transaksi. Jumlah pemegang saham menjadi semakin bertambah banyak setelah split. Kenaikan jumlah pemegang saham ini disebabkan oleh
penurunan harga, volatilitas harga saham yang menjadi semakin besar menarik investor untuk memperbanyak jumlah saham yang dipegang.
Dengan demikian peningkatan likuiditas ini disebabkan oleh semakin banyaknya investor yang menjual dan membeli saham. Hasil penelitian
Barker 1996 dan Lamoreux dan Poon 1987 dalam Permata 2009 menyimpulkan bahwa jumlah pemegang saham menjadi bertambah
banyak setelah peristiwa stock split. Conroy, Harris dan Benet 1990 dalam Sutrisno et al 2000 menemukan
adanya penurunan likuiditas setelah split dengan masing-masing menggunakan volume perdagangan dan bid-ask spread sebagai proksi.
Hasil tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murray 1985 yaitu stock split tidak berpengaruh terhadap volume perdagangan
maupun bid-ask spread Sutrisno et al, 2000. Sutrisno et al 2000 melakukan penelitian mengenai pengaruh stock split
terhadap likuiditas saham yang diukur dengan rata-rata harga saham, volume perdagangan, persentase spread dan volatilitas. Penelitian ini
menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hanya pada variabel harga saham, volume perdagangan dan persentase
spread. Sedangkan pada variabel volatilitas tidak dihasilkan perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah aktivitas split.
B. Perbedaan Kinerja Saham Perusahaan Sebelum dan Sesudah Stock
Split
Perusahaan yang melakukan stock split merupakan perusahaan yang memiliki kinerja yang baik. Menurut Copeland 1988 dalam Jogiyanto
2000, stock split mengandung biaya yang harus dibayar oleh perusahaan, oleh karena itu hanya perusahaan yang memiliki prospek yang bagus saja
yang mampu menanggung biaya tersebut dan sebagai akibatnya pasar akan bereaksi positif terhadap stock split.
Hasil penelitian Budi dan Lindharta 2011 menunjukkan bahwa keputusan melakukan stock split menimbulkan perbedaan yang signifikan
pada kinerja saham perusahaan jika diukur dengan EPS yang merupakan rasio pasar yang menunjukkan bagian laba perusahaan untuk setiap lembar
sahamnya. Ichsanuddin 2009 melakukan penelitian mengenai pemecahan saham ditinjau dari kinerja saham dan harga saham dimana price earnings
ratio PER merupakan salah satu variabel penelitian yang digunakan sebagai proksi dari kinerja saham perusahaan. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan price earnings ratio PER antara perusahaan yang melakukan pemecahan saham dengan
perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham. Di dalam penelitian ini, kinerja saham perusahaan akan dilihat melalui nilai price earnings
ratio PER.
2.1.8. Pengembangan Penelitian
Perbedaan dan pengembangan yang terdapat dalam penelitian ini dibanding dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah:
1. Periode penelitian yang dilakukan terhadap perusahaan yang melakukan kebijakan stock split selama 2007-2009.
2. Metode penelitian untuk likuiditas saham volatilitas dan volume perdagangan, yaitu menggunakan event study dengan melakukan
pengamatan terhadap pergerakan volatilitas harga saham dan volume perdagangan saham di sekitar tanggal pengumuman stock split 5 hari
sebelum sampai dengan 5 hari sesudah pengumuman stock split. Sedangkan untuk kinerja saham perusahaan PER menggunakan metode
penelitian deskriptif komparatif, yaitu menjelaskan bagaimana pengaruh stock split terhadap variabel-variabel kinerja perusahaan dengan
membandingkan perubahan atas variabel-variabel tersebut 2 tahun sebelum dan 2 tahun setelah melakukan stock split.
2.2. Hipotesis
Peristiwa stock split adalah suatu aksi yang dilakukan oleh perusahaan dimana memuat informasi yang diasumsikan akan mempengaruhi keputusan jual beli
yang dilakukan investor, yang pengaruh tersebut dapat dilihat dalam aktivitas perdagangan saham. Perubahan pada volume perdagangan akan terlihat bila aksi
tersebut mempengaruhi preferensi para investor dalam keputusan investasinya. Conroy, Harris dan Benet 1990 dalam Sutrisno et al 2000 menemukan adanya
penurunan likuiditas setelah split dimana volume perdagangan merupakan salah
satu proksi yang digunakan untuk likuiditas saham. Hasil tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murray 1985 yaitu stock split tidak
berpengaruh terhadap volume perdagangan Sutrisno et al, 2000. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis pertama dirumuskan sebagai berikut:
Ha1: Ada perbedaan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah peristiwa stock split.
Selain berdampak pada volume perdagangan, peristiwa stock split juga menyebabkan semakin banyak investor yang mampu bertransaksi. Hal ini
dikarenakan harga saham setelah stock split menjadi lebih menarik di mata investor karena lebih terjangkau. Peristiwa ini membuat semakin banyaknya
investor yang melakukan jual beli saham yang kemudian berdampak pada naik turunnya harga saham tersebut.
Volatilitas harga pada dasarnya merupakan suatu indikator naik-turunnya atau fluktuasi harga saham di bursa. Semakin tinggi fluktuasi atau naik-turunnya harga
saham berarti harga saham saham tersebut semakin volatil. Tinggi rendahnya harga saham di bursa tergantung dari ekspektasi para investor jual dan investor
beli, karena pada dasarnya harga saham merupakan harga keseimbangan antara permintaan dan penawaran.
Pujiharjanto 2001 dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa adanya perbedaan spread sebelum dan sesudah stock split dipengaruhi secara signifikan oleh
variabel harga saham dan volatilitas harga saham. Tidak sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian Rahayu 2006 menunjukkan bahwa tidak adanya
perbedaan volatilitas sebelum dan sesudah stock split. Tidak adanya perubahan