Komplikasi Pasca Transplantasi Ginjal

KOMPLIKASI PASCA TRANSPLANTASI GINJAL
DR. SYAH MIRSYA WARLI, SPU
Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Bedah Universitas Sumatera Utara

EVALUASI DAN SELEKSI RESIPIEN POTENSIAL
Evaluasi kandidat resipien TG harus dilakukan untuk menjamin bahwa risiko operasi dan imunosupresi dapat diterima oleh pasien. Dengan evaluasi ini diharapkan dapat ditentukan apakah graft akan berfungsi cukup baik dan cukup lama untuk dapat meningkatkan kwalitas hidup resipien1.
Proses evaluasi dasar meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan urologis, pencitraan thorak, elektrokardiogram dan pemeriksaan khusus untuk pasien tertentu.
1. Evaluasi awal
Dengan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sudah dapat ditentukan apakah seseorang merupakan kandidat yang cocok sebelum dilakukan test lain yang lebih mahal. Usia dan status kesehatan yang kurang merupakan alasan untuk tidak melakukan pemeriksaan tambahan. Usia sebenarnya bukan merupakan kontra indikasi absolut untuk TG tetapi risiko operasi dan imunosupresi akan meningkat dengan bertambahnya usia. Angka kematian meningkat bermakna pada usia >45 tahun1. Tetapi insiden rejeksi lebih rendah pada resipien tua dibandingkan resipien muda yang mungkin disebabkan oleh pengaruh faktor usia pada sistem imun2. Usia lanjut dan status kesehatan yang rendah, keganasan, infeksi, penyakit hati, penyakit arteri koroner yang tidak dapat dioperasi merupakan kontra indikasi sebagai resipien TG1.
2. Skrining kanker
Kecuali pada pasien basal cell invasive atau squamous cell carcinoma yang telah dieksisi, pasien dengan keganasan aktif tidak dapat menerima TG karena risiko kekambuhan penyakit dengan pemberian obat imnosupresif. Harus dilakukan sigmoideskopi pada pasien tua untuk menyingkirkan karsinoma kolorektal. Wanita dengan riwayat keluarga karsinoma mammae dan pada wanita usia >40 tahun harus dilakukan mamografi. Selain itu pada wanita juga harus dilakukan pemeriksaan pelvis dan Paps1. Pasien yang telah mendapat terapi keganasan dianjurkan menunggu beberapa waktu, tergantung jenis keganasannya, baru dilakukan TG3. Untuk renal cell carcinoma dan tumor Wilm’s dianjurkan menunggu 1 tahun, untuk muscle invasive bladder tumour, kanker prostat dan testis dianjurkan menunggu 2-5 tahun4.
3. Skrining infeksi Adanya infeksi aktif yang mengancam nyawa merupakan kontra indikasi
untuk TG. Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) harus dilakukan pada semua pasien dan TG harus dihindarkan pada pasien dengan HIV positif. Dilakukan juga pencitraan thorak dan test kulit purified protein derivative (PPD) untuk memeriksa tuberkulosis1. Pasien dengan TB aktif harus mendapat terapi selama 2 tahun sebelum TG. Pasien peritoneal dialisis yang menderita peritonitis 3-4 minggu sebelumnya tidak boleh menerima TG5.

