Analisis Shutdown Point Dalam Proses Pengambilan Keputusan Penutupan Usaha Pada PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM S1 MEDAN

SKRIPSI

ANALISIS SHUTDOWN POINT DALAM PROSES

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENUTUPAN USAHA PADA

PT. ARTHA SEPAKAT PERSADA PERKASA MEDAN

Oleh :

Nama : Susanna NIM : 050503038 Departemen : Akuntansi

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

2009


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Shutdown

Point Dalam Proses Pengambilan Keputusan Penutupan Usaha pada PT. Artha

Sepakat Persada Perkasa Medan adalah benar hasil karya sendiri dan judul tersebut belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain, dalam konteks penulisan skripsi level S1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas dan benar adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Medan, 30 Mei 2009 Yang Membuat Pernyataan,

Susanna

NIM: 050503038


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan terima kasih saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul Analisis Shutdown Point Dalam Proses Pengambilan Keputusan Penutupan Usaha pada PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan, disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan skripsi ini, saya banyak memperoleh bimbingan, dorongan semangat, nasehat, dan bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si., Ak., selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE., M.Acc, Ak., selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Iskandar Muda, SE, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam proses penyelesaian skripsi ini serta Bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM, Ak., selaku Dosen Penguji I dan Bapak Sambas Ade Kesuma, SE, M.Si, Ak, selaku Dosen penguji II yang telah memberikan masukan dan saran kepada saya.

3. Pimpinan dan karyawan PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan, yang telah memberikan izin dan bantuan kepada saya selama proses penyusunan skripsi ini.


(4)

4. Kedua orang tua, Harun Tjiawi dan Lili Mardiana. Terima kasih untuk pengorbanan, kasih sayang, dan dukungan berupa nasehat, doa, dan materi yang diberikan kepada saya.

5. Suami saya, Suwandy Khosasih dan putra saya, Dilbert Ferdinand Khosasih. Terima kasih untuk kasih sayang dan telah menjadi penyemangat bagi saya.

Akhir kata, saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Saya berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya. Amin.

Medan, 30 Mei 2009

Penulis,

Susanna

NIM: 050503038


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini didasari pada pemikiran atas pentingnya analisis shutdown point dalam proses pengambilan keputusan penutupan usaha. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis shutdown point dalam proses pengambilan keputusan penutupan usaha pada PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan.

Lokasi penelitian berada di Jalan Sutomo No. 23 Medan dan jadwal penelitian mulai dilakukan pada bulan Oktober 2008. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dan teknik dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif.

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa manajer operasional dituntut untuk melakukan suatu analisis penutupan usaha, karena perusahaan mengalami kerugian berturut-turut dari tahun 2006 sampai 2007. Oleh karena itu, manajer operasional perlu melakukan analisis shutdown point dan mempertimbangkan pengambilan keputusan penutupan usaha, karena perusahaan masih dapat menerapkan alternatif untuk menaikkan penjualan dan mengurangi pengeluaran biaya variabel agar kerugian dapat dihindari dan perusahaan dapat tetap beroperasi.

Kata kunci : analisis shutdown point, pengambilan keputusan, penutupan usaha


(6)

ABSTRACT

This research is constituted at opinion that it is important to analyze the shutdown point in course of decision making about closing of effort. This research aims to do the analysis of shutdown point in course of decision making about closing of effort at PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan.

The research location is in Sutomo street No. 23 Medan and the research schedule starts in October 2008. The source and the types of the data used are primary data and secondary data. Techniques of data collecting used are interview technique and documentation technique. The data analysis method used is descriptive method.

According to the result of the analysis, it is known that the operational manager is claimed to do a closing of effort analysis, because the company experiences loss successively from 2006 to 2007. Therefore, the operational manager requires to do the analysis of shutdown point and considers the decision making about closing of effort, because the company is able to apply the alternative to increase the sale and decrease the expenditure of variable cost so that loss can be avoided and the company can remain to operate.

Keyword : analyse the shutdown point, decision making, closing of effort


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 3

C. Perumusan Masalah ... 3

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1. Tujuan Penelitian ... 4

2. Manfaat Penelitian ... 4

E. Kerangka Konseptual... 4

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Konsep Biaya dan Terminologi Biaya ... 7

B. Pengambilan Keputusan Ekonomis ... 10

C. Perilaku Biaya ... 12

D. Anggaran ... 16

E. Analisis Impas (Break-Even) ... 21

F. Analisis Shutdown Point ... 29 Universitas Sumatera Utara


(8)

BAB III: METODE PENELITIAN ... 38

A. Jenis, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 38

B. Sumber dan Jenis Data ... 39

C. Teknik Pengumpulan Data ... 39

D. Metode Analisis Data ... 39

BAB IV: HASIL PENELITIAN ... 41

A. Data Penelitian ... 41

1. Gambaran Umum Perusahaan ... 41

a. Sejarah Singkat Perusahaan ... 41

b. Struktur Organisasi Perusahaan... 42

2. Data Anggaran Perusahaan ... 48

B. Perbandingan Anggaran Dengan Realisasi ... 49

C. Analisis Impas dan Shutdown Point ... 53

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1. Data Keuangan Perusahaan Tahun 2005-2007 ... 3

2.1. Laba Rugi Produk PT. ABC Periode Yang Berakhir Desember 2007... 23

2.2. Titik Impas Penjualan PT. ABC ... 24

2.3. Penjualan PT. ABC di atas Titik Impas ... 24

2.4. Data Biaya Tetap Perusahaan... 33

2.5. Data Biaya Variabel Perusahaan ... 33

3.1. Jadwal Penelitian ... 38

4.1. Data Anggaran Perusahaan Tahun 2007 ... 48

4.2. Data Realisasi Perusahaan Tahun 2006 ... 49

4.3. Laporan Laba Rugi Perusahaan Tahun 2007 ... 49

4.4. Data Perbandingan Realisasi Tahun 2006 dan 2007 ... 52

4.5. Data Penjualan Tahun 2007 ... 53

4.6. Data Biaya Tetap Tahun 2007... 54

4.7. Data Biaya Variabel Tahun 2007 ... 54

4.8. Data Biaya Variabel Setelah Pengurangan Biaya Penyusutan ... 57


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman 1.1. Kerangka Konseptual ... 5

2.1. Bentuk Proses Pembuatan Anggaran ... 17 2.2. Grafik Penutupan Usaha ... 37 4.1. Struktur Organisasi PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan .. 43


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini didasari pada pemikiran atas pentingnya analisis shutdown point dalam proses pengambilan keputusan penutupan usaha. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis shutdown point dalam proses pengambilan keputusan penutupan usaha pada PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan.

Lokasi penelitian berada di Jalan Sutomo No. 23 Medan dan jadwal penelitian mulai dilakukan pada bulan Oktober 2008. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dan teknik dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif.

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa manajer operasional dituntut untuk melakukan suatu analisis penutupan usaha, karena perusahaan mengalami kerugian berturut-turut dari tahun 2006 sampai 2007. Oleh karena itu, manajer operasional perlu melakukan analisis shutdown point dan mempertimbangkan pengambilan keputusan penutupan usaha, karena perusahaan masih dapat menerapkan alternatif untuk menaikkan penjualan dan mengurangi pengeluaran biaya variabel agar kerugian dapat dihindari dan perusahaan dapat tetap beroperasi.

Kata kunci : analisis shutdown point, pengambilan keputusan, penutupan usaha


(12)

ABSTRACT

This research is constituted at opinion that it is important to analyze the shutdown point in course of decision making about closing of effort. This research aims to do the analysis of shutdown point in course of decision making about closing of effort at PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan.

The research location is in Sutomo street No. 23 Medan and the research schedule starts in October 2008. The source and the types of the data used are primary data and secondary data. Techniques of data collecting used are interview technique and documentation technique. The data analysis method used is descriptive method.

According to the result of the analysis, it is known that the operational manager is claimed to do a closing of effort analysis, because the company experiences loss successively from 2006 to 2007. Therefore, the operational manager requires to do the analysis of shutdown point and considers the decision making about closing of effort, because the company is able to apply the alternative to increase the sale and decrease the expenditure of variable cost so that loss can be avoided and the company can remain to operate.

Keyword : analyse the shutdown point, decision making, closing of effort


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya, salah satu tujuan yang ingin dicapai perusahaan adalah mempertahankan usahanya dan memperoleh laba. Akan tetapi, tujuan tersebut sering kali tidak dapat diwujudkan perusahaan dengan baik dikarenakan oleh persaingan yang begitu kuat dan meningkatnya biaya operasional perusahaan, sehingga salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan penutupan usaha. Sebelum perusahaan melakukan pengambilan keputusan penutupan usaha, perusahaan perlu menerapkan suatu analisis data, agar penutupan usaha tersebut tidak mengalami kerugian. Perusahaan perlu melakukan analisis terhadap perencanaan anggaran dan membandingkannya dengan realisasi yang terjadi, penentuan titik impas, dan shutdown point.

Anggaran merupakan suatu perencanaan keuangan periodik yang disusun oleh perusahaan dan dapat digunakan sebagai alat pengendalian manajemen. Perencanaan anggaran sangat diperlukan oleh perusahaan, karena anggaran merupakan salah satu alat bantu pengawasan dan pengendalian manajemen. Oleh karena itu, diperlukan adanya perencanaan dan pengawasan anggaran yang baik pada perusahaan. Selain itu, perusahaan juga perlu dilengkapi dengan analisis data seperti analisis titik impas dan analisis shutdown point. Analisis impas merupakan analisis dimana keadaan perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian, atau dapat juga disebut sebagai informasi tentang berapa jumlah minimal volume penjualan yang harus dicapai perusahaan agar tidak mengalami kerugian. Analisis shutdown point adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui jumlah barang yang


(14)

harus terjual agar dapat menutupi biaya. Dengan adanya kedua analisis ini, jika perusahaan ingin mengambil keputusan penutupan usaha, maka perusahaan sudah dapat mengetahui kapan sebaiknya usaha tersebut ditutup agar tidak terjadi kerugian setelah penutupan.

PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang distribusi tunggal oli mesin merek ESSO. Perusahaan masih beroperasi dalam kondisi rugi, sehingga manajer operasional dituntut untuk melakukan suatu analisis, yaitu apabila jika memang perlu diambil keputusan penutupan usaha, maka dapat diputuskan pada tingkat penjualan berapa usaha tersebut dapat dihentikan dan berapa jumlah satuan barang atau penjualan yang harus dijual agar dapat menutupi biaya. Selama ini, manajer operasional sulit mengambil keputusan penutupan usaha karena belum ada upaya yang dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperkirakan dan merencanakan anggaran, melakukan pengawasan agar anggaran sesuai dengan realisasi serta menerapkan analisis titik impas dan analisis shutdown point untuk mengetahui kapan perusahaan baru dapat ditutup agar tidak terjadi kerugian setelah penutupan. Adapun data keuangan perusahaan dari tahun 2005 sampai dengan 2007 seperti pada Tabel 1.1. berikut:

Tabel 1.1. Data Keuangan Perusahaan Tahun 2005-2007

No. 2005 (Rp.) 2006 (Rp.) 2007 (Rp.)

