB 5

P E M B A H A S A N

5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Partisipasi Keluarga memakai Jamban

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan persentase responden yang memiliki pengetahuan kategori tinggi dan partisipasi baik lebih besar dibandingkan responden yang pengetahuannya kategori rendah. Hal ini menunjukkan faktor pengetahuan sebagai variabel yang berpengaruh dominan terhadap partisipasi keluarga. Secara statistik juga menunjukkan ada pengaruh yang bermakna p<0,05.

Hal ini erat kaitannya dengan pengetahuan, sikap masyarakat, kondisi jamban dan peran penyuluh sebagai faktor penting dalam menggerakkan partisipasi masyarakat menggunakan jamban.

Hasil uji chi square menunjukkan persentase dari 28 responden yang berpengetahuan tinggi ada 28 orang (100,0%) berpartisipasi baik sedangkan dari 14 responden berpengetahuan rendah ada 9 orang (28,1%) berpartisipasi buruk, terlihat bahwa pengetahuan tinggi membuat persentase partisipasi keluarga lebih besar dibandingkan responden yang berpengetahuan rendah dan secara statistik ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan partisipasi karena p value (0,000)< dari g (0,05). Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regressi logistik, ternyata pengetahuan sebagai variabel paling dominan berpengaruh, karena nilai p value terendah dari variabel lain 0,000< 0,05 artinya ada pengaruh pengetahuan terhadap partisipasi keluarga. Menurut Notoadmodjo (2003) bahwa pengetahuan terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :mengetahui, memahami, aplikasi,dan evaluasi.


(55)

Mengacu pada pengetahuan diatas dapat dijelaskan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat Kabanjahe yang persentase terkecil pada kategori baik dapat dikelompokkan pada tahap mengetahui dan mampu memahami.

5.2. Pengaruh Sikap terhadap Partisipasi Keluarga menggunakan Jamban

Hasil penelitian menunjukkan persentase responden yang mempunyai sikap kategori baik dan berpartisipasi lebih besar dibanding responden yang bersikap buruk. Hal ini menunjukkan faktor sikap merupakan variabel yang mempengaruhi partisipasi keluarga. Secara statistik menunjukkan ada pengaruh bermakna (p<0,05).

Ada 8 variabel yang berpengaruh dalam partisipasi keluarga memakai jamban yaitu (pendidikan, pekerjaan, penghasilan, umur, pengetahuan, kondisi jamban, peran penyuluh dan sikap) variabel yang berpengaruh pada partisipasi keluarga ialah sikap masyarakat. Hal ini menunjukkan masyarakat yang bersikap baik akan berpartisipasi lebih besar dalam menggunakan jamban. Ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa sikap terdiri dari berbagai tingkatan seperti menerima, merespon, menghargai, dan bertanggungjawab.Mengacu pada sikap ini terlihat sikap masyarakat Kabanjahe pada penggunaan jamban yang terbesar pada kategori baik dapat dikelompokkan pada tahap menerima dan mampu merespon.

Secara keseluruhan sikap responden tergolong pada kategori baik dalam program partisipasi penggunaan jamban. Menurut Syaifuddin (2004) menyatakan sikap masyarakat akan menentukan keberhasilan partisipasi penggunaan jamban.


(56)

Hasil uji chi square terlihat persentase responden dari 85 sikap baik 63 orang (92,6%) berpartisipasi baik sedangkan dari 16 sikap buruk 10 orang (31,3%) berpartisipasi buruk, terlihat dari sikap baik persentase partisipasi keluarga lebih besar dibanding sikap buruk dan secara statistic ada hubungan bermakna antara sikap terhadap partisipasi karena p value (0,002) < dari g (0,05). Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regressi logistik, ternyata sikap termasuk berpengaruh kecil terhadap partisipasi keluarga karena nilai p value 0,037< 0,05 artinya ada pengaruh sikap terhadap partisipasi keluarga.

Hal yang sama dilaporkan oleh Maulana (2003), bahwa sikap masyarakat yang buruk terbukti secara statistik berhubungan dengan partisipasi penggunaan jamban. Melihat keberadaan sikap masyarakat berkaitan dengan partisipasi memakai jamban di Kabanjahe tentu tidak cukup hanya sekedar menerima dan merespon. Karena kemauan masyarakat untuk berpartisipasi lebih baik bila masyarakat sebagai sasaran program mampu menghargai dan bertanggungjawab pada pelaksanaan program itu.