©2003 Digitized by USU digital library

1

4. Penyakit hati
Semua kandidat TG harus diskrining hepatitis viral, karena pasien dengan HBsAg positif mempunyai risiko kegagalan hati dan kematian yang lebih besar setelah TG yang diduga karena pemakaian dosis tinggi azathioprine. Karena itu pasien dengan HBsAg positif tidak dianjurkan menerima TG. Pasien dengan peningkatan enzim yang belum terbukti hepatitis aktif dianjurkan untuk dibiopsi. Demikian juga pada pasien dengan kadar enzim normal karena enzim hati bukanlah marker yang baik untuk aktivitas penyakit pada pasien GGT. Pasien hepatitis B dan pasien hepatitis kronik aktif sedang sampai berat (hasil biopsi) mempunyai risiko progresi penyakit setelah TG, karena itu pada beberapa pasien lebih baik tetap didialisis. Pasien tanpa penyakit hati dengan HBsAg negatif harus divaksinasi hepatitis B1.
Seropositif virus hepatitis C (HCV) merupakan kontra indikasi absolut sebagai donor karena resiko serokonversi post TG dari ginjal dengan HCV positif hampir 100% pada pemeriksaan laboratorium dan pada lebih dari 50% resipien timbul manifestasi klinis hepatitis. Disatu sisi resipien dengan HCV positif dapat mengambil keuntungan dengan mempersingkat waktu tunggu. Resipien ini harus diberi informasi yang jelas akan kemungkinan transmisi bentuk HCV yang lebih virulen. Demikian juga pada resipien dengan HCV negatif yang kemungkinan hidupnya sudah terbatas karena faktor umur dan kondisi medis dapat mempertimbangkan pemakaian donor dengan HCV positif6.

5. Risiko kekambuhan penyakit ginjal Kemungkinan kambuhnya penyakit ginjal yang dapat menyebabkan
kegagalan graft tidak harus membatalkan TG. Glomerulonefritis dapat kambuh pada graft. Walaupun angka rekuren histopatologisnya tinggi (5%-80%) tetapi tidak harus menyebabkan kegagalan graft dan bukan merupakan kontra indikasi untuk TG. Pada keadaan imunoglobulin A nefropati yang biasanya terdiagnosis dengan biopsi dan mempunyai manifestasi klinis minimal, dianjurkan untuk menunggu dengan dialisis minimal 6-12 bulan setelah purpura terbentuk sebelum TG dilakukan. Pada anti glomerular basement membrane nephritis dianjurkan menunda TG 6-12 bulan bebas antibodi. Diabetes biasanya kambuh pada graft tapi progresinya lambat dan diabetes jarang menyebabkan kegagalan graft. Oxalosis primer merupakan kontra indikasi TG karena cepat kambuh pada graft, tapi saat ini dapat diterapi dengan ortofosfat. Pasien dengan oxalat oesteodystrophy mempunyai prognosis jelek dan lebih baik tidak ditransplantasi7.
6. Penyakit kardiovaskular
Harus dilakukan skrining penyakit jantung iskemi sebelum TG karena tingginya morbiditas dan mortalitas penyakit ini setelah TG5. Pasien yang sudah memberikan gejala harus dilakukan angiografi koroner sebelum TG dan pada pasien yang tanpa gejala dilakukan test yang non invasif dimana jika positif dilakukan angiografi. Pasien dengan riwayat penyakit jantung sebelumnya, diabetes (usia 4045 tahun), pasien dengan faktor risiko multipel (merokok, hipertensi, hiperkolesterolemia, ada riwayat keluarga dengan penyakit jantung pada usia muda) mempunyai risiko tinggi. Ditemukan juga peningkatan risiko stroke setelah TG, karena itu pasien dengan riwayat penyakit vaskular otak harus dievaluasi teliti dan harus bebas gejala minimal 6 bulan sebelum TG1.
7. Evaluasi psikososial
Penderita substance abuse harus diterapi dulu dan harus ada periode abstinensia sebelum TG. Ketidakpatuhan terhadap imunosupresi merupakan penyebab utama kegagalan graft1.