1 Pembelian

805.000.000 840.000.000 815.000.000

2 Penjualan

1.710.000.000 1.680.000.000 1.600.923.236 3 Biaya

860.000.000 957.000.000 915.493.681


(15)

4 Laba

45.000.000

(117.000.000)

(129.570.445)

Sumber: PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan

Dari Tabel 1.1. di atas, dapat diketahui bahwa dari tahun 2006 sampai 2007 perusahaan mengalami kerugian.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai masalah ini pada perusahaan dan menuliskannya dalam sebuah skripsi yang berjudul ”Analisis Shutdown Point Dalam Proses Pengambilan Keputusan Penutupan Usaha pada PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan.”

B. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah anggaran, analisis titik impas, dan analisis shutdown point.

C. Perumusan Masalah

Untuk dapat mengarahkan dan memudahkan dalam penelitian yang terfokus dan sistematis, maka penulis mencoba merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut: “Apakah perusahaan telah melakukan analisis shutdown point dalam proses pengambilan keputusan penutupan usaha ? ”

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian adalah melakukan analisis shutdown point dalam proses pengambilan keputusan penutupan usaha pada perusahaan.


(16)

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukan penelitian ini adalah :

a. Bagi penulis, yakni penulis dapat lebih memahami bagaimana melakukan analisis shutdown point dalam proses pengambilan keputusan penutupan usaha.

b. Bagi perusahaan, yakni sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada perusahaan untuk mempermudah proses pengambilan keputusan penutupan usaha.

c. Bagi pihak lain, yakni sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.

E. Kerangka Konseptual

Bagan analisis shutdown point dalam proses pengambilan keputusan penutupan usaha pada perusahaan seperti pada Gambar 1.1 berikut:

Anggaran Perusahaan

Melakukan Analisis Impas dan

Shutdown Point

Analisis Data Realisasi Pembelian, Data Penjualan, dan

Data Biaya

Melakukan Perbandingan Perencanaan Anggaran dengan

Realisasi PERUSAHAAN


(17)

Gambar 1.1. Kerangka Konseptual

Penjelasan dari kerangka konseptual di atas yaitu:

1. Penulis akan menampilkan data anggaran perusahaan, yang meliputi anggaran penjualan, anggaran pembelian, anggaran biaya, anggaran pendapatan, dan anggaran laba.

2. Penulis akan menganalisis data realisasi pembelian, penjualan, dan biaya.

3. Setelah itu, akan dilakukan perbandingan antara perencanaan anggaran perusahaan dengan realisasinya.

4. Pada tahapan berikutnya, penulis akan melakukan analisis titik impas dan shutdown point.

5. Setelah dilakukan penelitian pada perusahaan, maka disarankan kepada perusahaan untuk tidak menutup usaha.

Perusahaan Tidak Perlu Ditutup


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Biaya dan Terminologi Biaya

Menurut Sugiri (2002:21), biaya adalah “pengorbanan sumber daya ekonomis tertentu untuk memperoleh sumber daya ekonomi lainnya”. Pengukuran biaya sebagian besar bergantung pada kemampuan untuk menelusuri biaya terhadap objek biaya. Menurut Carter dan Usry (2004:30) oleh penerjemah Krista, objek biaya adalah “suatu item atau aktivitas yang biayanya diakumulasi dan diukur”. Kemampuan untuk menelusuri biaya terhadap objek biaya bervariasi tingkatannya. Cara umum untuk membedakan karakter biaya adalah memberikan label biaya langsung atau tidak langsung dari suatu objek biaya tertentu.

Sering kali istilah biaya (cost) digunakan sebagai sinonim dari beban (expense). Menurut Carter dan Usry (2004:30), beban dapat didefinisikan sebagai ”aliran keluar terukur dari barang atau jasa, yang kemudian dibandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba.”

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya dan beban merupakan suatu bentuk pengorbanan sumber ekonomi, tetapi tujuan pengorbanannya berbeda. Biaya dikeluarkan untuk memperoleh barang dan jasa, sedangkan beban untuk memperoleh pendapatan. Untuk membedakan antara biaya dan beban, maka dapat dibayangkan tentang pembelian bahan baku secara tunai, karena aktiva bersih tidak terpengaruh, maka tidak ada beban yang diakui. Sumber daya perusahaan hanya diubah dari kas menjadi persediaan bahan baku. Bahan baku tersebut dibeli dengan biaya tertentu, tetapi belum menjadi beban. Ketika perusahaan menjual bahan baku tersebut yang sudah diolah menjadi barang jadi,


(19)

maka biaya dari bahan baku dibukukan sebagai beban di laba rugi. Setiap beban adalah biaya, tetapi tidak setiap biaya adalah beban. Contoh aktiva adalah biaya, tetapi bukan (belum) menjadi beban.

Menurut Carter dan Usry (2004:40), biaya dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Biaya dalam hubungannya dengan produk

Yaitu:

a. Biaya manufaktur (manufacturing cost)

Biaya manufaktur merupakan biaya pabrik yang terdiri dari 3 elemen biaya, yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.

b. Beban komersial (commercial cost)

Beban komersial terdiri dari 2 klasifikasi besar, yaitu beban pemasaran dan beban administratif. Beban pemasaran mulai dari titik dimana biaya manufaktur berakhir, yatu ketika proses manufaktur selesai dan produk ada dalam kondisi siap jual. Beban administratif termasuk beban yang terjadi dalam mengarahkan dan mengendalikan organisasi.

2. Biaya dalam hubungannya dengan volume produksi/penjualan Yaitu:

a. Biaya variabel (variable cost)

Jumlah total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap perubahan aktivitas dalam rentang yang relevan.

b. Biaya tetap (fixed cost)

Biaya tetap bersifat konstan secara total dalam rentang yang relevan. c. Biaya semi variabel (semi variable cost)

Beberapa jenis biaya memiliki elemen biaya tetap dan biaya variabel. Jenis biaya ini disebut dengan biaya semi variabel.

3. Biaya dalam hubungannya dengan departemen produksi atau segmen lain Yaitu:

a. Departemen produksi (factory department) dan departemen jasa (service department)

Pada departemen produksi, operasi manual dan operasi mesin seperti pembentukan dan perakitan dilakukan secara langsung pada produk atau bagian-bagian dari produk. Pada departemen jasa, jasa diberikan untuk keuntungan departemen lain.

b. Biaya bersama (common cost) dan biaya gabungan (join cost)

Biaya bersama dan biaya gabungan adalah jenis biaya tidak langsung. Biaya bersama biasanya ada di organisasi dengan banyak departemen atau segmen. Biaya gabungan terjadi ketika produksi dari suatu produk menghasilkan satu atau beberapa produk tanpa dapat dihindari.

4. Biaya dalam hubungannya dengan periode akuntansi (period accounting cost) Biaya dapat diklasifikasikan sebagai pengeluaran modal atau sebagai pengeluaran pendapatan. Suatu pengeluaran modal ditujukan untuk memberikan manfaat di masa depan dan dilaporkan sebagai aktiva. Pengeluaran pendapatan memberikan manfaat untuk periode sekarang dan dilaporkan sebagai beban.


(20)

Ketika suatu pilihan harus dibuat di antara tindakan-tindakan atau alternatif-alternatif yang mungkin dilakukan, maka adalah penting untuk mengidentifikasikan biaya (dan pendapatan, pengurangan biaya, dan penghematan) yang relevan terhadap pilihan tersebut. Biaya diferensial adalah salah satu nama dari biaya yang relevan untuk suatu pilihan di antara banyak alternatif.

Dari uraian di atas, dapat diketahui biaya dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis. Biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan hubungannya dengan produk, hubungannya dengan volume produksi/penjualan, hubungannya dengan departemen produksi atau segmen lain, hubungannya dengan periode akuntansi, dan hubungannya dengan suatu keputusan, tindakan atau evaluasi.

Informasi biaya sangat diperlukan perusahaan. Tanpa informasi biaya, maka manajemen tidak memiliki ukuran apakah masukan yang dikorbankan memiliki nilai ekonomi yang lebih rendah atau lebih tinggi daripada nilai keluarannya. Akibatnya manajemen tidak memiliki informasi apakah kegiatan usahanya menghasilkan laba atau tidak. Begitu juga tanpa informasi biaya, manajemen tidak memiliki dasar untuk mengalokasikan berbagai sumber ekonomi yang dapat dikorbankan agar dapat menghasilkan sumber ekonomi lain. Akuntansi biaya menyediakan informasi biaya yang memungkinkan manajemen melakukan pengelolaan alokasi berbagai sumber ekonomi untuk menjamin dihasilkannya keluaran yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai masukan yang dikorbankan.

B. Pengambilan Keputusan Ekonomis

Penutupan usaha merupakan salah satu pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut Dermawan (2005:35), pengambilan keputusan adalah:

Suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif Universitas Sumatera Utara


(21)

yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.

Menurut Sugiri (2002:139), pengambilan keputusan adalah “memilih salah satu alternatif tindakan yang ada”. Pengambilan keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan dimana masalahnya terlebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pada pemilihan alternatif terbaik dari alternatif-alternatif yang ada.

Tujuan pengambilan keputusan adalah untuk memutuskan suatu masalah dengan pemilihan alternatif yang terbaik dan ekonomis. Di dalam masyarakat yang masih sederhana, secara relatif proses pengambilan keputusannya juga bersifat sederhana. Akan tetapi, dalam masyarakat modern dimana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju pesat, pengambilan keputusan menjadi lebih rumit.

Menurut Whitten, Bentley dan Dittman (2004:10), pengambilan keputusan merupakan sebuah sistem yang membantu mengidentifikasi kesempatan pembuatan keputusan atau menyediakan informasi untuk membantu pembuat keputusan. Dengan demikian, pengambilan keputusan ini mempunyai arti sebuah sistem yang dapat membantu perusahaan dalam mengidentifikasi peluang/kesempatan untuk melakukan pembuatan keputusan atau menyediakan informasi untuk membantu pembuat keputusan.

Menurut Dermawan (2005:37), terdapat prosedur-prosedur dalam pengambilan keputusan yang ekonomis, antara lain:

1. Mengetahui hakekat daripada masalah yang dihadapi, dengan perkataan lain mendefinisikan masalah yang dihadapi dengan setepat-tepatnya.

2. Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan. 3. Mengolah fakta-fakta dan data tersebut.


