Pengaruh Rasio Keuangan dengan Model Altman Z-Score dan Arus Kas Operasi terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan (Studi Kasus pada Perusahaan Group Bakrie yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
THE INFLUENCE OF FINANCIAL RATIOS ALTMAN Z-SCORE MODEL AND OPERATING CASH FLOW PREDICTION CONDITION OF
FINANCIAL DISTRESS CORPORATE
(Case Study Of Bakrie Group Company Listed On The Indonesian Stock Exchange)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Program Strata 1
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Program Studi Akuntansi
Minda Driati 21110155
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG 2014
(2)
(3)
(4)
RIWAYAT HIDUP PENELITI
DATA PRIBADI
Nama : Minda Driati
T.T.L : Cianjur 17 Oktober 1990
Alamat : Jl. Hanjawar Pacet Kp. Parigi Rt. 03 Rw. 08 Desa. Cibodas Kec. Pacet Kab. Cianjur Provinsi Jawa Barat 43253
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
DATA PENDIDIKAN PENDIDIKAN FORMAL
No Jenjang Keterangan Tahun
1. SD Lulusan SD Negeri Winayaloka Pacet-Cianjur (Terakreditasi B)
Tahun 1998-2004 2. SMP Lulusan SMP N 1 Pacet (Terakreditasi A) Tahun 2004-2007 3. SMA SMA N 1 Sukaresmi (Terakreditasi A) Tahun 2007-2010 4. SARJANA Program Studi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi,
Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) (Terakreditasi A)
Tahun 2010-2014
PENDIDIKAN NON FORMAL
No Kegiatan Tahun
1. Character Biulding - Bersertifikat 30-31 Oktober 2010 2. Pelatihan Pajak Terapan (BREVET A & B
TERPADU) – Bersertifikat
28 November 2012 s.d 22 Februari 2013
3. Certificate of Accurate Training & Certification –
Bersertifikat
6-8 Oktober 2012 4. Training of Accurate 4 Accounting Software –
Bersertifikat
8 Oktober 2012 5. Praktek Kerja Lapangan Mahasiswa Program Studi
Akuntansi Fakultas Ekonomi UNIKOM ke BPK - Bersertifikat
18 Februari 2013
KEGIATAN ORGANISASI
No Kegiatan Tahun
1. Seminar “Invest Now, Retire Rich”- Bersertifikat 22 Desember 2011 2. Seminar Nasional Akuntansi – Bersertifikat 20 April 2013 3. Cepat Mudah Membuat Website Online dalam 30
Menit - Bersertifikat
16-21 Juni 2014 4. Masa Gabungan Mahasiswa Akuntansi 2010-2011
(MAGMA) – Bersertifikat
20 Maret 2011 5. Mentoring Agama Islam - Bersertifikat 2010
(5)
(6)
ix
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
MOTO ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Kerja Penelitian ... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 8
1.2.1 Identifikasi Masalah ... 8
1.2.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian ... 9
1.3.1 Maksud Penelitian ... 9
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Kegunaan Penelitian ... 10
1.4.1 Kegunaan Akademis ... 10
1.4.2 Kegunaan Praktisi ... 10
1.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 11
1.5.1 Lokasi Penelitian ... 11
(7)
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PENELITIAN DAN
HIPOTESIS ... 13
2.1 Kajian Pustaka ... 13
2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan ... 13
2.1.1.1 Komponen Laporan Keuangan ... 14
2.1.1.2 Analisis Laporan Keuangan ... 15
2.1.1.3 Tujuan Analisi Laporan Keuangan ... 16
2.1.1.4 Model Analisis Rasio Keuangan ... 17
2.1.1.5 Model Altman Z-score ... 18
2.1.1.6 Kegunaan Rasio Altman Z-Score ... 19
2.1.1.7 Rasio- Rasio Keuangan Model Altman Z-Score ... 19
2.1.2 Arus Kas Operasi ... 24
2.1.2.1 Pengertian Kas ... 24
2.1.2.2 Laporan Arus Kas ... 25
2.1.2.3 Klasifikasi Laporan Arus Kas... 26
2.1.2.4 Arus Kas Operasi ... 27
2.1.2.5 Metode Laporan Arus Kas ... 28
2.1.3 Pengertian Financial Distress ... 30
2.1.3.1 Faktor-Faktor Penyebab Financial Distress ... 31
2.1.3.2 Pengelompokan Financial Distress ... 34
2.1.3.3 Indikator Financial Distress ... 35
2.1.3.4 Manfaat Financial Distress ... 36
2.2 Kerangka Penelitian ... 37
2.2.1 Hubungan Rasio Keuangan Dengan Model Altman Z-Score Terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan ... 37
2.2.2 Hubungan Arus Kas Operasi Terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan ... 41
2.2.3 Penelitian Sebelumnya ... 43
(8)
2.2.3.2 Kerangka Penelitian ... 47
2.3 Hipotesis ... 48
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ... 49
3.1 Objek Penelitian ... 49
3.2 Metode Penelitian ... 49
3.2.1 Desain Penelitian... 50
3.2.2 Operasionalisasi Variabel ... 55
3.3 Sumber Data ... 58
3.4 Populasi dan Penarikan Sampel ... 59
3.4.1 Populasi ... 59
3.4.2 Sampel ... 60
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 62
3.6 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 63
3.6.1 Rancangan Analisis ... 63
3.6.2 Pengujian Hipotesis... 72
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 76
4.1 Hasil Penelitian ... 76
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 76
4.1.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan ... 76
4.1.1.2 Struktur Organisasi ... 79
4.1.1.3 Uraian Tugas ... 85
4.1.1.4 Aktivitas Perusahaan ... 86
4.1.2 Analisis Deskriftif ... 87
4.1.2.1 Analisis Rasio Keuangan Dengan Model Altman Z-Score Perusahaan Group Bakrie yang Terdaftar di BEI Priode 2005-2012 ... 87 4.1.2.2 Arus Kas Operasi Perusahaan
(9)
Priode 2005-2012 ... 114
4.1.2.3 Financial Distress Perusahaan Group Bakrie yang Terdaftar di BEI Priode 2005-2012 ... 117
4.1.3 Analisis Verifikatif ... 119
4.1.3.1 Pengaruh Rasio Keuangan Dengan Model Altman Z-Score Terhadap Prediksi KondisiFinancial Distress Perusahaan ... 120
4.1.3.2 Pengaruh Arus Kas Operasi Terhadap Prediksi Kondisi Finanial Distress ... 137
4.2 Pembahasan ... 142
4.2.1 Pengaruh Rasio Keuangan Dengan Model Altman Z-Score Terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan ... 142
4.2.2 Pengaruh Arus Kas Operasi Terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan ... 145
BAB V KESIMPULAN ... 147
5.1 Kesimpulan ... 147
5.2 Saran ... 148
DAFTAR PUSTAKA ... 155
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 158
(10)
150
Andi Supangat. 2007 “Statistika Dalam Kajian Deskriftif, Inferensi Dan Nonparametik” Jakarta: Prenada Media.
Asquith P., R. Gertner Dan D. Scharfstein. 1994 "Anatomy Of Financial Distress: An Examination Of Junk-Bond Issuers". Quarterly Journal Of Economics 109: 1189-1222.
Ayu Suci Ramadhani Dan Niki Lukviarman, 2009 “Perbandingan Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, Dan Altman Modifikasi Dengan Ukuran Dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)” Jurnal Siasat Bisnis Vol. 13 No. 1, April 2009 Hal: 15–28
Ardyan Mohamad 2013 “Bakrie Tak Juga Berhenti Jual Aset Untuk Bayar Utang” http://m.merdeka.com/uang/bakrie-tak-juga-berhenti-jual-aset-untuk-bayar-utang.html. Merdeka.com
Azis A. Dan G. H. Lawson. 1989 “Cash Flow Reporting And Financial Distress Models: Testing And Hypotheses.” Financial Management 19, No. 1, Spring: 55-63.
Darsono Dan Ashari. 2005 “Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan”. Yogyakarta: Andi
Donald E.Kieso dan Jerry J. Weygandt “ Akuntansi Intermediate” Jakarta: Erlangga
Earl K. Stice, James D . Stice, Dan K. Fred Skousen. 2009 “ Akuntansi Keuangan
(Intermediate Accounting), Jakarta: Salemba Empat
Elly, Suhayati Dan Sri Dewi Anggadini. 2009 “Akuntansi Keuangan Edisi Pertama” : Yogyakarta. Graha Ilmu.
Evanny Indri Hapsari. 2012 “Kekuatan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Di Bei” Jurnal Dinamika Manajemen, Jdm Vol. 3, No. 2, 2012, Pp: 101-109: Http://Journal.Unnes.Ac.Id/Nju/Index.Php/Jdm
Fajar Indra. 2012 “Bumi Resources Menuju Kebangkrutan Finansial?” Rabu, 29
(11)
Http://Nasional.Kompas.Com/Read/2012/08/29/11150115/Twitter.Com KOMPAS.Com
Fitria Wahyuningtyas. 2010 “Penggunaan Laba Dan Arus Kas Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress (Studi Kasus Pada Perusahaan Bukan Bank Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2005-2008)”. Skripsi Universitas Diponegoro Semarang
Foster, George. 1986 “Financial Statement Analysis. Prentice Hall, Englewood Cliffs”, New Jersey.