5.3.Pengaruh Kondisi Jamban terhadap Partisipasi Keluarga

Ketersediaan fasilitas yang digunakan dalam program penggunaan jamban di Kabanjahe belum mencukupi. Hal ini menyebabkan pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari ketersediaan fasilitas kesehatan kurang optimal.

Hasil uji chi square terlihat persentase responden dari 42 kondisi jamban memenuhi syarat 31 orang (45,6%) berpartisipasi baik sedangkan dari 59 kondisi jamban tidak memenuhi syarat 38 orang (54,4%) berpartisipasi baik. Hal ini


(57)

menunjukkan secara persentase tidak ada perbedaan antara jamban yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat terhadap partisipasi keluarga. Hasil tes statistic dengan uji chi square terlihat tidak ada hubungan bermakna antara kondisi jamban terhadap partisipasi keluarga karena p value (0,289) > dari g (0,05). Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regressi logistik, ternyata kondisi jamban tidak berpengaruh terhadap partisipasi keluarga karena nilai p value 0,215>0,05 artinya tidak ada pengaruh kondisi jamban terhadap partisipasi keluarga.

5.4. Pengaruh Peran Penyuluh terhadap Partisipasi memakai Jamban

Ketersediaan tenaga kesehatan dalam program penggunaan jamban di wilayah Kabanjahe belum optimal. Hal ini menyebabkan pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari kecukupan penyuluh kesehatan kurang maksimal.

Persentase masyarakat yang mendapat penyuluhan tentang partisipasi memakai jamban belum sesuai dengan target yang diharapkan. Dalam hal ini masyarakat perlu meningkatkan partisipasinya, sehingga keterbatasan kemampuan Pemerintah (Dinas Kesehatan dan Puskesmas) dapat ditanggulangi. Sesuai dengan Dirjen PPM & PLP, (1999), bahwa salah satu faktor rendahnya penggunaan jamban dengan cara identifikasi sedini mungkin baik yang dilakukan oleh penyuluh kesehatan mengunjungi rumah secara khusus maupun dilakukan secara pasif melalui pembinaan di tempat tertentu.Untuk pelaksanaan kegiatan itu diperlukan tenaga kesehatan yang spesifik memiliki kemampuan dan keterampilan khusus.


(1)

BAB 6

K E S I M P U L A N D A N S A R A N

6.1.

Kesimpulan

Pada penelitian yang dilakukan ini diperoleh beberapa kesimpulan :

1.Faktor- faktor yang mempengaruhi partisipasi keluarga dalam penggunaan

jamban di Kabanjahe Tahun 2007 adalah faktor

predisposisi

yaitu pengetahuan

berhubungan dengan partisipasi penggunaan jamban (p=0,000), sikap

berhubungan dengan partisipasi penggunaan jamban (p=0,002). Faktor

enabling

yaitu kondisi jamban tidak berhubungan dengan partisipasi penggunaan jamban

(p=0,289). Faktor

reinforcing

yaitu peran tokoh penyuluh tidak berhubungan

dengan partisipasi penggunaan jamban (p= 0,135).

2.Faktor yang paling dominan pengaruhnya pada partisipasi keluarga dalam

penggunaan jamban adalah pengetahuan (p= 0,000).

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat diberikan saran sebagai berikut:

1.Kepada Pemerintah Kabanjahe diharapkan adanya peningkatan sanitasi

lingkungan

berupa pengadaan fasilitas kesehatan seperti perbaikan jamban, sistem pembuang

an limbah yang dibantu oleh biaya dan didukung sikap Pemda secara nyata.

2.Kepada Dinas Kesehatan disarankan

Menyusun rancangan kerja tentang kesehatan lingkungan dan pembinaan peran

serta masyarakat memakai jamban oleh Dinas Kesehatan dengan meningkatkan


(2)

-. Perlu kerjasama lintas program dan sektoral oleh Dinas Kesehatan maupun

Puskesmas dengan instansi lain sebagai penggerak peran serta masyarakat

menggunakan jamban.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar A, 2000. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta, Penerbit:Mutiara

Sumber Widya Press.

Conyers D,1994. Perencanaan Sosial didunia ketiga, Gajah Mada University Press

Yogjakarta.

_____________Modul Penelitian dan Pengawasan Kesehatan Lingkungan

Pemukiman, Ditjen PPM / PLP, Jakarta.

