Keras kepala : Wawacan Batara Rama: Kajian Struktur.

Unggul di Bumi’, ambek gunawan ‘berhati alim’ saling menyayangi dengan rakyat. Tak ada raja di dunia yang tak tunduk kepadanya, Batara Indra pun mengabdi. Apabila berkehendak memenggal kepala Rama dan Lasmana, mudah saja XLI11563 – XLI61568. Dasamuka mengatakan bahwa, ia sangat mencintai Dewi Sinta, Dewi Sinta selalu menjadi tambatan hatinya, dia sudah lama sakit merindukannya, ia ingin hidup bersama dalam kesejahteraan. Dasamuka menyerahkan harta benda dan para selir, Dewi Tari yang asalnya bangsa bidadari diserahkan sebagai emban, Batara Baruna disuruh menggiring seisi lautan untuk oleh-oleh ke Mantili, dan akan disediakan bakul dari mas permata untuk oleh-oleh buah-buahan dan bunga-bungaan XLI71569 – XLI131575. Walaupun dirayu Dewi Sinta tetap bersikap bengis kepada Dasamuka, kemudian Dasamuka berbohong mengatakan keunggulan dirinya. Apabila Dewi Sinta tidak menurut kepadanya akan memperoleh ajal yang sesat, apabila menurut akan memperoleh ajal mulia karena Dasamuka raja seluruh bumi, manusia apabila ajal hanya akan memperoleh neraka. Apabila Dewi Sinta tetap keras kepala akan menyesal, artinya memilih ajal yang hina tentu akan menjadi bahan guyonan seisi bumi XLI231585 – XLI271589.

c. Keras kepala :

Sifat ini terungkap ketika Marica IX26417-X1442 Sokasrana 1689 – 1690, Wibisana XXXVI141415 – XXXVII21442, Prabu Somali XXXVII31443 – XXXVII151455, dan Kombakarna XXXVII21442 – XXXVII31443, tidak menyetujui perang, Raja Dasamuka tidak mendengarkan pendapatnya, ia tetap berkeras pada pendiriannya yang angkuh. c. 1 Penolakan Marica Lihat pembahasan penghinaan terhadap Sri Rama. c. 2 Penolakan Sokasrana Lihat dalam pembahasan alur episode VI. c. 3 Penolakan Wibisana. Penokohan Raja Dasamuka yang sangat keras kepala, tergambar pada peristiwa Wibisana menolak perang. Wibisana seorang yang baik budi, mulia, pandai lahir batin, dan pandai membaca situasi untuk menentukan strategi menuju keselamatan negara. Pendapatnya tidak selayaknya diabaikan oleh Raja Dasamuka. Deskripsi tersebut sangat panjang, sebagiannya seperti berikut: Wibisana menegur para punggawa ketika mereka secara serempak menyatakan keberanian berperang melawan Sri Rama. Para prajurit diperintahkan tenang, berpikir panjang, karena apa pun yang terjadi akan melibatkan raja. Para prajurit jangan menganggap enteng lawan, berpikir hanya menghadapi pasukan kera. Pengalaman sebelumnya memberikan peringatan supaya bersikap hati-hati, seekor kera saja mampu memporak-porandakan Tamansoka, kemudian seluruh istana kebakaran. Unggul atau kalah perang memberikan tanda pihak yang benar dan yang salah, walau pihak yang salah menang, kemenangannya hanya sementara tentu pada akhirnya kalah. Kebiasaan raja zaman dahulu sebelum berperang, bertafakur terlebih dahulu supaya mendapat petunjuk berada di pihak yang unggul atau kalah, kemudian mencari jalan untuk keselamatan negara. Jadi tanda-tanda itu harus menjadi peringatan, kalah perang pun tak usah disesali apabila sudah dipertimbangkan sematang mungkin. Wibisana beserta keluarga berharap Rahwana tetap berkuasa, berwibawa, sejahtera memerintah Negeri Alengka. Supaya Rahwana selamat, mereka menyarankannya jangan memusuhi Sri Rama yang ambek sadu santa budi ‘berhati suci mengutamakan keselamatan.’ Wibisana tidak setuju alasan perang hanyalah menginginkan seorang wanita, kalau unggul perang kebahagiaannya hanya untuk seorang, ditukar dengan ribuan nyawa. Menurut pemikirannya tak ada gambaran sedikit pun Alengka bakal unggul. Apabila Rahwana menyeru Dewa, Dewa pun telah sakit hati karena pernah diperdaya. Para Dewa tentu akan berpihak dan mengasihi Sri Rama karena Sri Rama adil, mulia, bersungguh-sungguh semedi, bersungguh-sungguh dalam mencapai perilaku utama. Sugriwa pun terbawa berhati resi, membela Sri Rama sampai bertaruh ajal, sebab dia pernah ditolong. Adapun Alengka hanya memiliki benteng bersifat lahir - Gunung Suwela yang menjulang tinggi dengan samudra. Negerinya kehilangan budi untuk menempuh jalan keselamatan. Mengatur pemerintahan tidak bisa hanya semata-mata mengandalkan kekuatan raga namun yang paling utama adalah ruh. Ruh dari negara adalah budi, seperti pe rsahabatan antara Rama dengan Sugriwa, persahabatannya sangat erat, k eduanya satu maksud menyelenggarakan kesejahteraan jagat. Apabila terjadi peperangan bahaya untuk Alengka. Di lain pihak Rahwana pun banyak memperdaya sesama makhluk, sesama yang diperdaya tentu menaruh dendam, makhluk yang menyayangi hanya sedikit, semua akan memihak kepada Sri Rama. Wibisana memberi saran, untuk keselamatan negara, raja, beserta keluarga supaya Dewi Sinta segera diantarkan kepada Sri Rama, jangan merasa rendah atau hina, karena akibatnya akan meninggikan derajat Dasamuka, menganggap Dasamuka rendah hati, memahami kemuliaan. Dasamuka merengut bengis, Wibisana berkata lagi bahwa dia bermimpi Alengka terbakar habis tinggal bara merah seperti disiram darah, langit mendung, bumi bergoyang, alam serasa akan runtuh, semua binatang hutan berkumpul ingin tetap hidup. Mimpinya petunjuk bahwa Alengkapuri akan tumpas. Wibisana bermohon dengan merendahkan diri supaya Dasamuka mengurungkan perang. Dasamuka sangat marah mendengar saran Wibisana, ia menyumpah serapah, Wibisana ditendangnya. Wibisana tetap berpikiran jernih, ia pun berkata mengulangi. Dasamuka sangat marah, ia menolak pendapat Wibisana dengan angkuh mengusirnya, Wibisana bergabung dengan Rama Wijaya. XXXVI31404 – XXXVIII401508.

c. 4 Prabu Somali ayah Dewi Sukaesih kakek Rahwana, ia bangsa raksasa yang