Futkhatul Nur Khamidah (2012:60) “Analisis Tingkat Kesehatan Keuangan Pada Perusahaan Semen Go Public Di Bursa Efek Indonesia Among Makarti, Vol.5 No.9, Juli 2012
Gujarati, Damodar. 2003 “Ekonometrika Dasar. Terjemahan Sumarno Zain”. Hadi S, Dan Anggraeni, A, 2008 “Pemilihan Prediktor Delisting Terbaik
(Perbandingan Antara The Zmijewski Model, The Altman Model, Dan The Springate Model).” Fe Uii
Hill, N. T., S. E. Perry, Dan S. Andes. 1996 "Evaluating Firms In Financial Distress: An Event History Analysis". Journal Of Applied Business Research 12(3): 60-71.
Hofer, C. W. 1980 "Turnaround Strategies". Journal Of Business Strategy 1:19-31.
Husein, Umar. 2005 “Metodologi Penelitian”. Jakarta : Raja Garfindo
Imam Ghozali, 2007 “Aplikasi Analisis Multivivariate Dengan Program Spss.” Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang
Imam Mas’ud Dan Reva Maymi Srengga “Pengaruh Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia” Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Jonatan Sarwono. 2006 “Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif”: Yogyakarta. Graha Ilmu.
Jonathan Sarwono Dan Ely Suhayati. 2010 “Riset Akuntansi Menggunakan Spss”, Yogyakarta: Graha Ilmu.
K. R. Subramanyam Dan John J. Wild. 2009 “Financial Statement Analysis 10th Edition”, Usa : Mc. Graw Hill.
(12)
K.R Subramayam Dan John J. Wild. 2010 “Analisis Laporan Keuangan”. Jakarta: Salemba Empat.
Kasmir. 2008 “Analisis Laporan Keuangan”. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada Kusnendi. 2009 “Model-model Persamaan Struktural satu dan Multigroup Sampel
dengan Lisrel” Bandung: Alfabeta
Lau, A. H. 1987 "A Five State Financial Distress Prediction Model". Journal Of Accounting Research 25: 127-138.
Luciana Spica Almili. 2006 “Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Gopublic Dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit”. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Vol. Xii No. 1, Maret 2006 Issn: 0854 – 9087. Luciana Spica Almilia, Emanuel Kristijadi. 2003 “Analisis Rasio Keuangan
Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta” Jurnal Akuntansi Dan Auditing Indonesia (Jaai). Vol. 7 No. 2, Desember 2003. Issn: 1410 – 2420. Luciana Spica Almilia, S.E., M.Si. 2006 “Reaksi Pasar Dan Efek Intra Industri
Pengumuman Financial Distress” Jurnal Ekono – Insentif (Jurnal Ilmiah Bidang Ilmu Ekonomi – Kopertis Wilayah Iv) Vol.1 No. 1, April 2006 Issn: 1907 – 0640
Luciana Spica Almilia. 2004. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Financial Distress Suatu Perusahaan yang Terdaftar di BEJ”, JRAI, Vol. 7, No.1.
Mamduh M Hanafi., Abdul Halim. 2007 “Analisis Laporan Keuangan. Edisi 3” Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Ypkn.
Mamduh M. Hanafi, 2008 “Manajemen Keuangan”. Edisi 1, Bpfe, Yogyakarta. Mokhamad Iqbal Dwi Nugroho, Wisnu Mawardi. 2012 “ Analisis Prediksi
Financial Distress Dengan Menggunakan Model Altman Z-Score Modifikasi 1995 (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Public Di Indonesia Tahun 2008 Sampai Dengan Tahun 2010)”
Diponegoro Journal Of Management Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1/11 Http://Ejournal-S1.Undip.Ac.Id/Index.Php/Dbr
Nurul Hidayat. 2012 “Bumi Diproyeksi Bangkrut: Manajemen Masih Optimistis.
Rabu, 29 Agustus 2012, 15:25 Wib
(13)
Platt, H., Dan M. B. Platt. 2002 "Predicting Financial Distress". Journal Of Financial Service Professionals, 56: 12-15.
Ramadhani Ayu Suci. Niki Lukviarman. 2009 “Perbandingan Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, Dan Altman Modifikasi Dengan Ukuran Dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)”. Jurnal Siasat Bisnis Vol. 13 No. 1, April 2009 Hal: 15–28
Rindu Rika Gamayuni. 2011, “Analisis Ketepatan Model Altman Sebagai Alat Untuk Memprediksi Kebangkrutan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Di Bei)” Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan: Issn 1410 – 1831.
Riyanto Bambang. 2001 “Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan” BPFE: Yogyakarta.
Rowland Bismark Fernando Pasaribu. 2008 “Penggunaan Biinary Logiit Untuk Prediiksii Fiinanciial Diistress Perusahaan Yang Tercatat Dii Bursa Efek Jakarta” Jurnal Ekonomi, Bisnis, Dan Akuntansi Ventura Vol. 11, No. 2, August 2008 (153-172). Issn: 1410 – 6418
S. Munawir. 2002 “Analisis Informasi Keuangan” Yogyakarta: Liberty Yogyakarta
Sari Atmini. 2005 “ Manfaat Laba Dan Arus Kas Untuk Memprediksi Kondisi
Financial Distress Pada Perusahaan Textile Mill Products Dan Apparel And Other Textile Products Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta” Sna Viii Solo, 15 – 16 September 2005
Sheilly Olivia Marcelinda, Hadi Paramu, Novi Puspitasari. 2014 “Analisis Akurasi Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z-Score Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.” E -Journal Ekonomi Bisnis Dan Akuntansi, 2014, Volume 1 (1) : 1-3 Singgih Santoso, 2002 “Spss Versi 11.5” Cetakan Kedua; Gramedia
Sjahrial Dermawan. 2007 “Pengantar Manajemen Keuangan”. Jakarta: Mitra Wamcama Media.
Sofyan Syafri Harahap. 2008 “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan.”. Jakarta: Rajagrafindo.
Sofyan Syafri Harahap. 2009 “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan”. Jakarta: Rajagrafindo.
(14)
St. Ibrahim Mustafa Kamal. 2010 “Analisis Prediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go Public Di Bursa Efek Indonesia (Dengan Menggunakan Model Altman Z-Score)”. Makassar
Sugiyono. 2010 “Metode Penelitian Bisnis”. Cetakan Ke-15. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2014 “ Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)”. Bandung:
Alfabeta.
Supardi Dan Sri Mastuti. 2003 “Validitas Penggunaan Z-Score Altman Untuk Menilai Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go Publik Di Bursa Efek Jakarta.
Sutrisno M.M. 2009 “Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Pertama”. Yogyakarta: Ekonisia
Toto Prihadi. 2008 “Deteksi Cepat Kondisi Keuangan: 7 Analisis Rasio Keuangan.” Jakarta: Ppm
Umi Narimawati, Sri Dewi Anggadini Dan Linna Ismawati. 2010 “Penulisan Karya Ilmiah: Panduan Awal Menyusun Skripsi Dan Tugas Akhir Aplikasi”. Bandung: Genesis
Umi Narimawati. 2008 “Analisis Multifariat Untuk Penelitian Ekonomi”. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Whitaker, R. B. 1999 "The Early Stages Of Financial Distress". Journal Of Economics And Finance, 23: 123-133.
Wibowo dan Abu Bakar Arif. 2007 “Pengantar Akuntansi II (Ikhtiar Teori dan Soal-soal)
Widi Hidayat. 2009 “Analisis Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang
Listed Sebagai Dampak Krisis Ekonomi Asia” Jurnal Akuntansi,
Manajemen Bisnis Dan Sektor Publik (Jambsp) Jambsp Vol.5 No. 3 – Juni 2009: 304 – 323 Issn 1829 – 9857
www.idx.co.id
Zaki, Baridwan. 2004 “Intermediate Accounting”, Edisi Kedelapan. Bpfe
(15)
vi
Puji dan syukur tidak henti-hentinya peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Pengaruh Rasio Keuangan
Dengan Model Altman Z-Score Dan Arus Kas Operasi Terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan (Studi Kasus Pada Perusahaan Group
Bakrie yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.
Penyusunan penelitian ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat sidang guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Komputer Indonesia.
Peneliti menyadari dalam penyusunan Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, karena didalamnya tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Untuk itu peneliti ucapkan terimakasih kepada Dr. Ony Widilestariningtyas, SE., M.Si., Ak, selaku Dosen Pembimbing yang penuh keikhlasan dan kesabaran dalam memberikan bimbingan, membina dan mengarahkan penulis dalam menyusun penelitian ini.
Selama penyusunan penelitian ini peneliti banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa dorongan moril maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan tulus dan dengan segala kerendahan hati peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
(16)
vii
Universitas Komputer Indonesia Bandung.
3. Dr. Surtikanti, SE., M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung.
4. Wati Aris Astuti, SE., M.Si., Ak, selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung. 5. Dr. Dedi Sulistyo, ST., MT dan Dian Dwinita K, SE., M.Si Selaku Penguji. 6. Gilman Pradana Nugraha, SE., M.M, selaku Kepala Kantor Bursa Efek
Indonesia Perwakilan Bandung.
7. Ayah Rizal, Mamah Yayah doa, kasih sayang dan dorongan semangat mamah dan ayah selalu menjadi kekuatan dan motivasi bagi peneliti dalam menyusun penelitian ini, semoga anakmu ini dapat menjadi kebanggaan keluarga.
8. Nia, Eneng Intan Sari, Diana Napulani M. Alam Syah, Ridwa Alawi, Zahratul SOS, dan sikecil Zidan untuk dorongan semangatnya.