_____________Modul Higiene dan Sanitasi Kesehatan Lingkungan, Ditjen PPM /

PLP, Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai

Pustaka, Jakarta.

Delivery, 2007. Pendekatan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya

Alam, www.delivery.com,diakses: 04 juli 2007.

Encang I, 1991. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Penerbit Citra Bandung.

Ehler & Steel, 2000. Syarat-syarat jamban sehat yang memenuhi standart, Jakarta.

Ginting P, 2005, Filsafat ilmu dan metode penelitian, Medan.

Husaini U, 2005. Pengantar statistik, Jakarta : Bumi aksara press.

Irawan dan Suparmoko, 2002. Penelitian evaluasi pemanfaatan jamban dari berbagai

aspek geohidrologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya masyarakat di

Beberapa Daerah Pedesaan di Indonesia, Balitbangkes Depkes RI, Jakarta.

Kusnoputranto, 1995. Kesehatan Lingkungan FKM UI Jakarta.

Kumoro P, 1998. Jamban Keluarga di Kecamatan Den Pasar Bali.

Mashuri S, 1994. Pengelolaan Tinja Manusia, APK, Teknologi Sanitasi Padang.

Mitchell B, 2000. Pengelolaan Sumber Daya & Lingkungan, Gajah Mada

Univesity Press

Magnis, S.F.1987. Pendekatan partisipasif dalam pemberdayaan masyarakat,

Penerbit Rineka Cipta : Jakarta.


(4)

Notoadmodjo S, 1996. Ilmu kesehatan masyarakat, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Notoadmodjo S, 2003.Pendidikan Kesehatan & Ilmu Perilaku Kesehatan Masyarakat,

Penerbit Rineka Cipta : Jakarta.

Profil Kesehatan Kabupaten Karo, 2005. Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, Propinsi

Sumatera Utara.

Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2005. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara,

Pratomo H dan Sudarti, 1990. Pedoman Usaha Penelitian Bidang Kesehatan

Masyarakat, Depdikbud, Jakarta.

Purwanto, 2001. Tinjauan Sekilas Kebijakan Program Pemberantasan Diare, Majalah

Infeksi Indonesia, Jakarta.

Pratomo, 1990. Pengantar Ilmu Statistik, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Salam B, 1996. Etika Sosial, Azas Moral dalam Hidup Manusia, Jakarta, Penerbit

Rineka Cipta

Soemardji Y, 1999. Pembuangan Kotoran Manusia dan Air Limbah, Majalah Sanitasi

Lingkungan :Jakarta.

Simanjuntak P, 1999. Sarana Jamban Keluarga, Penerbit Gramedia : Jakarta.

Sukarni M, 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan, Penerbit Kanisius:

Yogyakarta.


(5)

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN:

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI KELUARGA DALAM PENGGUNAAN JAMBAN DI KECAMATAN KABANJAHE

Nama : Jumlah Anggota Keluarga : Umur : Suku : Agama : Pendidikan : Pekerjaan : Penghasilan : Pengetahuan:

1. Apakah pengertian jamban ? a.Tempat duduk b.Tempat jongkok c.Tempat membuang kotoran 2. Apakah jenis jamban keluarga dirumah ?

a. Jamban empang dikolam b. Jamban cubluk ditanah c.Jamban Leher angsa 3. Apakah fungsi jamban bagi keluarga ?

a. Bukan tempat serangga b. Mencegah air tercemar c. Melindungi dari penyakit 4. Apa manfaat jamban bagi keluarga ?

a.Mencegah bau menyebar b.Tempat menampung tinja c.Tempat Buang Air Besar 5.Bagaimana jamban yang memenuhi syarat sehat ?

a.Ada air & alat pembersih b.Jarak jamban tak tentu c.Ada septic tank 6.Bagaimana memelihara jamban yang benar ?

a. Lantai bersih b.Tak ada serangga c.Lantai bersih & tak ada serangga

7. Penyakit yang timbul jika tidak memakai jamban?a. Disentri b. Cacingan c.Cacingan & Disentri 8. Bagaimana ciri bangunan jamban sehat itu ? a. Ada saluran peresapan

b.Lantai, bersih & ada lubang jamban c.Ruangan luas (ventilasi, lampu, air & alat pembersih)

