naratif tradisional kakawin masih sangat jelas dalam WBR. Struktur naratif tradisional yang masih tersisa dalam WBR ini terutama ajaran, sangat penting
dibahas dengan tujuan, penggalian makna WBR secara lengkap. Pengkajian unsur ajaran akan dikaitkan dengan pengkajian struktur formal. Menurut Robson
1994 dalam edisi terjemahan: 16 pemahaman sastra klasik yakni, mencoba merekonstruksi keaslian sebuah teks agar bentuk yang pertama kali diciptakan
oleh penulisnya dipahami sedekat mungkin. Kedua struktur naratif. “Meskipun karya seni tidak bisa dibagi menjadi
unsur-unsur, masih mungkin menganalisis struktur artistiknya melalui faktor- faktornya” Fokkema, 1998: 27, Edisi terjemahan. Faktor pembangun teks naratif
adalah plot, tokoh, dan latar ruang Fokkema, 1998: 25, Edisi terjemahan. Faktor konstruktif sentral pada karya sastra naratif adalah plot Ibid. “Plot atau
alur ialah konstruksi deretan peristiwa yang secara logik kronologik saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku” Luxemburg., Cs,
1984: 149. Tokoh adalah para pelaku dalam narasi, dan ruang adalah tempat peristiwa tertentu terjadi Ibid: 137-142. Penelitian struktur ini hanya meliputi
plotalur, tokoh, dan tema, karena dengan mengungkap ketiga unsur tersebut dapat mengungkap kebulatan dari karya. Dari pengkajian alur dan tokoh dikaji temanya
sebagai ide dasar dari sebuah karya.
2.3 Struktur Naratif
Dalam analisis alur WBR, kiranya penemuan kaum formalis tentang konsep fabula dan sujet sangat diperlukan. ”Fabula ceritera adalah suatu mata rantai
motif dalam urutan kronologis. Motif adalah suatu kesatuan struktural yang paling kecil yang berfungsi sebagai penghubung. Sujet plot adalah cara penyajian
motif-motif yang telah disusun secara artistik dalam hubungan sebab akibat Pradotokusumo, 1984: 64. Dalam analisis plotalursujet, WBR akan dianalisis
dengan abstraksi rangkaian peristiwa berdasarkan sebab akibat, kemudian analisis fabula dengan cara menyusun peristiwa seperti apa adanya dalam WBR itu
sendiri. Kemudian dari episode yang berjumlah banyak, diambil peristiwa besar
berdasarkan konflik untuk menggambarkan peristiwa secara menyeluruh. Nurgiyantoro membagi plot ke dalam 5 jenis perkembangan 1 Tahap situation
‘tahap penyituasian’ kedua tahap generating circumstances ‘tahap pemunculan konflik, ketiga tahap rising action ‘tahap peningkatan konflik’, 4 tahap climax
‘tahap klimaks’, 5 tahap denouement ‘penyelesaian’. Sebagai dasar pijakan akan memakai konsep tersebut, namun ternyata apabila konflik WBR berlainan dengan
tahapan ini maka alur akan digambarkan seperti tahapan konflik pada karya WBR itu sendiri. Kemudian pengisahan WBR diterapkan dengan “pembagian tiga
tahap yakni tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir” Nurgiyantoro1998: 141 – 163.
Setelah diadakan pengkajian alur, kemudian diadakan pengkajian tokoh dan penokohan. Pengkajian tokoh hanya meliputi tokoh yang berseteru yang
kemudian salah satunya yang berdiri di pihak kebenaran berbahagia karena
kemenangannya dan lainnya yang berdiri di pihak kezaliman, menemui ajal. Tokoh tersebut yakni tokoh Sri Rama dengan Raja Dasamuka. Penokohan dengan
mengidentifikasi perilaku tokoh dalam peristiwa yang terdapat dalam WBR. Penokohan yang dianalisis dititikberatkan kepada perilaku karena karya ini
mengedepankan tentang perilaku benar - salah dan analisis struktural ini dipertimbangkan dari segi fungsi ini, dengan dikajinya “tokoh protagonis tokoh
hero dan antagonis lawan dari tokoh protagonis,” Ibid 164 – 215 tokoh fungsional lainnya terkaji. Penokohan yang dibahas, hanya seputar perilaku dan
sifat tokoh, karena pembahasan struktur ini dipertimbangkan dari segi tematis
2.4 Struktur Peran