9. Siti Kurnia Rahayu, SE., M.Ak., Ak., selaku Dosen Wali Kelas Akuntansi-4 angkatan 2010.
10. Staf Dosen Pengajar yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman serta dukungan kepada peneliti selama kegiatan perkuliahan.
11. Staf Kesekretariatan Program Studi Akuntansi yang telah memberikan pelayanan dan informasi.
(17)
viii
13. Teman-teman Akuntansi Angkatan 2010 khususnya kelas AK-4, atas kebersamaannya.
14. Semua pihak yang ikut membantu dan terlibat dalam penyusunan laporan Penelitian ini.
Harapan peneliti semoga apa yang disajikan dalam penelitian ini memberikan manfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi para pembaca.
Akhir kata peneliti panjatkan do’a kepada Allah SWT, semoga amal berupa bantuan, dorongan dan do’a yang telah diberikan kepada peneliti akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.
“Amin Ya Rabbal ‘Alamin”
Bandung, 12 Agustus 2014 Peneliti,
Minda Driati NIM. 21110155
(18)
1
1.1. Latar Belakang Penelitian
Darsono dan Ashari (2005:101), semakin terglobalisasinya perekonomian menyebabkan persaingan antar perusahaan menjadi semakin ketat, tidak hanya dalam suatu negara tetapi juga dengan perusahaan di negara lain. Persaingan yang sangat ketat ini menuntut perusahaan untuk selalu memperkuat fundamental
manajemen sehingga akan mampu bersaing dengan perusahaan lain. Ketidakmampuan mengantisipasi perkembangan global dengan memperkuat
fundamental manajemen akan mengakibatkan pengecilan dalam volume usaha yang pada akhirnya mengakibatkan kebangkrutan perusahaan.
Rindu Rika Gamayuni (2011:1), krisis ekonomi global membawa dampak banyak perusahaan bangkrut. Diperlukan suatu early warning system yang dapat memprediksi kebangkrutan. Masalah prediksi kebangkrutan sudah lama dianalisis oleh kalangan akademisi. Dasar dalam mendiagnosa kebangkrutan adalah memonitor dan menguji kondisi finansial perusahaan dan tujuan utamanya adalah menemukan sinyal awal kebangkrutan dan membangun usaha untuk menghindari terjadinya kebangkrutan. Penyebab kebangkrutan dapat berasal dari faktor internal dan eksternal. Pada masa krisis ekonomi global saat ini yang dalam hal ini terjadi penurunan siklus ekonomi, penyebab utama kebangkrutan berasal dari faktor eksternal yaitu inflasi, sistem pajak dan hukum, depresiasi mata uang asing dan alasan lainnya. Faktor internal antara lain kurangnya pengalaman manajemen,
(19)
kurangnya pengetahuan dalam mempergunakan asset dan liabilities secara efektif. Dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan, menganalisis dinamika dan
trend rasio keuangan dan tingkat persaingan, maka kita dapat mengamati sinyal awal kebangkrutan.
Darsono dan Ashari (2005:101), investor dan kreditor sebagai pihak yang berada diluar perusahaan dituntut mengetahui perkembangan yang ada dalam perusahaan untuk mengamankan investasi yang telah dilakukan. Ketidakmampuan untuk membaca sinyal-sinyal kesulitan usaha akan mengakibatkan kerugian dalam investasi yang telah dilakukan. Untuk mengatasi hal tersebut investor harus bisa mendeteksi kemungkinan kesulitan keuangan, kesulitan keuangan adalah sinyal dari dalam perusahaan yang berupa indikator kesulitan keuangan.
S. Munawir (2002:291), istilah kesulitan keuangan (financial distress) digunakan untuk mencerminkan adanya permasalahan dengan likuiditas yang tidak dapat dijawab atau diatasi tanpa harus melakukan perubahan skala operasi atau restrukturisasi perusahaan. Pengelolaan kesulitan keuangan jangka pendek (tidak mampu membayar kewajiban keuangan pada saat jatuh temponya) yang tidak tepat maka akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar yaitu menjadi tidak solvable (jumlah utang lebih besar dari pada jumlah aktiva) dan akhirnya mengalami kebangkrutan.
Menurut Evanny Indri Hapsari (2012:103), financial distress adalah suatu situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak memadai untuk melunasi kewajiban-kewajiban lancar (seperti hutang dagang atau beban bunga) dan
(20)
perusahaan terpaksa melakukan tindakan perbaikan. Financial distress adalah masalah likuiditas yang sangat parah yang tidak bisa dipecahkan tanpa perubahan ukuran dari operasi atau struktur perusahaan. Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis.
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan dan terjadi saat perusahaan mengalami kerugian beberapa tahun. Model prediksi kebangkrutan yang bermunculan merupakan antisipasi dan sistem peringatan dini terhadap financial distress karena model tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan.
Luciana Spica Almilia (2003:2), model sistem peringatan untuk mengantisipasi adanya financial distress perlu untuk dikembangkan, karena model ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan.
Banyak penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk menggambarkan kondisi financial distress perusahaan, seperti yang dilakukan oleh Lau (1987) dan Hill, Perry dan Andes (1996) menggunakan adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran deviden; Asquith, Gertner dan Scharfstein (1994) menggunakan interest coverage ratio untuk mendefinisikan financial distress; Whitaker (1999) mengukur financial distress dengan cara adanya arus kas yang lebih kecil dari utang jangka panjang saat ini;
Menurut Ayu Suci Ramadhani dan Niki Lukviarman (2009:16), Untuk mengatasi dan meminimalisir terjadinya kebangkrutan, perusahaan dapat
(21)
mengawasi kondisi keuangan dengan menggunakan teknik-teknik analisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan merupakan alat yang penting untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan serta hasil yang telah dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah diterapkan. Dengan melakukan analisis laporan keuangan perusahaan, maka dapat diketahui kondisi dan perkembangan financial perusahaan. Selain itu, juga dapat diketahui kelemahan serta hasil yang dianggap cukup baik dan potensi kebangkrutan perusahaan tersebut.
Nasser & Aryati (2000) yang dikutip dalam Evanny Indri Hapsari (2012:103), rasio keuangan bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan bisnis untuk periode satu sampai lima tahun sebelum bisnis tersebut benar-benar bangkrut.
Foster (1986) dalam Luciana Spica Almilia dan Kristijadi (2003:1) menyatakan bahwa ada empat hal yang mendorong analisis laporan keuangan dilakukan dengan model rasio keuangan, yaitu:
1. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau antar waktu.
2. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik yang digunakan.
3. Untuk mengeinvestigasi teori yang terkait dengan rasio keuangan.
4. untuk mengkaji hubungan empirik antara rasio keuangan dan estimasi atau prediksi variabel tertentu (seperti kebangkrutan atau financial distress). Arifin (2007), namun terdapat masalah dalam pemakaian analisis rasio karena masing-masing rasio memiliki kegunaan dan memberikan indikasi yang berbeda mengenai kesehatan keuangan perusahaan. Terkadang rasio-rasio tersebut juga
(22)
terlihat berlawanan satu sama lain. Oleh karena itu, jika hanya bergantung pada perhitungan rasio secara individual maka para investor akan mendapat kesulitan dan kebingungan untuk memutuskan apakah perusahaan dalam kondisi sehat atau sebaliknya. Untuk melengkapi keterbatasan dari analisis rasio dapat dipergunakan alat analisis yang menghubungkan beberapa rasio sekaligus untuk memprediksi potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Analisis ini dikenal dengan nama analisis Z-score.
Menurut Rindu Rika Gamayuni (2011:174) Z-Score Altman terbukti dapat memprediksi kondisi kesulitan keuangan perusahaan/ financial distress pada 2,3, dan 4 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan.
Fenomena yang terjadi terkait kondisi keuangan perusahaan grup Bakrie yang dilihat dari score yang diperoleh:
Nurul Hidayat (2012), Perusahaan tambang PT Bumi Resources Tbk diproyeksikan akan mengalami kebangkrutan finansial setelah mencatat kerugian dan kemampuan bayar utang rendah meski manajemen optimis terhadap operasional. Riset yang dikeluarkan Panin Sekuritas Rabu (29/8) mengindikasikan perusahaan batu bara ini akan bangkrut karena performa keuangan yang buruk dan tidak mampu membayar utangnya. Di saat yang sama, manajemen mengatakan operasional baik dengan peningkatan penjualan selama semester pertama tahun ini. Direktur Bumi Resources Dileep Srivastava (2012) menanggapi proyeksi kebangkrutan sebagai rumor dan optimis terhadap kinerja operasional tahun ini."Pendapatan kami naik hampir 9% dan penjualan naik lebih dari 10% dibandingkan tahun lalu," tuturnya.Volume penjualan batubara BUMI semester
(23)
pertama 2012 mencapai 32,2 metrik ton, naik 10,2% dibandingkan 29,3 metrik ton pada periode sama 2011. Adapun volume produksi batu bara selama paruh pertama tahun ini tidak berbeda jauh dengan volume yang dijual yaitu sebanyak 32,5 metrik ton, naik 8,6% dari 29,9 metrik ton pada periode sama tahun lalu. Lantas, apakah BUMI bisa dikategorikan bangkrut secara finansial?