Sikap

1.Menurut Bapak / Ibu, sebaiknya membuang kotoran dijamban ?a. Setuju b.Tidak Setuju 2.Menghindari pencemaran air, jarak jamban 10 m dari sumber air ?a.Setuju b.Tak Setuju 3. Buang Air Besar disembarang tempat merugikan kesehatan ? a. Setuju b. Tak Setuju 4. Jamban perlu disiram & dibersihkan selesai Buang Air Besar ? a. Setuju b. Tak Setuju 5. Semua anggota keluarga berpartisipasi menggunakan jamban ?a.Setuju b.Tidak Setuju 6. Bapak / Ibu memberitahu anak dimana buang air besar ? a. Setuju b. Tidak Setuju

7. Mendengar penyuluhan memelihara jamban yang memenuhi syarat ?a. Setuju b.Tak Setuju 8.Tokoh masyarakat perlu memberi penyuluhan jamban sehat ? a.Setuju b.Tidak Setuju 9. Sebaiknya memiliki septic tank untuk saluran peresapan tinja ?a. Setuju b.Tak Setuju

Partisipasi atau Tindakan

1.Bagaimana partisipasi anggota keluarga menggunakan jamban ? a. Sesekali memakai di jamban b.Setiap Buang Air Besar selalu dijamban 2. Apa yang dilakukan agar jamban bersih sehabis digunakan ?


(6)

3. Meski ada jamban, dimana biasanya Bapak / Ibu Buang Air Besar ? a. Dipekarangan / Disungai b. Dijamban

4. Bila ada jamban, apa alasan Bapak / Ibu tidak menggunakannya ? a.Jauh dari rumah b. Biasa buang air besar dipekarangan

5. Siapa yang berpartisipasi menggunakan jamban dirumah ? a. Anak-anak / Orang tua b.Semua anggota keluarga

6. Bila ada anak balita, dimana biasa Buang Air Besar ?a. Dihalaman / Disungai b. Dijamban 7. Apa yang dilakukan untuk mencegah penyakit akibat kotoran manusia ?

a. Cuci tangan & kaki b. Setiap Buang Air Besar selalu dijamban

8. Apa yang dilakukan agar tiap anggota keluarga membersihkan jamban ? a. Membudayakan PHBS b. Menugasi anggota keluarga membersihkan jamban 9. Cara mengajar anak menggunakan jamban yang benar ?

a. Cuci tangan pakai sabun b.Jamban disiram & dibersihkan 10.Apa yang dilakukan melihat kondisi jamban saat ini ? a. Berharap bantuan Pemerintah b. Perbaiki jamban bersama

II. Data Kondisi Jamban sebagai Data Pendukung (Enabling )

1. Apa jarak jamban 10 m dari air bersih? a. Ya b. Tidak 2. Apakah jamban dirumah ini terletak didalam rumah kakus ? a. Ya b. Tidak 3. Apakah jamban dirumah ini mempunyai lantai kakus ? a. Ya b. Tidak 4. Apakah jamban mempunyai tempat duduk / jongkok ? a. Ya b. Tidak 5. Apakah jamban ini memiliki lubang penampung tinja ? a. Ya b. Tidak 6. Apakah jamban ini memiliki saluran peresapan tinja? a. Ya b. Tidak 7. Apa dekat jamban ada air penyiram jamban ? a. Ya b. Tidak 8. Apa dekat jamban ada alat pembersih jamban ? a. Ya b. Tidak 9. Apa jamban ini selalu dalam keadaan bersih ? a. Ya b. Tidak 10.Apa keadaan septic tank dirumah ini masih baik ? a. Ya b. Tidak

III. Peran Para Tokoh sebagai Data Penguat (Reinforcing )

1. Apa materi penyuluhan jamban yang disampaikan para tokoh itu ?

a. Manfaat & Fungsi jamban b.Cara memelihara jamban c. Syarat jamban sehat 2. Dimana tempat pelaksanakan penyuluhan jamban sehat oleh para tokoh ? a. Digereja / Mesjid b. DiJambur c. DiPuskesmas / Pustu

3. Sejauhmana para tokoh berperan mendorong Bapak/ Ibu memakai jamban ?

a.Sesekali hadir.b.Hanya hadir tapi tak menyuluh c.Hadir memberi penyuluhan jamban 4. Berapa kali penyuluhan jamban sehat dalam setahun ? a. Tidak ada b. 1 kali c. 2-3 kali