(22)

5. Memilih cara pemecahan dari alternatif-alternatif yang telah diolah dengan matang.

6. Memutuskan tindakan apa yang hendak dilakukan.

7. Menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat daripada keputusan yang telah diambil.

Dalam pengambilan keputusan yang ekonomis, perlu diketahui hakekat dari masalah yang dihadapi, dengan kata lain mendefinisikan masalah yang dihadapi dengan setepat-tepatnya, mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan, mengolah fakta-fakta dan data tersebut, menentukan beberapa alternatif yang mungkin ditempuh, memilih cara pemecahan dari alternatif-alternatif yang telah diolah dengan matang, memutuskan tindakan apa yang hendak dilakukan, dan menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat dari keputusan yang telah diambil.

Dengan adanya pengambilan keputusan yang ekonomis, perusahaan mampu mendukung penyelesaian masalah kompleks, respon yang cepat terhadap situasi yang tidak diharapkan yang disebabkan oleh perubahan kondisi, mampu mencoba berbagai strategi berbeda pada konfigurasi yang berbeda dengan cepat dan objektif, wawasan yang baru, memudahkan komunikasi, meningkatkan kinerja dan pengendalian manajemen, penghematan biaya, keputusan yang objektif, serta meningkatkan keefektifan manajerial dan meningkatkan produktivitas analisa.

Keterlibatan manajemen harus dilakukan secara mendalam sepanjang pengembangan tersebut dan harus dalam bentuk peran kepemimpinan dalam proyek tersebut. Baik manajer menengah maupun atas harus terlibat secara mendalam dalam suatu proyek. Manajer menengah dapat memberi pengarahan selama proses tersebut. Sistem pengambilan keputusan harus dikembangkan agar bisa mencakup gaya pembuatan keputusan personal dari manajer. Gaya keputusan diakomodasi (untuk beberapa manajer potensial) dengan cara membangun kemampuan ke dalam sistem


(23)

pengambilan keputusan untuk berinteraksi dengan berbagai cara atau pendekatan dan gaya.

C. Perilaku Biaya

Hansen dan Mowen (2005:84) mendefinisikan perilaku biaya sebagai “istilah umum untuk menggambarkan apakah biaya berubah seiring dengan perubahan output”. Biaya-biaya bereaksi pada perubahan output seperti perubahan biaya tetap, biaya variabel, dan biaya campuran.

Menurut Halim dan Supomo (2005:22), perubahan biaya total sebagai akibat dari perubahan volume kegiatan perusahaan memiliki 3 pola yaitu:

1. Jumlahnya tetap, meskipun volume kegiatan berubah (biaya tetap).

2. Jumlahnya berubah secara proporsional dengan perubahan volume kegiatan (biaya variabel).

3. Jumlahnya berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan (biaya semi variabel).

Untuk menentukan pola perilaku sebagaimana dinyatakan dalam fungsi tersebut di atas, terdapat berbagai metode/pendekatan. Menurut Halim dan Supomo (2005:24), terdapat tiga pendekatan dalam menentukan pola perilaku biaya yaitu: 1. Pendekatan intuisi

2. Pendekatan analisis enjinering

3. Pendekatan analisis data biaya masa lalu.

Pendekatan intuisi didasari intuisi manajemen. Intuisi tersebut bisa didasarkan oleh surat-surat keputusan, kontrak-kontrak kerja dengan pihak lain, dan sebagainya. Misalnya, manajemen menetapkan biaya penyusutan merupakan biaya tetap, biaya komisi merupakan biaya variabel, dan lain sebagainya. Pendekatan ini kurang ilmiah. Pendekatan analisis enjinering didasarkan pada hubungan fisik yang jelas antara masukan dengan keluaran. Misalnya, pada sebuah perusahaan yang memproduksi mobil, maka sebuah mobil secara fisik dapat diketahui akan


(24)

memerlukan sebuah mesin, 4 buah ban, dan lain sebagainya. Dengan demikian, harga ban merupakan harga yang membentuk biaya variabel. Biaya gaji atau upah insinyur atau tenaga kerja yang terlibat langsung dengan pengolahan fisik ban mobil merupakan biaya variabel. Bila tidak ada hubungan fisik secara langsung, maka akan termasuk ke dalam biaya tetap. Pendekatan ini memang teliti, namun sering kali memerlukan waktu dan biaya yang relatif tinggi.

Pendekatan analisis data biaya masa lalu didasarkan pada data biaya masa lalu. Pendekatan ini berasumsi bahwa biaya di masa yang akan datang sama perilakunya dengan biaya di masa yang lalu. Data biaya masa lalu dianalisis untuk mengetahui perilaku masing-masing biaya.

Menurut Halim dan Supomo (2005:30), untuk memudahkan manajemen dalam perencanaan dan pengendalian, biaya tetap dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Biaya tetap komitet.

2. Biaya tetap diskresionari.

Penggolongan biaya tetap menjadi biaya tetap komitet berdasarkan pada mudah atau tidaknya biaya tetap dieliminasi atau dikurangi oleh manajemen. Biaya tetap komitet merupakan jenis biaya tetap yang tidak mudah dieliminasi atau dikurangi oleh manajemen, karena umumnya biaya ini timbul dari pendirian perusahaan atau pemilikan ekuipmen. Dengan kata lain, biaya tetap komitet terjadi sebagai akibat keputusan manajemen di masa yang akan datang. Biaya tetap komitet pada umumnya akan tetap timbul, meskipun perusahaan menghentikan kegiatan usahanya. Contoh biaya tetap komitet adalah biaya depresiasi gedung pabrik dan ekuipmen, pajak bumi dan bangunan, biaya sewa jangka panjang, dan gaji direksi.

Pada biaya tetap diskresionari, biaya tetap dapat dieliminasi atau dikurangi oleh manajemen, karena pada umumnya biaya ini timbul dari kebijakan manajemen Universitas Sumatera Utara


(25)

dalam penyusunan anggaran. Biaya tetap diskresionari yang terdapat dalam suatu tahun tertentu dapat dihapus atau dikurangi pada tahun berikutnya berdasarkan kebijakan manajemen. Contoh biaya tetap diskresionari seperti biaya promosi, biaya riset dan pengembangan, biaya konsultan dan gaji pegawai honorer.

Menurut Halim dan Supomo (2005:31), biaya variabel dapat digolongkan menjadi biaya enjiner dan biaya variabel diskresionari yaitu:

1. Biaya variabel enjiner. 2. Biaya variabel diskresionari.

Biaya variabel enjiner mempunyai hubungan fisik dengan volume kegiatan perusahaan. Biaya ini bersifat variabel karena antara masukan dan keluarannya mempunyai hubungan yang optimum. Sebagai contoh adalah biaya bahan baku. Sebagai masukan, bahan baku mempunyai hubungan optimum dengan hasil produksi.

Pada biaya variabel diskresionari bersifat variabel karena kebijakan manajemen. Biaya ini berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, karena manajemen menghendaki demikian. Sebagai contoh, biaya komisi penjualan yang ditentukan manajemen sebesar 5% dari hasil penjualan. Biaya komisi penjualan jumlahnya akan berubah secara proporsional sesuai dengan perubahan hasil penjualan.

Menurut Halim dan Supomo (2005:31), ada faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam menetapkan pola perilaku suatu biaya, yaitu:

1. Harus dipilih biaya yang akan diselediki pola perilakunya. Biaya ini merupakan variabel tidak bebas dan biasanya dinyatakan dengan simbol y.

2. Harus dipilih variabel bebas yaitu sesuatu yang menyebabkan biaya tersebut berfluktuasi.

3. Dengan demikian, variabel tidak bebas seperti biaya reparasi dan pemeliharaan dapat dinyatakan dalam suatu fungsi dari variabel bebas seperti jam mesin.

Asumsi yang mendasari penggambaran hubungan linear antara total biaya dengan variabel bebas adalah hubungan teknologi antara masukan dan keluaran harus Universitas Sumatera Utara


(26)

linear. Sebagai contoh, setiap satuan produk selesai harus memerlukan jumlah bahan baku yang sama. Masukan yang dibeli harus sama dengan masukan yang digunakan, misalnya setiap karyawan dimanfaatkan secara penuh dan harga pokok masukan yang dibeli harus mempunyai fungsi linear dengan kuantitas yang dibeli, seperti harga bahan baku per satuan harus sama untuk jumlah pembelian berapapun.

D. Anggaran

Nafarin (2004:12) mendefinisikan anggaran sebagai “suatu rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan program yang telah disahkan.” Sementara Anthony dan Govindarajan (2005:3) mendefinisikan anggaran sebagai “alat penting untuk perencanaan dan pengendalian jangka pendek yang efektif dalam organisasi”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan alat untuk merencanakan dan mengendalikan keuangan perusahaan yang penyusunannya dilakukan secara periodik.

Bentuk proses pembuatan anggaran seperti pada Gambar 2.1 berikut:

Perencanaan Strategis Opsi strategis A

Opsi strategis B Opsi strategis C

Pembuatan Anggaran Opsi

strategis A

Opsi strategis C


(27)

Gambar 2.1. Bentuk Proses Pembuatan Anggaran Sumber: Anthony dan Govindarajan, 2005:3

Suatu anggaran memerlukan komitmen sumber daya untuk tahun mendatang. Oleh karena itu, manajemen perlu membuat komitmen sumber daya semacam itu dengan ide yang jelas mengenai kearah mana arah organisasi untuk beberapa tahun ke depan. Suatu rencana strategis menyediakan kerangka kerja yang lebih luas.

Dengan demikian, manfaat penting dari pembuatan suatu rencana strategis adalah bahwa rencana tersebut memfasilitasi formulasi dari anggaran yang efektif. Di dalam suatu perusahaan, perencanaan anggaran harus sesuai dengan sumber dana dan investasi dana serta perlu diketahui secara jelas sumber dana perusahaan, seperti diperoleh dari mana dan berapa jumlah investasi dana yang disanggupi perusahaan, dimana hal ini memerlukan pelaksanaan fungsi perencanaan dan pengawasan.

Dengan dilaksanakannya fungsi perencanaan dan pengawasan, perusahaan dapat lebih mudah melakukan tindakan, pengawasan dan pengambilan keputusan seperti memberikan batasan atas jumlah dana yang akan dicari dan digunakan, merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis investasi dana sehingga dapat memudahkan pengawasan, menyempurnakan rencana yang telah disusun karena dengan anggaran terlihat lebih jelas dan nyata, merealisasikan sumber dan investasi dana agar dapat mencapai hasil yang maksimal serta menampung, menganalisis, dan memutuskan setiap usulan yang berkaitan dengan keuangan.

Berdasarkan kegunaan atau manfaat anggaran, maka anggaran mempunyai fungsi perencanaan, komunikasi, motivasi, pengendalian, evaluasi, dan pendidikan. Dalam fungsi perencanaan, anggaran merupakan salah satu kegiatan yang berkaitan Universitas Sumatera Utara


(28)

dengan perencanaan, di samping program. Para manajer dalam menyusun anggaran harus mempertimbangkan kemungkinan perubahan kondisi pada masa yang akan datang dan menentukan langkah yang diperlukan dalam menghadapi perubahan kondisi tersebut.