Menurut analis Panin Sekuritas, Fajar Indra (2012), Tentu saja ada dasar pertimbangan untuk menentukan hal itu. Indra menggunakan metode Altman
Score untuk menguji solvabilitas keuangan BUMI dari kebangkrutan finansial. Ia menggunakan neraca semester-1 tahun 2012 BUMI sebagai bahan dasar perhitungan. Jika koefisien Z < 1,1, maka perusahaan berada dalam zona tidak aman atau menuju kebangkrutan. "Koefisien Z BUMI sangat kecil, yakni 0,0982 saja. Maka dapat disimpulkan bahwa BUMI saat ini berada dalam zona tidak aman atau menuju kebangkrutan finansial," kata Indra, hari ini.
Tabel 1.1
Rasio Altman Z-Score perusahaan PT. Bumi Resources Tbk
Tahun Nama Perusahaan
Rasio Altman Z-Score
Z-Score
Ket. 1.2*
WC/T A
1.4* RE/TA
3.3* S/TA
0.6* EBIT/ TA
0.1* MVE/ BVD 2005
PT. BUMI Tbk
(0,06) (0,01) 0,34 0,61 1,02 1,91 Grey Zone 2006 0,12 (0,01) 0,30 0,54 0,74 1,69 Distress Zone
2007 0,13 (0,00) 1,00 5,23 0,80 7,16 Safe Zone
2008 (0,11) (0,00) 0,65 0,26 0,65 1,45 Distress Zone
2009 0,02 (0,00) 0,23 0,51 0,50 1,26 Distress Zone
2010 0,21 (0,00) 0,25 0,73 0,42 1,60 Distress Zone
2011 0,04 0,00 0,26 0,22 0,54 1,06 Distress Zone
2012 (0,05) (0,00) (0,28) 0,11 0,51 0,30 Distress Zone Sumber: Data diolah (2014)
(24)
Menurut Toto Prihadi (2008:112), rasio cash flow to sales merupakan alat ukur arus kas sampai seberapa besar setiap penjualan akan menjadi arus kas operasi yang akan menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan arus kas operasi dari penjualan untuk membiayai kebutuhan perusahaan. Apabila perusahan mampu mencukupi kebutuhannya dan menjaga kestabilan arus kas dengan baik maka potensi perusahaan mengalami financial distress akan semakin kecil.
Adapun fenomena terkait arus kas terhadap financial distress pada perusahaan group Bakrie, sebagai berikut:
Ardyan Mohamad, Novita Intan Sari (2013), sejak tahun lalu, Grup Konglomerasi Bakrie and Brothers aktif menjual berbagai asetnya kepada investor asing maupun dalam negeri. Penyebabnya sederhana. Bisnis mereka, terutama di bidang pengolahan tambang jatuh, padahal beban utang untuk pengembangan perusahaan banyak yang dalam kurs dolar. Ketika nilai tukar rupiah anjlok, utang mereka semakin menggelembung. Tanggungan utang 10 perusahaan yang masih dalam jaringan kepemilikan pengusaha Aburizal Bakrie itu lantas menggunung. Lembaga Katadata menaksir total utang Bakrie tahun lalu mencapai Rp 78 triliun. Dalam kondisi terjepit, pemasukan bisnis-bisnis Bakrie tak juga oke. Arus kas dari kegiatan operasional seluruh perusahaan Grup Bakrie tahun lalu sebesar Rp 2,4 triliun, dan arus kas investasi Rp 2,5 triliun. Namun arus kas pendanaan minus Rp 5,3 triliun. Dengan terpaksa, beberapa aset dan unit perusahaan pengolahan dilepas sahamnya oleh Bakrie. Anak dan cucu perusahaan yang musti dijual untuk membayar utang misalnya Seamless Pipe Indonesia Jaya, Bakrie Pipe Indonesia,
(25)
South East Asian Pipe Indonesia, South East Asian Pipe, Bakrie Construction, Bakrie Building Industries. Puncaknya, masyarakat terpana ketika perusahaan batu bara Bumi Resources milik Bakrie yang kinerjanya sempat moncer pada 2010, dibebani utang luar biasa besar, mencapai USD 295 miliar. Gurita usaha Bakrie, secara keseluruhan, sempat terancam bangkrut.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang mengkaji rasio keuangan dengan model Altman Z-Score dan pengaruh arus kas operasi terhadap prediksi kondisi financial distress, sehingga penelitian ini mengambil judul
“PENGARUH RASIO KEUANGAN DENGAN MODEL ALTMAN
Z-SCORE DAN ARUS KAS OPERASI TERHADAP PREDIKSI KONDISI
FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN.”
1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1. Identifikasi Masalah
1. Fenomena yang terjadi pada PT. Bumi Resources Tbk dimana selama 5 tahun berturut-turut perusahaan memiliki nilai Z-Score lebih kecil dari pada 1,88 dari tahun 2008-2012 yang mana perusahaan berpotensi mengalami kebangkrutan, hal ini dipertegas dengan hasil riset yang dilakukan oleh Panin Sekuritas, Fajar Indra yang menyebutkan bahwa emiten BUMI berpotensi bangkrut dengan nilai Z-score sangat kecil, meskipun perusahaan membukukan kenaikan keuntungan.
(26)
2. Gurita usaha Bakrie secara keseluruhan sempat terancam bangkrut. bahkan mereka tak henti-hentinya menjual berbagai asetnya kepada investor untuk menutupi hutangnya, meskipun perolehan arus kas operasi masih baik dan bernilai positif.
1.2.2. Rumusan Masalah
1. Apakah rasio keuangan dengan model Altman Z-score berpengaruh terhadap prediksi kondisi financial distress perusahaan.
2. Apakah arus kas operasi berpengaruh terhadap prediksi kondisi financial distress perusahaan.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian
Untuk memperoleh bukti empiris bahwa penggunaan rasio keuangan dengan model Altman Z-score dan arus kas operasi dapat digunakan dalam memprediksi kondisi financial distress.
1.3.2. Tujuan Penelitian
1. Untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh antara rasio keuangan dengan model Altman Z-score terhadap prediksi kondisi financial distress perusahaan.
2. Untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh antara arus kas operasi terhadap prediksi kondisi financial distress perusahaan.
(27)
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan gambaran yang dapat bermanfaat secara langsung maupun tidak langsung bagi berbagai pihak, diantaranya:
1.4.1. Kegunaan Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh rasio keuangan dengan model Altman Z-score dan arus kas operasi terhadap prediksi kondisi
financial distress perusahaan.
1.4.2. Kegunaan Praktisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan kembali untuk memecahkan masalah spesifik yang terjadi pada penelitian ini.
a. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam merancang atau membuat kebijakan dalam mengantisipasi kemungkinan financial distress yang mengarah pada kebangkrutan pada masa yang akan datang.
b. Bagi Investor
Hasil penelitain ini dapat memberikan acuan pengambilan keputusan investasi terkait dengan kondisi keuangan perusahaan yang berada pada kondsisi financial distress.
(28)
c. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah pengetahuan, wawasan serta gambaran aplikasi teori-teori yang diperoleh dalam proses pembelajaran dengan penerapannya dilapangan khususnya penggunaan rasio keuangan dengan model Altman Z-score dan arus kas operasi terhadap prediksi kondisi financial distress perusahaan.
d. Bagi Peneliti Selanjutnys
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi dalam penelitian di bidang yang sama mengenai masalah yang berhubungan dengan rasio keuangan dengan model Altman Z-score dan arus kas operasi terhadap prediksi kondisi financial distress perusahaan.
1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan pada perusahaan Group Bakrie yang terdaftar di BEI. Sumber data diperoleh dari pusat informasi Pasar Modal Bursa Efek Indonesia IDX, yang beralamat di jalan Veteran No. 10 Bandung.
1.5.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan dari bulan Februari hingga bulan Agustus 2014 dengan tahapan kegiatan sebagai berikut:
(29)
Tabel 1.2 Waktu Penelitian
No Keterangan Maret
2014
April 2014
Mei 2014
Juni 2014
Juli 2014
Agustu s 2014
September 2014
1 Tahapan Persiapan a. Bimbingan Dengan
Dosen Pembimbing b. Pengajuan Judul c. Persiapan Teori d. Menentukan Tempat
Penelitian
2. Tahapan Pelaksanaan a. Pengumpulan Data b. Penyusunan UP c. Seminar UP d. Revisi UP
e. Penyusunan Skripsi f. Sidang Akhir Skripsi g. Revisi Skripsi
3. Tahapan Pelaporan a. Penyempurnaan
Laporan Skripsi b. Pengumpulan Draft
(30)
13
2.1Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan kewajiban setiap perusahaan untuk membuat dan melaporkan aktivitas atau kinerja yang telah dicapai perusahaan pada satu priode tertentu dan sesuai dengan standar umum yang telah ditetapkan oleh Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian laporan keuangan:
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2009:105)adalah sebagai berikut:
“Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu, adapun jenis laporan keuangan yang lazim dikenal adalah neraca atau laporan laba rugi atau hasil usaha, laporan arus kas, laporan perubahan posisi keuangan.”
Menurut Zaki Baridwan (2004:17),
“Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan.”
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah ringkasan dari semua proses pencatatan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan dan pertanggungjawaban manajemen terhadap pihak-pihak yang berkepantingan.
(31)
2.1.1.1Komponen Laporan Keuangan
Unsur-unsur laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP adalah Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Laba Rugi dan Saldo Laba, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Menurut Ely Suhayati dan Sri Dewi Anggadini (2009:14), menyebutkan bahwa laporan keuangan terdiri atas:
1. Neraca
Adalah daftar aktiva, kewajiban dan modal perusahaan pada suatu saat tertentu, misalnya pada akhir bulan atau akhir tahun.