©2003 Digitized by USU digital library

2

8. Evaluasi gastrointestinal
Pasien dengan ulkus peptik aktif harus diberi acid reducing sebelum TG untuk menghindarkan perdarahan post operasi akibat pemberian steroid. Pasien dengan ulkus peptik non aktif diberi H2 antagonis selama proses TG. Baik juga dilakukan barium enema atau kolonoskopi pada pasien usia >40 tahun5.
9. Evaluasi urologis
Tujuan skrining urologis adalah untuk mengoptimalkan kondisi saluran kemih bagian bawah dan menjamin saluran kemih bebas tumor sehingga aliran urin adekwat6. Beberapa penulis menganjurkan pemeriksaan voiding cyctourethrogram, cystoscopy, retrograde pyelography dan urodinamik pada semua kandidat. Evaluasi urologis yang ekstensif hanya dibutuhkan pada pasien yang memiliki riwayat penyakit urologis atau jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan dasar. Pasien tanpa riwayat kelainan urologis dievaluasi dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, urinalisis dan kultur urin dimana jika hasil test ini normal maka tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut8,9.
Bila bladder tidak adekwat, pembuatan diversi supravesikal sebelum TG dapat memberi drainase yang memuaskan. Diversi urin kontinen dan rekonstruksi vesika merupakan alternatif untuk conduit diversion. Enterocystoplasty dan sfingter urine artifisial dapat dipakai untuk complience vesika. Bila rekonstruksi atau diversi tidak dapat dibuat, dipikirkan cutaneous ureterostomy9.
10. Blood and tissue typing Pemeriksaan imunologis dasar sebelum TG meliputi : (1) kompatibilitas
golongan darah ABO (2) A,B dan DR major histocompatibility complexes (MHC) dan (3) adanya preformed antibodi. Secara umum TG tidak dapat dilakukan pada golongan darah ABO yang tidak kompatibel. Pada pemeriksaan akhir, serum resipien ditest ke jaringan donor untuk melihat adanya preformed antibodi yang menyebabkan rejeksi hiperakut. Adanya preformed antibodi ini merupakan kontra indikasi TG dengan donor yang bersangkutan1.

EVALUASI DONOR HIDUP POTENSIAL

Untuk TG sampai saat ini dikenal 3 sumber ginjal yaitu living related donor (LRD), living unrelated donor (LURD) dan donor cadaver10. Ketidakseimbangan
pertambahan jumlah resipien dan jumlah donor cadaver menyebabkan meningkatnya waktu tunggu menjadi sekitar 2 tahun pada saat ini11. Masa dialisis
pre TG yang panjang berhubungan dengan peningkatan mortalitas resipien post TG12. Karena itu pemakaian living donor saat ini lebih dikembangkan.
Ginjal dari living donor cenderung berfungsi lebih lama dibandingkan donor cadaver13,14 Keuntungan living donor dibandingkan donor cadaver antara lain
mengurangi risiko rejeksi dimana pada living unrelated donor risiko kegagalan graft 16% lebih rendah dibandingkan donor cadaver11, mengurangi insiden delayed graft
function dan komplikasinya, mempengaruhi survival jangka pendek dan jangka
panjang pasien dan graft. Karena itu pemakaian living donor mengurangi risiko TG untuk resipien15. Di USA 25% TG memakai living donor dan 4% diantaranya dengan living unrelated donor16.
Tujuan utama evaluasi living donor adalah untuk menjamin keamanan dan
well being donor. Pemeriksaan yang mahal dan invasif hanya digunakan bila
pemeriksaan lain gagal membatalkan donor. Living donor harus sukarela dan
mengerti informed consent serta dapat menerima semua risiko donasi. Secara umum
semua center menyatakan risiko menjadi donor adalah rendah kecuali ada kontra indikasi15.

©2003 Digitized by USU digital library

3

1. Evaluasi awal Evaluasi awal terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis
penting diperhatikan riwayat hipertensi, nefrolitiasis, proteinuria, edema, hematuria atau infeksi parenkim. Pemeriksaan golongan darah yang relatif tidak mahal sering menjadi test awal untuk living donor. Jika golongan darah tidak kompatibel dengan resipien, tidak perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut15. Jika ditemukan inkompatibilitas ABO , hasil cross match positif atau usia kurang dari 18 tahun merupakan kontra indikasi menjadi donor5.
Mengenai batas atas usia masih kontroversial. Banyak dilaporkan graft dari donor usia tua mempunyai fungsi yang lebih rendah dibanding graft dari donor usia muda. Hal ini disebabkan meningkatnya nefrosklerosis pada baseline ginjal dan berkurangnya massa nefron pada donor tua14. Menurut data UNOS 27% center tidak memasukkan usia sebagai faktor eksklusi, 6% usia 55 tahun, 13% usia 60 tahun, 70% usia 70 tahun, 3% usia 75-80 tahun dan 13% tidak mempunyai protokol. Donor juga harus bebas dari keganasan aktif dan tidak dalam terapi keganasan. The Cincinnati Transplant Tumor Registry menemukan bahwa tumor maligna dapat ditransmisi lewat TG, terutama kanker ginjal dan kanker kolon15.