Dalam fungsi komunikasi, rencana kegiatan yang telah disusun oleh manajemen tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik jika manajemen yang bersangkutan tidak cukup memahami apa yang dimaksud dalam rencana tersebut. Pemahaman yang cukup, tidak hanya pengetahuan mengenai rencana tertentu, misalnya jumlah produk atau jasa yang dihasilkan, metode produksi yang digunakan, spesifikasi tenaga kerja dan peralatan yang digunakan, jumlah bahan baku yang diperlukan atau penentuan harga jual, tetapi juga meliputi pemahaman mengenai kebijakan yang akan diterapkan dan kemungkinan kendala yang akan dihadapi oleh organisasi. Misalnya penguasaan informasi mengenai jumlah biaya maksimum untuk iklan, pemeliharaan, dan administrasi. Demikian juga pengetahuan mengenai tingkat upah, jam kerja, dan tingkat kualitas yang diinginkan.

Dalam fungsi motivasi, anggaran dapat berfungsi sebagai alat pendorong yang dapat memotivasi para manajer dalam mencapai tujuan pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya dan tujuan perusahaan secara keseluruhan. Motivasi tersebut akan semakin meningkat jika para manajer berperan secara aktif dalam menyusun dan melaksanakan anggaran tersebut.

Dalam fungsi pengendalian, suatu anggaran memuat tentang hasil-hasil yang diinginkan oleh suatu organisasi atau bagian organisasi dalam jangka waktu tertentu. Anggaran perlu disusun secara cermat, agar dapat digunakan sebagai dasar pembanding bagi realisasi anggaran. Dalam proses pengendalian, manajemen Universitas Sumatera Utara


(29)

menjamin bahwa kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan hasil-hasil yang diinginkan seperti yang termuat dalam anggaran.

Dalam fungsi evaluasi, dapat dilihat perbandingan antara realisasi dengan anggaran. Hasil perbandingan antara realisasi dengan anggaran selama satu tahun umumnya merupakan faktor yang menentukan untuk mengevaluasi setiap manajer dan pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya.

Dalam fungsi pendidikan, anggaran berfungsi sebagai piranti pendidikan para manajer. Hal ini terutama dalam kaitannya dengan segala macam pekerjaan yang ada dalam pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya dan pertaliannya dengan pusat-pusat pertanggungjawaban yang lain di dalam organisasi.

Proses penyusunan anggaran terdiri dari perencanaan strategis dan prediksi. Perencanaan strategis merupakan proses untuk memutuskan hakikat dan ukuran dari beberapa program yang harus dijalankan guna mengimplementasikan berbagai strategi organisasi. Perencanaan strategis dan penyusunan anggaran melibatkan perencanaan, namun jenis aktivitas perencanaannya adalah berbeda antara kedua proses tersebut.

Proses penyusunan anggaran berfokus pada satu tahun, sementara perencanaan strategis berfokus pada aktivitas–aktivitas yang mencakup periode beberapa tahun. Perencanaan strategis mendahului penyusunan anggaran dan menyediakan kerangka kerja dimana anggaran tahunan dikembangkan. Suatu anggaran, intinya merupakan potongan satu tahun dari rencana strategis organisasi, dimana proses penyusunan anggaran mencakup lebih dari sekedar mengiris satu potongan. Perbedaan lain antara rencana strategis dan anggaran adalah bahwa rencana strategis intinya terstruktur berdasarkan lini produk atau program lain, sementara anggaran terstruktur berdasarkan pusat tanggung jawab. Universitas Sumatera Utara


(30)

Pengaturan ulang program penting untuk dilakukan berkaitan dengan pusat tanggung jawab yang bertugas untuk melaksanakannya, karena anggaran tersebut akan digunakan untuk mempengaruhi kinerja manajer sebelum terjadi dan menilai kegiatan tersebut sesudah terjadi. Anggaran berbeda dari prediksi dalam beberapa hal. Suatu anggaran merupakan suatu rencana manajemen dengan asumsi implisit bahwa langkah–langkah positif akan diambil oleh pembuat anggaran dimana manajer yang menyusun anggaran membuat kegiatan nyata sesuai dengan rencana. Suatu prediksi hanyalah suatu perkiraan akan apa yang mungkin terjadi, tetapi tidak mengandung implikasi bahwa pembuat prediksi akan berupaya untuk membentuk kejadian sehingga prediksinya akan terealisasi.

Dalam proses penyusunan anggaran, diperlukan tindakan pengambilan keputusan yang tepat dalam menentukan jumlah anggaran yang sesuai. Tujuan pengambilan keputusan ini adalah untuk memutuskan suatu masalah dengan pemilihan alternatif yang terbaik. Di dalam ruang lingkup perusahaan yang masih sederhana, secara relatif proses pengambilan keputusannya juga bersifat sederhana. Akan tetapi, dalam ruang lingkup perusahaan yang sudah luas dengan aktivitas yang sudah kompleks, pengambilan keputusan akan menjadi lebih rumit.

E. Analisis Impas (Break-Even)

Menurut Mulyadi (2001:232), impas merupakan “keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian.“ Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas bila jumlah pendapatan (revenues) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja.

Menurut Hansen dan Mowen (2005:274), titik impas merupakan “titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya atau titik dimana laba sama dengan nol.”. Universitas Sumatera Utara


(31)

Hansen dan Mowen (2005:232) menambahkan bahwa analisis titik impas merupakan “suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum memperoleh laba.”

Dengan adanya analisis ini, perusahaan dapat dengan mudah melakukan pengawasan volume penjualan dalam mencapai target laba yang ditentukan. Dengan analisis titik impas ini, maka dapat dilakukan perhitungan biaya volume laba, karena untuk mengetahui impas perlu dilakukan analisis terhadap hubungan antara biaya, volume, dan laba. Oleh karena perhitungan biaya volume laba menekankan keterkaitan antara biaya, kuantitas yang terjual dan harga, maka semua informasi keuangan perusahaan terkandung di dalamnya. Perhitungan biaya volume laba dapat menjawab beberapa permasalahan, antara lain jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas, dampak pengurangan biaya tetap terhadap titik impas, dan kenaikan harga terhadap laba jangka pendek.

Jumlah laba yang diperoleh merupakan indikator keberhasilan bagi perusahaan yang orientasinya mencari laba. Agar diperoleh laba sesuai dengan yang dikehendaki, maka perusahaan perlu menyusun perencanaan laba yang baik. Hal tesebut ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk memprediksi kondisi usaha pada masa yang akan datang yang penuh dengan ketidakpastian, serta mengamati kemungkinan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laba perusahaan.

Biaya yang timbul dari perolehan atau untuk pengolahan suatu produk atau jasa akan mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan. Harga jual produk atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk atau jasa yang bersangkutan, sedangkan besarnya volume penjualan berpengaruh terhadap volume produk atau jasa tersebut. Selanjutnya pada gilirannya volume produksi akan mempengaruhi besar kecilnya biaya produksi. Dengan demikian, faktor-faktor yang Universitas Sumatera Utara


(32)

mempengaruhi laba di atas saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya perhitungan biaya volume laba, pengeluaran biaya yang terjadi dan volume penjualan yang harus diupayakan perusahaan dapat direncanakan dan diawasi agar laba yang direncanakan dapat tercapai.

Dasar-dasar perhitungan biaya volume laba memanfaatkan marjin kontribusi. Menurut Sugiri (2002:107), marjin kontribusi merupakan “selisih antara hasil penjualan dan seluruh komponen biaya variabel (produksi, administrasi, dan penjualan)”.

Marjin kontribusi positif menunjukkan kelebihan dari hasil penjualan terhadap total biaya variabel. Selisih positif tersebut menunjukkan dana yang tersedia untuk menutup biaya. Apabila marjin kontribusi melebihi jumlah biaya tetap total, maka kelebihan tersebut merupakan laba. Berikut ini akan dibuat contoh:

Tabel 2.1. Laba Rugi Produk PT. ABC Periode Yang Berakhir Desember 2007

Total per Unit Penjualan (10.000 unit) Rp. 3.000.000 Rp. 300 Biaya variabel Rp. 1.200.000 (-) Rp. 120 Marjin kontribusi Rp. 1.800.000 Rp. 180

(-)

Biaya tetap Rp. 720.000

Laba bersih Rp. 1.080.000

(-)

Sumber: Penulis

Dari marjin kontribusi per unit yang besarnya Rp. 180, maka kita dapat menganalisis bahwa setiap unit barang terjual mempunyai kontribusi untuk menutup biaya tetap sebesar Rp. 180. Biaya tetap pada laporan di atas menunjukkan jumlah Rp. 720.000. Dengan memperhatikan makna marjin kontribusi per unit, maka dapat dengan cepat diketahui berapa unit barang harus terjual agar seluruh biaya tetap tadi dapat tertutup. Dengan kata lain, titik impasnya dapat ditentukan. Agar seluruh biaya tetap tertutup tanpa memperoleh laba, maka jumlah marjin kontribusi total harus sebesar Rp. Universitas Sumatera Utara


(33)

720.000. Ini tercapai apabila jumlah produk yang terjual adalah 4.000 unit, yaitu biaya tetap total dibagi dengan marjin kontribusi per unit (Rp. 720.000/180). Tabel 2.2. berikut menunjukkan titik impas apabila penjualannya adalah 4.000 unit, yaitu:

Tabel 2.2. Titik Impas Penjualan PT. ABC

Total per Unit

Penjualan (4.000 unit) Rp. 1.200.000 Rp. 300 Biaya variabel Rp. 480.000 (-) Rp. 120 Marjin kontribusi Rp. 720.000 Rp. 180

(-) Biaya tetap Rp. 720.000

Laba bersih Rp. 0 (-)

Sumber: Penulis

Dengan memperhatikan makna titik impas dan marjin kontribusi per unit, maka kita dapat menganalisis lebih lanjut bahwa setiap penjualan satu unit di atas titik impas akan memberi laba sebesar marjin kontribusi per unit tersebut. Analisis seperti ini memudahkan manajer untuk merencanakan jumlah unit yang harus dijual di atas titik impas untuk mencapai sejumlah laba tertentu. Seandainya manajer merencanakan untuk mencapai laba Rp. 1.800., maka manajer akan menargetkan penjualan 10 unit di atas titik impas, seperti pada Tabel 2.3. berikut:

Tabel 2.3. Penjualan PT. ABC di atas Titik Impas

Total per Unit

Penjualan (4.010 unit) Rp. 1.203.000 Rp. 300 Biaya variabel Rp. 481.200 (-) Rp. 120 Marjin kontribusi Rp. 721.800 Rp. 180

(-) Biaya tetap Rp. 720.000

Laba bersih Rp. 1.800 (-) Sumber: Penulis

Yang diperoleh dari laba yang diinginkan dibagi dengan marjin kontribusi per unit, jadi Rp. 1800/180 yaitu 10 unit.