2. Perhitungan Rugi-Laba
Adalah ikhtisar pendapatan dan biaya untuk suatu jangka waktu tertentu, misalnya satu bulan atau satu tahun.
3. Laporan Perubahan Ekuitas
Adalah ikhtisar tentang perubahan ekuitas, yang terjadi selama jangka waktu tertentu, misalnya satu bulan atau satu tahun.
4. Laporan Arus Kas
Adalah laporan tentang perputaran kas yaitu dipakai untuk membiayai kegiatan-kegiatan perusahaan melalui kas.
5. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam neraca, laporan laba-rugi dan laporan arus kas harus berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan.
Dapat disimpulkan bahwa secara umum ada empat bentuk laporan keuangan pokok yang dihasilkan perusahaan yaitu laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal dan laporan aliran kas. Kemudian sebagai
(32)
penjelasan dari laporan yang disajikan maka diungkapkan (disclosure) dalam catatan atas laporan akuntansi.
2.1.1.2Analisis Laporan Keuangan
Analisa laporan keuangan pada dasarnya adalah mengkonversikan atau merubah data yang berasal dari laporan keuangan menjadi informasi yang lebih beragam, lebih jelas dan akurat bagi pihak-pihak yang memerlukan laporan keuangan untuk pengambilan keputusan.
Berikut beberapa pengetian analisis laporan keuangan menurut beberapa ahli:
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2009: 1)
“Menganalisis laporan keuangan berarti mengali lebih banyak informasi yang dikandung suatu laporan keuangan.”
Menurut K.R Subramayam dan John J. Wild yang diterjemahkan oleh Dewi Yanti (2012:3),
“Analisis laporan keuangan merupakan bagian tidak terpisahkan dan bagian penting dari analisis bisnis yang lebih luas.”
Menurut Sutrisno, M.M (2009:212),
“Analisis laporan keuangan merupakan cerminan dari prestasi manajemen pada suatu priode tertentu. Dengan melihat laporan keuangan suatu perusahaan kita bisa melihat laporan keuangan, belum bisa mencerminkan prestasi yang sebenarnya.”
Dari teori yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan dalam rangka
(33)
membantu mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan untuk menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa mendatang.
2.1.1.3Tujuan Analisi Laporan Keuangan
Tujuan analisis laporan keuangan merupakan bagian yang terpenting dari analisis bisnis yang lebih luas karena dapat memeberikan sinyal awal bagaimana kondisi perusahaan.
Berikut beberapa pengertian mengenai tujuan analisis laporan keuangan menurut beberapa ahli, diantranya:
Menurut Kasmir (2008:66), tujuan pokok analisis keuangan adalah
“Memprediksi kinerja perusahaan pada periode-periode yang akan datang. Laporan ini biasanya memberikan indikator-indikator bagaimana kondisi perusahaan pada periode-periode berikutnya.”
Menurut Bernstein (1983) yang dikutip dalam Sofyan Syafri Harahap (2009:197) ,
“Tujuan dari Analisis Laporan keuangan adalah sebagai berikut: a. Screening.
b. Forecasting.
c. Diagnosis.
(34)
Berikut Penjelasannya:
a. Screening, analisis dilakukan dengan melihat secara analisis laporan keuangan dengan tujuan untuk memilih kemungkinan investasi atau merger.
b. Forecasting, analisis dilakukan untuk meramalkan kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang.
c. Diagnosis, analisis dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi, keuangan atau masalah lain.
d. Evaluation, analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen, operasional, efisiensi, dan lain-lain.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari analisis laporan keuangan adalah untuk mengetahui dan memprediksi kondisi keuangan suatu perusahaan pada priode tertentu.
2.1.1.4Model Analisis Rasio Keuangan
Terkadang dalam mengklasifikasikan kondisi keuangan perusahaan dengan menggunakan perbandingan rasio keuangan secara konvensional tidak dapat mencerminkan keadaan keuagan perusahaan secara keseluruhan dan hanya menggambarkan beberapa objek saja, maka untuk menutupi kekurangan tersebut ada beberapa ahli yang mencoba merumuskan model-model analisis rasio keuangan yang dapat mengambarkan kondisi keuangan secara keseluruhan.
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2009:21),
“Model Analisis laporan keuangan adalah sebagai beruikut:
1. Model untuk peramalan tingkat kualitas obligasi yang dijual di pasar modal yangdibuat oleh Ahmed Belkaoui disebut Belkaouis’ Bond
(35)
2. Model untuk meramalkan kebangkrutan suatu perusahaan yang dibuat oleh Altmandisebut: Altman’s Bankruptcy Prediction Model
3. Bernstein dan Maksy merumuskan model untuk meramalkan Net Cash Flow FromOperation tahun mendatang disebut Bernstein and Maksy’s Net
CashFlow Next Year Prediction Model.
4. Model untuk menilai perusahaan yang akan diambil alih (take over). Model ini dibuatoleh Ahmed Belkaoui sehingga disebut Belkaoui’s Take
Over Prediction Model.”
Dari teori yang dikemukakan diatas bahwa model tersebut merupakan pengukuran atau penilaian terhadap kinerja keuangan perusahaan dalam jangka waktu atau periode tertentu dan hasil penilaian tersebut dapat digunakan dalam suatu pencapaian target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam hal ini penulis menggunakan model Altman Z-score untuk memprediksi financial distress.
2.1.1.5Model Altman Z-score
Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengetahui kegunaan analisis rasio keuangan dalam memprediksi kegagalan perusahaan. Salah satu studi yang dilakukan oleh Edward I. Altman. Altman mempergunakan lima jenis rasio, yaitu
Working Capital to Total Assets, Retained Earning to Total Assets, Earning Before Interest and Taxes to Total Assets, Market Value of Equity to Book Value of Total Debt dan Sales to Total Assets dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan.“
Menurut Supardi dan Sri Mastuti (2003:73), Altman Z-score adalah:
“Skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.”
(36)
Adapun pengertian Altman Bankrupty Prediction Model menurut Sofyan Syafri Harahap (2008:394), adalah:
“Model ini memberikan rumus untuk menilai kapan perusahaan akan bangkrut. Dengan menggunakan rumus yang diisi (interplasi) dengan rasio keuangan maka akan diketahui angka tertentu yang ada menjadi bahan untuk memprediksi kapan kemungkinan perusahaan akan bangkrut.”
Berdasarkan pada pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa analisis
Z-Score merupakan suatu persamaan yang dapat memprediksikan tingkat kebangkrutan atau tingkat kesehatan dan kinerja keuangan perusahaan.
2.1.1.6Kegunaan Rasio Altman Z-Score
Menurut K.R Subramanyam dan John J. Wild (2009:569) kegunaan Altman
Z-score adalah:
“There is no evidence to suggest computation of a Z-Score is a better mean of analyzing long term solvency that is the integrated use of the the analysis tools described in this book. Rather, we assert the use of financial ratios as prediction of distress is the best in complementary our rigorous analysis of financial statements evidence does suggest the Zscore is a useful screening, monitoring and attention-directing device.”
Berdasarkan pernyataan diatas bahwa Altman Z-score merupakan suatu formula yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan, pengawasan kinerja keuangan dan dasar pengambilan keputusan.
2.1.1.7Rasio- Rasio Keuangan Model Altman Z-Score
Dalam penelitian empiris, kesulitan keuangan sulit untuk didefiniskan. Kesulitan semacam itu bisa diartikan mulai dari kesulitan likuiditas yang merupakan kesulitan keuangan yang paling ringan, sampai ke pernyataan
(37)
kebangkrutan, yang merupakan kesulitan keuangan yang paling berat. Penelitian-penelitian empiris biasanya menggunakan pernyataan kebangkrutan sebagai definisi kebangkrutan.
Empat kategori kondisi keuangan perusahaan:
Tabel 2.1
Kategori kondisi keuangan perusahaan
Tidak dalam kesulitan keuangan
Dalam kesulitan keuangan Tidak bangkrut
Bangkrut
I III
II IV Sumber: Mamduh M. Hanafi (2008:263)
Penjelasannya:
1. Pada situasi I, situasi keuangan cukup jelas, dalam hal ini perusahaan tidak mempunyai kesulitan keuangan dan tidak mengalami kebangkrutan.
2. Pada situasi II, perusahaan mengalami kesulitan tetapi berhasil mengatasi masalah tersebut dan karena itu tidak bangkrut.
3. Pada situasi III, perusahaan sebenarnya tidak mengalami kesulitan keuangan. Tetapi karena suatu hal, misal karena ingin mengatasi tekanan dari pekerja perusahaan tersebut memutuskan untuk menyatakan kebangkrutan.
4. Pada situasi IV, perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan karena itu akan bangkrut.”
Menurut Adnan M dan Taufik Mm (2005:189),
“Variabel-variabel atau rasio keuangan yang digunakan dalam Altman Z-score adalah:
1. X1= Net Working Capital to Total Assets
2. X2 = Retained Earnings to Total Assets
3. X3 = Earning Before Interest and Tax to Total Assets
4. X4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt
(38)
Berikut Penjelasannya:
1. X1= Net Working Capital to Total Assets
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Rasio ini dihitung dengan membagi modal kerja bersih dengan total aktiva. Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban lancar. Modal kerja bersih yang negatif kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut. Sebaliknya, perusahaan dengan modal kerja bersih yang bernilai positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya.
