Dasar Hukum Arbitrase Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang

sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan RI sendiri, selama dan sekedar peraturan peraturan dan ketentuan ketentuan ini tidak dicabut, ditambah atau dirubah oleh undang undang dan ketentuan ketentuan tata usaha atas kuasa Undang Undang Dasar ini”. Dari penjelasan yang tadi diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan yang menyatakan bahwa semua peraturan-peraturan yang sudah ada pada masa penjajahan Hindia Belanda dulu selama belum dirubah, ditambah atau diganti masih tetap berlaku. Jadi ketentuan tentang arbitrase yang diatur dalam Rv. juga tetap berlaku. Secara Institusional sejarah perkembangan arbitrase di Indonesia mendapatkan momentumnya pada tahun 1977 dengan terbentuknya Badan Arbitrase Nasional pada tanggal 13 Desember 1977 Keadaan ini terus berlanjut sampai dikeluarkannya Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang merupakan pondasi bagi Penyelesaian Sengketa Alternatif Non Litigasi. Dan dalam perkembangannya pada zaman sekarang sudah banyak digunakan khususnya para pelaku usaha yang lebih memilih menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase ini daripada harus melalui proses Peradilan Umum yang sangat tidak efesian serta memakan waktu dan biaya yang besar.

2.2 Dasar Hukum Arbitrase Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam UU AAPS ini disusun untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, sekaligus mengantisipasi perkembangan dunia usaha dan lalu lintas perdagangan nasional dan internasional oleh karena itu, peran dan penggunaan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam dunia usaha ditinjau dari segi hukum sangat menonjol dan dominan. Dalam setiap kontrak bisnis para pihak yang terlibat, selalu meminta untuk dicantumkannya klausul arbitrase dalam perjanjian pokok mereka. Bahkan tidak jarang ada pihak- pihak yang tidak mau melakukan hubungan bisnis tanpa diikat dengan perjanjian arbitrase. Dengan demikian, adanya pengaturan mengenai lembaga arbitrase di Indonesia ini sangat penting, terlebih dengan keterlibatan Indonesia dalam berbagai organisasi internasional semakin memperkuat alasan diperlukannya pengaturan penyelesaian sengketa di luar peradilan umum melalui lembaga arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat internasional. Dengan berlakunya UU No. 30 Tahun 1999, tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka kedudukan dan kewenangan arbitrase di Indonesia sudah semakin jelas dan kuat. Adapun hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, dapat dike- lompokkan dalam 10 bab yang dituangkan dalam 82 pasal dan 7 bagian, yang dilengkapi dengan penjelasan umum dan penjelasan pasal demi, adapun cakupan materi yang diatur di dalamnya meliputi pasal. a. Ketentuan Umum Pasal 1 sampai Pasal 5 b. Alternatif Penyelesaian sengketa Pasal 6 c. Syarat arbitrase, Pengangkatan Arbiter, dan Hak Ingkar Pasal 7 Pasal 28 d. Hukum Acara Arbitrase Pasal 27 sampai Pasal 51 e. Pendapat dan Putusan Arbitrase Pasal 52 sampai Pasal 58 f. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Pasal 59 sampai Pasal 72 g. Berakhirnya Tugas Arbiter Pasal 73 sampai Pasal 77 h. Ketentuan Peralihan Pasal 78 sampai Pasal 79 i. Ketentuan Penutup Pasal 80 sampai Pasal 82 Pilihan yang dapat diselesaikan oleh para pihak melalui pilihan penyelesaian sengketa hanyalah sengketa di bidang perdata. Penyelesaian dalam bentuk perdamaian ini hanya akan mencapai tujuan dan sasarannya bida didasarkan pada itikad baik di anatara pihak yang bersengketa dengan mengesampingkan penyelesaian sengeta secara litigasi di Pengadilan Negeri.

2.3 Jenis-Jenis Arbitrase