Analisis titik impas dapat dihitung dengan menggunakan metode persamaan (equation method) dan metode marjin kontribusi (margin contribution method). Kedua metode tersebut ekuivalen. Adapun kedua metode tersebut adalah: Universitas Sumatera Utara


(34)

1. Metode persamaan (equation method)

Metode persamaan memanfaatkan data-data dari laporan laba rugi yang disusun dengan format berupa persamaan berikut :

Laba = Penjualan – (Biaya Variabel + Biaya Tetap)

atau

Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba Sumber: Garrison dan Noreen,2002:259

2. Metode marjin kontribusi (conttibution margin method)

Metode marjin kontribusi pada dasarnya adalah metode singkat dari metode persamaan. Pendekatan ini memusatkan pada ide bahwa setiap unit yang terjual memberikan marjin kontribusi yang dapat digunakan untuk menutupi biaya tetap. Adapun formulanya sebagai berikut :

Biaya Tetap

Marjin Kontribusi/Unit Penjualan Biaya Tetap

Rasio Marjin Kontribusi Marjin Kontribusi Total Penjualan Sumber: Garrison dan Noreen,2002:259

Perhitungan biaya volume laba dapat digunakan untuk menentukan titik impas. Karena dapat digunakan untuk menentukan titik impas, analisis ini sering disebut dengan analisis titik impas. Hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan biaya volume laba adalah bahwa biaya diklasifikasikan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel.

Untuk memberikan ilustrasi, maka dibuat suatu contoh. Misalnya data perusahaan PT. XYZ sebagai berikut:

Biaya tetap total selama 1 periode = Rp. 20.000 =

= Titik impas (Unit)

Titik impas (Jual) =

=

= Rasio marjin kontribusi


(35)

Biaya variabel per unit produk = Rp. 600 Harga jual produk per unit = Rp. 1.000

Jika X adalah jumlah unit produk yang dijual, maka laba yang diperoleh dengan menggunakan persamaan di atas adalah sebagai berikut:

Laba = 1.000X - 600X - 20.000

Pada persamaan di atas, penjualan total adalah perkalian harga jual per unit dengan volume penjualan, yaitu 1.000X. Biaya variabel total adalah perkalian antara biaya variabel per unit dengan volume penjualan yaitu 600X. Adapun biaya tetap total adalah konstan Rp. 20.000 karena tidak tergantung pada volume penjualan. Dalam kondisi impas laba adalah nol (0), yaitu sebagai berikut:

0 = 1.000X - 600X - 20.000

Jadi X (penjualan) pada titik impas dapat dicari dengan menyelesaikan persamaan di atas, yaitu sebagai berikut:

20.000 = 400X X= 20.000/400 X= 50

Jadi impas tercapai pada volume penjualan sebanyak 50 unit produk. Ini terbukti dari perhitungan berikut:

Penjualan 50 unit @ Rp. 1.000 Rp. 50.000 Biaya variabel 50 unit @ Rp.600 Rp. 30.000

Marjin kontribusi Rp. 20.000

(-)

Biaya tetap Rp. 20.000

Laba bersih Rp. 0

(-)

Marjin kontribusi dapat digunakan untuk menutupi biaya tetap dan bila masih tersisa, maka sisanya merupakan laba. Jika manajemen ingin mengetahui kuantitas Universitas Sumatera Utara


(36)

penjualan impas, maka perlu disadari bahwa marjin kontribusi total jumlahnya harus sama dengan biaya tetap total.

Keadaan ini akan tercapai bila kuantitas penjualan adalah sebanyak biaya tetap total dibagi dengan marjin kontribusi per unit. Adapun formulanya sebagai berikut:

Biaya Tetap

Margin Kontribusi per Unit Sumber: Sugiri, 2002:114

Dari contoh PT. XYZ di atas, maka dapat dihitung titik impasnya yaitu: Biaya Tetap

(Marjin Kontribusi/Unit Penjualan) 20.000

(20.000/50 unit) Titik impas = 50 unit

Setiap tambahan satu unit produk yang terjual di atas titik impas, maka laba akan bertambah sebesar marjin kontribusi per unit produk seperti berikut:

Penjualan 51 unit @ Rp. 1.000 Rp. 51.000 Biaya variabel 51 unit @ Rp.600 Rp. 30.600

Marjin kontribusi Rp. 20.400

(-)

Biaya tetap Rp. 20.000

Laba bersih Rp. 400

(-)

Pendekatan persamaan dan marjin kontribusi per unit yang telah diuraikan di atas menghitung titik impas dan tingkat dalam unit produk yang terjual. Akan tetapi, volume penjualan tidak selalu diukur dalam unit produk.

=

= = Titik impas

Titik impas

Titik impas


(37)

Oleh karena itu, maka harus menggunakan rasio margin kontribusi yang merupakan perbandingan antara marjin kontribusi dengan penjualan. Rasio ini menunjukkan persentase tiap satuan rupiah penjualan yang dapat digunakan untuk menutupi biaya tetap dan laba. Dengan demikian, formula rasio margin kontribusi adalah:

Marjin Kontribusi Penjualan Sumber: Sugiri, 2002:115

Sehingga formula titik impas adalah sebagai berikut: Biaya Tetap

Rasio Margin Kontribusi Sumber: Sugiri, 2002:115

Pada contoh PT. XYZ di atas, maka rasio margin kontribusi adalah sebesar 40% yang diperoleh dari:

Marjin Kontribusi Penjualan 20.000

50.000 Rasio margin kontribusi = 0,4 atau 40% Sehingga titik impas dapat dihitung sebagai berikut:

20.000 0.4 Titik impas = Rp. 50.000

=

=

=

=

= Rasio marjin kontribusi

Titik impas

Rasio margin kontribusi

Rasio margin kontribusi

Titik impas


(38)

F. Analisis Shutdown Point

Pengambilan keputusan merupakan tindakan memilih salah satu alternatif tindakan yang ada. Pemilihan ini biasanya menggunakan dasar ukuran tertentu yang dapat berupa alat bantu untuk menentukan profitabilitas atau penghematan biaya maupun melakukan penutupan usaha. Salah satu penyebab suatu perusahaan dapat mengambil keputusan rencana penutupan usaha adalah karena persaingan yang begitu kuat sehingga dirasakan tidak dapat melanjutkan usahanya.

Menurut Kotler (2005:266), terdapat 5 kekuatan persaingan yang merupakan ancaman bagi perusahaan yaitu:

1. Ancaman persaingan segmen yang ketat. 2. Ancaman pendatang baru.

3. Ancaman produk substitusi.

4. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pembeli. 5. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pemasok.

Dalam ancaman persaingan segmen yang ketat, segmen tertentu menjadi tidak menarik jika perusahaan telah memiliki pesaing yang banyak, kuat, atau agresif. Perusahaan bahkan menjadi lebih tidak menarik jika segmen tersebut stabil atau menurun, penambahan kapasitas pabrik dilakukan secara besar-besaran, biaya tetap tinggi, hambatan untuk keluar besar, atau pesaing memiliki kepentingan yang besar untuk tinggal di dalam segmen tersebut. Kondisi ini akan menyebabkan sering terjadinya perang harga, perang iklan, dan pengenalan produk baru, sehingga akan menjadi sangat mahal bagi perusahaan untuk bersaing.

Dalam ancaman pendatang baru, daya tarik segmen berbeda-beda menurut tingginya hambatan untuk masuk dan keluar. Segmen yang paling menarik adalah segmen yang memiliki hambatan untuk masuk yang tinggi dan hambatan yang rendah untuk keluar. Sedikit perusahaan baru yang dapat memasuki industri ini, dan perusahaan yang berkinerja buruk dapat dengan mudah keluar. Jika hambatan untuk Universitas Sumatera Utara


(39)

masuk dan hambatan untuk keluar tinggi, potensi labanya juga tinggi namun perusahaan menghadapi resiko yang lebih besar, karena perusahaan yang berkinerja buruk tinggal dan berjuang keras di sana. Jika hambatan untuk masuk dan keluar rendah, perusahaan dengan mudah dapat masuk dan keluar dari industri, serta tingkat pengembalian investasinya stabil dan rendah. Kasus terburuk adalah jika hambatan untuk masuk rendah dan hambatan untuk keluar tinggi. Di sini perusahaan-perusahaan akan masuk dalam situasi yang menguntungkan namun sulit untuk keluar dari situasi yang buruk. Akibatnya adalah terjadinya kelebihan kapasitas yang kronis dan penurunan harga dan penghasilan bagi semua pihak.

Dalam ancaman produk substitusi, segmen tertentu menjadi tidak menarik jika terdapat substitusi produk yang aktual atau potensial. Subsitusi membatasi harga dan laba. Perusahaan harus memantau secara dekat trend harga produk substitusi. Jika kemajuan teknologi atau persaingan meningkat di industri substitusi tersebut, harga dan laba dalam segmen tersebut cenderung akan menurun.

Dalam ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pembeli, segmen tertentu memjadi tidak menarik jika pembeli memiliki kekuatan posisi tawar (bargaining power) yang kuat atau semakin meningkat. Kekuatan posisi tawar para pembeli berkembang jika mereka menjadi lebih terkonsentrasi atau terorganisasi, produk tersebut merupakan bagian yang signifikan dari biaya pembeli, produk tersebut tidak terdiferensiasi, biaya perpindahan ke pemasok/produk lain rendah, pembeli peka terhadap harga karena laba yang rendah, atau pembeli dapat melakukan integrasi ke hulu. Untuk melindungi diri mereka, para penjual dapat memilih pembeli yang memiliki kekuatan posisi tawar yang paling rendah atau yang sulit mengganti pemasok. Pertahanan yang lebih baik adalah mengembangkan tawaran unggul yang tidak dapat ditolak oleh para pembeli yang kuat. Universitas Sumatera Utara


(40)

Dalam ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pemasok, segmen tertentu menjadi tidak menarik jika para pemasok perusahaan mampu menaikkan harga atau mengurangi kuantitas yang mereka pasok. Para pemasok cenderung menjadi kuat jika mereka terkonsentrasi atau terorganisasi, terdapat sedikit substitusi, produk yang dipasok merupakan input yang penting, biaya berpindah pemasok tinggi, dan pemasok dapat melakukan integrasi ke hilir. Pertahanan terbaik adalah membangun hubungan menang-menang (win-win solution) dengan para pemasok atau memakai berbagai sumber pemasok.

Salah satu alat bantu yang dapat digunakan dalam mempermudah pengambilan keputusan penutupan usaha adalah shut down point. Apabila ditinjau dari sudut biaya, pengambilan keputusan untuk menutup usaha dilakukan dengan mempertimbangkan pendapatan penjualan dengan biaya tunai (biaya yang keluar dari saku). Biaya tunai adalah biaya-biaya yang memerlukan pembayaran segera dengan uang kas.