2. X2 = Retained Earnings to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Laba ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva, bukan aktiva per ekuitas pemegang saham. Laba ditahan terjadi karena pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba yang tidak didistribusikan sebagai dividen. Dengan demikian, laba
(39)
ditahan yang dilaporkan dalam neraca bukan merupakan kas dan tidak tersedia’ untuk pembayaran dividen atau yang lain.
3. X3 = Earning Before Interest and Tax to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran bunga dan pajak. 4. X4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar ekuitas sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar dengan harga pasar per lembar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang.
5. X5 = Sales to Total Assets
Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup dibandingkan investasi dalam total aktivanya. Rasio ini mencerminkan efisiensi manajemen dalam menggunakan keseluruhan aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan Menurut Darsono dan Ashari (2005:105), secara matematis persamaan Altman Z-score ini bisa dirumuskan sebagai berikut:
(40)
Hasil perhitungan nilai Z-Score bisa dijelaskan dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 2.2
Titik cut-off yang dilaporkan Altman Titik cut-off Dengan Nilai
Pasar
Dengan Nilai Buku
Safe Zone, jika Z 2,99 2,90
Grey Zone, jika Z 1,81-299 1,20-2,90
Distress Zone, jika Z 1,81 1,20
Sumber : M. Mamduh Hanafi, dan Abdul Halim (2007 : 275) Menurut Riyanto (2001:330),
“Rasio – rasio inilah yang akan digunakan dalam menganalisa laporan keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan tersebut. Dalam manajemen keuangan, rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman ini dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu:
1. Rasio Likuiditas yang terdiri dari X1.
2. Rasio Profitabilitas yang terdiri dari X2 dan X3. 3. Rasio Aktivitas yang terdiri dari X4 dan X5.”
Dari teori yang ditemukan oleh Altman Z-Score dapat bermanfaat bagi perusahaan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan pada kelanjutan usahanya. Semakin awal suatu perusahaan memperoleh peringatan kebangkrutan, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan dan dapat memberikan gambaran dan harapan yang mantap terhadap nilai masa depan perusahaan tersebut. Agar perusahaan tetap berjalan dengan baik dapat melakukan analisis Z-Score untuk menilai bagaimana perusahaan mereka pada masa sekarang dan bagaimana perusahaan mereka nantinya.
(41)
2.1.2 Arus Kas Operasi
Setiap perusahaan memberikan informasi arus kas sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan menilai kemampuan perusahaan untuk mengelola dana dan keuangan tersebut.
2.1.2.1Pengertian Kas
Dalam setiap perusahaan pasti memiliki kas sebagai alat yang paling likuid dan biasanya digunakan untuk hal-hal yang dilakukan dalam jangka pendek.
Berikut beberapa pengertian kas menurut beberapa ahli:
Menurut K.R Subramanyam dan John J. Wild dialih bahasakan oleh Dewi Yanti (2012:273),
“Kas adalah aset yang paling likuid, mencakup mata uang, deposito dana,
money orders dan cek.”
Pengertian kas menurut Sofyan Syafri Harahap (2009 : 258),
“Kas adalah uang dan surat berharga lainnya yang dapat diuangkan setiap saat serta surat berharga lainnya yang sangat lancar yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Setiap saat dapat ditukar menjadi kas. 2. Tanggal jatuh temponya sangat dekat.
3. Kecil resiko perubahan nilai yang disebabkan perubahan tingkat harga.” Sedangkan pengertian Aktivitas Operasinya itu sendiri adalah:
Menurut K.R Subramanyam dan John J. Wild dialih bahasakan oleh Dewi Yanti (2012:22),
“Aktivitas Operasi (Operating Activities) mencerminkan pelaksanaan rencana bisnis yang terdapat dalam aktivitas pendanaan dan aktivitas investasi. Aktivitas operasi melibatkan setidaknya lima komponen: penelitian dan pengembangan, pembelian, produksi pemasaran dan administrasi.”
(42)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kas merupakan aset yang paling likuid dan mudah untuk digunakan setiap saat dalam menjalankan operasi perusahaan.
2.1.2.2 Laporan Arus Kas
Laporan arus kas adalah laporan mengenai arus masuk dan keluarnya kas, didalam laporan arus kas disajikan laporan arus kas atas operasi, investasi dan pendanaan.
Berikut beberapa pengertian mengenai laporan arus kas menurut beberapa ahli:
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2009: 257), adalah sebagai berikut:
“Laporan arus kas memberikan informasi yang relevan tentang penerimaan dan pengeluaran kas suatu perusahaan pada suatu periode tertentu, dengan mengaklasifikasikan transaksi pada kegiatan: operasi, pembiayaan dan investasi.”
Sedangkan pengertian laporan arus kas menurut Wibowo (2007:134) dan Abu Bakar Arif adalah sebagai berikut:
“Laporan arus kas merupakan suatu laporan yang menyediakan informasi mengenai penerimaan kas dan pengeluaran kas oleh suatu entitas selama periode tertentu serta menjelaskan dampak aktivitas operasi, investasi dan pendanaan perusahaan terhadap arus kas selama satu periode akuntansi.”
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukan perubahan posisi nilai kas yang berasal dari aktivitas operasi, investasi dan pendanaan.
(43)
2.1.2.3 Klasifikasi Laporan Arus Kas
Menurut S. Munawir ( 2002:117-121 ),
“Pengelompokan arus kas dibagi menjadi tiga kategori yaitu : 1. Aktivitas Operasi
2. Aktivitas Investasi 3. Aktivitas Pendanaan.”
Berikut penjelasannya: 1. Aktivitas Operasi
Seluruh transaksi penerimaan kas yang berkaitan dengan pendapatan penjualan dan kas keluar yang berkaitan dengan biaya operasi, termasuk pembayaran kepada pemasok barang atau jasa, pembayaran upah, bunga dan pajak.
2. Aktivitas Investasi
Aktivitas investasi meliputi perolehan aktiva jangka panjang termasuk pembelian surat berharga yang tidak setara dengan kas dan pinjaman uang serta kebalikannya yaitu penjualan aktiva jangka panjang dan pelunasan pinjaman.
3. Aktivitas Pendanaan
Aktivitas pendanaan meliputi aktivitas peminjaman uang yang meliputi utang hipotik, utang obligasi dan bentuk utang jangka panjang lainnya dan emisi saham baru, pembayaran kembali pinjaman jangka panjang, pembayaran deviden kepada pemegang saham, dan penggunaan kas untuk penarikan kembali saham perusahaan.
(44)
2.1.2.4Arus Kas Operasi
Dalam PSAK No. 2 paragraf 13 (IAI : 2009) dinyatakan bahwa jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar deviden dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumberpendanaan dari luar.
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2009:259),
“Semua transaksi yang berkaitan dengan laba yang dilaporkan dalam laporan laba/rugi dikelompokan dalam golongan ini.” Di sini dikelompokan transaksi kas yang berhubungan dengan perolehan fasilitas investasi dan nonkas lainnya yang digunakan perusahaan.”
Pada umumnya arus kas tersebut berasal dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penentapan laba atau rugi bersih. Beberapa contoh arus kas dari aktivitas operasi menurut PSAK No. 2 paragraf 14 (IAI: 2009) adalah:
a. penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa.
b. penerimaan kas dari royalty, fees, komisi dan pendapatan lain. c. pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa.
Selanjutnya Toto Prihadi (2008:103), menyatakan
“Rasio arus kas cukup dominan dalam pengukuran kebangkrutan dan
financial distress. Hal ini dikarenakan ketika perusahaan mulai bermasalah dengan pembayaran utang, maka arus kas menjadi dominan sebagai alat ukurnya. Arus kas merupakan laporan yang memberikan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pengeluaran kas dalam periode waktu tertentu.”
Toto Prihadi (2008:108), menyatakan
“Eficiency ratio diukur dengan cash flow to sales dan cash flow return on assets. Rasio Cash Flow to Sales mengukur seberapa besar setiap
(45)
penjualan akan menjadi arus kas operasi. Semakin besar angka cash flow to sales maka semakin banyak kas yang dihasilkan oleh perusahaan. Menurut Toto Prihadi (2008:112), rasio cash flow to sales diukur dengan rumus berikut:
Cash Flow to Sales = Arus Kas Operasi
Penjualan
2.1.1.5Metode Laporan Arus Kas
Dalam penyajian laporan arus kas perlu ketelitian dalam penginputan data berdasarkan pada bagian-bagiannya dan untuk dapat menginput dan melaporkan laporan arus kas sesuai dengan kriteria, maka terdapat dua metode yang dapat digunakan, yaitu metode langsung dan tidak langsung.
Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai metode laporan arus kas:
Menurut Earl K. Stice, James D . Stice dan K. Fred Skousen yang diterjemahkan oleh Ali Akbar (2009:289),
“Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung dan melaporkan jumlah arus kas bersih dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan yaitu :
1) Metode Langsung
2) Metode Tidak Langsung.” Berikut Penjelasannya
1) Metode langsung
Pada dasarnya adalah pemeriksaan kembali setiap pos (atau akun) laporan laba rugi dengan tujuan melaporkan seberapa banyak kas yang diterima atau dikeluarkan sehubungan dengan pos tersebut, dan cara terbaik untuk
(46)
melakukan metode langsung adalah mengurutkan secara sistematis daftar pos-pos dilaporan laba rugi dan menghitung berapa banyak kas yang terkait dengan setiap pos.