2. Memilih donor
Telah menjadi konsensus bahwa donor terbaik adalah yang memiliki hubungan darah. Jika yang memiliki hubungan darah lebih dari 1 orang, pilihan didasarkan atas kriteria medis dan non medis (lokasi geografis donor, risiko pekerjaan karena trauma, karir)15. Match MHC juga berpengaruh. MHC match terbaik adalah pada identical twin, diikuti MHC-identical (two haplotype) sibling, onehaplotype matched sibling atau orang tua. Jika tidak ada yang blood relative pertimbangkan memakai donor dengan emotional related yang dapat diperoleh dari suami/istri, adopsi atau teman dekat1,17,18.
3. Assessment psikososial Harus dilakukan oleh psikolog atau psikiater, dengan tujuan untuk
memastikan bahwa donor mengerti tentang risk-benefit setelah donasi dan kemungkinan adanya tekanan psikologis setelah donasi, termasuk kemungkinan timbulnya depresi jika hasilnya tidak memuaskan15.
4. Skrining infeksi Adanya infeksi hepatitis (HBV, HCV) dan HIV merupakan kriteria eksklusi
untuk donasi5,19. Donor dengan risiko tinggi seperti homoseksual dan penyalah guna obat suntikan ditolak menjadi donor16. TG dari donor dengan virus citomegalo (CMV) positif mempunyai risiko tinggi mendapat infeksi CMV. Tuberkulosis aktif juga kontra indikasi sebagai donor karena kemungkinan dapat ditransmisikan melalui ginjal15.
5. Keadaan ginjal Adanya penyakit ginjal atau berkurangnya fungsi ginjal merupakan kontra
indikasi sebagai donor. Menurut data UNOS 58,8% center mengeluarkan donor dengan kliren kreatinin < 80 ml/mt, 21,2% dengan kliren kreatinin < 60 ml/mt, 2,5% dengan kliren kreatinin < 40 ml/mt dan 10,6% tidak menjadikannya kriteria eksklusi15.
Kontra indikasi relatif adalah proteinuria (ekskresi protein urin > 150 mg/ 24 jam atau ekskresi albumin > 30 mg/24 jam), nefrolitiasis (karena ada kemungkinan rekuren dan dapat menyebabkan obstruksi dan infeksi) serta piuria yang merupakan indikasi adanya penyakit parenkim ginjal yang disebabkan infeksi kronik atau gangguan tubulointerstisial1.

©2003 Digitized by USU digital library

4

6. Hipertensi dan diabetes Hipertensi (TD > 140/90 mmHg) adalah kontra indikasi relatif. Batas atas
tekanan darah rata-rata perhari adalah 135-145/90 mmHg atau rata-rata 139/87 mmHg15. Adanya riwayat hipertensi pada keluarga merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya hipertensi, nefropati pada DM, GN kronik dan IgA nefropati. TG dari donor dengan minimal 1 orang tua menderita hipertensi kemungkinan membutuhkan terapi anti hipertensi 10 kali kebih besar dari pada resipien TG dari donor tanpa riwayat orang tua hipertensi20.
Untuk donor yang menderita DM tipe I harus diingat bahwa nefrektomi unilateral akan mempercepat terjadinya nefropati diabetik pada ginjal yang tinggal15.
7. Risiko operasi untuk donor Kematian yang terjadi akibat nefrektomi berkisar 0,03%-0,05%. Komplikasi
post operasi yang berat diperkirakan terjadi pada 4% kasus seperti splenektomi insidental, deep vein thrombosis, emboli pulmonal, abses intra abdomen, hematom dan infeksi luka, pneumonia dan atelektasis1.
8. Angiogram ginjal Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa ginjal donor yang