Dalam pengambilan keputusan untuk menutup usaha, harus dibuat perbedaan antara biaya keluar dari saku dengan biaya terbenam. Biaya terbenam adalah pengeluaran biaya yang dilakukan di masa lalu, yang manfaatnya masih dinikmati sampai sekarang. Contoh biaya terbenam adalah biaya depresiasi dan amortisasi.

Suatu usaha harus dihentikan apabila pendapatan yang diperoleh tidak dapat menutupi biaya tunainya. Untuk mengetahui pada tingkat penjualan berapa suatu usaha harus dihentikan, dapat dilakukan dengan mencari posisi perpotongan antara pendapatan dengan biaya tunai.

Adapun formula shut down point sebagai berikut: Titik Penutupan Usaha Biaya Tetap

(Satuan Unit) (Marjin Kontribusi/Unit Terjual) =


(41)

Titik Penutupan Usaha Biaya Tetap

(Satuan Rupiah) (Marjin Kontribusi/Penjualan) Sumber: Mulyadi,2001:256

Untuk mempermudah pemahaman penerapan analisis shutdown point dalam keputusan rencana penutupan usaha, maka akan dibuat suatu contoh kasus. PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penjualan generator. Harga jual barang tersebut adalah Rp. 1.600.000. Data penjualan produk di bulan Januari 2008 adalah sebanyak 60 unit.

Adapun perincian data biaya tetap perusahaan seperti pada Tabel 2.4. berikut: Tabel 2.4. Data Biaya Tetap Perusahaan

Nama Biaya Jumlah

Biaya Operasional Perusahaan 7.000.000

Biaya Sewa Gedung 5.000.000

Biaya Gaji Manajer 20.000.000

Total Biaya Tetap 32.000.000

Adapun perincian data biaya variabel perusahaan seperti pada Tabel 2.5. berikut:

Tabel 2.5. Data Biaya Variabel Perusahaan

Nama Biaya Jumlah

Biaya Transportasi 125.000

Biaya Listrik 5.500.000

Biaya Gaji Karyawan 64.000.000

Biaya Air 1.125.000

Biaya Telepon 950.000

Biaya Depresiasi/Penyusutan Aktiva Tetap 625.000

Total Biaya Variabel 72.325.000

Jika dijabarkan data transaksi perusahaan, maka laba bersih yang diperoleh perusahaan pada bulan Januari 2008 sebagai berikut:

=


(42)

Penjualan 60 unit @ Rp. 1.600.000 Rp. 96.000.000 Biaya variabel 60 unit x Rp. 1.205.417

Marjin kontribusi Rp. 23.675.000

Rp. 72.325.000

Biaya tetap

Laba bersih Rp. (8.325.000)

Rp. 32.000.000

Dalam biaya variabel di atas, terdapat Rp. 1.205.417 diperoleh dari total biaya variabel dibagi dengan unit terjual. Dengan demikian Rp. 1.205.417 merupakan biaya variabel per unit. Jika dilihat data perhitungan laba bersih perusahaan, maka diketahui bahwa perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp. 8.325.000.

Untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak mengalami kerugian, dapat dilakukan dengan analisis impas. Adapun perhitungan dengan analisis impas yaitu:

Titik impas Biaya Tetap

(Marjin Kontribusi/Unit Penjualan) Titik impas Rp. 32.000.000

(Rp. 23.675.000/60 unit) Titik impas = 81 unit

Atau

Titik impas Biaya Tetap

(Marjin Kontribusi/Total Penjualan) Titik impas Rp. 32.000.000

(Rp. 23.675.000/Rp. 96.000.000) Titik impas = Rp. 129.757.128

Dengan demikian, volume dan total penjualan minimal yang harus dicapai perusahaan agar tidak rugi adalah sebesar 81 unit atau Rp. 129.757.128.

-

-

= =

= =


(43)

Seperti yang telah diuraikan di atas, suatu usaha dapat dihentikan apabila pendapatan yang diperoleh tidak dapat menutupi biaya tunainya. Semua biaya tetap perusahaan adalah biaya tunai, dan pada biaya variabel terdapat biaya tidak tunai/terbenam, yaitu pada biaya depresiasi/penyusutan aktiva tetap. Hal ini disebabkan karena suatu aktiva tetap dapat mengalami penyusutan/penurunan nilai perolehan dan penyusutan/penurunan nilai perolehan ini dianggap biaya, walaupun perusahaan tidak melakukan pembayaran biaya secara langsung.

Untuk melakukan perhitungan dengan analisis shutdown point, maka biaya depresiasi ini harus dikeluarkan karena bukan biaya tunai sehingga total biaya variabel menjadi Rp. 71.700.000. Adapun penerapan analisis shutdown point dalam keputusan penutupan perusahaan ini adalah:

Penjualan 60 unit @ Rp. 1.600.000 Rp. 96.000.000 Biaya variabel 60 unit x Rp. 1.195.000

Marjin kontribusi Rp. 24.300.000

Rp. 71.700.000

Biaya tetap

Laba bersih Rp. (7.700.000)

Rp. 32.000.000

Dalam biaya variabel di atas, terdapat Rp. 1.195.000 diperoleh dari total biaya variabel dibagi dengan unit terjual. Dengan demikian Rp. 1.195.000 merupakan biaya variabel per unit.

Usaha ini dapat dihentikan jika volume penjualan atau total penjualan dicapai sebesar:

Titik Penutupan Usaha Biaya Tetap (Satuan Unit) (Marjin Kontribusi/Unit Terjual) Titik Penutupan Usaha Rp. 32.000.000

(Satuan Unit) (Rp. 24.300.000/60)

-

-

=

=


(44)

Titik Penutupan Usaha = 79 unit Atau

Titik Penutupan Usaha Biaya Tetap

(Satuan Rupiah) (Marjin Kontribusi/Penjualan) Titik Penutupan Usaha Rp. 32.000.000 (Satuan Rupiah) (Rp. 24.300.000/Rp. 96.000.000) Titik Penutupan Usaha = Rp. 126.419.753

Dengan demikian, perusahaan ini dapat menutup usahanya jika volume penjualan atau total penjualan dicapai sebesar 79 unit atau Rp. 126.419.753. Jika digambarkan dengan grafik, seperti pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2. Grafik Penutupan Usaha Sumber: Penulis

=

=


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis, Tempat, dan Waktu Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan cara menyusun dan mengklasifikasikan data yang diperoleh dari perusahaan kemudian diinterprestasikan dan dianalisis agar dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti.

Lokasi penelitian berada di Jl. Sutomo No. 23 Medan dan jadwal penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2008. Adapun jadwal penelitian ini digambarkan pada Tabel 3.1. di bawah ini:

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

B. Sumber dan Jenis Data

No Kegiatan Okt’08 Nop’08 Des’08 Jan’09 Feb’09 Mar’09

1 Kunjungan Ke Perusahaan

2 Pengesahan Judul

3 Pra riset

4 Penyusunan proposal

5 Seminar proposal

6 Perbaikan proposal

7 Pengumpulan data

8 Penyusunan skripsi

9 Bimbingan skripsi

Waktu Penelitian (Bulan)


(46)

Sumber dan jenis data yang digunakan yaitu:

1. Data primer, yaitu data yang diproses dari hasil wawancara dan observasi tentang objek penelitian dan data tersebut merupakan data yang belum diolah.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari perusahaan dan data tersebut sudah diolah seperti sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, anggaran perusahaan, data realisasi pembelian, penjualan, dan biaya.

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses penelitian dan penulisan skripsi, penulis menggunakan dua metode pendekatan dalam pengumpulan data dan keterangan yang berkaitan dengan judul skripsi, yaitu:

1. Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab langsung dengan pihak yang berkompeten, dalam hal ini adalah karyawan yang berwenang, yaitu bagian akuntansi dan bagian keuangan.

2. Teknik dokumentasi, yaitu mengadakan pengamatan langsung pada laporan keuangan perusahaan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan mengumpulkan semua data untuk mendukung tulisan ini untuk diinterpretasikan sehingga dapat memberikan gambaran yang objektif tentang objek dan masalah yang diteliti.


(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data Penelitian

Data penelitian yang dilakukan meliputi gambaran umum perusahaan dan data anggaran perusahaan.

1. Gambaran Umum Perusahaan a. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang distribusi tunggal oli mesin merek ESSO. Perusahaan didirikan pada tahun 2000 oleh Bapak Alfin Chandra dengan akte pendirian No. 12 di depan Notaris Ruslan Efendy, SH. Lokasi perusahaan terletak di Jalan Sutomo No. 23 Medan.

Tujuan didirikannya perusahaan ini adalah untuk: 1. Memperoleh keuntungan.

2. Belum adanya perusahaan di Medan yang mendistribusikan oli mesin merek ESSO.

3. Membantu program pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan.

Oli mesin disupplai dari Jakarta dan dijual ke Medan. Perusahaan menjual oli mesin dalam satuan dus, dimana 1 dus berisi 12 botol oli mesin. Pada awal pendirian, perusahaan masih memperoleh laba dengan banyaknya transaksi pembelian dari pelanggan. Mulai tahun 2005, perolehan laba perusahaan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh:


(48)

1. Persaingan bisnis semakin meningkat, karena banyaknya perusahaan lain yang memasarkan produk oli mesin dengan merek yang berbeda dan harga yang relatif lebih murah.

2. Biaya operasional perusahaan semakin meningkat.

Pada tahun 2006 sampai 2007, perusahaan mencatat kerugian sehingga manajer operasional yang bertanggungjawab atas kelangsungan perkembangan perusahaan berupaya agar dapat mengatasi masalah ini, yaitu dengan menganalisis faktor yang menyebabkan masalah ini terjadi dan mencari alternatif penyelesaian masalah yang terbaik. Manajer operasional perlu mengambil keputusan yang tepat, jika memang penutupan usaha merupakan alternatif terbaik bagi perusahaan, maka manajer operasional perlu mengetahui pada tingkat penjualan berapa suatu usaha dapat dihentikan dan berapa jumlah satuan barang atau penjualan yang harus dijual agar dapat menutupi biaya.

b. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi perusahaan merupakan pola formal yang akan mempengaruhi sistem kerja dari perusahaan tersebut. Struktur organisasi yang baik harus dapat memisahkan antara fungsi, kedudukan, batas wewenang, tanggung jawab, serta kewajiban dari masing-masing karyawan, agar para karyawan mengetahui apa saja yang menjadi tugas dan tanggung jawab mereka.

PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan membagi tugas masing-masing karyawannya dengan teratur agar tujuan perusahaan dapat terlaksana dengan baik. PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan menggunakan struktur organisasi lini/komando.