3) Metode tidak langsung
Dengan metode tidak langsung, laporan arus kas dimulai dengan laba bersih, yang memasukkan pengaruh bersih dari seluruh laporan laba rugi, dan kemudian melaporkan penyesuaian yang diperlukan untuk mengubah seluruh akun laporan laba rugi menjadi angka-angka arus Kas. Hanya penyesuaian saja yang dilaporkan. Seperti halnya dengan metode langsung, cara terbaik untuk menampilkan metode tidak langsung adalah dengan melihat laporan laba rugi akun demi akunnya.
2.1.3 Pengertian Financial Distress:
Kondisi financial distress suatu perusahaan didefinisikan sebagai kondisi dimana hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban perusahaan. Financial distress adalah konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi di mana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang dan default. Ketidakmampuan melunasi hutang menunjukkan kinerja negatif dan menunjukkan adanya masalah likuiditas. Default
berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan hukum.
(47)
Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian financial distress:
Menurut Darsono dan Ashari (2005:101),
“Kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan.”
Menurut Foster (1986),
“kesulitan keuangan menunjukan adanya masalah likuiditas yang parah yang tidak dapat dipecahkan tanpa melalui penjadwalan kembali secra besar-besaran terhadap operasi dan struktur perusahaan.”
Menurut Plat dan Plat dalam Luciana Spica Almilia (2004),
“Financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi dan kriteria perusahaan yang mengalami financial distress adalah : (1) beberapa tahun memperoleh laba bersih operasi negatif; (2) menghentikan pembayaran deviden; dan (3) mengalami restrukturisasi besar atau penghentian usaha.”
Menurut Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim (2007:278),
“Financial distress dapat digambarkan dari dua titik ekstrem yaitu kesulitan likuiditas jangka pendek sampai insolvabel. Kesulitan keuangan jangka pendek biasanya bersifat jangka pendek, tetapi bisa berkembang menjadi parah. Indikator kesulitan keuangan dapat dilihat dari analisis aliran kas, analisis strategi perusahaan, dan laporan keuangan perusahaan.”
Menurut Sjahrial Dermawan (2007:453),
“Definisi Financial Distress dapat diperluas dengan kaitannya dengan kebangkrutan. Kebangkrutan yang didefinisikan dalam Balck’s Law Dirictionary sebagai berikut: ”ketidak mampuan untuk membayar utang
seseorang:suatu kondisi yang demikian dari aktiva dan kewajiban seorang perempuan atau laki-laki dimana yang terdahulu yang telah membuat dengan segera tersedia tidak cukup untuk membuang nya lebih lanjut.”
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa financial distress adalah kondisi perusahaan yang mengalami penurunan kondisi keuangan yang terjadi
(48)
sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi, yang ditandai dengan beberapa indikator yang mengarah pada kebangkrutan.
2.1.3.1Faktor Penyebab Kebangkrutan
Faktor-faktor penyebab terjadinya kebangkrutan dapat terjadi pada beberapa faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor perekonomian secara makro
Menurut Darsono dan Ashari (2005:104), mendeskripsikan bahwa secara garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi:
1. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus-menerus
yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewa jibannya.Ketidakefisien ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnyaketerampilan dan keahlian manajemen.
2. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang-hutang yangdimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besarsehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Putang yang terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur telalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.
(49)
3. Adanya kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisamengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya membangkrutan perusahaan. Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen yang korup ataupun memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor. Sedangkan faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan berasal dari faktor yang berhubungan langsung dengan perusahaan meliputi:
Faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan adalah:
1. Pelanggan, perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
2. Supplier, kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi. Untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu pemasok sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi. 3. Debitor, faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor
tidak melakukan kecurangan dengan mengemplang hutang. Terlalu banyak piutang yang diberikan debitor dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar
(50)
bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa melakukan perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.
4. Kreditor, hubungan yang tidak harmonis dengan kreditor juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Apalagi dalam undang-undang no.4 tahun 1998, kreditor bisa memailitkan perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus bisa mengelola hutangnya dengan baik dan juga membina hubungan baik dengan kreditor. 5. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu
memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik bagi pelanggan.
6. Pemerintah, kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Dengan semakin terpadunya perekonomian dengan Negara-negara lain, perkembangan perekonomian global juga harus diantisipasi oleh perusahaan.
Dari teori yang dikemukakan diatas maka faktor penyebab kebangkrutan adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu kebangkrutan yang dialami oleh perusahaan yang kondisi keuangannya tidak sehat, baik itu faktor ekonomi, internal dan eksternal.
(51)
2.1.3.2Pengelompokan Financial Distress
Kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah perusahaan didefinisikan dalam beberapa pengertian.
Menurut Martin dalam Fahkrurozie (2007: 15) yaitu: 1. Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed)
Kegagalan dalam ekonomi artinya bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilia sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajibannya. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang diharapkan.
2. Kegagalan keuangan (Financial Distressed)
Pengertian financial distressed mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagai asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed.
3. Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di Negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ek onomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut.
(52)
2.1.3.3Indikator Financial Distress
Terdapat beberapa indikator yang dapat mengambarkan kondisi perusahaan tengah mengalami kondisi financial distress, diantaranya perusahaan memiliki sedikit kekayaaan namun hutangnya besar, strategi manajemen yang salah dalam pengelolaaan asset dan lain sebagainya.
Menurut Foster (1986) dalam luciana Spica Amilia dan Kristijadi (2003:6-7),
“Beberapa indikasi atau sumber informasi tentang kemungkinan adanya
financial distress.
1. Analisis terhadap laporan arus kas 2. Analisis terhadap corporate strategi 3. Analisis Laporan Keuangan
4. Variabel eksternal .” Berikut penjelasannya:
1. Analisis terhadap laporan arus kas untuk saat ini dan priode-priode mendatang. Keuntungan dari penggunaan sumber informasi tersebut adalah focus langsung menunjukan gambaran keuangan pada priode-priode yang dikehendaki.
2. Analisis terhadap corporate strategi. Dalam analisis tersebut mempertimbangkan potensi para pesaing perusahaan yang berkaitan dengan struktur biaya secara relative, kemampuan manajemen mengendalikan biaya serta kualitas manajemen.
3. Analisis Laporan Keuangan perusahaan dengan baik teknik perbandingan dengan beberapa perusahaan.
(53)
2.1.3.4Manfaat Financial Distress
Menurut Platt dan Platt dalam Luciana Spica Almilia (2004),
“Menyatakan kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami
financial distress sebagai berikut:
a) Mempercepat tindakan manajemen mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan;
b) Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau take over agar perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan lebih baik;
c) Memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang.”
Menurut luciana Spica Amilia dan Emanuel Kristijadi (2003:6),
“Prediksi financial distress perusahaan menjadi perhatian dari banyak pihak. Pihak-pihak yang menggunakan model tersebut meliputi:
1. Pemberi Pinjaman 2. Investor
3. Pembuat Peraturan 4. Pemerintah 5. Auditor 6. Manajemen.” Penjelasannya:
1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress
mempunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.
2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.
3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggungjawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan
(54)
individu, hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.
4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dalam antitrust regulation.
5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.
6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi
financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan tidak langsung dari kebangkrutan.
2.2Kerangka Penelitian
2.2.1 Hubungan Rasio Keuangan Dengan Model Altman Z-Score Terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan.
Kemampuan dalam memprediksi kebangkrutan akan memberikan keuntungan banyak pihak, terutama pada kreditur dan investor. Kemudian prediksi kebangkrutan juga berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak-pihak tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan keuangan atau tidak di masa mendatang. Maka, sebagai pihak yang berada di luar perusahaan,
(55)
investor sebaiknya memiliki pengetahuan tentang kebangkrutan sehingga keputusan yang diambil tidak akan salah. Salah satu indikator yang bisa dipakai untuk mengetahui tingkat kebangkrutan adalah indikator keuangan. Prediksi kesulitan keuangan salah satunya dikemukakan oleh seorang profesor di New York University bernama Edward Altman yang disebut dengan Altman Z-Score.