tidak diambil dalam keadaan anatomis normal15. Kalau kedua ginjal mempunyai arteri renalis tunggal, biasanya dipilih yang kiri karena vena renalisnya lebih panjang. Jika satu ginjal mempunyai 2 arteri renalis, yang disukai adalah ginjal dengan 1 arteri1.
EVALUASI DONOR CADAVER POTENSIAL Jika living donor tidak ada yang cocok, dipertimbangkan pemakaian donor
cadaver. Kebanyakan donor cadaver berasal dari orang yang telah dinyatakan brain death1. Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya fungsi otak dan batang otak sebagian atau seluruhnya dengan gejala klinis apnea, hilang refleks batang otak dan tidak ada respon serebral. Pernyataan brain death harus dibuat oleh dokter yang bukan anggota tim TG untuk menghindari adanya conflict of interest. Kriteria brain death dapat dilihat pada tabel berikut6 :
Syarat mutlak Semua prosedur diagnostik dan terapeutik telah dilakukan dan kondisi pasien ireversibel.
Kriteria (terjadi selama 30 menit minimal 6 jam setelah onset koma dan apnea)
1. koma 2. apnea (tidak ada pernafasan spontan) 3. tidak ada refleks cephalic (pupil, kornea, oculoauditory, oculovestibular,
oculocephalic, cough, pharyngeal dan menelan)
Pemeriksaan konfirmasi Tidak terlihat aliran darah otak dengan pemeriksaan scan radionuklide.
Beberapa center memakai donor yang dinyatakan meninggal karena jantungnya berhenti (non-heart beating). Non-heart beating terkontrol adalah keadaan pasien dimana usaha untuk memperpanjang hidupnya tidak mungkin lagi dilakukan dan karena itu life support di ICU dihentikan. Uncontrolled non-heart beating adalah pasien yang datang ke IGD, biasanya dengan cedera kepala berat.

©2003 Digitized by USU digital library

5

Ginjal dari controlled non-heart beating donor umumnya berfungsi lebih baik dibanding uncontrolled1.
Keganasan, waktu warm ischemia yang panjang, hipertensi lama, HBsAg positif, sepsis, penyalahgunaan obat intra vena dan HIV positif merupakan kontra indikasi absolut sebagai donor cadaver. Usia lebih dari 60 tahun atau kurang dari 6 tahun, hipertensi ringan, HCV positif, waktu cold ischemia yang panjang, nekrosis tubular akut dan diabetes merupakan kontra indikasi relatif 6,16.
PERSIAPAN DAN PEMELIHARAAN DONOR CADAVER Dengan pemeliharaan yang baik diharapkan dapat mengurangi morbiditas
post TG sehingga mempersingkat masa rawatan, biaya dan mempengaruhi survival jangka panjang6. Warm ischemia adalah waktu antara donor asistol atau sejak tidak adanya aliran darah ke ginjal sampai saat mulainya cold storage atau masuk ke mesin perfusi. Cold ischemia adalah waktu selama dalam cold storage atau mesin perfusi. Warm ischemia lebih dari 20 menit dan cold ischemia lebih dari 30 jam berhubungan dengan meningkatnya delayed graft function (DGF)5,21 Rewarm ischemia adalah waktu antara pengambilan ginjal dari cold storage atau mesin perfusi sampai selesainya anastomosis arteri renalis. Rewarm time ini dapat diminimalisasi dengan mendinginkan ginjal selama operasi22.
Pada donor cadaver penting diperhatikan kemungkinan terjadinya DGF. DGF didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana dibutuhkan lebih dari 1 kali dialisis post TG. Keadaan ini dapat disebabkan faktor iskemi, imunologis, lamanya warm ischemia dan cold ischemia serta metode penyimpanan23. Pasien yang membutuhkan dialisis karena graftnya tidak segera berfungsi mempunyai risiko kematian lebih besar dibandingkan dengan yang graftnya segera berfungsi24.
Cairan pemeliharaan standard untuk cold storage saat ini adalah University of Winsconsin solution yang mengandung banyak kalium, lactibionic acid, raffinose, hidroksietil starch, fosfat, glutation, adenosin, allupurinol dan magnesium. Dengan memakai mesin perfusi, ginjal dapat berfungsi aerobik karena suplai substrat dan oksigen serta pembuangan sisa metabolisme tetap berlangsung. Dengan memakai alat ini insiden DGF hanya dibawah 10% dibandingkan 20%-30% pada cold storage6.