(49)

Bentuk struktur organisasi PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan seperti pada Gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1. Struktur Organisasi PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan Sumber : PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan

Adapun pembagian kerja dan uraian tugas dalam struktur organisasi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Direktur, berfungsi sebagai pimpinan tertinggi perusahaan yang mendirikan dan mengendalikan perusahaan, yang bertugas:

a. Memimpin dan menjalankan perusahaan sesuai dengan tujuan perusahaan. b. Membuat rencana anggaran perusahaan.

c. Menyusun rencana kerja.

d. Menerima laporan hasil kerja karyawan.

e. Mengatur cara kerja karyawan untuk mencapai efisiensi kerja di perusahaan. 2. Manajer Operasional, berfungsi sebagai pengatur dan pengkoordinasian aliran

transaksi perusahaan, yang bertugas:


(50)

a. Menyusun anggaran perusahaan.

b. Mengatur proses kerja bagian keuangan, bagian pembelian, bagian penjualan bagian akuntansi dan bagian gudang.

c. Memeriksa kembali laporan yang diberikan bawahannya sebelum disajikan kepada direktur perusahaan.

d. Bertanggung jawab atas kelangsungan usaha perusahaan.

3. Bagian EDP (Electronic Data Processing), berfungsi sebagai bagian/departemen yang menangani perangkat lunak/aplikasi yang digunakan perusahaan, yang bertugas:

a. Merancang perangkat lunak/aplikasi untuk mengolah data akuntansi perusahaan yang berbasis jaringan.

b. Memberikan pelatihan (training) dalam menggunakan perangkat lunak yang dirancang.

4. Bagian Keuangan, berfungsi sebagai bagian/departemen yang menangani aliran kas perusahaan, yang bertugas:

a. Mencatat data penerimaan kas dan pengeluaran kas.

b. Bertanggung jawab atas penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan. c. Membuat laporan kas harian.

d. Memeriksa rekening di bank. e. Membuat laporan keuangan.

5. Bagian Pembelian, berfungsi sebagai bagian/departemen yang menangani transaksi pembelian perusahaan, yang bertugas:

a. Melakukan pemesanan barang.


(51)

c. Melakukan retur pembelian jika barang yang dibeli rusak. d. Membuat laporan pembelian dan laporan retur pembelian.

6. Bagian Penjualan, berfungsi sebagai bagian/departemen yang menangani transaksi penjualan perusahaan, yang bertugas:

a. Menjelaskan produk oli mesin yang dijual perusahaan. b. Menerima pesanan pembelian dari customer.

c. Memberikan informasi barang yang akan dijual kepada customer. d. Mencatat data customer yang akan membeli.

e. Melakukan transaksi penjualan dengan customer. f. Mencatat data retur penjualan.

g. Membuat laporan penjualan dan laporan retur penjualan.

7. Bagian Akuntansi, berfungsi sebagai bagian/departemen yang menangani data akuntansi perusahaan, yang bertugas:

a. Mengaudit kembali laporan yang diberikan bagian keuangan, bagian pembelian, bagian penjualan dan bagian gudang.

b. Membantu bagian gudang dalam melakukan perhitungan fisik barang. c. Melaporkan hasil audit pembukuan kepada manajer operasional.

8. Bagian Gudang, berfungsi sebagai bagian/departemen yang menangani persediaan perusahaan, yang bertugas:

a. Mengeluarkan barang yang dibeli oleh customer b. Memasukkan barang yang dibeli dari supplier. c. Melakukan pendataan persediaan barang di gudang.

d. Bertanggung jawab atas persediaan barang-barang di gudang.


(52)

e. Membuat laporan persediaan barang dan disajikan kepada manajer operasional dan bagian akuntansi.

9. Manajer HRD (Human Resources Department), berfungsi sebagai pengatur dan pengkoordinasian sumber daya manusia (karyawan) pada perusahaan, yang bertugas:

a. Mengatur proses kerja bagian security, bagian personalia, supir dan office boy/girl.

b. Bertanggung jawab atas kesejahteraan karyawan. c. Mempromosikan karyawan yang berprestasi.

d. Memberikan peringatan dan sanksi bagi karyawan yang melanggar ketentuan kerja perusahaan.

10.Bagian Security, berfungsi sebagai bagian/departemen yang menangani keamanan perusahaan, yang bertugas:

a. Bertanggung jawab atas keamanan perusahaan.

b. Membantu customer jika ada keperluan di dalam perusahaan.

11.Bagian Personalia, berfungsi sebagai bagian/departemen yang menangani administrasi karyawan, yang bertugas:

a. Mencatat data absensi karyawan. b. Membuat laporan absensi karyawan.

c. Melakukan perekrutan dan seleksi karyawan.

12.Bagian Supir, berfungsi sebagai bagian/departemen yang menangani mobil inventaris perusahaan dan pengantaran barang, yang bertugas:

a. Merawat keadaan mobil.

b. Mengantar barang yang dibeli customer.


(53)

13.Offce Boy/Girl, berfungsi sebagai bagian/departemen yang menangani kebersihan dan pelayanan kepada manajer dan tamu perusahaan, yang bertugas:

a. Membersihkan ruangan kantor setiap hari.

b. Menyiapkan minuman kepada masing-masing manajer dan tamu perusahaan. c. Bertanggung jawab atas kebersihan dan kenyamanan perusahaan.

2. Data Anggaran Perusahaan

Penyusunan anggaran perusahaan meliputi penyusunan anggaran pembelian, anggaran penjualan, anggaran biaya, anggaran pendapatan, dan anggaran laba. Adapun penyusunan anggaran perusahaan tahun 2007, seperti pada Tabel 4.1. berikut:

Tabel 4.1. Data Anggaran Perusahaan Tahun 2007 No. Nama Anggaran Jlh. Anggaran (Rp.)

1 Anggaran Pembelian 900.000.000 2 Anggaran Penjualan 1.690.000.000 3 Anggaran Biaya 780.000.000 4 Anggaran Laba 10.000.000 Sumber: PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan

Proses penyusunan anggaran laba diperoleh dengan cara: Anggaran Pembelian (Rp. 900.000.000)

Anggaran Biaya (Rp. 780.000.000) Anggaran Penjualan Rp. 1.690.000.000 Anggaran Laba Rp. 10.000.000

Adapun penjelasan dari anggaran perusahaan yaitu:

1. Anggaran pembelian merupakan persediaan awal ditambah pembelian dikurangi persediaan akhir.

2. Anggaran penjualan merupakan anggaran penjualan bersih. +


(54)

3. Anggaran biaya meliputi anggaran dari biaya penjualan, biaya administrasi dan umum, dan pajak.

4. Anggaran laba merupakan jumlah laba/keuntungan yang diinginkan.

Penyusunan anggaran pada perusahaan dilakukan 1 tahun sekali dengan merincikan jumlah anggaran pembelian, anggaran penjualan, anggaran biaya, dan anggaran laba pada tahun berikutnya melalui kebijakan manajer operasional.

Dalam penyusunan anggaran, manajer operasional meninjau kembali manajemen yang sedang dilaksanakan, mempertimbangkan dan mengambil keputusan atas usulan manajemen baru. Kegiatan ini dimaksudkan agar perusahaan dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan pada masa yang akan datang dan memutuskan tindakan yang diperlukan untuk menghadapi kemungkinan tersebut. Penyusunan anggaran pada tahun 2007 terlihat bahwa manajer operasional mengharapkan adanya perolehan laba sebesar Rp. 10.000.000, dimana pada tahun 2006 perusahaan mencatat kerugian sebesar Rp. 20.000.000. Adapun data realisasi perusahaan pada tahun 2006, seperti pada Tabel 4.2. berikut:

Tabel 4.2. Data Realisasi Perusahaan Tahun 2006 No. Nama Realisasi Jlh. Realisasi (Rp.)

1 Realisasi Pembelian 840.000.000 2 Realisasi Penjualan 1.680.000.000 3 Realisasi Biaya 957.000.000 4 Realisasi Laba (117.000.000) Sumber: PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan

B. Perbandingan Anggaran Dengan Realisasi

Berikut ini akan ditampilkan laporan laba rugi perusahaan tahun 2007 yang dilengkapi dengan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya, seperti pada Tabel 4.3. berikut:


(55)

Anggaran Realisasi

Penjualan

Selisih

1.690.000.000 1.700.923.236

(10.923.236) Retur Penjualan - 100.000.000

Total Penjualan Bersih 1.690.000.000 1.600.923.236

89.076.764 HPP:

Persediaan Awal - 105.000.000

Pembelian 900.000.000 1.010.000.000

(110.000.000) Barang Yang Tersedia Untuk Dijual 900.000.000 1.115.000.000

Persediaan Akhir - 300.000.000 Harga Pokok Penjualan 900.000.000 815.000.000

85.000.000

Laba Kotor 790.000.000 785.923.236

4.076.764

Biaya Penjualan:

Biaya Packing - 10.005.795

Biaya EMKL - 109.904.244

Biaya Iklan - 1.205.545 Biaya Ekspor - 1.956.565 Biaya Pengangkutan - 17.495.250 Biaya Negosiasi Dokumen - 28.067.985 Total Biaya Penjualan - 168.635.384

Biaya Administrasi dan Umum:

Biaya Gaji - 326.812.277

Biaya Administrasi Lain - 2.935.768 Biaya Pemeliharaan Kendaraan Kantor - 2.115.250 Biaya Penyusutan Kendaraan Kantor - 3.826.150 Biaya Bahan Bakar & Pelumas - 7.108.575 Biaya Umum Lain - 5.116.448 Biaya Penyusutan Peralatan Kantor - 812.700 Biaya Alat-Alat Kantor - 1.345.873 Biaya Listrik & Air - 150.655.825 Biaya Telepon, Telex dan Fax - 25.008.155 Biaya ADM Bank - 5.895.636 Biaya Asuransi Mobil Pengangkutan - 500.125 Biaya Asuransi Perusahaan - 109.500.000 Biaya Dapur Kantor - 3.872.515 Biaya Lain-Lain - 85.000.000 Total Biaya Administrasi dan Umum - 730.505.297

Total Biaya 770.000.000 899.140.681

Laba Operasi 20.000.000 (113.217.445)

33.217.445

Pajak 10.000.000 16.353.000

(6.353.000)

Total Biaya dan Pajak 780.000.000 915.493.681

(35.493.681) Laba Bersih Setelah Pajak 10.000.000 (129.570.445)

39.570.445

Sumber: PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan


(56)

Pada laporan laba rugi di atas, dapat diketahui bahwa:

1. Penyusunan anggaran pada perusahaan tidak dilakukan secara rinci, melainkan hanya penentuan secara total, misalnya tidak adanya anggaran biaya pada biaya iklan, listrik, dan lain-lain. Hal ini disebabkan sulitnya manajer operasional untuk menentukan masing-masing rincian jumlah anggaran, karena jumlah anggaran tersebut dapat berubah sesuai dengan kegiatan dan transaksi perusahaan.