Menurut Mokhamad Iqbal Dwi Nugroho dan Wisnu Mawardi (2012:3), masing-masing rasio keuangan Altman memiliki hubungan terhadap prediksi kondisi
financial distress perusahaan, diantaranya:
a. Hubungan Antara Net Working Capital to Total Assets dengan Financial distress
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Rasio Net Working Capital to Total Asset memiliki pengaruh terhadap prediksi finance distress. Jika rasio Net Working Capital to Total Assets memiliki nilai negative, maka perusahaan tersebut diprediksikan mengalami distress. Sedangkan jika rasio Net Working Capital to Total Assets memiliki nilai positif, maka perusahaan tersebut diprediksikan mengalami non distress. Sebelumnya pernah diteliti oleh ST. Ibrahim Mustafa Kamal (2010) bahwa Net Working Capital to Total Assets berpengaruh positif terhadap financial distress. Menurut St. Ibrahim Mustafa Kamal (2010) jika nilai rasio Net Working Capital to Total Assets bernilai positif maka perusahaan tidak akan mengalami financial distress.
b. Hubungan Antara Retained Earning to Total Assets dengan Financial distress
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Rasio Retained Earning to Total Assets memiliki pengaruh terhadap prediksi finance distress. Jika rasio Retained Earning to Total Assets memiliki nilai negative, maka perusahaan tersebut diprediksikan mengalami distress. Sedangkan jika rasio Retained Earning to Total Assets memiliki nilai positif, maka perusahaan tersebut diprediksikan mengalami
non distress. Sebelumnya pernah diteliti oleh ST. Ibrahim Mustafa Kamal (2010) bahwa Retained Earning to Total Assets berpengaruh positif terhadap financial distress. Menurut St. Ibrahim Mustafa Kamal (2010) jika nilai rasio Retained Earning
(1)
www.idx.co.id www.saham.co.id www.kompas.com www.bersatu.com LAMPIRAN Tabel 1.4
Perhitungan Altman Z-Score PT. Bakrie And Brother Tbk Tahun
Rasio Altman Z-Score
Z-Score Ket. 1.2* WC/TA 1.4* RE/TA 3.3* EBIT/TA 0.6* MVE/ BVD 0.1* S/TA
2005 0,09 (0,00) (0,25) 0,82 0,39 1,05 Distress Zone 2006 0,16 (0,00) 0,18 0,79 0,50 1,63 Distress Zone 2007 0,07 (0,00) 0,14 0,65 0,37 1,23 Distress Zone 2008 (0,22) (0.00) (2,17) 0,20 0,34 (1,85) Distress Zone 2009 (0,06) (0,00) (0,18) 0,26 0,29 0,30 Distress Zone 2010 0,29 (0,00) (0,88) 0,20 0,51 0,11 Distress Zone 2011 0,00 (0,02) 0,00 0,22 0,66 0,87 Distress Zone 2012 0,19 0,04 0,11 0,28 0,99 1,61 Distress Zone
Rata-rata
0,07 0,00 -0,38 0,43 0,51 0,62 Distress Zone Sumber: Data diolah (2014)
Tabel 1.5
Perhitungan Altman Z-Score PT. Bumi Resources Tbk Tahun
Rasio Altman Z-Score
Z-Score Ket. 1.2* WC/TA 1.4* RE/TA 3.3* EBIT/TA 0.6* MVE/ BVD 0.1* S/TA
2005 (0,06) (0,01) 0,34 0,61 1,02 1,91 GreyZone 2006 0,12 (0,01) 0,30 0,54 0,74 1,69 Distress Zone 2007 0,13 (0,00) 1,00 5,23 0,80 7,16 Safe Zone 2008 (0,11) (0,00) 0,65 0,26 0,65 1,45 Distress Zone 2009 0,02 (0,00) 0,23 0,51 0,50 1,26 Distress Zone 2010 0,21 (0,00) 0,25 0,73 0,42 1,60 Distress Zone 2011 0,04 0,00 0,26 0,22 0,54 1,06 Distress Zone 2012 (0,05) (0,00) (0,28) 0,11 0,51 0,30 Distress Zone
Rata-rata
0,04 0,00 0,34 1,03 0,65 2,05 Grey area Sumber: Data diolah (2014)
(2)
Tabel 1.6
Hasil Perhitungan Altman Z-Score PT. Energi Mega Persada Tbk Tahun
Rasio Altman Z-Score
Z-Score Ket. 1.2* WC/TA 1.4* RE/TA 3.3* EBIT/TA 0.6* MVE/ BVD 0.1* S/TA
2005 0,06 (0,00) 0,07 0,76 0,27 1,15 Distress Zone 2006 0,12 (0,00) (0,11) 0,65 0,17 0,83 Distress Zone 2007 (0,18) (0,00) (0,02) 2,14 0,12 2,06 Grey Zone 2008 (0,15) (0,00) 0,02 (0,00) 0,04 (0,09) Distress Zone 2009 (0,26) (0,00) 0,46 (0,00) 0,14 0,34 Distress Zone 2010 (0,12) (0,00) (0,01) 0,51 0,11 0,49 Distress Zone 2011 (0,11) (0,00) 0,01 0,39 0,01 0,30 Distress Zone 2012 (0,12) (0,00) 0,18 1,45 0,34 1,85 Distress Zone Rata2 -0,10 0,00 0,08 0,74 0,15 0,87 Distress Zone Sumber: Data diolah (2014)
Tabel 1.7
Hasil Perhitungan Altman Z-Score PT. Bakrie Sumatra Plantations Tbk Tahun
Rasio Altman Z-Score
Z- Score Ket. 1.2* WC/TA 1.4* RE/TA 3.3* EBIT/TA 0.6* MVE/ BVD 0.1* S/TA
2005 0,14 0,00 0,43 0,77 0,71 2,05 Grey Zone 2006 0,32 0,00 0,46 1,19 0,66 2,64 Grey Zone 2007 0,27 0,00 0,26 2,69 0,45 3,67 Safe Zone 2008 0,07 0,00 0,20 (0,00) 0,62 0,89 Distress Zone 2009 0,00 0,00 0,24 (0,00) 0,46 0,70 Distress Zone 2010 (0,10) 0,00 0,19 0,32 0,16 0,57 Distress Zone 2011 (0,13) 0,00 0,16 0,24 0,19 0,46 Distress Zone 2012 0,05 0,00 (0,17) 0,07 0,13 0,08 Distress Zone Rata2 0,08 0,00 0,22 0,66 0,42 1,38 Distress Zone Sumber: Data diolah (2014)
Tabel 1.8
Hasil Perhitungan Altman Z-Score PT. Bakrie Telecom Tbk Tahun
Rasio Altman Z-Score
Z-Score Ket. 1.2* WC/TA 1.4* RE/TA 3.3* EBIT/TA 0.6* MVE/ BVD 0.1* S/TA
2005 0,15 (0,00) (0,38) 0,00 0,24 0,01 Distress Zone 2006 0,12 (0,00) 0,11 3,83 0,41 4,48 Safe Zone 2007 0,11 (0,00) 0,16 1,71 0,36 2,33 Grey Zone 2008 0,18 (0,00) 0,07 0,00 0,33 0,57 Distress Zone 2009 (0,03) (0,00) 0,04 0,00 0,30 0,31 Distress Zone 2010 (0,03) (0,00) 0,02 0,56 0,28 0,83 Distress Zone 2011 (0,20) (0,00) (0,27) 0,57 0,26 0,36 Distress Zone 2012 (0,28) (0,00) (1,29) 0,12 0,33 (1,11) Distress Zone
(3)
Tabel 1.9
Hasil Perhitungan Arus Kas Operasi Perusahaan Group Bakrie Tahun Kode Arus Kas Operasi Sales Total
2005 BNBR 83,766,146 2,738,471,084 0.03 2005 BUMI 77,120,628 1,751,248,015 0.04 2005 ENRG 224,379,083 1,682,100,322 0.13 2005 UNSP 175,125,565 883,309,995 0.20 2005 BTEL (48,651,918,294) 369,054,865,176 -0.13 2006 BNBR 177,643,391 4,332,279,836 0.04 2006 BUMI 99,409,268 1,851,550,950 0.05 2006 ENRG (128,591,713) 1,459,460,289 -0.09 2006 UNSP 117,057,265 1,180,622,019 0.10 2006 BTEL 185,921,873,083 919,883,474,332 0.20 2007 BNBR 648,925,963 5,288,769,647 0.12 2007 BUMI 189,959,546 2,265,468,068 0.08 2007 ENRG 527,445,689 1,137,542,666 0.46 2007 UNSP 184,247,294 1,949,017,782 0.09 2007 BTEL 556,902,919,862 1,672,032,083,761 0.33 2008 BNBR 1,317,768,927 8,404,679,927 0.16 2008 BUMI 959,194,485 3,378,393,105 0.28 2008 ENRG 241,910,440 414,086,508 0.58 2008 UNSP 668,608,595 2,931,418,722 0.23 2008 BTEL 600,056,349,918 2,805,309,095,223 0.21 2009 BNBR 2,993,006,117 7,631,762,309 0.39 2009 BUMI 246,038,514 3,665,023,095 0.07 2009 ENRG 324,379,805 1,444,368,739 0.22 2009 UNSP 504,532,483 2,325,282,030 0.22 2009 BTEL 1,143,057,476,882 3,435,555,524,064 0.33 2010 BNBR 1,403,702,342 16,194,022,641 0.09 2010 BUMI 115,635,045 2,926,926,720 0.04 2010 ENRG (581,318,590) 1,249,710,407 -0.47 2010 UNSP 955,003,351 2,939,628,461 0.32 2010 BTEL 771,293,436,680 3,447,118,348,212 0.22 2011 BNBR 620,879,410 16,694,633,017 0.04 2011 BUMI 195,264,733 4,000,990,515 0.05 2011 ENRG 62,278,000 241,894,114 0.26 2011 UNSP 1,129,280,662 3,646,109,970 0.31 2011 BTEL 792,414,978,633 3,195,451,186,033 0.25 2012 BNBR 368,816,039 15,479,335,198 0.02 2012 BUMI 240,028,519 3,775,518,192 0.06 2012 ENRG 160,938,778 654,584,544 0.25 2012 UNSP 524,774,666 2,485,429,887 0.21 2012 BTEL 405,845,176,279 2,973,613,659,026 0.14 Sumber: Data diolah (2014)
(4)
(5)
(6)
Coefficientsa
Model
Standardized Coefficients
Sig.
Correlations
Kd
Beta Zero-order
Rasio_Keuangan_Altman -.334 .021 -.422 0.141 14.1% Arus_Kas_Operasi -.398 .007 -.472 0.188 18.8% a. Dependent Variable: Financial_Distress 0.329 32.9%