DAFTAR PUSTAKA
1. Kasiske BL : The evaluation of prospective renal transplant recipients and living donors. Surg Cl North Am 78 : 27-40, 1998.
2. Tesi RJ, Elkhammas EA, Davies EA et al : Renal transplantation in older people. Lancet 343: 461-64, 1994.
3. Braun WE : Long term complications of renal transplantation. Kidney Int 37: 1363-78, 1990.
4. Shoskes D : Urological malignancies in renal transplant recipients. Curr Op Urol 5 : 91-94, 1995.
5. Mc Kay DB, Milford EL, Sayegh MA : Clinical aspects of renal transplantation in The Kidney (Branner ed), 5th ed, WB Saunders, 2602-49, 1996.
6. Van der Werf WJ, D’Alessandro, Hoffmann RM et al : Precurement, preservation and transport of cadaver kidneys. Surg Cl North Am 78: 41- 54, 1998.
7. Khauli RB : Selection of dialysis versus transplatation as replacement therapy for end-stage renal disease. Curr.Op.Urol 2: 125-36, 1992.

©2003 Digitized by USU digital library

6

8. Jefferson RH, Burns JR : Urological evaluation of adult renal transplant recipients. J Urol 153 : 615-18, 1995.
9. Nicol DL : Urologic aspects of renal transplantation. Curr Op Urol 5 : 86-90, 1995.
10. D’Alessandro AM, Sollinger HW, Knectle SJ : Living related and unrelated donors for kidney transplantation : a 28-years experince. Ann.Surg. 222: 353-64, 1995.
11. Sesso R : A retrospective study of kidney transplantation resipients from living unrelated donors. J Am Soc Nephrol 9 : 428-35, 1998.
12. Cosio FG, Alamir A, Yim S et al : Patinents survival after renal transplantation : I. The impact of dialysis pre transplant. Kidney Int 53: 767-72, 1998.
13. Remuzzi G, Perico N : Protecting single kidney allograft from long term functional deterioration. J Am Soc Nephrol 9: 1321-29, 1998.

14. Cecka M : Clinical outcome of renal transplantation. Surg Cl North Am 78: 13347, 1998.
15. Kasiske BL, Rafenscraft M, Ramos EL : The evaluation of living renal transplant donors : Clinical practice guidelines. J Am Soc Nephrol 7: 2288-2308, 1996.
16. Peddi VR, First MR : Primary care of patients with renal transplants. Med Cl North Am 81 : 767-83, 1997.
17. Terasaki PI : High survival rate of kidney transplant from spousal and living unrelated donor. N Engl J Med 336: 379-80, 1995.
18. Lucas BA : Issues affecting organ allocation. Curr Op Urol 7: 107-13, 1997. 19. Rosenthal JT : Surgical aspects of renal transplantation in donor and recipient.
Curr Op Urol 2 : 147-40, 1992. 20. Guidi E, Cozzi MG, Minetti E et al : Donor and recipient family hystories of
hypertension influence renal impairment and blood pressure during acute rejection. J Am Soc Nephrol 9: 2102-07, 1998. 21. Troppmann C : Delayed graft function, acute rejection and outcome after cadaver renal transplantation. The multivariate analysis. Transplantation 59: 962-68, 1995. 22. Rosenthal JT, Danovitch GM : Live-related and cadaveric kidney donation in Handbook of Kidney Transplantation (Danovitch ed) 2nd ed, Little Brown Co, pp 95-108, 1996. 23. Shoskes DA, Halloran PF : Delayed graft function in renal transplantation : etiology, management and long term significance. J Urol 155 : 1831-1840, 1996. 24. Classe MG, Hourtmant M, Cantanovich D et al : Delayed graft function of more than six days strongly decreases long term survival of transplant kidneys. Kidney Int 54 : 972-78, 1998.

©2003 Digitized by USU digital library

7