2. Realisasi penjualan lebih kecil dibandingkan dengan yang dianggarkan, yaitu terjadi selisih sebesar Rp.89.076.764.

3. Realisasi pembelian lebih kecil dibandingkan dengan yang dianggarkan, yaitu terjadi selisih sebesar Rp.85.000.000.

4. Realisasi biaya lebih besar dibandingkan dengan yang dianggarkan, yaitu terjadi selisih sebesar Rp.135.493.681.

5. Pada tahun 2007, perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp. 129.570.445. Faktor utama penyebab terjadinya kerugian pada perusahaan tahun 2007 adalah:

1. Realisasi biaya yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan anggaran biaya yang direncanakan, dimana terjadi selisih sebesar Rp. 135.493.681.

2. Realisasi penjualan bersih mengalami penurunan dan lebih kecil dibandingkan dengan anggaran penjualan, yaitu terjadi selisih sebesar Rp. 89.076.764.

Jika dibandingkan dengan kerugian perusahaan tahun 2006, maka pada tahun 2007 kerugian perusahaan naik sebesar Rp. 12.570.445. Dengan demikian, perusahaan mengalami kerugian 2 tahun berturut-turut. Adapun perbandingan realisasi tahun 2006 dan 2007 seperti pada Tabel 4.4. berikut:


(57)

No. Nama Realisasi Realisasi 2006 (Rp.) Realisasi 2007 (Rp.) 1 Realisasi Pembelian 840.000.000 815.000.000 2 Realisasi Penjualan 1.680.000.000 1.600.923.236 3 Realisasi Biaya 957.000.000 915.493.681 4 Realisasi Laba (117.000.000) (129.570.445) Sumber: PT. Artha Sepakat Persada Perkasa Medan

Dari data perbandingan di atas, dapat diketahui bahwa:

1. Realisasi pembelian tahun 2007 lebih kecil dibandingkan dengan realisasi di tahun 2006.

2. Realisasi penjualan tahun 2007 lebih kecil dibandingkan dengan realisasi di tahun 2006.

3. Realisasi biaya tahun 2007 lebih kecil dibandingkan dengan realisasi di tahun 2006.

4. Pada tahun 2007, perusahaan semakin mengalami kerugian, karena terjadi peningkatan kerugian pada tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2006.

Pada perbandingan di atas, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan pembelian dan penjualan pada tahun 2007. Terjadinya kerugian pada perusahaan selama 2 tahun ini dapat disebabkan:

1. Persaingan bisnis semakin ketat.

2. Pengendalian manajamen pada perusahaan kurang optimal, sehingga terjadi penyimpangan antara perencanaan dengan realitas.

3. Kurangnya kegiatan promosi pada perusahaan, dimana kegiatan ini dapat memicu peningkatan penjualan.

C. Analisis Impas dan Shutdown Point

Untuk melakukan analisis impas dan shutdown point, maka diperlukan data penjualan perusahaan. Adapun data penjualan perusahaan tahun 2007 seperti pada Tabel 4.5. berikut:


(1)

Rp. 110.000.125

((Rp. 14.931.470) / Rp. 1.600.923.236) Titik Penutupan Usaha = Rp. 11.793.999.926

Dengan demikian, perusahaan ini dapat menutup usahanya jika penjualan dicapai sebesar Rp. 11.793.999.926, dimana pada tingkat penjualan ini seluruh biaya sudah dapat ditutupi sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian sewaktu penutupan.

Perusahaan dapat membatalkan keputusan penutupan usaha jika perusahaan mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang tepat, seperti peningkatan penjualan ataupun pengurangan pengeluaran biaya. Akan tetapi, alternatif tersebut harus dapat diimplementasikan perusahaan dengan baik. Alternatif pengurangan biaya dapat memacu laba yang diperoleh perusahaan. Dilihat dari penjualan pada perusahaan, maka penjualan perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan biaya variabel perusahaan. Jika perusahaan dapat menaikkan volume penjualan, maka keputusan penutupan usaha dapat dibatalkan.

Berikut ini akan dibuat contoh perhitungan jika diasumsikan perusahaan dapat menaikkan penjualannya dari Rp. 1.600.923.236 menjadi Rp. 1.730.493.681 (naik sebesar Rp. 129.570.445), maka perusahaan tidak akan mengalami kerugian dan keputusan penutupan usaha dapat dibatalkan. Berikut ini perhitungannya:

Penjualan Rp. 1.730.493.681

Biaya variabel 6.044 unit x Rp. 268.116 Rp. 1.620.493.556

Marjin kontribusi Rp. 110.000.125

Biaya tetap Rp. 110.000.125

= Titik Penutupan Usaha

-


(2)

Jika dilihat data perhitungan di atas, maka diketahui bahwa perusahaan tidak akan mengalami kerugian dan akan memperoleh laba jika perusahaan mampu menaikkan penjualan di atas Rp. 129.570.445, dimana kelebihan ini merupakan laba yang dapat diperoleh perusahaan.

Selain itu, perusahaan juga mempunyai alternatif untuk mengurangi biaya. Jika diasumsikan bahwa perusahaan mampu melakukan pengurangan biaya variabel dari Rp. 1.620.493.556 menjadi Rp 1.490.923.111 (pengurangan sebesar Rp. 129.570.445), maka perusahaan tidak akan mengalami kerugian dan keputusan penutupan usaha dapat dibatalkan. Berikut ini perhitungannya:

Penjualan Rp. 1.600.923.236

Biaya variabel Rp. 1.490.923.111

Marjin kontribusi Rp. 110.000.125

Biaya tetap

Laba bersih Rp. 0

Rp. 110.000.125

Jika dilihat data perhitungan di atas, maka diketahui bahwa perusahaan tidak akan mengalami kerugian dan akan memperoleh laba jika perusahaan mampu menurunkan pengeluaran biaya variabel di bawah Rp. 129.570.445. Penurunan biaya tetap tidak dapat membantu perusahaan untuk mencegah penutupan usaha. Hal ini disebabkan pengeluaran biaya tetap tidak dapat menutupi kerugian yang dialami perusahaan, walaupun diasumsikan semua pengeluaran biaya tetap ditiadakan. Berikut ini perhitungannya:

-

-


(3)

Penjualan Rp. 1.600.923.236

Biaya variabel Rp. 1.620.493.556

Marjin kontribusi Rp. (19.570.320)

Biaya tetap

Rugi Rp. (19.570.320)

Rp. 0

Pada perhitungan di atas, walaupun pengeluaran biaya tetap diasumsikan 0, perusahaan tetap mengalami kerugian sebesar Rp. 19.570.320. Dengan demikian, perusahaan hanya dapat memilih alternatif untuk menaikkan penjualan dan mengurangi pengeluaran biaya variabel agar perusahaan tidak mengalami kerugian dan keputusan penutupan usaha dapat dibatalkan.

Dengan adanya analisis di atas, maka manajer operasional dapat mengupayakan strategi dan tindakan yang tepat dalam menjalankan alternatif yang diusulkan, sehingga ke depannya perusahaan dapat berkembang dan memperoleh laba.

-


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diberikan penulis adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan belum melakukan analisis shutdown point dalam proses pengambilan keputusan penutupan usaha.

2. Manajer operasional dituntut untuk melakukan suatu analisis penutupan usaha karena perusahaan mengalami kerugian berturut-turut dari tahun 2006 sampai 2007.

3. Dari hasil analisis yang dilakukan, maka ketahui bahwa terjadi:

1. Perusahaan pada tahun 2007 mengalami kerugian sebesar Rp. 129.570.445 dan naik Rp. 12.570.445 dibandingkan dengan tahun 2006.

2. Agar perusahaan tidak mengalami kerugian, maka penjualan minimal yang harus dicapai perusahaan adalah sebesar Rp. 9.166.677.083.

3. Penutupan usaha dapat dilakukan jika perusahaan dapat mencapai penjualan sebesar Rp. 11.793.999.926.

4. Perusahaan mempunyai alternatif dalam membatalkan pengambilan keputusan penutupan usaha jika:

a. Perusahaan dapat menaikkan penjualannya dari Rp. 1.600.923.236 menjadi Rp. 1.730.493.681 (naik sebesar Rp. 129.570.445), sehingga perusahaan tidak akan mengalami kerugian.


(5)

b. Perusahaan dapat menurunkan pengeluaran biaya variabel dari Rp. 1.620.493.556 menjadi Rp 1.490.923.111 (pengurangan sebesar Rp. 129.570.445), maka perusahaan tidak akan mengalami kerugian

5. Penurunan pengeluaran biaya tetap tidak dapat membantu perusahaan dalam membatalkan pengambilan keputusan penutupan usaha, karena pengeluaran biaya tetap tidak dapat menutupi kerugian yang dialami perusahaan.

6. Dari hasil analisis yang dilakukan, maka perusahaan tidak perlu melakukan penutupan usaha, karena perusahaan dapat menaikkan penjualannya ataupun menurunkan pengeluaran biaya variabel.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran untuk memecahkan persoalan yang dihadapi perusahaan, yang juga mungkin berguna bagi semua pihak. Adapun saran-saran yang penulis kemukakan terhadap perusahaan ini adalah:

1. Perlu ditingkatkan fungsi perencanaan dan pengawasan pada perusahaan, agar anggaran yang disusun dapat diimplementasikan dengan baik.

2. Perusahaan perlu mempertimbangkan pengambilan keputusan penutupan usaha, karena perusahaan masih dapat menerapkan alternatif untuk menaikkan penjualan dan mengurangi pengeluaran biaya variabel.

3. Perusahaan perlu menerapkan strategi dan tindakan yang tepat untuk meningkatkan penjualan seperti memperbanyak kegiatan promosi dan lainnya. 4. Pengeluaran biaya harus diawasi dengan baik, terutama biaya variabel. Hal ini


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Robert N. dan Govindarajan, Vijay. 2005. Management Control System (Sistem Pengendalian Manajemen), Edisi Ke-11, Buku Ke-1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Carter dan Usry. 2004. Akuntansi Biaya, Penerjemah Krista, Edisi Ke-13, Buku Ke-1. Jakarta: Salemba Empat.

Dermawan, Rizky. 2005. Membangun Decision Support System, Yogyakarta: Andi.

Garrison, Ray H. dan Noreen, Eric W. 2002. Akuntansi Manajerial, Diterjemahkan oleh A. Totok Budisantoso, Buku Ke-1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Halim, Abdul dan Supomo, Bambang. 2005. Akuntansi Manajemen, Cetakan Ke-15.Yogyakarta: BPFE.

Hansen dan Mowen. 2005. Management Accounting, Penerjemah Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary, Buku Ke-2, Edisi Ke-7. Jakarta: PT. Salemba Empat. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. 2004. Buku

Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran, Alih Bahasa Benyamin Molan, Edisi 11, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Indeks.

Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen, Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.

Nafarin, Muhammad. 2004. Penganggaran Perusahaan, Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Sugiri, Slamet. 2002. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: UPP Amp YPKN.

Whitten, Jeffery L., Bentley, Lonnie D., dan Dittman, Kevin C. 2004. Metode Desain & Analisis Sistem, Alih Bahasa Tim Penerjemah Andi. Yogyakarta: Penerbit Andi.